Thursday, 17 May 2018

Prolog

Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Prolog

Harimau putih dengan seukuran gajah dewasa terlihat berlari mengejar laki-laki remaja. Rambut laki-laki itu lurus berwarna hitam pekat dengan bola mata yang berwarna coklat tua. Seragam SMA dengan jaket coklat usang terlihat ia pakai. Sedikit tak rapih.


Tas ransel sederhana berwarna hijau juga ia kenakan di punggung dengan Solar Powerbank yang menggantung pada bagian luarnya.


Lelaki berambut hitam itu terus berlari sambil mengangkat gadis berumur tujuh tahun dengan kedua tangan. Rambut gadis itu cukup panjang melewati punggung, dan berwarna kuning seperti lemon masak. Matanya berwarna biru dengan penutup mata di mata kiri. Dia yang rupawan memakai pakaian indah dan berkelas, layaknya seorang bangsawan.


Lelaki itu memasang ekspresi was-was di wajah sambil terus berlari menghindari kejaran sang harimau.


“Ka-Kakak!” pekik gadis kecil yang digendong sambil mengenggam tubuh sang lelaki cukup erat.


Seketika wajah sang lelaki itu semakin khawatir, mungkin lebih tepatnya kesakitan karena genggaman gadis itu yang terasa seperti cubitan.


“Rina, tenanglah! Kakakmu ini sedang berusaha keras untuk menyelamatkan nyawa kita!”


Perlahan, kedua mata gadis kecil bernama Rina itu mulai memerah. Tubuhnya terus bergemetar sambil melirik harimau yang terus mengejar dengan ganas dan buas.


“Ta-tapi ....”


Melihat Rina yang hampir menitiskan air mata, lelaki itu lekas berbalik dan menurunkan adiknya. Dia menyuruh sang adik untuk berlindung di belakang tubuhnya.


Dia mengambil sebuah batu di bawahnya. Menutup mata, mulai berkonsentrasi ingin memberikan serangan. Setelah itu, dia besiaga dan bersiap melemparkan batu yang ia genggam ke arah targetnya.


Tetesan keringat mulai terlihat di sekitar wajahnya. Mengalir pelan melewati pelipis kirinya. Dia yang terlihat cukup khawatir itu pun mulai bergumam risau dalam hati.


Semoga aku tak berlebihan ....”


Rina yang melihat hal itu seketika berwajah ketakutan sambil memegang erat baju sang kakak. Lalu lekas berteriak keras berniat memperingatkan sang kakak untuk tak memberikan serangan.


“Tunggu, Kakak!!”


Tapi sayang, lelaki itu telah melemparkan batunya ke arah harimau yang sudah menerkam mereka dengan nafsu membunuh yang kuat.


Pelepasan batu dari tangan kanannya terlihat amat menakutkan karena memberikan dampak besar pada sekitar. Dalam sekejap, batu yang dilayangkan lelaki itu menembus tubuh targetnya dengan amat sangat cepat dan kuat. Darah merah pun langsung keluar dari harimau yang terlihat perkasa itu.


Bahkan setelah menembus harimau itu, batu yang dilemparkan sang lelaki terus melesat jauh ke belakang.


Pepohonan terlihat tumbang. Burung-burung yang hinggap langsung berterbangan. Tanah yang dilewati batu itu terlihat membekas, memberikan jejak karena kecepatan batu yang di luar nalar.


Bagaikan tembakan Railgun yang menghancurkan apapun yang dilewatinya.


Harimau itu seketika melayang jatuh ke arah mereka dengan tatapan kosong tak bernyawa. Sang remaja laki-laki dan Rina hanya memiringkan tubuh untuk menghindari mayat monster yang masih melayang. Lalu, secara perlahan mereka melirik mayat harimau itu yang membentur tanah dengan sangat keras.


Setelah benturan itu, Rina lekas berlari cepat menghampiri mahluk itu yang mati secara menggenaskan. Bagian kepalanya berlubang besar hingga menuju ke bagian belakang.


Rina memberikan tatapan pilu pada mayat harimau yang beberapa saat lalu ingin menerkamnya.


“Kakak ...!” seru kesalnya menatap tajam sang kakak. Air mata berkilauan mulai menghiasi wajahnya yang cantik jelita.


“Ma-maaf ...,” remaja lelaki itu memasang wajah bersalah di hadapan adiknya.


“Kakak bisa kan jika hanya membuat Almbumy Tigris ini lumpuh. Kenapa sampai harus membunuhnya?” Rina bertanya sambil mengusap air matanya sendiri.


Ak-aku memang berniat seperti itu tadinya,”  batin khawatir sang kakak yang mengalihkan pandangan dari adiknya.


“Mungkin dia ini seorang ibu yang mencari makanan untuk anak-anaknya. Kenapa Kakak membunuhnya? Bagaimana dengan anak-anaknya nanti jika ibunya mati? Kakak sudah membunuh keluarga harimau ini yang bahagia!!”


Pemikiranmu terlalu berlebihan, Rina ...,”  batin sang kakak yang mulai menutup mata.


“....”


“Kakak harus minta maaf padany–“


“Baik baik, Rina. Kakak minta maaf. Untuk sekarang kita kuburkan saja jasadnya. Akan merepotkan jika ada orang lain melihat kita yang mengalahkan Sleazer berkelas C seperti ini,” keluh lelaki itu memejamkan mata sesaat.


“Ehh, kenapa ...? Padahal kejadian ini bisa jadi berita yang bagus untuk menyebarkan cerita Pangeran Hanafi dari Kerajaan OSIS,” Rina berucap dengan nada suara yang terdengar memberikan ejekan.


“Berisik ...,” remaja lelaki bernama Hanafi itu menggurutu sambil menutup matanya cukup erat seolah sedang memperlihatkan wajah yang menahan kekesalan.


Rina hanya tertawa kecil melihat ekspresi wajah yang ditunjukkan kakaknya.


Melihat tertawaan adiknya, Hanafi mulai melepas rasa kesal dan lekas menyunggingkan senyuman kecil padanya.


Setelah percakapan singkat mereka, Hanafi mulai menggali tanah dengan batu besar yang ia angkat dengan mudah. Berniat membuat lubang besar untuk peristirahatan terakhir sang harimau.


Sambil terus membuat lubang, Rina sang adik mulai duduk jongkok dan bertanya pada kakaknya.


Phyuser tipe fisik seringkali dianggap rendah oleh dunia ini. Mereka terkenal tak berguna dan terkenal tak bisa mengalahkan Eluser yang tipe magis. Jadi dengan kata lain, Eluser lebih diagung-agungkan dibandingkan Phyuser. Apa karena itu ‘kah Kakak ingin menjadi Eluser?


“Bukan Rina, aku ingin menjadi Eluser bukan untuk hal itu. Aku hanya ingin menjadi Eluser untuk mempelajari sihir perpindahan dimensi. Aku hanya ingin kembali ke dunia asalku,” senyum Hanafi sambil mengangkat harimau, dan melemparkannya ke dalam lubang yang ia buat sebelumnya.


“Ap-apa Kakak ingin meninggalkan Rina?” tanya Rina berwajah muram dengan suara hampir tak terdengar. Matanya berkaca-kaca menatap sang kakak penuh ketakutan.


Hanafi hanya tersenyum menatap adiknya yang menggemaskan. Dia mulai mengusap pelan kepala adiknya yang lembut dan berucap.


“Di dunia asalku ..., aku cukup kesulitan bertahan hidup. Tapi jika kau tak keberatan, kau boleh ikut denganku.”


“Rina pasti ikut!” senyum Rina dengan teriakkan yang dipenuhi harapan.



***

No comments:

Post a Comment