Wednesday, 6 September 2017

Chapter Extra

Title: Iris Dragon 3
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter 0

            Sejak kepergian Halsy Aeldra, kondisi dunia semakin berada di dekat jurang kehancuran. Para iblis sering bermunculan di berbagai area dengan bantuan sihir teleportasi misterius. Pertarungan antar Front–Liner dengan para iblis pun tak dapat terelakkan.



            Tak terhitung jumlah korban di kedua belah pihak. Baik para Kineser atau kaum iblis, keduanya benar-benar menderita kerugian yang amat besar.


            Dari pihak iblis ada dua blok yang membingungkan para kineser di seluruh dunia, blok pertama yang dikategorikan sebagai penghancur. Mereka memusuhi umat manusia, menyebarkan kekacuan di muka bumi.


Sedangkan blok kedua merupakan blok yang cukup berbeda dengan iblis pada umumnya. Bukan berarti mereka membela manusia atau memusuhi para iblis yang menyebarkan kekacauan. Tetapi para iblis itu terlihat melindungi sesuatu yang lebih penting, bukan atas kehendak mereka sendiri, melainkan perintah dari sosok yang lebih tinggi dari mereka.


            Para iblis pembuat kekacuan dinamakan Nemesis, iblis seperti pada umumnya. Mereka tak memiliki tanda kepemilikan seperti lambang majikan di bagian tubuhnya. Mereka terlihat seperti iblis yang haus akan nafsu untuk membunuh layaknya hewan yang sedang kelaparan. Para iblis itu terlihat sengaja dilepaskan oleh seseorang seolah untuk suatu hal yang besar. Para iblis inilah yang sering bermunculan di beberapa area untuk menimbulkan kekacauan.


            Sedangkan golongan iblis yang lainnya dinamakan Eksmarks. Iblis ini sesuai dengan nama panggilannya, memiliki lambang X di bagian tubuh mereka. Mereka tak tanggung membunuh iblis lainnya atau bahkan manusia untuk menyelesaikan misinya. Golongan iblis ini bertindak lebih rapih dan teroganisir, muncul di waktu-waktu krisis seolah sedang mengincar sesuatu yang penting.


            Sudah sepuluh tahun sejak kematian Halsy Aeldra. Dunia sudah mencapai batasnya. Hanya Kerajaan Central yang tersisa, yang merupakan satu-satunya wilayah yang tersisa bagi umat manusia. Tak lebih dari 200 orang yang bisa bertahan dari peperangan 10 tahun terakhir.


Lisienata– Aeldra terlihat duduk di atas kursi, menyatukan kedua tangan di atas meja. Dia menundukkan kepala, menutup mata terlihat berpikir keras.


            Rambutnya terlihat lebih panjang sejak ia terakhir kali terlihat, berwarna kuning lemon seperti saat masih balita. Hardy terlihat bersandar di dinding dekat pintu keluar, menatap lelaki yang terlihat berpikir itu.


            Rambutnya terlihat cukup panjang, dikuncir ponytail. Kumis dan jenggotnya terlihat di wajahnya, tak terlalu panjang, cukup membuat lelaki berumur itu terlihat berwibawa.


            Tak lama setelah itu, pintu disampingnya terbuka, Rina dan Reeslevia memasuki ruangan dengan ekspresi kekhawatiran cukup dalam. Keduanya terlihat dewasa, kebutuhan sekunder seksualnya berkembang dengan amat sangat baik.


            “Aeldra, mereka muncul, kali ini di sebelah barat dan timur perbatasan!“ tegas Rina. Dia yang berwajah cemas mulai berjalan mendekati Aeldra, sedangkan Reeslevia terlihat berbicara dengan Hardy penuh keseriusan.


            “Jumlahnya!?” Aeldra membuka kedua mata, memberikan tatapan tajam menusuk lawan bicaranya.


            “Sa-sangat banyak, kemungkinan ini serangan terakhir mereka,” khawatir Rina menjawab dan mengalihkan pandangan, enggan untuk membalas tatapan lelaki kuat dihadapannya.


            “Jadi sudah dimulai yah,” keluh Aeldra menghela nafas sambil menutup kembali matanya sesaat.


            Hardy lekas berjalan melewati Reeslevia, berjalan cepat menuju Aeldra. Ekspresi wajahnya dipenuhi keseriusan pada lelaki pemilik luka bakar itu.


            “Rina dan Reeslevia akan pergi ke perbatasan timur, memberi bantuan pada Kelompok Seica. Biar aku yang memberikan bantuan ke perbatasan barat.”


            “Aku mengerti. Tapi lagi-lagi ...., apa aku tak bisa melakukan apapun di saat keadaan krisis seperti ini!?” senyum kesal Aeldra menutup matanya, mengepalkan kedua tangannya sangat erat hingga bergemetar.


            “Kamu memang sangat berguna di pertempuran, tapi peranmu akan lebih berguna di sini. Temani dirinya yang sedang lemah,” senyum khawatir Hardy memberikan tatapan lembut pada Aeldra.


            “Bagaimana keadaannya sekarang?” Aeldra bertanya pelan, melirik khawatir Hardy.


            “Sama seperti sebelumnya, dia masih belum siuman.”


            “Kalau begitu aku juga ikut memasuki pertempuran, menyelesaikan ini dengan cepat sebelum dia kembali sadarkan diri–“


            “Sudah kubilang kau tinggal di sini! Jaga dirinya, dia adalah masa depan dunia ini, harapan satu-satunya dunia ini.”


            “Di sini masih ada Almeera dan Reiafila, mereka mahluk terkuat di pihak kita saat in –“


            “Bukan itu maksudku, Aeldra. Hanya kau yang bisa menenangkannya saat dia terbangun nanti!”  kesal Hardy yang merubah tatapannya menjadi tajam. Tak senang akan sifat keras kepala lelaki yang menjadi lawan bicaranya.


            “Maka dari itu aku akan menyelesaikan ini dengan cepat, biarkan aku juga turun tangan untuk hal yang terakhir in –“ kesal Aeldra membalas tatapan tajam Hardy, tapi ucapannya tersanggahkan oleh sosok lainnya yang memasuki ruangan.


            “Tidak, kau diam di sini saja, Lisienata. Nyawa Last Mater saat ini lebih berharga dari apapun di dunia ini. Dia adalah masa depan yang harus dipertahankan apapun yang terjadi. Kau harus berada di sampingnya, bukan masalah kekuatan, tapi kenyamanan hati dari wanita itu sendiri,” Kiril yang memasuki ruangan, memberikan senyuman khawatir pada sekitarnya.  Aeldra hanya memberikan tatapan khawatir pada Kiril.


            “Lalu Hardy, untuk kali ini aku ikut denganmu,” lanjut Kiril melirik Hardy penuh kecemasan.


            “Ya, jika ini gempuran terakhir mereka, maka mereka berdua pasti akan muncul,” Hardy berucap, memberikan senyuman kecil. Reeslevia dan yang lainnya mulai berwajah khawatir, ketakutan mendengar perbincangan Kiril dengan Hardy.


            “Selain itu, Reia dan Almeera juga akan pergi ke barat untuk membatu Kelompok Alyshial. Kelompok mereka takkan bertahan jika melawan Putri Leia,” Kiril menjelaskan.


            “Be-begitu,” senyum Aeldra menutup matanya.


            Berpindah ke wilayah perbatasan barat. Ketegangan di wilayah itu benar-benar memuncak. Para iblis terlihat bermunculan dari berbagai tempat di luar gerbang Kerajaan Central.


            “Sampai bala bantuan tiba, kita harus bertahan!!” teriakan wanita terdengar lantang, meningkatkan semangat para pejuang tersisa di sekitarnya. Rambutnya berwarna kuning lemon, memakai seragam serba biru berpolet emas, tanda jika dirinya juga seorang Front-Liner berpengalaman. Tapi bukan itu saja, wanita itu juga merupakan sosok yang dipuja di kerajaannya di masa lalu.


