Friday, 25 May 2018

Chapter 3



Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Chapter 3
Pertempuran


          Sudah dua hari Hanafi sampai di dunia asing yang tak ia kenal. Sudah dua hari juga Hanafi menjadi tahanan dari Kerajaan Auram atas tindakannya yang melukai kedua putri terhormat.


Lapis dan kelompoknya terus berjalan ke utara hingga melewati padang rumput yang luas.


Kini, mereka bergerak maju mengikuti arus sungai yang hanya beberapa meter dari jalan. Air sungai itu terlihat bening dan bersih hingga pancaran sinar matahari menembus dasarnya.


Di hari yang cerah itu, sang putri dari Kerajaan Auram terlihat membaca buku di dalam kereta kuda dengan ekspresi keseriusan. Sedangkan Bella terlihat memandangi ikan-ikan yang berenang mengikuti aliran sungai dengan wajah bosan.


Beberapa menit kemudian, Lapis mulai menutup buku sambil memberikan lirikan sinis pada jendela kereta kuda sebelah kanan. Mungkin lebih tepatnya melirik waspada air sungai yang sedang dilihat oleh Bella.


“Lapis ...?” Bella ikut berwajah cemas menatap sahabatnya.


“Ya, tapi kita hanya perlu berjaga saja, jangan sampai turun tangan. Biarkan para prajurit melakukan tugasnya,” jelas Lapis sambil menutup mata.


“Aku tau ...,” senyum kecil Bella.


Tak lama berakhirnya percakapan kedua putri itu, orang-orang tak dikenal tiba-tiba bermunculan dari dalam air. Jumlahnya sekitar 20 orang, dua kali lebih banyak dari pasukan yang mengawal kereta. Mereka mengepung rombongan Lapis sambil membawa senjata seperti pedang dan tombak.


Para prajurit lekas membentuk lingkaran untuk melindungi kereta kuda beserta isinya. Wajah mereka terlihat khawatir sambil bersiaga untuk bertempur.


“Lindungi Para Putri! Jangan biarkan orang-orang barbar ini menyentuh mereka!!” teriak salah satu prajurit yang cukup tua. Nada suaranya terdengar berwibawa  seolah meyakinkan rekannya untuk berani melawan para musuh yang menyerang.


“Para bandit sialan! Ini sudah ketiga kalinya kita mendapatkan serangan,” kesal prajurit muda yang sebelumnya ingin mengeksekusi Hanafi.


“Ti-tiga kali?! Kau serius, Abbas!?” pekik Hanafi terkejut sambil melirik lelaki yang kini cukup dekat dengannya itu.


“Aku serius, tenang saja Hanafi. Mendekatlah dengan kereta. Biar kami yang mengatasi mereka,” senyum Abbas terlihat bersemangat.


Pada akhirnya pertempuran pun terjadi. Para bandit mulai berlarian menyerang ke arah kereta. Para prajurit pun mulai berjalan menghampiri mereka untuk menyambut datangnya pertempuran.


Abbas melangkah maju dengan penuh keberanian. One-handed Sword terlihat ia genggam erat dengan kedua tangan. Dia menghindari tebasan vertikal salah satu musuh dengan melompat ke samping kanan, lekas berjalan cepat memutari musuh itu dan menebas amat cepat punggungnya.


Meski masih muda, gerakan Abbas terlihat berpengalaman dan tidak banyak membuang tenaga. Dia mengandalkan kegesitan dan kecepatan slash-nya untuk melawan musuhnya yang memiliki tubuh lebih besar.


Tidak hanya Abbas saja, lelaki tua berwibawa yang sebelumnya berteriak juga terlihat mahir dalam menggunakan tombak. Dia berlari amat cepat, melompat, dan berputar secara vertikal hingga mengalahkan tiga orang sekaligus. Tusukannya sangat akurat dengan refleks cukup bagus ketika tebasan pedang para bandit itu datang padanya.


Me-mengagumkan!! Inikah pertarungan sesungguhnya? Aku pernah ikut menemani les kendo bersama Dimas. Tapi ini benar-benar berbeda dengan olahraga beladiri yang kupelajari,” batin Hanafi memberikan tatapan kagum pada para prajurit yang bertarung dengan gagah berani.


Tidak hanya gaya bertarung individu mereka yang baik, tapi kerjasama mereka untuk membantu rekannya pun terlihat cukup bagus. Ketika Abbas terlihat lengah dan akan mendapatkan tusukan di titik butanya.


