Sunday, 13 May 2018

Chapter 1

Title: Iris Dragon 3
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter 1
Pernyataan Murid Pindahan

            Satu bulan setelah kematian Sang Demigod. Suasana Acies Highschool masih terasa diselimuti aura kesuraman. Khususnya di kelas tampat Lapis berada.


            Meski mencoba terlihat setegar mungkin, tapi gadis yang dijuluki Valkyrie Dealendra itu masih terguncang. Itu terbukti dari dirinya yang selalu kehilangan konsentrasi. Maka tak heran jika teman-teman dan sahabatnya selalu memberikan tatapan cemas pada dia yang seperti itu.


Hari lainnya pun kembali datang tanpa kehadiran ibu tercinta. Di hari yang masih pagi, dan ketika pelajaran baru saja dimulai. Seorang gadis asing tiba-tiba masuk dan berjalan cepat ke arah meja Lapis hingga membuat kebingungan para murid dan guru yang mengajar. Tapi anehnya, tak ada yang berani menghentikan langkah kakinya itu.


            Dia gadis berambut panjang berwarna putih menyeluruh yang bagaikan salju di musim dingin. Gadis yang sebelumnya diperlihatkan bersama dengan lelaki elf bernama Kiril di benua seberang. Dan, kini gadis itu terlihat memakai seragam Acies Highschool seperti siswa yang lain.


            Matanya yang berwarna biru bercahaya itu terlihat memberikan tatapan lebar pada Lapis yang berwajah cemas dan kebingungan.


      Tidak hanya Lapis, tapi seluruh siswa termasuk Selenia juga dibuat kebingungan akan kehadarinnya yang begitu tiba-tiba.


            “Lapis ..., ‘kah?” senyum lembut gadis itu bertanya dengan sedikit memiringkan kepala. Kedua bola matanya yang melebar terus tertuju pada Lapis. Khususnya pada lambang Demigod di dahinya.


         Lagi-lagi semua orang di sana terkejut akan ucapan gadis itu yang memanggil Lapis secara gamblang tanpa kehormatan.


Memang benar Lapis yang meminta seperti itu pada sekitar. Tapi, setidaknya teman-teman kelas dan gurunya bersikap lebih sopan dengan memanggilnya dengan sebutan ‘Nona Lapis’.


            “Tunggu, Nona Reiafila! Kau harus ke ruang guru dulu untuk menemui kepala sekolah!” teriak cemas salah satu guru wanita yang memasuki kelas mereka dengan tergesa-gesa. Seluruh perhatian pun mulai teralihkan pada guru itu yang berjalan memasuki kelas.


            “Kepala sekolah? Ah begitu, baiklah ....” Gadis itu melepas senyuman, dan melirik guru tersebut dengan cukup tajam.


          “Si-siapa kamu!? Masuk ke kelas ini tiba-tiba dan –“ Lapis beranjak dari kursi dan mengeluarkan pertanyaan, tapi.


         “Reia, kau bisa memanggilku seperti itu.” Gadis bernama Reia memotong ucapan Lapis tanpa menatapnya sedikitpun. Dia pun berjalan melewati guru yang mengejarnya, lalu terus berjalan meninggalkan kelas mereka.


            “....” Lapis terdiam dan tak bisa membantah. Bahkan dia terlihat sedikit segan pada gadis bernama Reia itu. Reaksi tubuhnya memberikan peringatan jika gadis bernama Reia itu berkali-kali lipat lebih kuat darinya.


            Kedatangan Reia yang bagaikan badai di kelas itu benar-benar membuat suasana kelas menjadi hening karena terheran-heran.


Tapi dengan sigap sang guru di depan berucap memecah keheningan. Dia meminta Lapis untuk kembali duduk agar pelajaran dapat kembali dilanjut.


            Pelajaran pun kembali berjalan dengan seharusnya. Tapi sayang itu tak lama sampai ketukan pintu kelas mereka terdengar.


Guru yang sedang mengajar pun meminta ijin pada siswa, lekas berjalan cepat keluar, dan membuka pintu keluar.


            Dia berbincang-bincang beberapa saat dengan guru lainnya sampai kembali dan membawa gadis bernama Reia sebelumnya.


