Title: Iris Dragon 3
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower.
Author: R Lullaby
Satu bulan setelah kematian Sang
Demigod. Suasana Acies Highschool masih terasa diselimuti aura kesuraman.
Khususnya di kelas tampat Lapis berada.
Meski mencoba terlihat setegar
mungkin, tapi gadis yang dijuluki Valkyrie Dealendra itu masih terguncang. Itu
terbukti dari dirinya yang selalu kehilangan konsentrasi. Maka tak heran jika teman-teman
dan sahabatnya selalu memberikan tatapan cemas pada dia yang seperti itu.
Hari
lainnya pun kembali datang tanpa kehadiran ibu tercinta. Di hari yang masih
pagi, dan ketika pelajaran baru saja dimulai. Seorang gadis asing tiba-tiba
masuk dan berjalan cepat ke arah meja Lapis hingga membuat kebingungan para
murid dan guru yang mengajar. Tapi anehnya, tak ada yang berani menghentikan
langkah kakinya itu.
Dia gadis berambut panjang berwarna
putih menyeluruh yang bagaikan salju di musim dingin. Gadis yang sebelumnya diperlihatkan
bersama dengan lelaki elf bernama Kiril di benua seberang. Dan, kini gadis itu
terlihat memakai seragam Acies Highschool seperti siswa yang lain.
Matanya yang berwarna biru bercahaya
itu terlihat memberikan tatapan lebar pada Lapis yang berwajah cemas dan
kebingungan.
Tidak hanya Lapis, tapi seluruh siswa
termasuk Selenia juga dibuat kebingungan akan kehadarinnya yang begitu
tiba-tiba.
“Lapis ..., ‘kah?” senyum lembut
gadis itu bertanya dengan sedikit memiringkan kepala. Kedua bola matanya yang melebar
terus tertuju pada Lapis. Khususnya pada lambang Demigod di dahinya.
Lagi-lagi semua orang di sana
terkejut akan ucapan gadis itu yang memanggil Lapis secara gamblang tanpa
kehormatan.
Memang
benar Lapis yang meminta seperti itu pada sekitar. Tapi, setidaknya teman-teman
kelas dan gurunya bersikap lebih sopan dengan memanggilnya dengan sebutan ‘Nona
Lapis’.
“Tunggu, Nona Reiafila! Kau harus ke
ruang guru dulu untuk menemui kepala sekolah!” teriak cemas salah satu guru wanita yang memasuki kelas mereka dengan tergesa-gesa. Seluruh perhatian pun mulai teralihkan
pada guru itu yang berjalan memasuki kelas.
“Kepala sekolah? Ah begitu, baiklah ....”
Gadis itu melepas senyuman, dan melirik guru tersebut dengan cukup tajam.
“Si-siapa kamu!? Masuk ke kelas ini
tiba-tiba dan –“ Lapis beranjak dari kursi dan mengeluarkan pertanyaan, tapi.
“Reia, kau bisa memanggilku seperti
itu.” Gadis bernama Reia memotong ucapan Lapis tanpa menatapnya sedikitpun. Dia
pun berjalan melewati guru yang mengejarnya, lalu terus berjalan meninggalkan
kelas mereka.
“....” Lapis terdiam dan tak bisa membantah.
Bahkan dia terlihat sedikit segan pada gadis bernama Reia itu. Reaksi tubuhnya
memberikan peringatan jika gadis bernama Reia itu berkali-kali lipat lebih kuat
darinya.
Kedatangan Reia yang bagaikan badai
di kelas itu benar-benar membuat suasana kelas menjadi hening karena
terheran-heran.
Tapi
dengan sigap sang guru di depan berucap memecah keheningan. Dia meminta Lapis
untuk kembali duduk agar pelajaran dapat kembali dilanjut.
Pelajaran pun kembali berjalan
dengan seharusnya. Tapi sayang itu tak lama sampai ketukan pintu kelas mereka
terdengar.
Guru
yang sedang mengajar pun meminta ijin pada siswa, lekas berjalan cepat keluar, dan
membuka pintu keluar.
Dia berbincang-bincang beberapa saat
dengan guru lainnya sampai kembali dan membawa gadis bernama Reia sebelumnya.
Kini Reia terlihat berdiri di hadapan
kelas. Seluruh tatapan di kelas itu benar-benar tertuju padanya dengan ekspresi
rasa penasaran. Tak terkecuali bagi Lapis.