Seorang prajurit dengan pedang dan perisai datang meberikan bantuan. Menahan tusukan yang mengarah punggung Abbas dengan perisainya. Abbas yang melihat hal itu lekas bertukar tempat dengannya dan  menebas leher musuh tersebut. Begitu pula dengan prajurit yang membawa perisai. Dia menebas dada bandit yang berlari menerjang ke arahnya.


Bantuan yang bagus, Gill ...,” senyum Abbas bersemangat dan melirik rekannya.


“Itu tak seberapa, Bocah.” senyum bahagia Gill menutup matanya sesaat. Setelah itu mereka berpencar kembali dan mengalahkan musuh yang tersisa.


Pertarungan berlangsung amat sengit dan begitu menggelora. Membuat perasaan campur aduk semakin memenuhi perasaan Hanafi yang pertama kali melihat pertempuran.


Meski jumlah pasukan penjaga kalah dari para bandit, tapi alur pertempuran bisa diambil alih. Mereka terlihat lebih berpengalaman dan berketerampilan dibandingkan musuhnya.


Bella hanya tersenyum melihat kelompoknya yang menguasai jalannya pertempuran dengan sangat baik. Gadis itu terlihat bahagia karena korban dari pihaknya yang belum satupun gugur.


Berbeda dengan Bella, Lapis malah terlihat tidak peduli. Dia kembali membaca bukunya dengan wajah penuh konsentrasi.


“Hei Lapis, di luar sana prajurit kita sedang bertempur dan mempertaruhkan nyawanya demi melindungi kita. Setidaknya kamu bisa melihat perjuangan mereka,” senyum kecil Bella melirik sahabatnya.


“Jangan berlebihan seperti itu, Bella. Ini memanglah tugas mereka. Selain itu, semua prajuritku terlatih. Bukan hal yang aneh jika mereka dapat dengan mudah memenangkan pertempuran ini.” Lapis berucap dan tetap membaca bukunya tanpa membalas tatapan Bella.


“....” Bella hanya mempertahankan senyuman kecilnya yang seolah berisi kecemasan untuk Lapis.


“Ah iya, ngomong-ngomong apa kalian masih belum menemukannya?” lanjut Bella bertanya dan merubah topik pembicaraan. Nadanya terdengar pelan tapi masih tetap terdengar oleh Lapis.


Lapis menutup mata. Menundukkan kepalanya perlahan. Dia juga terlihat menutup buku yang ia baca dengan kedua tangan yang sedikit gemetar.


Bella yang melihat hal itu sontak berwajah semakin khawatir sambil mengalihkan pandangan dari sang sahabat dan berucap.


“Aku yakin kerajaanmu akan segera menemukan beliau.”


“Ada sebuah rumor ...,” pelan Lapis yang masih menundukkan kepalanya. Lalu mulai memegang kening dengan tangan kanan yang masih sedikit gemetar.


“Sebuah rumor?” tanya gadis berambut hitam itu kembali melihat sahabatnya penuh penasaran.


“Bahwa raja kami pergi ke Benua Perona ...,” senyum sedih Lapis mengangkat kepala dan membalas tatapan sahabat.


Bella seketika melebarkan kedua mata, syarat dari dirinya yang terkejut. Seluruh permukaan tubuhnya merinding setelah mendengar pernyataan sang sahabat.


“Raja Leonheart?!”


“Ya ....” Lapis menjawab singkat dengan kepala terangguk pelan.


“Ta-tapi akses jalan menuju benua itu hanya bisa dilalui lewat perairan Samudera Nigrum Ness. Beberapa orang yang dikirim untuk melakukan penyisiran benua Perona dihancurkan oleh Sleazer kelas S!
Kamu juga tau kan jika mahluk itu adalah monster raksasa kuno yang berbentuk ular hitam dan mengerikan. Dia adalah penguasa samudera yang menjadi pembatas benua kita dengan benua sebrang selama ribuan tahun bahkan mungkin jutaan tahun, Lapis.” Bella menjelaskan dengan tubuh yang mulai bergemetar. Wajahnya juga diliputi ekspresi kekhawatiran amat dalam.


“Apa kau lupa siapa sebenarnya raja dari kerajaan kami?” senyum Lapis bertanya.


“Dia Eluser berperingkat S. Dia satu dari dua orang yang mencapai tingkat tertinggi di benua ini selain Sesepuh Arina dari Kerajaan Angelwish. Tapi tetap saja bahkan dengan kekuatannya pun ....“ Bela menjawab pelan dengan pandangan teralihkan ke samping.


Meski begitu, dia adalah pahlawan dari kerajaan kami. Eluser tipe api terkuat, Leonheart Auram, ” senyum Lapis memegang dada dengan tangan kanannya yang gemetar.


Senyuman yang ia perlihatkan adalah senyuman penuh kebanggaan akan kemampuan lelaki bernama Leonheart itu.


Aku tau itu. Ta-tapi tetap saja, Lapis! Meski ayahmu sekalipun takkan bisa melukai mosnster–“


“Tenanglah, Bella. Aku bilang ini hanya rumor. Bukan berarti dia benar-benar pergi ke benua monster itu.” Lapis menyela pendapat Bella.


....” Bella tak menjawab dan hanya bisa menatap Lapis dengan penuh keprihatinan.


“Aku akan marah jika kau memberikan tatapan itu terus,” Lapis bergumam kesal. Dia kembali membaca bukunya tanpa melihat sahabatnya.


Bella hanya bisa menundukkan kepala sambil mengepalkan kedua tangannya amat erat. Lekas membuang pandangan dari sahabatnya.


Kembali ke pertarungan antara prajurit dan para bandit dengan area pertarungan yang mula meluas.


Para bandit terus berdatangan berniat merampas segala isi yang berada di dalam kereta. Korban mereka sudah terlalu banyak berjatuhan, alhasil mereka mengeluarkan kekuatan penuhnya untuk melakukan gempuran terakhir.


Beberapa prajurit sudah gugur berjatuhan dengan darah di sekujur tubuh mereka. Para prajurit benar-benar kalah jumlah. Mungkin perbandingannya jumlah pasukannya satu berbanding lima.


“Hanafi!!” teriak Abbas berjalan mundur mendekati Hanafi yang masih berwajah ketakutan. Tidak mengherankan, ini pertama kalinya dia melihat beberapa orang meninggal dan berubah menjadi mayat di medan pertempuran.


“Ak-aku mohon bantu kami! Mungkin permintaanku egois dan berlebihan. Tapi tolong lindungi Putri Bella dan Lapis. Lindungi kedua gadis itu dengan nyawamu hah hah hah ...,” nada bicara Abbas terdengar berat karena kehabisan nafas. Pandangannya terlihat lelah karena luka sayatan di perutnya yang cukup dalam.


“Eh, ka-kau pasti bercanda kan!?“ teriak Hanafi yang masih diselimuti ketakutan. Dia juga terlihat cemas melihat Abbas yang di ambang batasnya.


“Ak-aku tau jika kau bukan lelaki sembarangan. Kamu adalah lelaki yang kuat hingga bisa bertahan di Yellow Forest seorang diri. Kamu adalah lelaki yang tehormat hingga bisa mengucapkan perkataan itu ....”


Hanafi semakin terlihat ketakutan menatap Abbas yang berjalan dan melangkah maju kembali memasuki pertempuran.


            “Ambil ini!!” teriak Abbas melemparkan One-Handed Sword­-nya hingga beberapa meter di depan Hanafi. Pedang itu menancap tajam pada tanah seolah menunggu untuk dicabut pemegangnya.


            Lepas itu Abbas berlari memasuki pertempuran sambil mengambil tombak temannya yang sudah gugur. Dia melompat dan menusuk salah satu bandit tepat di jantungnya.


Tombak itu cukup lentur, dan Abbas memanfaatkan kelenturan itu untuk berayun dengan musuh itu sebagai pemicunya. Dia melompat ke atas cukup tinggi. Mulai berteriak dengan suara yang amat lantang ke arah dua musuh yang mengepung Gill.


“Jayalah Auram!!”


Bersamaan dengan teriakannya itu Abbas mulai memukul tanah amat keras ke arah mereka. Getaran cukup keras mulai muncul di sekitarnya, hingga mengangkat debu ke atas tanah dan membuat jarak pandang musuh terhalang.


Keseimbangan musuh juga terlihat berantakan karena getaran yang ditimbulkan Abbas. Lelaki bermata kuning itu lekas menyerang musuh yang kesulitan untuk melihat. Dia menusuk musuh di samping kanannya tepat di jantung dan menendang musuh di samping kiri dengan kaki kirinya.