            Kini Reia terlihat berdiri di hadapan kelas. Seluruh tatapan di kelas itu benar-benar tertuju padanya dengan ekspresi rasa penasaran. Tak terkecuali bagi Lapis.


            Lalu guru di depan mereka pun menjelaskan tentang kedatangan murid baru di kelas mereka, dan itu adalah Reia sendiri. Dengan wajah yang masih melukiskan kekhawatiran, guru tersebut pun mempersilahkan Reia untuk memperkenalkan diri.


            Reia menyunggingkan senyuman di wajah sambil menutup mata sebelum berucap dengan mata yang terbuka lebar.


            “Reiafila Liapis, itu namaku.”


            “....” Suasana terasa hening setelah perkenalan singkat dari Reia. Tapi itu tak lama sampai guru di sampingnya mengeluarkan suara.


            “Ba-baiklah untuk tempat dudukmu ....” Tapi suaranya semakin mengecil dan menghilang di akhir ucapan setelah melihat Reia yang berjalan mendekati bangku Lapis.


Dengan senyuman kecil yang masih terpampang, Reia pun duduk di tempat duduk yang berada di samping Lapis. Yakni tempat duduk yang diduduki Aeldra sebelumnya.


            “Izinkan aku duduk di sampingmu. Kau tak keberatan kan, Lapis?” Reia bertanya dengan lirikan kecil pada Lapis. Gadis berambut putih itu hanya menganggukkan kepala, syarat dari dia yang tak keberatan.


            “Bagus.” Senyuman Reia semakin lebar dengan menutup mata terlihat bahagia.


         Pelajaran pun kembali dilanjut dengan suasana aneh karena Reia yang terus memberikan tatapan penasaran pada Lapis. Seluruh wajahnya itu benar-benar menghadap ke arah Lapis.


       Lapis benar-benar kerepotan karena tatapan Reia itu. Tapi dia tak berani bertanya apalagi menegur gadis di sampingnya yang terasa memiliki kekuatan berlimpah.


            Lalu hingga waktu istirahat pun datang. Dan masih saja Reia memberikan tatapannya ke arah Lapis sambil menompang pipi kiri dengan tangan kiri. Tak lupa tetap mempertahankan senyuman kecilnya pada Lapis.


            “....” Lapis menutup mata rapat dengan ekspresi khawatir semakin terlukis di wajah.


            “Apa kau masih sedih akan kepergian Dewi Earthesia?” Reia bertanya cukup pelan sambil menutup mata beberapa saat.


            “Dewi Erthe– apa?” Lapis membalikkan pertanyaan dengan ekspresi kebingungan.


        “Maaf, maksud Reia adalah Halsy Aeldra,” Reia membuka mata lalu menguap terlihat mengantuk sambil merenggangkan kedua tangannya ke atas.


            “....” Lapis hanya diam dengan pandangan turun ke bawah.


            “Kau tak bisa begitu terus. Kau hanya membuat beliau sedih dengan sikapmu ini,” senyum Reia sambil menempelkan pipi kirinya di atas meja, dan wajah masih tetap menghadap Lapis.


            “Kau benar, Ibunda akan sedih jika melihatku seperti ini terus.”


            “Ya dan Lisienata juga akan sedih jika melihatmu seperti ini terus.”


            “Lisienata?”


            “Tidak, abaikan saja ucapan Reia yang tadi. Tapi yang lebih penting dari itu ....” Reia terlihat masih menempelkan pipinya dan kembali menutup mata.


            “Apa kalian ada perlu dengan Reia?” lanjutnya membuka sebelah mata, menatap tiga gadis dan satu lelaki yang berdiri cukup jauh dari mereka. Mereka terus memberikan tatapan penasaran pada Lapis dan Reia.


            Itu adalah Seica, Selenia, Annisa, dan Haikal. Dan, karena mendengar ucapan Reia, mereka berempat pun mulai berjalan mendekat.


         “Bukan perlu juga sih, tapi aku ingin lebih akrab dengamu, Reia.” Selenia bersuara mengeluarkan isi hatinya.


            “Aku juga. Tak kusangka ada seseorang yang bisa membuat Lapis menjadi seperti ini selain Kak Shina,” imbuh Haikal dengan senyuman kecil.


            “Eh, kalian tak merasakan kekuatanya ...?” bisik Lapis bertanya sambil menyembunyikan mulut. Selenia, Annisa, dan Haikal hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Lapis. Tidak seperti Seica yang masih bersembunyi dibalik Annisa.


            “Baik, Reia akan berbicara dengan kalian. Tapi, sebagai gantinya nanti Reia minta tolong.” Reia berkata sambil kembali duduk dan langsung menatap Selenia beserta yang lain.


            “Mi-minta tolong apa?” tanya Lapis memberikan tatapan cemas.


            “Rahasia yah ...,” senyum manis Reia membalas tatapan.


            “Jadi Reia, umurmu berapa?” Selenia bertanya.


            “Sama seperti Lapis,” jawab Reia dengan senyuman manis yang masih terpasang.


            “Kau tipe kineser tipe apa? Dan tingkat berapa? Pasti tinggi. Mengingat bisa membuat Lapis seperti ini pasti–“ cecar Haikal dengan pertanyaan pada Reia karena rasa penasaran.


            “Reia bukan Kineser.” Tapi Reia langsung menyela rentetan pertanyaan Haikal dengan jawaban cepat.


            “Ehh?”


            “.... Ka-kalau begitu, apa kau Assasins?” Annisa tiba-tiba bertanya pelan pada Reia. Sontak tatapan terkejut sekitar mulai tertuju padanya.


            Reia yang mendengar itu pun juga sedikit terkejut sampai melebarkan mata beberapa saat. Tapi itu tak lama sampai dia tersenyum penuh arti dengan kelopak mata yang mengecil lalu berucap.


            “Kenapa kau menanyakan hal itu. Tapi kalau iya ..., memangnya kenapa?”


            “.....” Keheningan sontak datang memeluk mereka setelah mendengar ucapan ringan Reia. Seluruh tatapan termasuk Lapis pun tertuju pada gadis berambut putih menyeluruh itu.



***
           
Masih di waktu sama, jam istirahat pertama di Acies Highschool. Suasana lenggang masih terasa di sekitar Reia sampai gadis lainnya yang berwarna rambut kuning lemon masak memasuki pembicaraan.


“Jadi kau murid baru yang di rumorkan itu ...?” itu Alyshial yang bertanya dan terlihat berdiri di belakang Selenia.


Perlahan, dia mulai berjalan melewati orang-orang di depannya hingga berdiri paling depan di hadapan Reia.


“....” Reia tak menjawab dan hanya memasang senyuman kecil pada Alys.


“Jadi ..., apa maksud pernyataanmu sebelumnya?” Alys bertanya dengan senyuman ganjil sambil memiringkan kepala. Dia bahkan menukikan alisnya ke bawah seolah memberikan tatapan ancaman. Melihat hal itu, Lapis seketika beranjak dari kursi, lekas berwajah was-was melihat sepupunya yang bersikap seperti itu di hadapan Reia.


Hanya dia satu-satunya yang merasakan kekuatan Reia yang abnormal.


Tapi Reia membalas ancaman Alys dengan senyuman lebar dan tanpa rasa permusuhan.


“Hanya candaan ..., dan kuyakin jika lelaki yang duduk di bangku ini juga demikian.”


“...!!” Lagi-lagi keterkejutan muncul di wajah Lapis dan teman-temannya. Kecuali Selenia, dia hanya menurunkan pandangan dengan ekspresi kesedihan. Itu wajar dari dirinya yang mengetahui masa lalu lelaki yang disungging.


            “Kau mengenal Aeldra?” Lapis bertanya pelan dan berjalan selangkah mendekati Reia.


            “Kenal kenal. Amat-sangat-mengenalnya.” Reia menjawab, dan mengeja ucapan terakhirnya.


            “Aku juga tau! Lelaki itu adalah anak Zaxia! Anak haram yang ingin menghancurkan keluargaku–“ Alys menggeram. Mukanya memerah menunjukkan kemurkaan. Tapi ucapannya tersanggahkan oleh teriakkan lantang gadis berambut hitam di belakangnya.


            “Bukan!!” Itu Selenia yang masih menundukkan kepala. Menitiskan air mata hingga terjatuh di atas lantai. Seluruh tatapan cemas tertuju padanya, tak terkecuali bagi orang-orang yang berdiri dan duduk jauh dari mereka.


            “.... Apa maksudmu, Nia?” Alys menengok ke belakang, dan memberikan tatapan heran pada Selenia. Lapis juga terlihat menyipitkan mata menatap Nia. Semakin menyadari jika adik angkatnya itu mengetahui sesuatu tentang Aeldra.


            “....” Tapi tak ada jawaban dari Nia yang terus menundukkan kepala dan menitiskan air mata lebih dalam. Membuat Seica berjalan mendekat, memegang tangan kanannya berniat menenangkan dia yang terlihat berantakan.


            “Apa maksudnya itu, Ni–“


            “Sudah kubilang jangan paksa dirinya, Alys! Akan tiba waktunya bagi dia untuk menceritakan hal ini,” Lapis memotong ucapan Alys sambil memberikan lirikan dalam. Alys hanya membuang wajah dari sekitar. Terlihat kesal karena tak mendapatkan keinginannya.


            “Mustahil yah dengan kondisinya itu jika dia akan bercerita. Tapi tenang, ada Reia yang mengetahui tentang lelaki itu. Jadi tanyakan apapun dari kalian tentangnya, tiap orang satu pertanyaan yah ...,” terang Reia mememberikan tatapan ke seluruh lawan bicaranya. Tak lupa terus memasang senyuman kecil yang menawan.


            “Kalau begitu–“ ucap Lapis dengan nada tinggi seolah dipenuhi harapan, tapi.


            “Tapi ada syaratnya. Permintaan tolong dariku sebelumnya ..., mutlak harus kalian penuhi ....” Reia memotong ucapan Lapis. Memberikan tatapan keseriusan dengan senyumannya yang indah terlepas di wajah.


            “.... Baik, kami terima!” Nia berteriak sambil mengangkat kepala, dan memberikan tatapan keseriusan pada Reia.


            Mendengar hal itu, ekspresi ketakutan langsung tersungging di wajah Lapis. Wajar dari dia yang was-was karena permintaan Reia sebelumnya yang belum benar-benar jelas. Tapi karena rasa ingin tahunya tentang lelaki tercintanya membuat dia terdiam sambil menurunkan pandangan.


            “Oke, deal. Jadi siapa yang pertama?” senyum Reia bertanya lalu menempelkan pipinya di atas meja sambil menutup kedua mata. Tindakannya yang seperti itu membuat Alys kesal karena merasa diabaikan.


            “Aku! Dalam hati kecilku aku berharap itu hanyalah kesalahan. Ta-tapi apa ingatan yang kudapatkan darinya itu adalah kebenaran?” Nia bertanya ragu dengan tatapan berkaca-kaca pada Reia. Air mata masih menghiasi wajah dan membuat khawatir sekitar.


            “Benar, dan malah itu hanya sebagian dari ingatannya. Kenyataan yang sebenarnya jauh lebih buruk dari apa yang kau lihat itu, Selenia.” Reia menjawab ringan sambil terus menutup mata, lalu menguap karena rasa kantuk yang kembali datang padanya.


            Air mata semakin keluar dari kedua mata Nia, membuat dia lekas jongkok menyembunyikan wajah dengan kedua telapak tangan. Menangis terisak-risak karena mengingat kembali ingatan mengerikan dari lelaki yang ia kagumi. Seica juga menangis dan ikut jongkok sambil mengusap punggung Nia. Berharap bisa menenangkannya.


            “....” Sekitarnya hanya memberikan tatapan cemas pada Nia yang seperti itu. Rasa penasaran tentu ada di dalam hati mereka masing-masing.


            “Selanjutnya?” Reia membuka sebelah mata menatap Alys.


            “Siapa sebenarnya Aeldra?”


            “Wah langsung ke sana yah ....” Datar Reia lalu menghela nafas sambil kembali duduk sebelum melanjutkan perkataan.


            “Nama pertamanya Lisienata, kedua Hendra, dan terakhir Aeldra. Soal pernyataanmu tak sepenuhnya salah, Zaxia memang ibunya –” Reia menjelaskan.


“Sudah kuduga–” duga Alys dan memberikan senyuman kekesalan.


“Tapi dia hanyalah ibu angkatnya, bukan orang tua yang sebenarnya.” Reia menyela ucapan dengan tatapan tertuju pada Alys. Memberikan aura tak menyenangkan hingga membuat Alys tak sadar berjalan mundur dan berucap meminta maaf dengan ekspresi ketakutan.


Hanya dia yang merasakan aura mengancam dari Reia. Sekitarnya hanya berwajah cemas dan kebingungan akan sikap Alyshial, tak terkecuali bagi sepupunya sendiri.


“Lalu ..., percayakah jika aku mengatakan dia adalah kakak kembarmu ..., Alyshial S. Ramony.” Reia merubah ekspresi wajahnya dan memberikan senyuman kecil pada Alys. Dia sedikit memiringkan kepala hingga terlihat menggemaskan. Tatapannya hanya tertuju pada gadis berwarna rambut seperti lemon masak yang masih terlihat cemas.


            “...!” wajah Alys yang sebelum cemas mulai berubah. Menjadi merah padam terlihat menahan kemarahan. Harga dirinya terasa tercoreng ketika mendengar pernyataan Reia. Setelah menghirup nafas dalam-dalam, dia lekas berteriak memurka dan mengeluarkan seluruh perasaan yang ia tahan sebelumnya.


            “Ja-jangan bercanda!! Mustahil pengkhianat itu kakak kembarku!!”


            “Benar, itu mustahil Reia. Alys adalah anak tunggal. Tidak mungkin jika Hendra adalah ....” Imbuh Lapis menyuarakan pemikiran, tapi suaranya semakin mengecil ketika melihat senyuman Reia yang melebar seolah yang dikatakannya sebelumnya adalah kejujuran.


            Tatapan mata Reia juga terlihat murni seolah tak menyembunyikan kebohongan sedikitpun.


            “La-Lapis ...?” Alys bertanya melirik sepupunya yang seperti itu.


            “Yah Reia tak peduli jika kalian percaya atau tidak. Reia hanya menjawab pertanyaan dan mengatakan kebenaran,” Reia berkata sambil menompang dagu menatap Lapis.


            “Di-dia ..., benar,” Nia berucap pelan dengan tanpa mengubah posisi duduknya. Kepalanya juga masih terlihat menunduk ke bawah.


            “Jangan-jangan ini yang kau sembunyikan dari kami, Nia ...!?”Haikal bertanya cemas melirik gadis berambut hitam sepanjang bahu itu.


            “Dia memaksaku untuk menutup mulut. Kata dia, ji-jika aku mengatakan semuanya, itu hanya akan memberikan perasaan bersalah pa-pada kalian, khu-khususnya keluargamu, Kak Alys!” Kepala Nia mendongak dan menuturkan pengakuan dengan kedua bola mata yang masih berkaca-kaca.


            “Ap-apa ..., katamu?” Alyshial bertanya dengan kedua bola mata terbelalak lebar. Tubuhnya bergemetar diselimuti ketakutan dan kebingungan.


            “...!” Lapis juga terlihat cemas setelah mendengar pernyataan adiknya. Dia yang paling mengetahui jika Selenia adalah gadis jujur, dan tak mungkin baginya untuk berbohong dalam masalah serius seperti ini. Selain itu, melihat air mata yang terus menetes di wajahnya membuat Lapis semakin yakin jika pernyataan Reia sebelumnya adalah kebenaran.


            “Si-siapa saja yang mengetahui hal ini selain Sang Demigod ...?” Alys bertanya dengan kepala tertunduk. Ekspresi wajahnya terlihat kacau dan tak karuan. Tak heran karena segala perasan bercampur aduk dalam hati kecilnya.


            “Maaf ini sudah termasuk hitungan pertanyaan, kan? Bukankah Reia sudah bilang satu orang itu satu pertanyaan?” senyum Reia menjelaskan dengan mata tertutup beberapa saat.


            “Itu akan menjadi pertanyaanku!” Lapis memberikan tatapan keseriusan pada Reia.


            Reia membuka mata, dan melirik Lapis. Dia lekas berdiri dengan senyuman lebar semakin terpampang. Dia berjalan ke arah Lapis hingga wajahnya terlihat sangat dekat. Hidung mereka bahkan hampir bersentuhan.


            “Akhirnya kau bertanya juga, Lapis.”


            “....” Lapis mundur selangkah dengan ekspresi penuh kecemasan. Sedikit cemas juga akan tindakan aneh dari gadis rupawan di hadapannya.


            “Ya cukup banyak, tapi kebanyakan mereka sudah banyak yang meninggal. Diantaranya adalah Dragon Slayer Salbina, Penyihir Engelina, Mediator Shina, Raja Iblis Angela, Sang Pengkhianat Zaxia, Raja Skyline, dan kakakmu.” Reia menjawab dengan tatapan dan senyuman tertuju pada Lapis.


            “Ay-ayah mengetahui hal ini ...!” Alys membelakkan kedua bola matanya menatap ketakutan Reia.


            “Tentu saja, karena bagaimanapun dialah yang memberikan anaknya sendiri pada Zaxia– ah, kesalahanku. Sepertinya Reia sudah terlalu banyak bicara,” Reia memperbaiki ucapan terakhirnya sambil menutup mulut.


            “....” Lapis terdiam sesaat karena rasa terkejutnya, setelah itu dia lekas menggigit bibir bawahnya sebelum berucap dengan nada suara yang gugup.


            “Ja-jangan-jangan maksud perbicaraan kakak dan ibunda adalah ....”


            “Ya, ini yang mereka bicarakan.” Reia menjawab dengan tatapan keseriusan dan senyuman yang terlepas dari wajahnya.


            “....” Haikal dan yang lain hanya memberikan tatapan penasaran pada Alys, Lapis dan Reia, khususnya pada gadis yang baru saja mereka temui itu.


            Reia membalas tatapan mereka cukup lama sebelum dia menghela nafas, menutup mata, dan berucap mengajukan pertanyaan.


            “Lalu selanjutnya siapa lagi?”


            “....” Annisa dan Haikal saling mengajukan pandangan sesaat sebelum menganggukkan kepala, dan lekas memalingkan wajah mereka berdua ke arah Reia.


            “Mengingat pernyataan sebelumnya tentang kau yang bukan Kineser atau Asassins ....” Haikal menyuarakan pikirannya.


            “Kami berdua jadi sedikit penasaran seperti apa kekuatanmu. Mustahil jika kamu hanyalah manusia biasa dan bisa memasuki sekolah ini,” lanjut Annisa menjelaskan penjelasan Haikal.


            “Hmm ..., jadi intinya kalian ingin mengetahui Reia ini apa?” tanya Reia sambil berpikir menyentuh dagu.


            “Ya, jika kau bukan Kineser ataupun Asassins, lalu kau ini apa?” Haikal bertanya dengan senyuman kecil berisi kecemasan.


            “Ahh, jangan katakan kau seorang Penyihir seperti Penyihir Hitam?” Annisa bertanya mengeluarkan pemikirannya.


            “....” Reia hanya menutup mata memasang wajah datar. Ekspresi wajahnya itu membuat sekitarnya memasang ekspresi penasaran.


            “Ha... Aku jawab saja langsung, daripada pertanyaannya jadi berkembang lagi.” Reia membuka mata dan berucap setelah menghela nafas.


            “Memang benar Reia manusia, tapi bukanlah Kineser maupun Asassins. Mengenai pernyataan Annisa tentang Reia ini penyihir mungkin hampir benar. Tapi Reia berbeda, Reia– maksudnya kami menggunakan sihir lebih kompleks dengan prinsip menyerupai ilmu kinesis kalian.”


            “....” Annisa, Haikal, dan yang lainnya hanya terdiam kebingungan dengan pernyataan Reia.


            “Mungkin ini pertama kali bagi kalian mendengarnya, tapi ...,” ucap Reia sambil membuka kancing baju seragamnya hingga membuat wajah sekitarnya memerah dengan tindakan tak normalnya.


            Tapi wajah memerah Haikal dan yang lainnya terlihat mulai menghilang ketika gadis bernama Reia itu memperlihatkan sebuah lambang berbentuk ‘SSS’ di atas dada kirinya.


            “....” Wajah mereka berubah cemas bercampur penasaran sambil terus mendengar pernyataan Reia yang belum selesai.


“.... biasanya orang-orang memanggil kami dengan sebutan Electus.”


            “Electus ...?” Seica bertanya heran pada Reia.


            “Ya Electus, manusia pilihan yang diberkati salah satu Dewi Penjaga,” senyum Reia ramah dengan kepala memiring ke samping kanan sambil kembali mengancingkan kembali baju seragam.




***

3 comments: