Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter V
Chapter V
Persiapan
Pukul lima pagi, halaman sekolah Acies Highschool.
Gadis berambut hitam sampai leher, terlihat
berlari kencang memutari halaman itu.
Halaman itu sangat besar, lebih
besar dari lapangan tempat latih tanding.
“Ayo, Nia! Apa hanya sampai sini
saja batasmu!?”
Gadis yang sedang berlari itu adalah
Putri Selenia. Lalu lelaki yang baru saja berteriak adalah Aeldra yang memakai
baju oblong berwarna hitam.
“Hah hah hah!!” Selenia akhirnya
berhasil memutari halaman yang luas, hanya sekali. Dia terlihat kelelahan,
mulai duduk terkulai lemas hampir pingsan.
“Kakak, ka-kau monster ..., hah
hah!” Nia terlihat ingin menangis. Mengambil nafas sangat cepat.
“Kau ingin menang, kan? Pertama-tama
kita latih dulu staminamu. Lagipula aku benar-benar terkejut ketika mendengar
tentang ilmu kinesismu,” khawatir Aeldra, jongkok tepat di hadapannya.
“Hehe,” Nia memberikan tertawaan
kecil dengan wajah kelelahannya.
“Bukannya hehe .... Setidaknya kau
pikirkan bagaimana caramu untuk bertarung nanti. Manfaatkan ilmu kinesismu.”
Aeldra menutup mata, menahan kekesalannya.
“Hah, apa yang bisa diandalkan dari
kemampuan Psychometry dalam
pertarungan? Kakak ada-ada saja, hahaha.” Gadis itu malah tertawa semakin
kencang.
“Astaga, bagaimana ceritanya kau
meremehkan tipe kinesismu sendiri? Setidaknya percaya dirilah, Nia. Memang
benar, kemampuanmu tidak bisa memberikan kerusakan nyata pada lawan. Tapi
menurutku, kemampuanmu itu cukup kuat jika kau memanfaatkannya dengan baik.”
“Benarkah, bagaimana caranya!?”
Selenia melebarkan mata, mulai berbinar, menaruh rasa penasaran.
“Nanti kujelaskan. Untuk sekarang
latih fisikmu saja, terutama staminamu. Kau harus memiliki daya tahan tubuh
yang lebih unggul dibanding lawanmu.”
“Ta-tapi ini melelahkan, aku tak mau
ini ....” Nia mulai menyentuh tanah
dengan kedua tangan. Dia masih mengambil nafas karena kelelahannya.
“Percuma,
kah? Motivasinya kurang. Aku akan kesulitan menyeretnya sampai melewati batas
tubuh. Apa yang harus kulakukan sekarang ....” Aeldra mulai berdiri,
berpikir sendiri. Tak lama, dia langsung tersadar. Mulai berucap sambil
membalikkan badannya dari Nia.
“Putri Lapis, kan? Bukankah kau
ingin menunjukkan padanya bahwa kau juga pantas?”
“Ya ....” pelan Nia, mengepalkan
kedua tangannya sangat erat. Tubuhnya bergemetar.
“Kau sudah menceritakan padaku, akan
alasanmu memasuki sekolah ini. Tentang hubunganmu dengannya. Jika kau ingin dia
mengakuimu.”
“....” Nia menganggukan kepala.
Menundukkan kepala. Tetap mengepalkan tangan.
“Maka bangkitlah. Sebagai rekan timmu
aku akan membantumu.”
“Tapi tetap saja, halaman ini
terlalu. Selain itu apa yang kudapatkan dari latihan ini \–“
“Baiklah, akan kutunjukan padamu,
apa yang nantinya kau capai dari latihan yang kuberikan ini.” Aeldra berjalan
mendekati gadis yang duduk di pinggir halaman. Sedang membaca buku yang amat
besar.
Gadis berambut merah muda, bermata
hijau. Dia memakai kaca mata, membuat dirinya terlihat lebih dewasa.
“Kak Shina ...!” Aeldra berteriak,
memanggil nama gadis itu.
Shina berdiri, menutup bukunya.
Berjalan sambil melepas kaca mata dengan tangan kirinya. Buku besar itu
terlihat masih ia pegang dengan tangan kanannya.
“Sudah cukup, berhenti di sana,
Kak!” Aeldra kembali berteriak, mengangkat tangan kanan.
“Hah?” Shina menghentikan langkah,
memiringkan kepala. Terlihat kebingungan.
“Kalau tidak salah, tipe kinesis
Kakak itu Heliokinesis, kan? Bisa aku
meminta bantuan padamu?” tanya Aeldra berteriak, mulai mengeluarkan sesuatu
dari sakunya.