            Ya, putri mahkota– tidak, mantan Ratu Kerajaan Skyline, Alyshial S. Ramony.


            Belasan orang berdiri di belakangnya, salah satunya Annisa yang juga memakai seragam serba biru dilengkapi senjata mutakhir menyelimuti tubuh.


            Mereka mulai bergerak, berpencar untuk mempertahankan harga diri umat manusia, mengusir bahkan menghancurkan para iblis yang berniat menerobos perbatasan barat. Di barisan paling belakang pasukan iblis, terlihat wanita berambut hitam yang selalu bersama Chacha, Leia.


Dia berdiri di atas iblis yang berbentuk naga merah. Tatapan rendah ia berikan para musuhnya yang berlari menyambut pasukannya. Fisiknya tidak berubah meski sudah sepuluh tahun terlewat.


Datanglah, Reia. Meski kau keluargaku sekalipun, akan kuhancurkan kau jika tetap menghalangi jalanku,” ucap Leia menutup matanya, mengkerutkan dahi ke bawah menunjukkan kemarahan.


            Jauh di bawah Leia, masih cukup jauh dengan posisinya. Terlihat seekor Wyvern putih yang melayang turun, menukik cepat ke arah Alyshial yang meluncur dengan menggunakan kemampuan esnya. Alyshial yang menyadari hal itu mulai menutup mata, mengangkat tangan kirinya ke atas.


            “Frost Time .....”


            Hawa sangat dingin langsung muncul di atas telapak kirinya, membekukan tubuh Wyvern itu yang terbang ke arahnya. Monster itu mulai berteriak, jatuh ke samping.


Tidak sampai di sana, Es itu terus merambat ke sekujur tubuh Wyvern, lekas menghentikan seluruh pergerakkan sang wyvern.


            Tanpa menengokkan kepalanya ke belakang, Alyshial mengeluarkan sayap dan ekor es, terbang ke tempat Leia berada dengan kecepatan maksimal. Mulai berucap dengan tekanan nada dalam yang seolah dipenuhi oleh kemurkaan, “Akan kubuat kau membayar kematian Selenia di masa lalu, Leiafira!!”


Tubuh Wyvern yang membeku mulai terbelah oleh sayatan angin yang amat tajam. Perlahan hancur seolah menjadi pecahan es yang menyedihkan.


            Itu perbuatan Annisa yang terbang di belakang Alyshial. Annisa hanya menatap khawatir Alyshial yang diselimuti kemarahan. Mengepalkan tangan kanannya di dada seolah prihatin terhadap rekannya yang diselimuti kebencian dan nafsu akan balas dendam.



***


           
            Di perbatasan wilayah timur, Kerajaan Central. Jika perbatasan wilayah barat terdengar berisik dan bercampur dengan ketegangan pertemuran, maka perbatasan wilayah timur sebaliknya. Suasana terasa hening di sana, benar-benar berbanding terbalik.


Seica dan kelompoknya terlihat berdiri menatap kosong langit yang menggelap. Tubuhnya bergemetar, kaki mereka terasa lemas. Sungguh ketakutan melihat benda asing yang bergerak cepat dan jatuh ke arah gerbang perbatasan yang mereka jaga.


            Ada meteor yang bergerak cepat ke arah mereka, tidak hanya satu akan tetapi lebih dari lima. Selain itu ukurannya amat sangat besar dan diselimuti oleh api membara hasil gesekan atmosfer bumi.


            Tak ada yang bisa melakukan hal itu selain musuh utama mereka, gadis yang mengemban berkah berlebihan dari para dewa, gadis kecil bernama Chacha.


            Dia melayang sendirian, tak ada para iblis seperti Leia di sekitarnya. Dia hanya menatap datar musuhnya, berucap pelan dengan nada suara yang datar dan menggema, “Release ....”


            Getaran meteor menyadarkan Seica, dia lekas menatap sekitarnya. Berwajah ketakutan melihat langit yang menggelap karena bola api besar yang semakin mendekat.


            “Sa-sadarlah kalian!! Kita harus menahan serangannya ...“ Seica berteriak dengan nada suara ketakutan dan keraguan.


            “Jika hanya satu meteor kita mungkin bisa mengatasinya. Tapi se-sebanyak ini .... Mustahil,” lelaki yang jauh lebih tua darinya terlihat menatap ketakutan serangan Chacha, semua orang di sana sudah putus asa.


            Seketika, gerbang dimensi maha besar muncul di tiga meteor yang yang jatuh ke arah mereka, memindahkan meteor tersebut. Itu ulah Hardy yang berkonsentrasi keras hingga keringat kelelahan terlihat bercucuran di wajahnya.


            “Kak Hardy –“ Seica terlihat bahagia melihat lelaki berambut merah muda itu jauh di belakangnya.


            “Jangan diam saja!!” kesal Hardy berteriak dan menutup sebelah mata, terus berusaha memindahkan ketiga meteor itu.


            Tiga panah bercahaya terlihat melayang ke salah satu meteor itu, menghancurkan meteor itu berkeping. Itu berasal dari Rina yang rambutnya sudah berubah menjadi putih, raganya sudah dikendalikan oleh salah satu malaikat tingkat atas. Dia membawa panah berwarna pelangi yang terus bercahaya.


            “Ini hanyalah salam pembuka darinya. Jika kalian tak bisa melewati ini, menyingkirlah dari sini, Manusia.” Rina berucap dengan suara yang menggema menusuk hati Seica dan yang lainnya. Matanya bersinar menatap Chacha yang memberikan senyuman kecil padanya.


             Rina mengkerutkan dahinya, kembali menarik tiga anak panahnya, bersiap menembakkan anak panahnya ke arah meteor yang masih tersisa.


            Tapi sisa dari dua meteor itu tiba-tiba bergemetar, dihancurkan. Memang tidak dalam waktu bersamaan, tapi dalam kurung waktu yang cukup cepat.


            Sang malaikat menurunkan busur, menatap sosok yang melayang turun dari langit dengan kecepatan suara.


            Sosok seperti iblis terlihat, berambut orange dan bermata biru bercahaya, kulitnya berwarna hitam seperti sisik naga. Sayapnya juga terlihat di punggung, seperti sayap kelelawar. Hanya tangan kanannya yang berwarna putih bercahaya, seolah memiliki tekanan sihir yang amat kuat.


            Ya sosok yang berdiri paling depan dan memberikan tatapan tajam pada Chacha itu terlihat seperti manusia setengah naga. Bukan naga sembarangan, melainkan naga legenda yang tak jelas asal usulnya.


            Chacha memberikan senyuman kecil pada mahluk itu, berucap dengan nada suara yang terdengar dipenuhi kesedihan.


            “Aku tak ingin kita seperti ini, mengingat kau adalah sosok berharga bagiku selain orang tua kita.”


            Sosok itu mulai berubah, sisiknya menghilang berubah menjadi kulit manusia. Sayapnya memudar terlihat menghilang. Dia menjadi sosok yang dikenali oleh sekitarnya.


            Ya sosok elf lainnya seperti Chacha, Kiril. Dia memberikan tatapan kesedihan padanya, membalas senyuman gadis yang melayang di atasnya.


            “Kau adalah satu-satunya wasiat berharga yang mereka tinggalkan. Aku akan melindungimu, bukan hanya karena wasiat kedua orang tua kita, melainkan karena kepedulianku padamu. Aku menyayangimu jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam. Takkan kubiarkan kau berakhir seperti ini, Chacha.”


            “Tidak ..., kau tidak pernah menyayangiku, Kakak.” Chacha membalas tatapan Kiril cukup dingin, lalu mulai menutup matanya dan mengucapkan perkataan yang sama seperti saat dia mengeluarkan 6 meteor sekaligus.


            “Release ....”


            Ombak setinggi 15 meter tiba-tiba muncul di bawahnya, mengepung benteng pertahanan timur Kerajaan Central. Untuk kesekian kalinya, para musuhnya dibuat terkejut oleh kemampuan Chacha yang mengerikan, kecuali kakaknya.


            “Ini bukanlah ilmu Kinesis, bukan juga ilmu sihir. Mau dilihat berapa kali pun kekuatan gadis ini benar-benar tak masuk akal ....” Hardy mengambil nafas berat, terlihat kelelahan sambil menatap khawatir tsunami yang mulai menerjang.


            Bersamaan dengan tsunami yang menerjang, sayap merpati besar tiba-tiba muncul di belakang punggung Rina. Gadis itu mulai terbang ke atas mendekati Chacha, lekas mengangkat busur, menarik anah panah, berucap dengan suara yang menggema.


            “Pertanyaan, mahluk apa kau sebenarnya? Kekuatan apa yang engkau miliki?”


            “....” Tak ada jawaban dari Chacha yang memejamkan matanya sesaat. Tapi setelah itu dia lekas menatap ke bawah menatap sang kakak yang kembali berubah manjadi mahluk setengah naga.


            Kiril memukul tanah dengan kedua tangannya, pukulannya lekas memberikan retakan besar pada tanah, lekas berubah menjadi  jurang yang mengelilingi benteng pertahanan. Serangan Chacha kembali bisa diantisipasi oleh sang kakak.


            “Kami masih menunggu jawabanmu, Chalica Senia Wisperia ....” Rina terlihat mengkerutkan dahinya, semakin menarik anak panahnya ke belakang. Nada suaranya semakin terdengar berat.


            Chacha mulai memberikan tatapan kecil pada Rina, tersenyum kecil dan berucap membalas pernyataan.


            “Caster Control, Karma, Comedenti, Leistraufurgis, Nimia Gratia. Sungguh banyak julukan untuk kekuatanku ini. Tapi yang jelas .... kekuatanku ini adalah karunia dari ibuku yang merupakan pahlawan besar di dunia kami, pahlawan terhebat yang kalian tipu dan peralat demi kemakmuran dunia kalian.”


            “Dea Charlotte ...?” Malaikat dalam tubuh Rina berucap pelan, mulai melonggarkan tarikan panahnya, lekas menurunkan busurnya sambil memberikan tatapan kecil pada sang lawan.


            Aura mengancam dari Chacha yang membuat malaikat tinggi itu menurunkan busurnya, ketakutan merasakan aura penuh dendam yang dikeluarkan Chacha.


            “Minggirlah, mahluk tak bernafsu. Biarkan aku menghancurkan harapan kalian satu-satunya itu. Kau mungkin tak tahu jika dunia ini harus diluruskan, berjalan semestinya dengan menerima takdir kehancurannya.” Chacha kembali berucap dengan tekanan nada yang berat dan tatapan mata tajam tanpa keraguan sedikitpun.


            “Chaca ...!” Kiril berucap, kepalanya mendongkak ke atas, memberikan tatapan kesedihan pada gadis yang menjadi adiknya itu.


            Kepala Chacha tertunduk ke bawah, membalas tatapan sang kakak. Dia mengubah ekspresi wajahnya dengan senyuman kecil yang indah.


            “Tujuan kita takkan pernah sejalan. Kita selesaikan semuanya sekarang, Kakak ....”Chacha mengangkat tangan kanannya ke arah sang kakak, mengabaikan Rina yang melayang di hadapannya. Menganggap jika sosok malaikat itu bukanlah ancaman untuknya.


***


            Di sebuah tempat antah berantah dengan padang rumput yang tertata rapih. Sosok wanita paruh baya bediri di tengah-tengah padang rumput itu. Rambutnya berwarna putih dengan ujung merah muda, wajahnya sangat mirip dengan sosok yang dipanggil Demigod oleh dunia. Ya putri pertama Kekaisaran Aeldra, Lapis.


            Langit berwarna biru, terlihat sangat cerah. Hembusan angin lembut memeluk dirinya yang berwajah kebingungan. Tak ada apapun di sana kecuali kolam kecil dengan tempat duduk untuk dua orang.


            Wanita berambut putih kemerahmudaan itu mulai berjalan mendekat, penasaran akan sosok kepala kecil yang terlihat dibalik bangku.


            Sesampainya di sana, ada gadis kecil duduk di atas bangku, berumur 5 tahunan, berpakaian baju terusan putih bercahaya. Dia memiliki rambut yang sama dengan Lapis. Wajahnya bercahaya, dan begitu menyilaukan. Membuat Lapis tak kuat untuk terus menatap wajahnya.


            Gadis kecil itu melempar roti kecil ke kolam, memberi makan ikan-ikan indah berwarna emas dan pelangi.


            “Kenapa kamu terus berdiri di sana, kenapa gak duduk saja?” gadis cilik berucap dengan nada suara yang tedengar lembut dan menyejukkan hati.


            Lapis semakin menunjukkan wajah kecemasan, sadar jika sosok dihadapannya itu bukan gadis kecil biasa. Memiliki firasat jika gadis kecil itu memiliki keberadaan yang amat kuat.


Dengan nada suara gugup dan pelan, Lapis pun mulai mengajukan pertanyaan.


“Si-siapa kamu? Dimana ini?”


Ini? Ini cuman dunia kecilku, taman bermainku.” Gadis kecil itu merentangkan kedua tangan, seolah sedang memperkenalkan tempat tinggalnya. Nada suaranya terdengar gembira. Jika wajahnya terlihat, mungkin senyuman lebar pasti terpampang di wajahnya itu.


“.....” Lapis terdiam cemas, kebingungan membalas pernyataan.


Duduklah Lapis D. Angelina, di sini, dekatku, di sisiku!” Gadis kecil itu berucap, mulai memukul-mukul tempat duduk di sampingnya, mengoyang-goyangkan kedua kakinya amat cepat. Terlihat sangat menggemaskan tingkahnya.


Lapis mengikuti kemauannnya untuk duduk di sampingnya. Tetap mempertahankan kewaspadaan pada si gadis kecil.


Tapi ketika Lapis duduk, gadis kecil itu mulai beranjak dari kursi, berdiri, dan melompat ke atas pangkuan Lapis. Duduk di atas kedua paha Lapis, membuat Lapis terkejut cemas karena tindakannya yang tiba-tiba.


Hehehe!!” Gadis cilik tertawa riang, terdengar gembira. Lapis semakin berwajah cemas, tapi meski pada akhirnya dia hanya bisa mengalah. Lekas menyunggingkan senyuman kecil menatap kepala mungilnya.


Hei hei, ceritakan tentangmu dong! “ kepala gadis kecil mendongak ke atas, ke arah Lapis yang masih memberikan senyuman.


“Ehh, ten-tentangku!?” tanya Lapis menutup matanya.


Em emm,” gadis kecil menganggukan kepala amat cepat.


“Em yah, baiklah namaku Lapis D. Angelina –“


Aku sudah tahu itu! Yang ingin kutahu itu seperti makanan atau minuman keskuaanmu!” sergah gadis kecil memotong ucapah Lapis.


“Ba-baiklah, aku suka kopi, membenci minuman yang manis-manis. Aku semua makanan kecuali daging kambing, Lalu ....”


Hobimu, hobimu!?


“Hobiku bermain dan jalan-jalan ke luar, tapi waktu kecil aku tak bisa memenuhi hobiku ini ....” Lapis tertawa kecil di akhir ucapan.


Ehhh kenapa gak bisa!?”


“Yah aku kan seorang Putri Kerajaan, para pengawal dan penasihat kerajaan selalu bawel tentang hal itu. Tapi ketika aku sudah cukup dewasa dan berkemampuan, akhirnya aku bisa memenuhi hobi ini ...,” senyum Lapis menatap si gadis cilik, kewaspadaannya mulai berkurang.


Wawawa, Lapis seorang Putri Kerajaan!? Kereen, keren!!” teriak bahagia si gadis cilik, hingga kedua tangannya terangkat ke atas, kedua kakinya kembali bergoyang cepat. Entah kenapa dia terlihat sangat senang dan bangga.


“....” Lapis hanya tertawa kecil melihatnya yang bertingkah menggemaskan.


Lalu-lalu gimana lagi?! Jika Lapis seorang Putri, apa Yang Mulia Halsy juga dipanggil Ratu di sana!?


“Malah lebih dari itu, selain dipanggil Ratu, ibunda juga dipanggil Demigod ....” Perkataan Lapis semakin mengecil, sadar akan pertanyaan dari gadis cilik yang mengetahui nama ibunya. Tak hanya itu, dia juga baru sadar jika si gadis belia itu juga memanggil namanya di pertemuan pertama.


Wawa Demigod!? Hahaha, apa itu panggilan untuk beliau!? Keren banget, aku semakin senang nih!” Si Gadis cilik tertawa riang kembali sambil berdiri dari pangkuan Lapis. Sedangkan Lapis hanya terdiam dan tak memberikan senyuman, terus memberikan tatapan penasaran akan siapa sosok gadis kecil di hadapannya.


Masih dalam posisi membelakangi Lapis, gadis kecil itu mulai berucap kembali mengajukan pertanyaan.


Satu hal lagi dong ..., ceritakan aku tentangnya, lelaki yang kau cintai itu, Lisienata,” dia menolehkan kepalanya ke belakang di akhir ucapan, tepat ke arah Lapis. Nada suaranya terdengar pelan seolah diselimuti keraguan.


Lapis membuka mulut berniat menjawab pertanyaan. Tapi ucapannya terhenti, terkejut melihat tubuhnya sendiri. Tubuhnya mulai memudar seolah ingin menghilang.


Wa-waktu habis? Apa ini gak terlalu kecepetan?” cemas gadis kecil, bertanya menatap langit di atasnya. Tapi tak lama setelah itu dia kembali menatap Lapis, berucap dengan nada pelan.


Yah tapi aku harus menyukuri hal ini. Aku berterima kasih atas kesempatan yang engkau berikan padaku, Ya Tuhan.”


“Tunggu kumohon katakan, siapa sebenarnya kau? Namamu!?” Lapis bertanya cepat, terdengar sangat cemas. Entah kenapa hatinya terasa sakit ketika menyadari perpisahan dengan si gadis kecil sudah datang. 


Gadis kecil itu terdiam sesaat, lalu berucap sebelum Lapis menghilang dari dunia tak dikenal itu.


Meski kau akan melupakannya nanti, aku akan tetap mengatakannya. Namaku .... Lievesley. Percakapan kita tadi benar-benar terasa menyenangkan, Lapis D. Angelina. Kuharap kita bisa berbicara seperti ini lagi, meski kutahu jika hal seperti itu takkan pernah terjadi lagi.”


Lapis melebarkan mata, terkejut ketakutan mendengar ucapannya. Dia menutup mulut dengan kedua mulut, menitiskan air mata setelah mendengar pernyataan gadis kecil yang begitu mengetarkan hatinya.


Lapis pun menghilang dari dunia yang ditempati si gadis kecil. Langsung terbangun kembali ke dunia nyata. Langit-langit ruangan berwarna putih langsung terlihat, cahaya lampu bersinar terang di dalam ruangan.


Dia terbangun dari alam mimpinya, duduk dan menyandarkan punggung ke tembok yang berada di belakang tubuhnya. Memegang kepala, memasang wajah cemas dan kebingungan. Tak bisa mengingat apa yang terjadi dalam mimpi yang sebelumnya ia alami. Ingatan tentang pertemuan dia dengan si gadis kecil itu menghilang.


“Apa ini?” Lapis bertanya sambil menyentuh pipinya yang basah. Air mata menitis, membasahi kasur yang ia tempati.


Bersamaan dengan hal itu, pintu hitam di samping kanannya terbuka, sosok lelaki yang dicintainya memasuki ruangan.


“Lapis, akhirnya kau bangun juga,” cemas lelaki itu bertanya sambil berjalan cepat mendekatinya.


“Aeldra, dimana ini? Apa yang terjadi ....” Lapis tak menyelesaikan ucapan. Secara perlahan kedua matanya mulai melebar, ingatan masa lalu yang kelam mulai berdatangan. Dia kembali menangis lebih dalam sambil menutup wajah, berucap dengan nada suara yang bergemetar.


“Kenapa ini bisa terjadi? Kenapa harus Selenia ...?”


“....” Aeldra tak menjawab, hanya berwajah cemas menatap Lapis yang menangis seperti itu.


“Ini salahku. Jika saja saat itu aku lebih cepat menyadarinya, mungkin aku bisa menyelamatkannya ...,” lanjut Lapis menurunkan kedua tangan, menutup mata amat rapat seolah menyesali perbuatannya di masa lalu.


“Sudahlah ini bukan salahmu, Lapis. Sekarang, jangan bertindak ceroboh lagi. Jika kau ingin pergi keluar, kumohon beritahu aku. Jangan pergi tanpa sepengtahuanku,” cemas Aeldra sambil menyentuh tangan kanannya, tak lupa memberikan tatapan dalam pada wanita di hadapannya. Seolah memberikan isyarat jika dia sangat khawatir tentangnya.


“Maaf, “ Lapis menjawab singkat, menolak kontak mata dengannya. Dia merasa bersalah dengan kedua pipi yang memerah.


Tak lama setelah itu, Lapis lekas menatap Aeldra kembali. Mulai bertanya pelan dengan senyuman keraguan terpampang di wajah.


“Ap-apa kita benar-benar bisa melewati hal ini, Aeldra ....?”


“Banyak hal yang terjadi setelah kematian ibumu, banyak nyawa yang harus dikorbankan demi kita. Maka dari itu, kita harus bisa melewatinya. Meski sampai saat ini, aku masih belum mengerti alasan mereka mengejar kita, Kiril dan yang lainnya mati-matian melindungi kita.”


“.....” Lapis tak menjawab, masih memberikan tatapan cemas pada lelaki di hadapannya. Aeldra yang melihat wajahnya seperti itu lekas berdiri, memberikan senyuman kecil dan berucap.


“Sudahlah jangan terus memasang wajah seperti itu. Kemana Lapis yang terlihat dingin dan keren di masa lalu. Apa setelah menjadi seorang Ibu sifatmu ini mulai berubah.” Aeldra mengusap kepala Lapis dengan lembut.


“Hei, siapapun pasti akan cemas jika dunia dalam kondisi seperti ini! Apa kau tak merasa cemas akan masa depan anak kita nanti!?” tukas Lapis terlihat kesal


“Tenanglah, dia pasti akan menjadi laki-laki yang kuat, dia pasti bisa melewati rintangan yang datang menghadangnya!” senyum Aeldra.


“Darimana kau bisa tau jika anak ini laki-laki?” datar Lapis bertanya sambil memegang perut dengan kedua tangan.


“Ini hanya perasaanku saja, Lapis. Anakku pasti laki-laki,“ Aeldra kembali duduk sambil mengamati perut Lapis.


“....” Lapis tak menjawab, tetap memasang wajah datar ke arah Aeldra. Suasana suram sebelumnya mulai memudar karena candaan Aeldra.


“Hei, apa dia sudah nendang-nendang?” senyum Aeldra kembali bertanya, berniat menempelkan telinganya pada perut Lapis.


“Eh, kau bodoh? Kandunganku ini belum sampai 2 bulan, tentu saja belum!” wajah Lapis memerah sambil memukul kepala Aeldra dengan kepalan tangan kanan.


“Hahaha, benarkah? Aku melupakan hal itu,” senyum cemas Aeldra sambil mengusap kepalanya.


“Yah, tapi semoga anak kita ini terlahir dengan sehat nantinya. Mendapatkan kebahagiaan selama hidupnya,” senyum Aeldra langsung menatap Lapis.


Lapis membalas senyuman Aeldra dengan kedua pipinya yang kembali memerah, berucap dengan nada suara yang lembut. “Ya ....”


 ***

4 comments: