Title: Iris Dragon 3
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter 0
Chapter 0
Sejak kepergian Halsy
Aeldra, kondisi dunia semakin berada di dekat jurang kehancuran. Para iblis
sering bermunculan di berbagai area dengan bantuan sihir teleportasi misterius.
Pertarungan antar Front–Liner dengan para iblis pun tak dapat terelakkan.
Tak terhitung jumlah korban di kedua
belah pihak. Baik para Kineser atau kaum iblis, keduanya benar-benar menderita
kerugian yang amat besar.
Dari pihak iblis ada dua blok yang membingungkan
para kineser di seluruh dunia, blok pertama yang dikategorikan sebagai
penghancur. Mereka memusuhi umat manusia, menyebarkan kekacuan di muka bumi.
Sedangkan
blok kedua merupakan blok yang cukup berbeda dengan iblis pada umumnya. Bukan
berarti mereka membela manusia atau memusuhi para iblis yang menyebarkan kekacauan.
Tetapi para iblis itu terlihat melindungi sesuatu yang lebih penting, bukan
atas kehendak mereka sendiri, melainkan perintah dari sosok yang lebih tinggi
dari mereka.
Para iblis pembuat kekacuan
dinamakan Nemesis, iblis seperti pada
umumnya. Mereka tak memiliki tanda kepemilikan seperti lambang majikan di bagian
tubuhnya. Mereka terlihat seperti iblis yang haus akan nafsu untuk membunuh
layaknya hewan yang sedang kelaparan. Para iblis itu terlihat sengaja
dilepaskan oleh seseorang seolah untuk suatu hal yang besar. Para iblis inilah
yang sering bermunculan di beberapa area untuk menimbulkan kekacauan.
Sedangkan golongan iblis yang
lainnya dinamakan Eksmarks. Iblis ini
sesuai dengan nama panggilannya, memiliki lambang X di bagian tubuh mereka.
Mereka tak tanggung membunuh iblis lainnya atau bahkan manusia untuk
menyelesaikan misinya. Golongan iblis ini bertindak lebih rapih dan
teroganisir, muncul di waktu-waktu krisis seolah sedang mengincar sesuatu yang
penting.
Sudah sepuluh tahun sejak kematian
Halsy Aeldra. Dunia sudah mencapai batasnya. Hanya Kerajaan Central yang tersisa,
yang merupakan satu-satunya wilayah yang tersisa bagi umat manusia. Tak lebih
dari 200 orang yang bisa bertahan dari peperangan 10 tahun terakhir.
Lisienata–
Aeldra terlihat duduk di atas kursi, menyatukan kedua tangan di atas meja. Dia
menundukkan kepala, menutup mata terlihat berpikir keras.
Rambutnya terlihat lebih panjang
sejak ia terakhir kali terlihat, berwarna kuning lemon seperti saat masih balita.
Hardy terlihat bersandar di dinding dekat pintu keluar, menatap lelaki yang terlihat
berpikir itu.
Rambutnya terlihat cukup panjang,
dikuncir ponytail. Kumis dan jenggotnya terlihat di wajahnya, tak terlalu
panjang, cukup membuat lelaki berumur itu terlihat berwibawa.
Tak lama setelah itu, pintu
disampingnya terbuka, Rina dan Reeslevia memasuki ruangan dengan ekspresi
kekhawatiran cukup dalam. Keduanya terlihat dewasa, kebutuhan sekunder
seksualnya berkembang dengan amat sangat baik.
“Aeldra, mereka muncul, kali ini di
sebelah barat dan timur perbatasan!“ tegas Rina. Dia yang berwajah cemas mulai
berjalan mendekati Aeldra, sedangkan Reeslevia terlihat berbicara dengan Hardy
penuh keseriusan.
“Jumlahnya!?” Aeldra membuka kedua mata,
memberikan tatapan tajam menusuk lawan bicaranya.
“Sa-sangat banyak, kemungkinan ini
serangan terakhir mereka,” khawatir Rina menjawab dan mengalihkan pandangan,
enggan untuk membalas tatapan lelaki kuat dihadapannya.
“Jadi sudah dimulai yah,” keluh
Aeldra menghela nafas sambil menutup kembali matanya sesaat.
Hardy lekas berjalan melewati
Reeslevia, berjalan cepat menuju Aeldra. Ekspresi wajahnya dipenuhi keseriusan
pada lelaki pemilik luka bakar itu.
“Rina dan Reeslevia akan pergi ke perbatasan
timur, memberi bantuan pada Kelompok Seica. Biar aku yang memberikan bantuan ke
perbatasan barat.”
“Aku mengerti. Tapi lagi-lagi ....,
apa aku tak bisa melakukan apapun di saat keadaan krisis seperti ini!?” senyum kesal
Aeldra menutup matanya, mengepalkan kedua tangannya sangat erat hingga
bergemetar.
“Kamu memang sangat berguna di
pertempuran, tapi peranmu akan lebih berguna di sini. Temani dirinya yang
sedang lemah,” senyum khawatir Hardy memberikan tatapan lembut pada Aeldra.
“Bagaimana keadaannya sekarang?” Aeldra
bertanya pelan, melirik khawatir Hardy.
“Sama seperti sebelumnya, dia masih
belum siuman.”
“Kalau begitu aku juga ikut memasuki
pertempuran, menyelesaikan ini dengan cepat sebelum dia kembali sadarkan diri–“
“Sudah kubilang kau tinggal di sini!
Jaga dirinya, dia adalah masa depan dunia ini, harapan satu-satunya dunia ini.”
“Di sini masih ada Almeera dan Reiafila, mereka mahluk terkuat di pihak
kita saat in –“
“Bukan itu maksudku, Aeldra. Hanya
kau yang bisa menenangkannya saat dia terbangun nanti!” kesal Hardy yang merubah tatapannya menjadi
tajam. Tak senang akan sifat keras kepala lelaki yang menjadi lawan bicaranya.
“Maka dari itu aku akan
menyelesaikan ini dengan cepat, biarkan aku juga turun tangan untuk hal yang
terakhir in –“ kesal Aeldra membalas tatapan tajam Hardy, tapi ucapannya
tersanggahkan oleh sosok lainnya yang memasuki ruangan.
“Tidak, kau diam di sini saja,
Lisienata. Nyawa Last Mater saat ini
lebih berharga dari apapun di dunia ini. Dia adalah masa depan yang harus dipertahankan apapun yang terjadi. Kau
harus berada di sampingnya, bukan masalah kekuatan, tapi kenyamanan hati dari wanita
itu sendiri,” Kiril yang memasuki ruangan, memberikan senyuman khawatir pada
sekitarnya. Aeldra hanya memberikan
tatapan khawatir pada Kiril.
“Lalu Hardy, untuk kali ini aku ikut
denganmu,” lanjut Kiril melirik Hardy penuh kecemasan.
“Ya, jika ini gempuran terakhir
mereka, maka mereka berdua pasti akan muncul,” Hardy berucap, memberikan
senyuman kecil. Reeslevia dan yang lainnya mulai berwajah khawatir, ketakutan mendengar
perbincangan Kiril dengan Hardy.
“Selain itu, Reia dan Almeera juga
akan pergi ke barat untuk membatu Kelompok Alyshial. Kelompok mereka takkan
bertahan jika melawan Putri Leia,” Kiril menjelaskan.
“Be-begitu,” senyum Aeldra menutup matanya.
Berpindah ke wilayah perbatasan
barat. Ketegangan di wilayah itu benar-benar memuncak. Para iblis terlihat
bermunculan dari berbagai tempat di luar gerbang Kerajaan Central.
“Sampai bala bantuan tiba, kita
harus bertahan!!” teriakan wanita terdengar lantang, meningkatkan semangat para
pejuang tersisa di sekitarnya. Rambutnya berwarna kuning lemon, memakai seragam
serba biru berpolet emas, tanda jika dirinya juga seorang Front-Liner
berpengalaman. Tapi bukan itu saja, wanita itu juga merupakan sosok yang dipuja
di kerajaannya di masa lalu.
Ya, putri mahkota– tidak, mantan Ratu Kerajaan Skyline, Alyshial
S. Ramony.
Belasan orang berdiri di
belakangnya, salah satunya Annisa yang juga memakai seragam serba biru
dilengkapi senjata mutakhir menyelimuti tubuh.
Mereka mulai bergerak, berpencar
untuk mempertahankan harga diri umat manusia, mengusir bahkan menghancurkan
para iblis yang berniat menerobos perbatasan barat. Di barisan paling belakang
pasukan iblis, terlihat wanita berambut hitam yang selalu bersama Chacha, Leia.
Dia
berdiri di atas iblis yang berbentuk naga merah. Tatapan rendah ia berikan para musuhnya
yang berlari menyambut pasukannya. Fisiknya tidak berubah meski sudah sepuluh
tahun terlewat.
“Datanglah, Reia. Meski kau keluargaku
sekalipun, akan kuhancurkan kau jika tetap menghalangi jalanku,” ucap Leia
menutup matanya, mengkerutkan dahi ke bawah menunjukkan kemarahan.
Jauh di bawah Leia, masih cukup jauh
dengan posisinya. Terlihat seekor Wyvern putih yang melayang turun, menukik cepat
ke arah Alyshial yang meluncur dengan menggunakan kemampuan esnya. Alyshial yang menyadari
hal itu mulai menutup mata, mengangkat tangan kirinya ke atas.
“Frost
Time .....”
Hawa sangat dingin langsung muncul
di atas telapak kirinya, membekukan tubuh Wyvern itu yang terbang ke arahnya. Monster
itu mulai berteriak, jatuh ke samping.
Tidak
sampai di sana, Es itu terus merambat ke sekujur tubuh Wyvern, lekas
menghentikan seluruh pergerakkan sang wyvern.
Tanpa menengokkan kepalanya ke
belakang, Alyshial mengeluarkan sayap dan ekor es, terbang ke tempat Leia
berada dengan kecepatan maksimal. Mulai berucap dengan tekanan nada dalam yang seolah
dipenuhi oleh kemurkaan, “Akan kubuat kau membayar kematian Selenia di masa
lalu, Leiafira!!”
Tubuh
Wyvern yang membeku mulai terbelah oleh sayatan angin yang amat tajam. Perlahan
hancur seolah menjadi pecahan es yang menyedihkan.
Itu perbuatan Annisa yang terbang di
belakang Alyshial. Annisa hanya menatap khawatir Alyshial yang diselimuti
kemarahan. Mengepalkan tangan kanannya di dada seolah prihatin terhadap
rekannya yang diselimuti kebencian dan nafsu akan balas dendam.
***
Di perbatasan wilayah timur, Kerajaan
Central. Jika perbatasan wilayah barat terdengar berisik dan bercampur dengan
ketegangan pertemuran, maka perbatasan wilayah timur sebaliknya. Suasana terasa
hening di sana, benar-benar berbanding terbalik.
Seica
dan kelompoknya terlihat berdiri menatap kosong langit yang menggelap. Tubuhnya
bergemetar, kaki mereka terasa lemas. Sungguh ketakutan melihat benda asing
yang bergerak cepat dan jatuh ke arah gerbang perbatasan yang mereka jaga.
Ada meteor yang bergerak cepat ke
arah mereka, tidak hanya satu akan tetapi lebih dari lima. Selain itu ukurannya
amat sangat besar dan diselimuti oleh api membara hasil gesekan atmosfer bumi.
Tak ada yang bisa melakukan hal itu
selain musuh utama mereka, gadis yang mengemban berkah berlebihan dari para
dewa, gadis kecil bernama Chacha.
Dia melayang sendirian, tak ada para
iblis seperti Leia di sekitarnya. Dia hanya menatap datar musuhnya, berucap
pelan dengan nada suara yang datar dan menggema, “Release ....”
Getaran meteor menyadarkan Seica, dia
lekas menatap sekitarnya. Berwajah ketakutan melihat langit yang menggelap
karena bola api besar yang semakin mendekat.
“Sa-sadarlah kalian!! Kita harus menahan serangannya ...“ Seica berteriak dengan nada suara ketakutan dan keraguan.
“Jika hanya satu meteor kita mungkin
bisa mengatasinya. Tapi se-sebanyak ini .... Mustahil,” lelaki yang jauh lebih
tua darinya terlihat menatap ketakutan serangan Chacha, semua orang di sana sudah
putus asa.
Seketika, gerbang dimensi maha besar
muncul di tiga meteor yang yang jatuh ke arah mereka, memindahkan meteor
tersebut. Itu ulah Hardy yang berkonsentrasi keras hingga keringat kelelahan
terlihat bercucuran di wajahnya.
“Kak Hardy –“ Seica terlihat bahagia
melihat lelaki berambut merah muda itu jauh di belakangnya.
“Jangan diam saja!!” kesal Hardy berteriak
dan menutup sebelah mata, terus berusaha memindahkan ketiga meteor itu.
Tiga panah bercahaya terlihat
melayang ke salah satu meteor itu, menghancurkan meteor itu berkeping. Itu
berasal dari Rina yang rambutnya sudah berubah menjadi putih, raganya sudah
dikendalikan oleh salah satu malaikat tingkat atas. Dia membawa panah berwarna
pelangi yang terus bercahaya.
“Ini
hanyalah salam pembuka darinya. Jika kalian tak bisa melewati ini,
menyingkirlah dari sini, Manusia.” Rina berucap dengan suara yang menggema
menusuk hati Seica dan yang lainnya. Matanya bersinar menatap Chacha yang
memberikan senyuman kecil padanya.
Rina mengkerutkan dahinya, kembali menarik
tiga anak panahnya, bersiap menembakkan anak panahnya ke arah meteor yang masih
tersisa.
Tapi sisa dari dua meteor itu
tiba-tiba bergemetar, dihancurkan. Memang tidak dalam waktu bersamaan, tapi
dalam kurung waktu yang cukup cepat.
Sang malaikat menurunkan busur,
menatap sosok yang melayang turun dari langit dengan kecepatan suara.
Sosok seperti iblis terlihat,
berambut orange dan bermata biru bercahaya, kulitnya berwarna hitam seperti
sisik naga. Sayapnya juga terlihat di punggung, seperti sayap kelelawar. Hanya
tangan kanannya yang berwarna putih bercahaya, seolah memiliki tekanan sihir yang
amat kuat.
Ya sosok yang berdiri paling depan
dan memberikan tatapan tajam pada Chacha itu terlihat seperti manusia setengah
naga. Bukan naga sembarangan, melainkan naga legenda yang tak jelas asal
usulnya.
Chacha memberikan senyuman kecil
pada mahluk itu, berucap dengan nada suara yang terdengar dipenuhi kesedihan.
“Aku tak ingin kita seperti ini,
mengingat kau adalah sosok berharga bagiku selain orang tua kita.”
Sosok itu mulai berubah, sisiknya
menghilang berubah menjadi kulit manusia. Sayapnya memudar terlihat menghilang.
Dia menjadi sosok yang dikenali oleh sekitarnya.
Ya sosok elf lainnya seperti Chacha,
Kiril. Dia memberikan tatapan kesedihan padanya, membalas senyuman gadis yang
melayang di atasnya.
“Kau adalah satu-satunya wasiat berharga
yang mereka tinggalkan. Aku akan melindungimu, bukan hanya karena wasiat kedua
orang tua kita, melainkan karena kepedulianku padamu. Aku menyayangimu jauh
dari lubuk hatiku yang paling dalam. Takkan kubiarkan kau berakhir seperti ini,
Chacha.”
“Tidak ..., kau tidak pernah
menyayangiku, Kakak.” Chacha membalas tatapan Kiril cukup dingin, lalu mulai
menutup matanya dan mengucapkan perkataan yang sama seperti saat dia
mengeluarkan 6 meteor sekaligus.
“Release
....”
Ombak setinggi 15 meter tiba-tiba muncul
di bawahnya, mengepung benteng pertahanan timur Kerajaan Central. Untuk
kesekian kalinya, para musuhnya dibuat terkejut oleh kemampuan Chacha yang
mengerikan, kecuali kakaknya.
“Ini bukanlah ilmu Kinesis, bukan
juga ilmu sihir. Mau dilihat berapa kali pun kekuatan gadis ini benar-benar tak
masuk akal ....” Hardy mengambil nafas berat, terlihat kelelahan sambil
menatap khawatir tsunami yang mulai menerjang.
Bersamaan dengan tsunami yang
menerjang, sayap merpati besar tiba-tiba muncul di belakang punggung Rina.
Gadis itu mulai terbang ke atas mendekati Chacha, lekas mengangkat busur,
menarik anah panah, berucap dengan suara yang menggema.
“Pertanyaan,
mahluk apa kau sebenarnya? Kekuatan apa yang engkau miliki?”
“....” Tak ada jawaban dari Chacha
yang memejamkan matanya sesaat. Tapi setelah itu dia lekas menatap ke bawah
menatap sang kakak yang kembali berubah manjadi mahluk setengah naga.
Kiril memukul tanah dengan kedua
tangannya, pukulannya lekas memberikan retakan besar pada tanah, lekas berubah
menjadi jurang yang mengelilingi benteng
pertahanan. Serangan Chacha kembali bisa diantisipasi oleh sang kakak.
“Kami
masih menunggu jawabanmu, Chalica Senia Wisperia ....” Rina terlihat
mengkerutkan dahinya, semakin menarik anak panahnya ke belakang. Nada suaranya
semakin terdengar berat.
Chacha mulai memberikan tatapan kecil
pada Rina, tersenyum kecil dan berucap membalas pernyataan.
“Caster
Control, Karma, Comedenti, Leistraufurgis, Nimia Gratia.
Sungguh banyak julukan untuk kekuatanku ini. Tapi yang jelas .... kekuatanku
ini adalah karunia dari ibuku yang merupakan pahlawan besar di dunia kami,
pahlawan terhebat yang kalian tipu dan peralat demi kemakmuran dunia kalian.”
“Dea
Charlotte ...?” Malaikat dalam tubuh Rina berucap pelan, mulai melonggarkan
tarikan panahnya, lekas menurunkan busurnya sambil memberikan tatapan kecil
pada sang lawan.
Aura mengancam dari Chacha yang
membuat malaikat tinggi itu menurunkan busurnya, ketakutan merasakan aura penuh
dendam yang dikeluarkan Chacha.
“Minggirlah, mahluk tak bernafsu. Biarkan
aku menghancurkan harapan kalian satu-satunya itu. Kau mungkin tak tahu jika dunia
ini harus diluruskan, berjalan semestinya dengan menerima takdir kehancurannya.”
Chacha kembali berucap dengan tekanan nada yang berat dan tatapan mata tajam
tanpa keraguan sedikitpun.
“Chaca ...!” Kiril berucap,
kepalanya mendongkak ke atas, memberikan tatapan kesedihan pada gadis yang
menjadi adiknya itu.
Kepala Chacha tertunduk ke bawah,
membalas tatapan sang kakak. Dia mengubah ekspresi wajahnya dengan senyuman
kecil yang indah.
“Tujuan kita takkan pernah sejalan.
Kita selesaikan semuanya sekarang, Kakak ....”Chacha mengangkat tangan kanannya
ke arah sang kakak, mengabaikan Rina yang melayang di hadapannya. Menganggap jika sosok malaikat itu bukanlah ancaman untuknya.
***
Di sebuah tempat antah berantah dengan padang rumput yang tertata rapih. Sosok wanita paruh baya bediri di
tengah-tengah padang rumput itu. Rambutnya berwarna putih dengan ujung merah
muda, wajahnya sangat mirip dengan sosok yang dipanggil Demigod oleh dunia. Ya
putri pertama Kekaisaran Aeldra, Lapis.
Langit berwarna biru, terlihat
sangat cerah. Hembusan angin lembut memeluk dirinya yang berwajah kebingungan.
Tak ada apapun di sana kecuali kolam kecil dengan tempat duduk untuk dua orang.
Wanita berambut putih kemerahmudaan itu
mulai berjalan mendekat, penasaran akan sosok kepala kecil yang terlihat
dibalik bangku.
Sesampainya di sana, ada gadis kecil
duduk di atas bangku, berumur 5 tahunan, berpakaian baju terusan putih
bercahaya. Dia memiliki rambut yang sama dengan Lapis. Wajahnya bercahaya, dan
begitu menyilaukan. Membuat Lapis tak kuat untuk terus menatap wajahnya.
Gadis kecil itu melempar roti kecil
ke kolam, memberi makan ikan-ikan indah berwarna emas dan pelangi.
“Kenapa
kamu terus berdiri di sana, kenapa gak duduk saja?” gadis cilik berucap
dengan nada suara yang tedengar lembut dan menyejukkan hati.
Lapis semakin menunjukkan wajah kecemasan,
sadar jika sosok dihadapannya itu bukan gadis kecil biasa. Memiliki firasat
jika gadis kecil itu memiliki keberadaan yang amat kuat.
Dengan
nada suara gugup dan pelan, Lapis pun mulai mengajukan pertanyaan.
“Si-siapa
kamu? Dimana ini?”
“Ini? Ini cuman dunia kecilku, taman
bermainku.” Gadis kecil itu merentangkan kedua tangan, seolah sedang
memperkenalkan tempat tinggalnya. Nada suaranya terdengar gembira. Jika
wajahnya terlihat, mungkin senyuman lebar pasti terpampang di wajahnya itu.
“.....”
Lapis terdiam cemas, kebingungan membalas pernyataan.
“Duduklah Lapis D. Angelina, di sini, dekatku, di sisiku!” Gadis kecil itu berucap, mulai memukul-mukul tempat duduk
di sampingnya, mengoyang-goyangkan kedua kakinya amat cepat. Terlihat sangat
menggemaskan tingkahnya.
Lapis
mengikuti kemauannnya untuk duduk di sampingnya. Tetap mempertahankan
kewaspadaan pada si gadis kecil.
Tapi
ketika Lapis duduk, gadis kecil itu mulai beranjak dari kursi, berdiri, dan
melompat ke atas pangkuan Lapis. Duduk di atas kedua paha Lapis, membuat Lapis
terkejut cemas karena tindakannya yang tiba-tiba.
“Hehehe!!” Gadis cilik tertawa riang,
terdengar gembira. Lapis semakin berwajah cemas, tapi meski pada akhirnya dia hanya
bisa mengalah. Lekas menyunggingkan senyuman kecil menatap kepala mungilnya.
“Hei hei, ceritakan tentangmu dong! “ kepala
gadis kecil mendongak ke atas, ke arah Lapis yang masih memberikan senyuman.
“Ehh,
ten-tentangku!?” tanya Lapis menutup matanya.
“Em emm,” gadis kecil menganggukan kepala
amat cepat.
“Em
yah, baiklah namaku Lapis D. Angelina –“
“Aku sudah tahu itu! Yang ingin kutahu itu
seperti makanan atau minuman keskuaanmu!” sergah gadis kecil memotong
ucapah Lapis.
“Ba-baiklah,
aku suka kopi, membenci minuman yang manis-manis. Aku semua makanan kecuali
daging kambing, Lalu ....”
“Hobimu, hobimu!?”
“Hobiku
bermain dan jalan-jalan ke luar, tapi waktu kecil aku tak bisa memenuhi hobiku
ini ....” Lapis tertawa kecil di akhir ucapan.
“Ehhh kenapa gak bisa!?”
“Yah
aku kan seorang Putri Kerajaan, para pengawal dan penasihat kerajaan selalu
bawel tentang hal itu. Tapi ketika aku sudah cukup dewasa dan berkemampuan,
akhirnya aku bisa memenuhi hobi ini ...,” senyum Lapis menatap si gadis cilik,
kewaspadaannya mulai berkurang.
“Wawawa, Lapis seorang Putri Kerajaan!? Kereen,
keren!!” teriak bahagia si gadis cilik, hingga kedua tangannya terangkat ke
atas, kedua kakinya kembali bergoyang cepat. Entah kenapa dia terlihat sangat
senang dan bangga.
“....”
Lapis hanya tertawa kecil melihatnya yang bertingkah menggemaskan.
“Lalu-lalu gimana lagi?! Jika Lapis seorang
Putri, apa Yang Mulia Halsy juga dipanggil Ratu di sana!?”
“Malah
lebih dari itu, selain dipanggil Ratu, ibunda juga dipanggil Demigod ....”
Perkataan Lapis semakin mengecil, sadar akan pertanyaan dari gadis cilik yang
mengetahui nama ibunya. Tak hanya itu, dia juga baru sadar jika si gadis belia
itu juga memanggil namanya di pertemuan pertama.
“Wawa Demigod!? Hahaha, apa itu panggilan
untuk beliau!? Keren banget, aku semakin senang nih!” Si Gadis cilik
tertawa riang kembali sambil berdiri dari pangkuan Lapis. Sedangkan Lapis hanya
terdiam dan tak memberikan senyuman, terus memberikan tatapan penasaran akan
siapa sosok gadis kecil di hadapannya.
Masih
dalam posisi membelakangi Lapis, gadis kecil itu mulai berucap kembali
mengajukan pertanyaan.
“Satu hal lagi dong ..., ceritakan aku
tentangnya, lelaki yang kau cintai itu, Lisienata,” dia menolehkan
kepalanya ke belakang di akhir ucapan, tepat ke arah Lapis. Nada suaranya
terdengar pelan seolah diselimuti keraguan.
Lapis
membuka mulut berniat menjawab pertanyaan. Tapi ucapannya terhenti, terkejut
melihat tubuhnya sendiri. Tubuhnya mulai memudar seolah ingin menghilang.
“Wa-waktu habis? Apa ini gak terlalu
kecepetan?” cemas gadis kecil, bertanya menatap langit di atasnya. Tapi tak
lama setelah itu dia kembali menatap Lapis, berucap dengan nada pelan.
“Yah tapi aku harus menyukuri hal ini. Aku
berterima kasih atas kesempatan yang engkau berikan padaku, Ya Tuhan.”
“Tunggu
kumohon katakan, siapa sebenarnya kau? Namamu!?” Lapis bertanya cepat,
terdengar sangat cemas. Entah kenapa hatinya terasa sakit ketika menyadari perpisahan dengan si gadis kecil sudah datang.
Gadis kecil itu terdiam sesaat, lalu berucap sebelum Lapis
menghilang dari dunia tak dikenal itu.
“Meski kau akan melupakannya nanti, aku akan
tetap mengatakannya. Namaku .... Lievesley. Percakapan kita tadi benar-benar terasa
menyenangkan, Lapis D. Angelina. Kuharap kita bisa berbicara seperti ini lagi,
meski kutahu jika hal seperti itu takkan pernah terjadi lagi.”
Lapis
melebarkan mata, terkejut ketakutan mendengar ucapannya. Dia menutup mulut
dengan kedua mulut, menitiskan air mata setelah mendengar pernyataan gadis
kecil yang begitu mengetarkan hatinya.
Lapis
pun menghilang dari dunia yang ditempati si gadis kecil. Langsung terbangun
kembali ke dunia nyata. Langit-langit
ruangan berwarna putih langsung terlihat, cahaya lampu bersinar terang di dalam
ruangan.
Dia
terbangun dari alam mimpinya, duduk dan menyandarkan punggung ke tembok yang
berada di belakang tubuhnya. Memegang kepala, memasang wajah cemas dan
kebingungan. Tak bisa mengingat apa yang terjadi dalam mimpi yang sebelumnya ia
alami. Ingatan tentang pertemuan dia dengan si gadis kecil itu menghilang.
“Apa
ini?” Lapis bertanya sambil menyentuh pipinya yang basah. Air mata menitis,
membasahi kasur yang ia tempati.
Bersamaan
dengan hal itu, pintu hitam di samping kanannya terbuka, sosok lelaki yang
dicintainya memasuki ruangan.
“Lapis,
akhirnya kau bangun juga,” cemas lelaki itu bertanya sambil berjalan cepat
mendekatinya.
“Aeldra,
dimana ini? Apa yang terjadi ....” Lapis tak menyelesaikan ucapan. Secara
perlahan kedua matanya mulai melebar, ingatan masa lalu yang kelam mulai
berdatangan. Dia kembali menangis lebih dalam sambil menutup wajah, berucap
dengan nada suara yang bergemetar.
“Kenapa
ini bisa terjadi? Kenapa harus Selenia ...?”
“....”
Aeldra tak menjawab, hanya berwajah cemas menatap Lapis yang menangis seperti
itu.
“Ini
salahku. Jika saja saat itu aku lebih cepat menyadarinya, mungkin aku bisa
menyelamatkannya ...,” lanjut Lapis menurunkan kedua tangan, menutup mata amat
rapat seolah menyesali perbuatannya di masa lalu.
“Sudahlah
ini bukan salahmu, Lapis. Sekarang, jangan bertindak ceroboh lagi. Jika kau
ingin pergi keluar, kumohon beritahu aku. Jangan pergi tanpa sepengtahuanku,”
cemas Aeldra sambil menyentuh tangan kanannya, tak lupa memberikan tatapan
dalam pada wanita di hadapannya. Seolah memberikan isyarat jika dia sangat
khawatir tentangnya.
“Maaf,
“ Lapis menjawab singkat, menolak kontak mata dengannya. Dia merasa bersalah
dengan kedua pipi yang memerah.
Tak
lama setelah itu, Lapis lekas menatap Aeldra kembali. Mulai bertanya pelan
dengan senyuman keraguan terpampang di wajah.
“Ap-apa
kita benar-benar bisa melewati hal ini, Aeldra ....?”
“Banyak
hal yang terjadi setelah kematian ibumu, banyak nyawa yang harus dikorbankan demi
kita. Maka dari itu, kita harus bisa melewatinya. Meski
sampai saat ini, aku masih belum mengerti alasan mereka mengejar kita, Kiril
dan yang lainnya mati-matian melindungi kita.”
“.....”
Lapis tak menjawab, masih memberikan tatapan cemas pada lelaki di hadapannya.
Aeldra yang melihat wajahnya seperti itu lekas berdiri, memberikan senyuman
kecil dan berucap.
“Sudahlah
jangan terus memasang wajah seperti itu. Kemana Lapis yang terlihat dingin dan keren
di masa lalu. Apa setelah menjadi seorang Ibu sifatmu ini mulai berubah.”
Aeldra mengusap kepala Lapis dengan lembut.
“Hei,
siapapun pasti akan cemas jika dunia dalam kondisi seperti ini! Apa kau tak
merasa cemas akan masa depan anak kita nanti!?” tukas Lapis terlihat kesal
“Tenanglah,
dia pasti akan menjadi laki-laki yang kuat, dia pasti bisa melewati rintangan yang datang menghadangnya!” senyum Aeldra.
“Darimana
kau bisa tau jika anak ini laki-laki?” datar Lapis bertanya sambil memegang
perut dengan kedua tangan.
“Ini
hanya perasaanku saja, Lapis. Anakku pasti laki-laki,“ Aeldra kembali duduk
sambil mengamati perut Lapis.
“....”
Lapis tak menjawab, tetap memasang wajah datar ke arah Aeldra. Suasana suram
sebelumnya mulai memudar karena candaan Aeldra.
“Hei,
apa dia sudah nendang-nendang?” senyum Aeldra kembali bertanya, berniat
menempelkan telinganya pada perut Lapis.
“Eh,
kau bodoh? Kandunganku ini belum sampai 2 bulan, tentu saja belum!” wajah Lapis
memerah sambil memukul kepala Aeldra dengan kepalan tangan kanan.
“Hahaha,
benarkah? Aku melupakan hal itu,” senyum cemas Aeldra sambil mengusap
kepalanya.
“Yah,
tapi semoga anak kita ini terlahir dengan sehat nantinya. Mendapatkan
kebahagiaan selama hidupnya,” senyum Aeldra langsung menatap Lapis.
Lapis
membalas senyuman Aeldra dengan kedua pipinya yang kembali memerah, berucap
dengan nada suara yang lembut. “Ya ....”
***
Akhirnya update juga
ReplyDeleteKapan mereka kawinnya?
ReplyDelete😁😁😁
Sensei kapan update ya??
ReplyDeleteLanjut sensei
ReplyDelete