“Hei, Aeldra. Jangan katakan kalau
kau mengundangku ke sini hanya untuk ini?” Shina tersenyum kecil menatap
Aeldra.
Aeldra hanya membalas senyuman Shina.
Memperlihatkan tongkat kayu yang seukuran dengan pisau dapur.
“Tolong hentikan aku saat berlari
menghampirimu. Gunakan ilmu kinesismu untuk menghentikanku. Bayangkan saja jika
aku yang saat ini berniat membunuhmu.”
“Hah?! Apa kau gila!? Kau hanya akan
mati, meledak menjadi butiran debu oleh kemampuanku!”
“Tolong jangan menahan diri, yah?”
Aeldra tersenyum, menutup mata. Dia melakukan perenggangan di beberapa anggota
tubuhnya. Khususnya di bagian kedua kaki dan tangan.
“Berhenti bercanda!! Aku tak mau melakukan
in –“
“Lakukan
saja, atau kubunuh kau ....”
“....!!” Shina bergemetar, lekas
menjatuhkan kaca matanya. Dia mengangkat tangan kirinya, langsung meledakkan
pijakan Aeldra.
“Ga-gawat,
aku kelepasan...?! Karena
intimidasinya, tubuhku bergerak sendir –“ Shina berwajah ketakutan,
keringat mulai mengucur di sekitar wajahnya.
Tapi
pikirannya itu langsung teralihkan ketika melihat sosok Aeldra yang berlari
menghampirinya. Sangat cepat, benar-benar cepat dengan tatapan membunuh yang menyayat
hati.
Aura
membunuh benar-benar dikeluarkan oleh Aeldra, dia benar-benar terlihat berbeda. Membuat Shina
berwajah ketakutan, mengangkat kedua tangan berniat menghentikan Aeldra.
Ledakan
keras terus bermunculan berniat menghentikan lelaki berambut hitam. Tapi tak
ada satupun yang kena, ledakan itu benar-benar tak berarti bagi dirinya yang
sangat lincah.
“Tu-tunggu!! Ap-apa-apaan ini!!” Shina
terlihat ingin menangis, berusaha keras menghentikan Aeldra. Dalam pikirannya,
dia sudah berpikir jika Aeldra serius ingin membunuhnya.
“Berhenti!!”
Shina menyatukan kedua tangan, berteriak dengan nada ketakutan. Dia berkonsentrasi
menutup mata, mengeluarkan skill tingkat atasnya.
“Keluar juga,” Aeldra langsung menghentikan
langkah, melompat mundur ke belakang, tau akan bahaya yang berada di depannya.
Dan
benar saja, ledakan 5x lebih besar langsung muncul tepat di hadapan Shina.
Sangat hebat dan berbahaya. Bagaikan ledakan meteor berukuran kecil yang
menghantam tanah.
Tak
lama setelah ledakan itu berhenti, kedua tangan Shina bergemetar. Dia membuka
mata, berniat memeriksa keadaan. Tapi tongkat kayu yang dibawa Aeldra terlihat
melayang di hadapannya, sangat cepat hampir mengenai wajahnya.
Shina
yang berwajah ketakutan langsung mengangkat tangan kanan, menghancurkan tongkat
kayu itu.
Tongkat
kayu itu meledak, hancur oleh kemampuannya.
Tapi
saat itu juga, sudah ada Aeldra dibelakangnya. Tangan kanan Aeldra menyelinap
masuk melewati sela-sela tangan kanan Shina, menyentuh kening dan ubun-ubunnya.
Tangan
kiri Aeldra menggunci tangan kiri Shina hingga tak bisa bergerak, kesulitan
terangkat. Dia menyentuh dagu Shina. Hampir menyentuh dadanya.
Jika
dia ingin, dia bisa mematahkan kepala Shina kapanpun dia mau.
Wajah
Shina terlihat shock, melirik ketakutan Aeldra di belakang. Tubuhnya
bergemetar, hampir mengeluarkan air mata. Masih berpikir jika Aeldra serius
ingin membunuhnya. Tapi.
“Terima
kasih ...,” Aeldra melepas kuncian, berjalan mundur dan menutup mata.
Shina
langsung terkulai lemas, duduk sambil menatap ketakutan Aeldra. Tubuhnya masih
bergemetar, keringat dingin terlihat di sekitar wajahnya.
“Ap-apa-apaan itu ...?!” Nia menatap
Aeldra penuh penasaran dan ketakutan. Mulutnya terbuka lebar. Tubuhnya gemetar
melihat kejadian singkat di hadapannya.
“Le-lelaki ini benar-benar berbahaya. Me-meski
tanpa ilmu kinesisnya, dia benar-benar jauh lebih kuat dariku ...,” batin
Shina dengan tubuh bergemetar, menatap Aeldra penuh penasaran dan kekhawatiran.
Aeldra
hanya menatap bekas ledakan yang diciptakan Shina. Sangat berbahaya dan mengerikan.
Sangat kuat dan begitu menghancurkan.
Dia
tersenyum khawatir dengan kedua tangannya yang bergemetar.
“Jika aku salah langkah sedikit saja, aku
pasti akan mati.”
Aeldra
mulai menatap Shina. Gadis bermata hijau itu mulai berdiri sambil memegang tangan
kanannya yang gemetar. Menatap Aeldra penuh penasaran.
“Julukan kineser terkuat sepertinya memang
bukan isapan jempol belaka untuk Kak Shina. Jika di awal aku tak memberikan
intimidasi dan ketakutan padanya, aku dipastikan langsung hancur di ledakan pertama
...,” batin Aeldra terus
menatap khawatir Shina.
***
Di dalam ruangan 4x5m, kamar Aeldra
di asrama. Di dalamnya terlihat Selenia dan Shina yang memasuki ruangan. Mereka
sedang melihat-lihat kamar lelaki bermata biru, Aeldra.
Meski sudah ditempati satu bulan
lebih, kamar Aeldra tetap sederhana. Seperti laki-laki pada umumnya. Tidak
banyak perabotan ataupun barang yang tak perlu.
Sebuah bingkai foto di atas laci,
dekat kasur menarik perhatian gadis berambut merah muda, bermata hijau.
Hanya itu satu-satunya foto di dalam
ruangan Aeldra. Shina berwajah penasaran, menatap bingkai foto itu yang sengaja
ditutup menyentuh laci.
Meski sadar itu tak sopan, dia mulai
mengangkat foto itu. Ingin melihat foto seseorang yang sengaja ditutup oleh
Aeldra.
Dia sungguh penasaran tentang
Aeldra.
Lalu terlihat wanita dewasa dalam
foto itu, sedang tersenyum dan menutup mata. Berambut kuning keemasan,
bergelombang panjang. Amat sangat rupawan. Rambutnya yang indah itu terlihat
baru saja tertiup angin. Membuatnya terlihat semakin cantik dan menawan.
Wajah Shina memerah, sangat terkejut
melihat kecantikan wanita dalam foto itu. Dia memanggil Nia yang sedang duduk
di atas kasur, tak ayal gadis bermata biru itu menghampirinya.
“Wu-wuah, bi-bidadari ...!” ucap tak
sadar Nia, merah wajahnya seperti Shina, menutup mulut dengan kedua tangan yang
disatukan.
Tapi setelah itu, Nia mulai menatap
foto itu cukup dalam. Terlihat berpikir keras. Dia merasa, jika pernah melihat
wanita yang berada di dalam foto.
“Kau tau siapa dia?”
“Ak-aku merasa pernah melihatnya.
Tapi dimana, yah?” Nia masih memberikan wajah berpikirnya. Terlihat manis dan
menggemaskan, membuat Shina mengusap pelan kepalanya.
“Sudah jangan terlalu dipaksakan,
nanti kau juga akan tahu –“
Pintu terbuka, Aeldra memasuki
ruangan sambil berkata.
“Maaf, tadi ada keperluan ....”
Aeldra semakin mengecilkan suara. Matanya melebar melihat Shina dan Nia yang
menyentuh barang pribadinya.
Shina lekas meletakkan foto itu
seperti semula. Berwajah khawatir sambil meminta maaf pada Aeldra.
Tapi Aeldra tersenyum, menutup mata
sambil berkata.
“Tak apa. Siapapun pasti penasaran
jika melihat bingkai foto ditutup seperti itu.”
Aeldra mulai duduk di atas karpet,
dekat tempat tidur. Berniat memulai diskusi. Selenia dan Shina juga mulai duduk
di dekatnya. Menatap khawatir Aeldra. Mereka masih merasa bersalah.
Suasana canggung terasa, Nia dan
Shina hanya melirik satu sama lain.
“Siapa dia? Ke-kekasihmu?” Nia
bertanya khawatir, nadanya terdengar sedih.
“Tunggu, Nia! Itu tidak sopan –“
Shina sungguh berwajah khawatir. Merasa bersalah melirik Aeldra.
“Ibuku ....” Aeldra tersenyum kecil
menatap Selenia. Nia cukup terkejut, tapi setelah itu dia tersenyum terlihat
merasa lega.
“Dia sungguh terlihat muda yah ....”
Shina terlihat berpikir, menyentuh dagu.
“Meski begitu, dia seumuran dengan
ibumu, Nia.”
“Ib-Ibu!?” Nia cukup terkejut.
“Nyonya Keisha, kah ...,” senyum sedih Shina, melirik Aeldra.
“Ya, tapi kita lupakan masalah ini. Sekarang
kita kembali topik utama. Kalian pasti tau sendiri kan, alasan kita berkumpul
di sini.”
“Tentang posisi kita, kan? Aku
sempat berpikir ini sebelumnya. Bagaimana aku yang pertama, lalu kau, dan yang
terakhir Nia?”
“Ehh? Aku yang terakhir!?” Nia
terkejut, sedikit kecewa menatap Shina.
“Kau hanya akan mengulang turnamen
seperti dua tahun yang lalu, Kak Shina.” Jelas Aeldra menutup mata sesaat.
“...!!” Shina terkejut mendengar
perkataan Aeldra. Dia mengepalkan kedua tangan amat erat. Bergemetar tubuhnya.
“Maaf, sudah mengorek informasimu
tanpa izin. Tapi ini demi kebaikan kita. Sungguh, kemenangan tanpa perlawanan
serius memang sangat menyakitkan.” Aeldra tersenyum sedih menatap Shina.
Shina hanya menganggukan kepala,
membenarkan perkataan Aeldra.
“Berdasarkan informasi yang kudapat,
Acies Highschool memiliki sedikit keunikan dalam penempatan petarung dalam
timnya. Berbanding terbalik dengan Aeldra Highschool di Kerajaan Central.”
“Petarung terkuat biasa ditempatkan
di urutan pertama, diikuti petarung yang lebih lemah darinya. Terus seperti itu
sampai petarung terlemah yang menduduki urutan terakhir. Aku benar, kan?”
“Ya.” Shina dan Nia menganggukkan
kepala, membenarkan perkataan Aeldra.
“Jika begitu, mari kita lakukan
seperti ini. Nia di urutan pertama, lalu Shina, dan yang terakhir aku sendiri.”
“Kenapa harus Nia? Bukan berarti aku meremehkannya, tapi musuh pasti menempatkan Kineser terkuatnya paling awal.
Nia dalam posisi yang tak menguntungkan.”
“Benar, kupikir aku akan di
tempatkan posisi kedua. Tapi kalau pertama –“
“Tak apa, tenang saja. Kau yang
sekarang memiliki fisik yang cukup. Selain itu, tujuanku menempatkanmu di
posisi pertama adalah untuk membuatmu berkembang. Semakin kuat lawanmu, semakin
juga kau bertambah kuat.”
“Tapi tetap saja ....” Shina masih
berwajah khawatir melirik Nia.
“Selain itu, kita kejutkan seisi
sekolah ini. Perlihatkan jika Nia yang sekarang lebih kuat dari Kakak. Itu akan
membuat motivasi musuh menurun. Kita berikan intimidasi dan ketakutan pada
mereka.”
“Seperti yang kau lakukan padaku beberapa
hari yang lalu?” Shina mulai memberikan senyuman sinis pada Aeldra.
“So-soal itu, aku kan sudah minta
maaf, hahaha ....” Aeldra tertawa kecil, menutup mata.
“Jadi, apa kalian setuju dengan
pemikiranku?” lanjut Aeldra.
“Baiklah, aku setuju. Bagaimana
dengan Nia?” Shina mulai melirik Nia.
“....” Nia tetap berwajah khawatir,
menggigit ibu jarinya.
“Hei ...,” sahut Aeldra, menatap Nia
cukup dalam.
“Eh?” Nia menatap Aeldra, tetap
menggigit ibu jarinya. Wajahnya memerah karena mendapatkan tatapan dalam
seperti itu.
“Percaya dirilah,” Aeldra tersenyum
lebar, menutup mata. Dia memberikan motivasi pada rekan timnya.
“Ya ...! Ba-baiklah, aku juga setuju!!”
Nia tersenyum lebar, menatap Nia dan Aeldra. Dia terlihat percaya diri, yakin
jika dia juga mampu.
“Baguslah, kalau begitu –“ Perkataan
Aeldra terpotong oleh alarm dari smartphonenya.
Suasana terasa hening. Nia dan Shina menatap Aeldra cukup penasaran.
“Maaf, aku tinggal sebentar. Aku ada
keperluan cukup penting.” Aeldra lekas berdiri, tersenyum bersemangat. Nia dan
Shina semakin berwajah penasaran melihat Aeldra yang terlihat senang seperti
itu.
“Tunggu, sebentar yah. Aku tak akan
lama!” Aeldra mulai berjalan cepat menuju pintu keluar. Nia dan Shina hanya
saling memberikan tatapan, tersenyum kecil menutup mata.
Baru saja Aeldra keluar, tiba-tiba
suara pintu kembali terdengar. Nia dan Shina menghentikan senyuman, menatap
pintu keluar itu cukup penasaran.
“Di-dia sudah pulang?” Shina
bertanya kebingungan pada Nia.
“Mungkin saja, Kak. Tadi dia bilang
juga tak akan lama, kan?” senyum khawatir Nia, menutup mata sesaat.
“Tapi ini terlalu cepat. Padahal
belum satu menit dia meninggalkan ruangan ini –“ Nia mulai berdiri, berniat
membuka pintu.
“Biar aku yang buka, Kak!” Nia lekas
berdiri cepat, memberikan senyuman ramah pada Shina. Dia berjalan dan berniat
membuka pintu.
Saat Nia membuka pintu. Dia mulai
bertanya dengan nada ringannya.
“Kak Aeldra, memang keperluanmu apa
sih sampai secepat in ....” Nia terdiam, menghentikan perkataannya. Berwajah
khawatir ketika melihat seseorang yang mengetuk pintu, bukan Aeldra. Tubuhnya
mulai bergemetar.
Dua gadis tak dikenal memakai kupluk
berwarna putih dan polet merah muda. Pertanda jika keduanya berasal dari
organisasi yang disebut-sebut sebagai para pahlawan, Front–Liner.
“Si-siapa –“
“Aku datang, Nia.” Salah satu gadis
yang berdiri paling depan mulai membuka kupluk. Terlihat wajah rupawannya.
Gadis yang memiliki lambang suci di dahi. Keturunan dari sang penguasa
Dealendra.
“Kak Lapis ...,” tubuh Nia semakin gemetar,
selangkah berjalan mundur. Wajahnya terlihat ingin menangis, benar-benar
ketakutan melihat dirinya.
“Hola, Nia ....” Gadis lainnya, Rina
membuka kupluk. Menyapa Nia sangat ramah, melambaikan tangan kanannya.
“Kak Rina,” Nia memberikan senyuman
padanya, tapi tetap berwajah khawatir.
“Aku tak bisa lama-lama di sini.
Sekarang ikut aku, kita pulang. Biar aku yang mengurus kepindahanmu. Kau tak
pantas di sini!” Lapis memasang wajah kemarahan, mengkerutkan dahinya. Dia
berjalan mendekati Nia, memegang erat pergelangan tangan kanannya.
“Ti-tidak, Kak! Ak-aku ingin di
sini, aku juga bisa seperti kalian –“
“Hadapi kenyataan jika kau ini
lemah. Kau ta –“
“Dia memang lemah, tapi setidaknya
dia berusaha keras untuk menjadi kuat. Jangan
kau pikir semut kecil dan manis itu tidak berbahaya. Jangan meremehkannya, atau
kau bisa dihancurkan.” Perkataan Lapis terpotong oleh suara lelaki di
belakangnya. Terdengar datar dan tak peduli. Tapi itu lebih dari cukup membuat
Nia tersenyum lebar, merah wajahnya sambil berkata.
“Kak Aeldra ....”
“Laki-laki ini!? Sejak kapan dia di
belakangku!” Rina memasang wajah khawatir, berbalik menatap waspada Aeldra.
“Aeldra ...,” Lapis melepaskan
pergelangan tangan Nia. Wajahnya terlihat datar seperti Aeldra. Dia berbalik
berniat menatap wajah lelaki yang menyanggah perkataanya.
Sesaat, hanya sesaat. Ketika wajah
mereka berhadapan, tatapan mereka bertemu. Lapis dan Aeldra sedikit melebarkan
mata menatap masing-masing lawan.
“Jadi, kau Aeldra itu? Laki-laki
yang bisa memukul mundur Hardy?” Lapis tersenyum kecil, menutup mata.
Nadanya terdengar meremehkan.
“Ya, itu saya. Se-senang bertemu
dengan anda, Yang Mulia.” Aeldra cukup segan, berwajah khawatir setelah tahu
akan sosok gadis di hadapannya. Dia sedikit menundukkan kepala, memberi hormat
pada sang putri mahkota.
***
gk dikasi tau dah update di fanspage ? '-')
ReplyDeleteBelum sempet hahaha
DeleteNanti malam mau kubuat rencananya.
Eh udah keduluan :3
Seperti yang diharapkan dari si pencuri lol
ReplyDelete