Lalu guru di depan mereka pun
menjelaskan tentang kedatangan murid baru di kelas mereka, dan itu adalah Reia
sendiri. Dengan wajah yang masih melukiskan kekhawatiran, guru tersebut pun mempersilahkan
Reia untuk memperkenalkan diri.
Reia menyunggingkan senyuman di
wajah sambil menutup mata sebelum berucap dengan mata yang terbuka lebar.
“Reiafila Liapis, itu namaku.”
“....” Suasana terasa hening setelah
perkenalan singkat dari Reia. Tapi itu tak lama sampai guru di sampingnya
mengeluarkan suara.
“Ba-baiklah untuk tempat dudukmu
....” Tapi suaranya semakin mengecil dan menghilang di akhir ucapan setelah
melihat Reia yang berjalan mendekati bangku Lapis.
Dengan
senyuman kecil yang masih terpampang, Reia pun duduk di tempat duduk yang
berada di samping Lapis. Yakni tempat duduk yang diduduki Aeldra sebelumnya.
“Izinkan aku duduk di sampingmu. Kau
tak keberatan kan, Lapis?” Reia bertanya dengan lirikan kecil pada Lapis. Gadis
berambut putih itu hanya menganggukkan kepala, syarat dari dia yang tak
keberatan.
“Bagus.” Senyuman Reia semakin lebar
dengan menutup mata terlihat bahagia.
Pelajaran pun kembali dilanjut
dengan suasana aneh karena Reia yang terus memberikan tatapan penasaran pada
Lapis. Seluruh wajahnya itu benar-benar menghadap ke arah Lapis.
Lapis benar-benar kerepotan karena
tatapan Reia itu. Tapi dia tak berani bertanya apalagi menegur gadis di
sampingnya yang terasa memiliki kekuatan berlimpah.
Lalu hingga waktu istirahat pun
datang. Dan masih saja Reia memberikan tatapannya ke arah Lapis sambil
menompang pipi kiri dengan tangan kiri. Tak lupa tetap mempertahankan senyuman
kecilnya pada Lapis.
“....” Lapis menutup mata rapat
dengan ekspresi khawatir semakin terlukis di wajah.
“Apa kau masih sedih akan kepergian Dewi
Earthesia?” Reia bertanya cukup pelan sambil menutup mata beberapa saat.
“Dewi Erthe– apa?” Lapis membalikkan
pertanyaan dengan ekspresi kebingungan.
“Maaf, maksud Reia adalah Halsy
Aeldra,” Reia membuka mata lalu menguap terlihat mengantuk sambil merenggangkan
kedua tangannya ke atas.
“....” Lapis hanya diam dengan
pandangan turun ke bawah.
“Kau tak bisa begitu terus. Kau
hanya membuat beliau sedih dengan sikapmu ini,” senyum Reia sambil menempelkan
pipi kirinya di atas meja, dan wajah masih tetap menghadap Lapis.
“Kau benar, Ibunda akan sedih jika
melihatku seperti ini terus.”
“Ya dan Lisienata juga akan sedih
jika melihatmu seperti ini terus.”
“Lisienata?”
“Tidak, abaikan saja ucapan Reia
yang tadi. Tapi yang lebih penting dari itu ....” Reia terlihat masih
menempelkan pipinya dan kembali menutup mata.
“Apa kalian ada perlu dengan Reia?”
lanjutnya membuka sebelah mata, menatap tiga gadis dan satu lelaki yang berdiri
cukup jauh dari mereka. Mereka terus memberikan tatapan penasaran pada Lapis
dan Reia.
Itu adalah Seica, Selenia, Annisa,
dan Haikal. Dan, karena mendengar ucapan Reia, mereka berempat pun mulai
berjalan mendekat.
“Bukan perlu juga sih, tapi aku
ingin lebih akrab dengamu, Reia.” Selenia bersuara mengeluarkan isi hatinya.
“Aku juga. Tak kusangka ada
seseorang yang bisa membuat Lapis menjadi seperti ini selain Kak Shina,” imbuh Haikal
dengan senyuman kecil.
“Eh, kalian tak merasakan kekuatanya
...?” bisik Lapis bertanya sambil menyembunyikan mulut. Selenia, Annisa, dan Haikal
hanya menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Lapis. Tidak seperti Seica yang
masih bersembunyi dibalik Annisa.
“Baik, Reia akan berbicara dengan
kalian. Tapi, sebagai gantinya nanti Reia minta tolong.” Reia berkata sambil
kembali duduk dan langsung menatap Selenia beserta yang lain.
“Mi-minta tolong apa?” tanya Lapis
memberikan tatapan cemas.
“Rahasia yah ...,” senyum manis Reia
membalas tatapan.
“Jadi Reia, umurmu berapa?” Selenia
bertanya.
“Sama seperti Lapis,” jawab Reia
dengan senyuman manis yang masih terpasang.
“Kau tipe kineser tipe apa? Dan
tingkat berapa? Pasti tinggi. Mengingat bisa membuat Lapis seperti ini pasti–“
cecar Haikal dengan pertanyaan pada Reia karena rasa penasaran.
“Reia bukan Kineser.” Tapi Reia langsung
menyela rentetan pertanyaan Haikal dengan jawaban cepat.
“Ehh?”
“.... Ka-kalau begitu, apa kau
Assasins?” Annisa tiba-tiba bertanya pelan pada Reia. Sontak tatapan terkejut sekitar
mulai tertuju padanya.
Reia yang mendengar itu pun juga sedikit
terkejut sampai melebarkan mata beberapa saat. Tapi itu tak lama sampai dia tersenyum
penuh arti dengan kelopak mata yang mengecil lalu berucap.
“Kenapa kau menanyakan hal itu. Tapi
kalau iya ..., memangnya kenapa?”
“.....” Keheningan sontak datang memeluk
mereka setelah mendengar ucapan ringan Reia. Seluruh tatapan termasuk Lapis pun
tertuju pada gadis berambut putih menyeluruh itu.
***
Masih
di waktu sama, jam istirahat pertama di Acies Highschool. Suasana lenggang masih
terasa di sekitar Reia sampai gadis lainnya yang berwarna rambut kuning lemon
masak memasuki pembicaraan.
“Jadi
kau murid baru yang di rumorkan itu ...?” itu Alyshial yang bertanya dan terlihat
berdiri di belakang Selenia.
Perlahan,
dia mulai berjalan melewati orang-orang di depannya hingga berdiri paling depan
di hadapan Reia.
“....”
Reia tak menjawab dan hanya memasang senyuman kecil pada Alys.
“Jadi
..., apa maksud pernyataanmu sebelumnya?” Alys bertanya dengan senyuman ganjil
sambil memiringkan kepala. Dia bahkan menukikan alisnya ke bawah seolah
memberikan tatapan ancaman. Melihat hal itu, Lapis seketika beranjak dari
kursi, lekas berwajah was-was melihat sepupunya yang bersikap seperti itu di
hadapan Reia.
Hanya
dia satu-satunya yang merasakan kekuatan Reia yang abnormal.
Tapi
Reia membalas ancaman Alys dengan senyuman lebar dan tanpa rasa permusuhan.
“Hanya
candaan ..., dan kuyakin jika lelaki yang duduk di bangku ini juga demikian.”
“...!!”
Lagi-lagi keterkejutan muncul di wajah Lapis dan teman-temannya. Kecuali
Selenia, dia hanya menurunkan pandangan dengan ekspresi kesedihan. Itu wajar
dari dirinya yang mengetahui masa lalu lelaki yang disungging.
“Kau mengenal Aeldra?” Lapis bertanya
pelan dan berjalan selangkah mendekati Reia.
“Kenal kenal.
Amat-sangat-mengenalnya.” Reia menjawab, dan mengeja ucapan terakhirnya.
“Aku juga tau! Lelaki itu adalah
anak Zaxia! Anak haram yang ingin menghancurkan keluargaku–“ Alys menggeram.
Mukanya memerah menunjukkan kemurkaan. Tapi ucapannya tersanggahkan oleh
teriakkan lantang gadis berambut hitam di belakangnya.
“Bukan!!” Itu Selenia yang masih
menundukkan kepala. Menitiskan air mata hingga terjatuh di atas lantai. Seluruh
tatapan cemas tertuju padanya, tak terkecuali bagi orang-orang yang berdiri dan
duduk jauh dari mereka.
“.... Apa maksudmu, Nia?” Alys
menengok ke belakang, dan memberikan tatapan heran pada Selenia. Lapis juga
terlihat menyipitkan mata menatap Nia. Semakin menyadari jika adik angkatnya
itu mengetahui sesuatu tentang Aeldra.
“....” Tapi tak ada jawaban dari Nia
yang terus menundukkan kepala dan menitiskan air mata lebih dalam. Membuat
Seica berjalan mendekat, memegang tangan kanannya berniat menenangkan dia yang terlihat
berantakan.
“Apa maksudnya itu, Ni–“
“Sudah kubilang jangan paksa
dirinya, Alys! Akan tiba waktunya bagi dia untuk menceritakan hal ini,” Lapis
memotong ucapan Alys sambil memberikan lirikan dalam. Alys hanya membuang wajah
dari sekitar. Terlihat kesal karena tak mendapatkan keinginannya.
“Mustahil yah dengan kondisinya itu jika
dia akan bercerita. Tapi tenang, ada Reia yang mengetahui tentang lelaki itu.
Jadi tanyakan apapun dari kalian tentangnya, tiap orang satu pertanyaan yah
...,” terang Reia mememberikan tatapan ke seluruh lawan bicaranya. Tak lupa
terus memasang senyuman kecil yang menawan.
“Kalau begitu–“ ucap Lapis dengan
nada tinggi seolah dipenuhi harapan, tapi.
“Tapi ada syaratnya. Permintaan
tolong dariku sebelumnya ..., mutlak harus kalian penuhi ....” Reia memotong
ucapan Lapis. Memberikan tatapan keseriusan dengan senyumannya yang indah terlepas
di wajah.
“.... Baik, kami terima!” Nia
berteriak sambil mengangkat kepala, dan memberikan tatapan keseriusan pada Reia.
Mendengar hal itu, ekspresi ketakutan langsung
tersungging di wajah Lapis. Wajar dari dia yang was-was karena permintaan Reia
sebelumnya yang belum benar-benar jelas. Tapi karena rasa ingin tahunya tentang
lelaki tercintanya membuat dia terdiam sambil menurunkan pandangan.
“Oke, deal. Jadi siapa yang
pertama?” senyum Reia bertanya lalu menempelkan pipinya di atas meja sambil
menutup kedua mata. Tindakannya yang seperti itu membuat Alys kesal karena
merasa diabaikan.
“Aku! Dalam hati kecilku aku
berharap itu hanyalah kesalahan. Ta-tapi apa ingatan yang kudapatkan darinya
itu adalah kebenaran?” Nia bertanya ragu dengan tatapan berkaca-kaca pada Reia.
Air mata masih menghiasi wajah dan membuat khawatir sekitar.
“Benar, dan malah itu hanya sebagian
dari ingatannya. Kenyataan yang sebenarnya jauh lebih buruk dari apa yang kau
lihat itu, Selenia.” Reia menjawab ringan sambil terus menutup mata, lalu
menguap karena rasa kantuk yang kembali datang padanya.
Air mata semakin keluar dari kedua
mata Nia, membuat dia lekas jongkok menyembunyikan wajah dengan kedua telapak
tangan. Menangis terisak-risak karena mengingat kembali ingatan mengerikan dari
lelaki yang ia kagumi. Seica juga menangis dan ikut jongkok sambil mengusap
punggung Nia. Berharap bisa menenangkannya.
“....” Sekitarnya hanya memberikan
tatapan cemas pada Nia yang seperti itu. Rasa penasaran tentu ada di dalam hati
mereka masing-masing.
“Selanjutnya?” Reia membuka sebelah
mata menatap Alys.
“Siapa sebenarnya Aeldra?”
“Wah langsung ke sana yah ....”
Datar Reia lalu menghela nafas sambil kembali duduk sebelum melanjutkan
perkataan.
“Nama pertamanya Lisienata, kedua
Hendra, dan terakhir Aeldra. Soal pernyataanmu tak sepenuhnya salah, Zaxia
memang ibunya –” Reia menjelaskan.
“Sudah
kuduga–” duga Alys dan memberikan senyuman kekesalan.
“Tapi
dia hanyalah ibu angkatnya, bukan orang tua yang sebenarnya.” Reia menyela
ucapan dengan tatapan tertuju pada Alys. Memberikan aura tak menyenangkan
hingga membuat Alys tak sadar berjalan mundur dan berucap meminta maaf dengan
ekspresi ketakutan.
Hanya
dia yang merasakan aura mengancam dari Reia. Sekitarnya hanya berwajah cemas
dan kebingungan akan sikap Alyshial, tak terkecuali bagi sepupunya sendiri.
“Lalu
..., percayakah jika aku mengatakan dia adalah kakak kembarmu ..., Alyshial S.
Ramony.” Reia merubah ekspresi wajahnya dan memberikan senyuman kecil pada
Alys. Dia sedikit memiringkan kepala hingga terlihat menggemaskan. Tatapannya
hanya tertuju pada gadis berwarna rambut seperti lemon masak yang masih
terlihat cemas.
“...!” wajah Alys yang sebelum cemas
mulai berubah. Menjadi merah padam terlihat menahan kemarahan. Harga dirinya
terasa tercoreng ketika mendengar pernyataan Reia. Setelah menghirup nafas
dalam-dalam, dia lekas berteriak memurka dan mengeluarkan seluruh perasaan yang
ia tahan sebelumnya.
“Ja-jangan bercanda!! Mustahil
pengkhianat itu kakak kembarku!!”
“Benar, itu mustahil Reia. Alys
adalah anak tunggal. Tidak mungkin jika Hendra adalah ....” Imbuh Lapis menyuarakan
pemikiran, tapi suaranya semakin mengecil ketika melihat senyuman Reia yang
melebar seolah yang dikatakannya sebelumnya adalah kejujuran.
Tatapan mata Reia juga terlihat
murni seolah tak menyembunyikan kebohongan sedikitpun.
“La-Lapis ...?” Alys bertanya
melirik sepupunya yang seperti itu.
“Yah Reia tak peduli jika kalian
percaya atau tidak. Reia hanya menjawab pertanyaan dan mengatakan kebenaran,”
Reia berkata sambil menompang dagu menatap Lapis.
“Di-dia ..., benar,” Nia berucap
pelan dengan tanpa mengubah posisi duduknya. Kepalanya juga masih terlihat
menunduk ke bawah.
“Jangan-jangan ini yang kau
sembunyikan dari kami, Nia ...!?”Haikal bertanya cemas melirik gadis berambut
hitam sepanjang bahu itu.
“Dia memaksaku untuk menutup mulut. Kata
dia, ji-jika aku mengatakan semuanya, itu hanya akan memberikan perasaan
bersalah pa-pada kalian, khu-khususnya keluargamu, Kak Alys!” Kepala Nia
mendongak dan menuturkan pengakuan dengan kedua bola mata yang masih
berkaca-kaca.
“Ap-apa ..., katamu?” Alyshial
bertanya dengan kedua bola mata terbelalak lebar. Tubuhnya bergemetar
diselimuti ketakutan dan kebingungan.
“...!” Lapis juga terlihat cemas
setelah mendengar pernyataan adiknya. Dia yang paling mengetahui jika Selenia
adalah gadis jujur, dan tak mungkin baginya untuk berbohong dalam masalah
serius seperti ini. Selain itu, melihat air mata yang terus menetes di wajahnya
membuat Lapis semakin yakin jika pernyataan Reia sebelumnya adalah kebenaran.
“Si-siapa saja yang mengetahui hal
ini selain Sang Demigod ...?” Alys bertanya dengan kepala tertunduk. Ekspresi
wajahnya terlihat kacau dan tak karuan. Tak heran karena segala perasan
bercampur aduk dalam hati kecilnya.
“Maaf ini sudah termasuk hitungan
pertanyaan, kan? Bukankah Reia sudah bilang satu orang itu satu pertanyaan?”
senyum Reia menjelaskan dengan mata tertutup beberapa saat.
“Itu akan menjadi pertanyaanku!”
Lapis memberikan tatapan keseriusan pada Reia.
Reia membuka mata, dan melirik
Lapis. Dia lekas berdiri dengan senyuman lebar semakin terpampang. Dia berjalan
ke arah Lapis hingga wajahnya terlihat sangat dekat. Hidung mereka bahkan
hampir bersentuhan.
“Akhirnya kau bertanya juga, Lapis.”
“....” Lapis mundur selangkah dengan
ekspresi penuh kecemasan. Sedikit cemas juga akan tindakan aneh dari gadis
rupawan di hadapannya.
“Ya cukup banyak, tapi kebanyakan
mereka sudah banyak yang meninggal. Diantaranya adalah Dragon Slayer Salbina, Penyihir
Engelina, Mediator Shina, Raja Iblis Angela, Sang Pengkhianat Zaxia, Raja Skyline, dan kakakmu.”
Reia menjawab dengan tatapan dan senyuman tertuju pada Lapis.
“Ay-ayah mengetahui hal ini ...!”
Alys membelakkan kedua bola matanya menatap ketakutan Reia.
“Tentu saja, karena bagaimanapun
dialah yang memberikan anaknya sendiri pada Zaxia– ah, kesalahanku. Sepertinya
Reia sudah terlalu banyak bicara,” Reia memperbaiki ucapan terakhirnya sambil
menutup mulut.
“....” Lapis terdiam sesaat karena
rasa terkejutnya, setelah itu dia lekas menggigit bibir bawahnya sebelum
berucap dengan nada suara yang gugup.
“Ja-jangan-jangan maksud
perbicaraan kakak dan ibunda adalah ....”
“Ya, ini yang mereka bicarakan.” Reia
menjawab dengan tatapan keseriusan dan senyuman yang terlepas dari wajahnya.
“....” Haikal dan yang lain hanya
memberikan tatapan penasaran pada Alys, Lapis dan Reia, khususnya pada gadis yang
baru saja mereka temui itu.
Reia membalas tatapan mereka cukup
lama sebelum dia menghela nafas, menutup mata, dan berucap mengajukan
pertanyaan.
“Lalu selanjutnya siapa lagi?”
“....” Annisa dan Haikal saling
mengajukan pandangan sesaat sebelum menganggukkan kepala, dan lekas memalingkan
wajah mereka berdua ke arah Reia.
“Mengingat pernyataan sebelumnya
tentang kau yang bukan Kineser atau Asassins ....” Haikal menyuarakan
pikirannya.
“Kami berdua jadi sedikit penasaran
seperti apa kekuatanmu. Mustahil jika kamu hanyalah manusia biasa dan bisa memasuki
sekolah ini,” lanjut Annisa menjelaskan penjelasan Haikal.
“Hmm ..., jadi intinya kalian ingin
mengetahui Reia ini apa?” tanya Reia sambil berpikir menyentuh dagu.
“Ya, jika kau bukan Kineser ataupun
Asassins, lalu kau ini apa?” Haikal bertanya dengan senyuman kecil berisi kecemasan.
“Ahh, jangan katakan kau seorang
Penyihir seperti Penyihir Hitam?” Annisa bertanya mengeluarkan pemikirannya.
“....” Reia hanya menutup mata
memasang wajah datar. Ekspresi wajahnya itu membuat sekitarnya memasang
ekspresi penasaran.
“Ha... Aku jawab saja langsung,
daripada pertanyaannya jadi berkembang lagi.” Reia membuka mata dan berucap
setelah menghela nafas.
“Memang benar Reia manusia, tapi
bukanlah Kineser maupun Asassins. Mengenai pernyataan Annisa tentang Reia ini
penyihir mungkin hampir benar. Tapi Reia berbeda, Reia– maksudnya kami
menggunakan sihir lebih kompleks dengan prinsip menyerupai ilmu kinesis kalian.”
“....” Annisa, Haikal, dan yang
lainnya hanya terdiam kebingungan dengan pernyataan Reia.
“Mungkin ini pertama kali bagi
kalian mendengarnya, tapi ...,” ucap Reia sambil membuka kancing baju
seragamnya hingga membuat wajah sekitarnya memerah dengan tindakan tak normalnya.
Tapi wajah memerah Haikal dan yang
lainnya terlihat mulai menghilang ketika gadis bernama Reia itu memperlihatkan
sebuah lambang berbentuk ‘SSS’ di atas dada kirinya.
“....” Wajah mereka berubah cemas
bercampur penasaran sambil terus mendengar pernyataan Reia yang belum selesai.
“....
biasanya orang-orang memanggil kami dengan sebutan Electus.”
“Electus ...?” Seica bertanya
heran pada Reia.
“Ya Electus, manusia pilihan yang
diberkati salah satu Dewi Penjaga,” senyum Reia ramah dengan kepala memiring ke
samping kanan sambil kembali mengancingkan kembali baju seragam.
***
Mantav
ReplyDeletehaikal apa hizkil?
ReplyDeletesiip, nanti kuedit xD
Delete