Lelaki itu mulai berputar berniat menyelesaikan musuh yang belum ia habisi. Melompat dan memberikan dua tusukan tepat pada perut dan dada musuh yang baru saja terkena tendangannya itu.


“Ak-aku berhutang padamu, Bocah,” senyum Gill yang terlihat sangat lega. Lelaki berambut cukup panjang dengan warna hitam itu sungguh memperlihatkan tatapan bahagianya pada Abbas.


“Apa maksudmu, Gill. Kau juga tadi menyelamatkanku,” Abbas membalas senyuman rekannya.


Sadar tak memiliki waktu untuk terus berbicara, mereka pun kembali menyerang musuh yang kembali berdatangan. Memperjuangkan harga diri beserta kehormatan lambang kerajaannya.


Kembali ke tempat Hanafi yang berada di dekat kereta kuda. Wajahnya yang terlihat khawatir terus memberikan tatapan pada pedang yang menancap tanah di hadapannya.


Astaga. Apa pelajar sepertiku harus terlibat dalam pertempuran ini ...?”


“Selain itu ...,” batin Hanafi yang masih berwajah khawatir. Secara perlahan, dia mulai menatap kedua tangannya yang masih terikat tali. Kembali mengeluh dalam hati sambil memejamkan matanya cukup erat.


Bagaimana aku mencabut pedang di hadapanku jika kau tidak melepaskan tali yang masih mengikatku ini, Abbas.”


Bella yang sempat murung tak sengaja melihat Hanafi lewat jendela. Dia lekas tersenyum bersemangat sambil berucap.


“Hei, sepertinya lelaki itu akan ikut bertarung.”


“Benarkah? Bagus kalau begitu. Kita lihat ..., sekuat apa lelaki itu hingga kamu terus-terusan memujinya,” senyum Lapis dengan nada merendahkan. Dia juga mulai menatap Hanafi lewat jendela dekat Bella.


Membalas ucapan Lapis, Bella hanya tertawa kecil dengan senyuman kecil yang terlihat murung. Gadis rupawan berambut hitam itu mulai memejamkan mata perlahan, dan berucap dalam hati terdalamnya.


Sampai kapan kau mau bersikap arogan seperti ini, Lapis ....”


Lapis menutup bukunya sambil memasang ekspresi wajah keseriusan menatap Hanafi. Tidak hanya itu, dia juga dengan sigap memperhatikan sekitar seolah telah menyadari akan keanehan di sekelilingnya.


“Bella, apa pertempuran sudah selesai?” tanya Lapis melirik sahabatnya.


“Tidak, memangnya kenapa ....,” Bella terdiam dan tak menyelesaikan ucapan karena sadar jika sekitarnya yang terdengar hening. Dia mulai melihat tanah, lalu terlihat lah pasukan dan para musuhnya yang berjatuhan gugur.


“Siapa?!” Lapis terlihat marah menatap pasukannya yang mati dengan sayatan di sekujur tubuh mereka.


Mu-mungkinkah seorang Phyuser? tanya Bella menatap penuh kecemasan pada sang sahabat.


Tidak mungkin seorang Phyuser repot-repot mengikuti para perampok ..., paling-paling hanya pengguna pedang yang lebih kuat dari Abbas, ” senyum Lapis yang terlihat kesal, lalu kembali memberikan lirikan pada Hanafi.


Kembali lagi ke tempat pertempuran yang cukup jauh dari kereta kuda.


Abbas, Gill, dan prajurit tua yang sebelumnya memberikan semangat terlihat berhadapan dengan lelaki besar dengan Two-Handed Sword di tangan kanannya.


Rambut lelaki yang berwarna coklat tua itu mulai bergerak karena hembusan angin lembut yang kembali datang. Matanya yang tajam berwarna kuning mulai menatap rendah Abbas dan yang lainnya

.
Gill, apa dia seorang Phyuser ...?” Abbas bertanya dengan kekhawatiran yang terlihat jelas.


“Ya, itu terlihat jelas dari kekuatan tak masuk akalnya ...,” senyum khawatir Gill menatap musuhnya yang mengangkat Two-Handed Sword dengan satu tangan.


Setelah menggiringnya ke sini, apa rencanamu selanjutnya, Paman Gam?” lanjut Gill bertanya melirik lelaki tua di samping kanannya.


“Tak ada. Jadi kita tidak punya pilihan lain selain menahannya sampai mereka pergi. Aku dan Gill akan membuatnya sibuk sebentar. Abbas, kau beritahu Sang Pangeran untuk pergi dari sini dan melindungi kedua tuan putri kita,” senyum Gam berucap pelan sambil mengacungkan tombaknya ke arah musuhnya yang bertubuh besar.
“Sang Pangeran?” Untuk sesaat Abbas terlihat kebingungan, tapi pada akhirnya dia mengerti dan tersenyum sambil menutup matanya sesaat.


“Begitu ....“ Abbas mulai berlari cepat menghampiri kereta kuda.


“Setelah aku memberitahunya. Aku akan kembali lagi kesini, jadi sampai saat itu tiba tunggulah!lanjut Abbas sambil berlari meninggalkan kedua rekannya.


“Jangan memaksakan dirimu, Anak Muda! Kami berdua sudah cukup menahannya. Alangkah lebih bijak jika kau juga pergi bersama mereka.” senyum Gam melirik Abbas di belakangnya. Gill juga terlihat menganggukkan kepalanya dengan senyuman kecil.


“Tidak, tunggu saja! Aku pasti kembali!” teriak Abbas keras kepala sambil menolehkan kepalanya ke arah mereka berdua.


“....”


Setelah kepergian Abbas, keheningan mulai terasa. Tapi itu tak berlangsung lama ketika lelaki bertubuh besar mulai menyunggingkan senyuman merendahkan pada Gill dan Gam yang bersiaga.


Ketegangan benar-benar terasa. Intimidasi musuh benar-benar menusuk keberanian kedua prajurit itu yang mulai memasang wajah kecemasan. Mereka hanya bisa terus menatap penuh siaga pada musuhnya yang mulai mengangkat pedang besar.


Hanya hitugan beberapa detik saja sampai pertempuran kembali dimulai.


Di lain tempat dengan waktu yang sama, dekat dengan kereta kuda milik Putri Lapis dan Bella.


“Hanafi, pergi dari sini!! Lindungi Putri Lapis dan Bella dengan nyawamu selama perjalanan!” teriak amat keras Abbas yang masih berlari ke arah kereta kuda.


“Hei Abbas!! Bagaimana aku melindungi mereka jika tanganku …!“ teriak Hanafi menjawab sambil mengangkat tangannya yang masih terikat.


Tapi, perkataanya itu lekas mengecil dan menghilang setelah mendengar benturan amat keras di belakang Abbas.


Abbas juga terlihat terkejut dan mulai menolehkan kepalanya ke belakang. Tapi, bersamaan dengan itu juga dia mendapatkan tebasan cukup besar dipunggungnya.


Ap-apa ...!?


Darah merah langsung keluar dari tubuh kecilnya. Lelaki muda yang memiliki kemampuan cukup baik itu seketika jatuh ke depan dengan tatapan yang kosong, seolah jiwanya telah melayang meninggalkan raga.


“Abbas!!” teriak Hanafi cukup terguncang ketakutan melihat orang yang cukup dikenalnya itu gugur. Lelaki yang membunuh Abbas seketika berlari cukup cepat mendekati Hanafi.


Kecepatannya benar-benar tidak normal. Tidak seperti manusia pada umumnya.


Seluruh permukaan tubuh Hanafi merinding ketakutan. Dia lekas memotong tali ikatannya dengan mata pedang dihadapannya. Kini tali itu terlihat seperti gelang di masing-masing tangannya.


Setelah itu dia lekas mengambil pedang di hadapannya sambil melompat menghindari musuhnya yang melakukan serangan.


Tebasan vertikal lelaki itu amat cepat hingga menabrak tanah. Wajahnya cukup terkejut melirik Hanafi yang menghindari serangannya yang cepat dan kuat.


            Gi-gila, apa-apaan ini!? Aku benar-benar hampir mati tadi!!” batin Hanafi membelalakkan kedua mata. Lekas berdiri dan menatap ketakutan lelaki yang memiliki kekuatan tak normal.


            “Kau ..., bisa menghidari tebasanku?” lelaki itu bertanya dengan senyuman ganjil. Kedua matanya yang terus melebar benar-benar tertuju pada Hanafi.


            “Ya haha ..., ke-kebetulan yang mengerikan, bukan?” senyum cemas Hanafi berjalan selangkah mundur dengan kedua bola mata yang memerah, terlihat ingin menangis karena ketakutan yang hebat.


            “....” Keheningan kembali muncul setelah ucapan Hanafi. Tapi itu tak lama sampai lelaki pemegang pedang besar kembali berucap.


Namaku Gadambor, aku seorang Electus kelas E ....” Senyum lelaki itu yang terlihat bersemangat sambil memberikan tatapan Hanafi secara menyeluruh.


“La-lalu kenapa kau memperkenalkan dirimu padaku?” tanya Hanafi cukup khawatir menolak kontak mata dengan musuhnya. Kedua tangannya tetap bergemetar, dan itu wajar dari dia yang hanya seorang pelajar. Tidak hanya itu, sekitarnya yang dipenuhi oleh mayat benar-benar tak biasa untuknya.


“Karena kau berbeda dengan mereka. Kau bisa menghindari tebasanku dengan mudah ...,” senyum Gadambor menancap pedangnya pada tanah. Mulai memegang ujung pedang itu dengan kedua tangan. Terlihat seperti ksatria yang memiliki harga diri yang tinggi.


Dia terlihat membusungkan dadanya menatap Hanafi yang mulai memasang kuda-kuda. Kuda-kuda dasar dari permain pedang kendo.


Kedua tangannya masih bergetar sambil menatap Gadambor penuh kekhawatiran. Kedua kakinya terlihat kaku cukup ketakutan karena aura pertempuran yang semakin menegang.


Bre-brengsek! Ap-apa-apaan ini! Ak-aku tau aku akan mati di sini, tapi setidaknya aku bisa sedikit melakukan perlawanan!” batin Hanafi menguatkan diri menatap cemas lawannya.


Bella yang melihat kuda-kuda Hanafi mulai terlihat cemas, tidak seperti Lapis yang terlihat tak sabar melihat aksi lelaki yang membuatnya penasaran.


Lapis, kamu tolong dia. Ini tidak baik,” ucap Bella sambil mengepalkan kedua tangan memegang roknya.


“Bukankah kamu ingin melihat seperti apa kekuatannya?” ucap Lapis bertanya.


“Aku tarik kata-kataku! Dia hanya penduduk biasa! Lihat kedua tangannya yang gemetaran itu,” khawatir Bella yang mengepalkan kedua tangannya semakin erat hingga bergemetar.


“Selain itu lihat kuda-kudanya! Benar-benar aneh! Dia benar-benar pemula!!” Bella berteriak pada sahabatnya. Lapis hanya melirik Hanafi sambil menutup telinga seolah tak peduli akan permintaan sahabatnya.


“Aku tidak mau yah. Untuk apa aku menolongnya? Tak ada untungnya. Kenapa kau tidak saja yang menolongnya–“


            “Aku sedang Upgrade Class!! Mana mungkin aku bisa menolongnya sekarang!” kesal Bella berteriak pada sang sahabat.


Tapi, Lapis tetap keras kepala dan mengabaikan permintaan sahabatnya. Dia hanya memberikan tatapan datar pada Hanafi.


            “Lapis ....” Bella memasang wajah kecemasan menatap sahabatnya yang menatap pertarungan Hanafi dan Gadambor.


       Gadambor mulai mengangkat kembali pedangnya dengan tangan kanan. Mulai mengacungkan pedangnya itu tepat di depan wajah Hanafi yang masih mempertahankan kuda-kuda kendonya.


            “Kuda-kuda macam apa itu?!“ senyum Gadambor yang merendahkan. Tapi Hanafi tetap diam, mengambil nafas amat dalam berniat menenangkan pikiran, dan berkonsentrasi mempertahankan kuda-kudanya.


Melihat tak ada respon dari Hanafi, Gadambor mulai memasang wajah kekesalan sambil melakukan ancang-ancang serangan.


Dalam kurun waktu yang cepat, Gadambor lekas berlari dengan kecepatannya yang tidak normal.  Mengangkat tangan kanan yang memegang pedang besar, dan melayangkan serangan vertikal dari atas ke bawah sambil berteriak.


            “Sungguh menyedihkan sekali!!”


            Hanafi tetap menutup mata sambil memiringkan tubuhnya sedikit. Dia menyentuh pelan pedang musuhnya dengan pedangnya. Membelokkannya ke kanan hingga tak mengenai tubuhnya.


            Dia berjalan perlahan melewati Gadambor yang kehilangan keseimbangan karena kekuatannya sendiri. Lalu saat dia berjalan melewati Gadambor, Hanafi mulai memukul punggung Gadambor dengan sikunya, menendang kaki kirinya hingga membuatnya terjatuh ke depan karena keseimbangannya yang hancur.


            Gadambor langsung tersungkur jatuh ke depan dengan sangat keras. Kepala terlebih dahulu dan darah dari dahi dan kedua pelipisnya pun keluar.


            Lapis dan Bella seketika membelalakkan kedua mata menatap kejadian yang cukup singkat itu. Gadambor memasang wajah terkejut dengan tatapan kosong karena dijatuhkan dengan mudah oleh Hanafi. Dia benar-benar kebingungan karena bisa terjatuh hingga mendapatkan luka di wajah.


            “Ak-aku bisa!? At-atau mungkin itu hanya kebetulanku lagi?” khawatir Hanafi dengan kedua tangan yang masih gemetar ketakutan. Berjalan mundur menjauhi Gadambor sambil mempertahankan kuda-kudanya.


            “Ap-apa yang dia lakukan tadi?! Ba-bagaimana dia bisa menjatuhkannya!?” Bella bertanya terbata-bata menatap Hanafi yang tersenyum menguatkan diri.


            “Ak-aku tak tau .... Tapi, sekarang kita tahu jika kuda-kuda lelaki itu bukan main-main. Itu bukan kuda-kuda sembarangan,” Lapis menyentuh dagu dengan tangan kanan yg mulai gemetar. Tak lupa memberikan tatapan terkejut seperti Bella. Bahkan dia tak sadar jika bibirnya yang indah itu sedikit terbuka karena rasa keterpukauannya pada Hanafi.


            “Bedebah ...! Apa yang baru saja kau lakukan tadi?!” Gadambor berteriak murka sambil bangkit. Tatapannya semakin tajam hingga menusuk keberanian Hanafi.


            “Ah, ke-keren ..., sekarang aku malah membuatnya semakin marah ...,” senyum Hanafi semakin khawatir. Kedua tangannya kembali bergemetar.


            Gadambor kembali berlari cepat menghampiri Hanafi. Kedua tangannya yang memegang pedang sudah ia angkat ke atas bersiap menebas lelaki berambut hitam itu. Tebasan demi tebasan dia layangkan pada anak SMA yang terlihat sangat ketakutan.


            Tapi untuk beberapa alasan yang tak diketahui, Hanafi menghindari semua tebasan amat cepat itu dengan mudah. Dia melebarkan kedua matanya seakan jika dirinya juga terkejut akan reaksi tubuhnya.


            “Entah kenapa, gerakan lelaki ini lebih buruk dari gerakan pemula. Selain itu, entah cuman perasaanku saja tapi gerakan lelaki ini juga amat sangat lambat ...,” batin Hanafi sambil terus menghindari serangan Gadambor. Matanya terus melebar karena reaksi tubuhnya sendiri yang di luar nalar.


            “Bangsat!! Apa-apaan bocah ini?! Dia benar-benar bisa melihat semua seranganku!!” kesal Gadambor cukup khawatir. Terus berusaha keras melayangkan tebasan untuk mengenai tubuh lelaki yang jauh lebih kecil darinya itu.


            Bella terlihat menatap kagum Hanafi. Kedua matanya terus melebar. Bibirnya terangkat seolah tersenyum mengagumi semua gerakan Hanafi. “He-hebat ....”


            Berbanding terbalik dengan Bella. Lapis yang sebelumnya bersikap arogan malah terlihat memberikan tatapan penuh khawatiran pada Hanafi. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya amat erat sambil bergumam pelan. “Ini tidak baik, yah ....”


            “Eh Lapis, kau mengatakan sesuatu?” tanya Bella melirik sahabatnya.


            “Ti-tidak, bukan apa-apa!” Lapis sedikit khawatir memalingkan wajahnya.


            Gadambor terlihat mulai kesal karena gerakan Hanafi yang terlatih. Dia seketika menghentikan serangannya dan mulai berkonsentrasi menutup mata.


Kalau begitu bagaimana dengan ini!” batin Gadambor mulai menutup mata terlihat berkosentrasi. Perlahan, pedangnya pun mulai bercahaya keunguan.


Hanafi yang melihat hal itu hanya terdiam dan terkejut penasaran akan apa yang ingin dilakukan musuhnya. Kedua tangan Bella terlihat bersemangat seakan tak sabar ingin melihat gerakan Hanafi untuk menghindari serangan Gadambor.


Tapi justru sebaliknya, Lapis malah terlihat semakin khawatir menatap Hanafi sambil berucap mengeluarkan isi hatinya secara tak sengaja. “Aw-awas, menjauhlah dari sana!” Suaranya terdengar lebih feminim  dengan kedua pipinya yang memerah.


La-Lapis?” Bella bertanya dan terkejut melirik sahabatnya.


“Mati kau bocah!!” teriak Gadambor menancapkan pedang bercahayanya pada tanah. Dan seketika datang lah gempa cukup besar di sekitar mereka. Hanafi kehilangan keseimbangan lalu terjatuh, dan saat itulah Gadambor mengibaskan pedangnya ke arah Hanafi dari jarak jauh.


Angin tajam langsung muncul dan melesat cepat ke arah Hanafi yang kesulitan menghindar. Tapi Hanafi lekas memutar pedangnya secara vertikal, memegang mata pedangnya cukup cepat. Darah merah langsung keluar dari kedua tangannya.


Hanafi mendorong tanah dengan gagang pedang sebagai tumpuan. Alhasil tubuhnya terdorong ke belakang dan dia dapat menghindari serangan mengerikan Gadambor. Tapi kedua tangannya terluka, bahkan untuk memegang gagang pedang saja dia terlihat kesulitan.


Bocah ini benar-benar ...!” batin Gadambor yang terkejut membelalakkan kedua mata.


“...!!” Lapis semakin menatap khawatir Hanafi yang terluka. Bella yang masih melihat sahabatnya itu mulai tersenyum dan bergumam dalam hatinya.


Lapis, entah sudah berapa lama kau menyembunyikan ekpresi itu. Ekpresi seorang gadis yang takut akan kehilangan hal beharga baginya.”


Banyak yang sudah kamu lalui. Banyak masa lalu yang membuat hatimu terluka hingga menjadikanmu gadis arogan seperti ini. Tapi mungkin, lelaki itu dapat mengembalikanmu kembali menjadi gadis yang penuh kasih sayang lagi,” senyum Bella melanjutkan dalam hatinya. Setelah itu dia mulai membuka mulutnya dan berteriak.


“Lapis, selamatkan dia!! Dia memang tidak mungkin menang melawan seorang Phyuser!!

“Aku tidak mau! Kenapa putri sepertiku ini harus menolongnya ...!” Lapis kembali bersikap arogan dan keras kepala. Tapi kali ini kedua tangannya terlihat ia kepal amat erat seakan ketakutan.


“Lapis, aku akan berhenti menjadi sahabatmu jika kau tidak menolongnya!!” teriak kesal Bella pada sahabatnya.


Lapis seketika berwajah ketakutan. Dia cukup terkejut akan apa yang diucapkan sahabatnya itu.


“Ba-Baiklah, aku hanya harus menyelamatkannya, kan?!”  teriak kesal Lapis yang mulai turun dari kereta kuda. Sedikit menyunggingkan senyuman tanpa pengetahuan sahabatnya.


Semua pandangan langsung tertuju pada gadis berambut putih itu, tak terkecuali bagi Hanafi.


“....” Hanafi hanya terdiam terkejut dengan tatapan kosong menatap Lapis yang turun dari kereta kuda.


“Ber-berterima kasihlah, Budak. Karena sahabatku ..., aku akan menolong–“ kesal Lapis berucap sambil menutup mata dengan pipi yang sedikit memerah. Tapi perkataanya terpotong oleh Hanafi yang berteriak dengan nada tinggi.


“Kenapa kau turun, Putri Bodoh?!”


Bo-bodoh!?“ Lapis lekas membelalakkan kedua mata, syarat dari dia yang terkejut mendengar ucapan Hanafi. Lalu perlahan ekspresi kekesalan tersungging di wajahnya sambil menggeram.


“Aku turun karena berniat menolong–“


“Cepat masuk dan pergi dari sini! Jika kau mati di sini juga, pengorbanan Abbas dan lainnya akan jadi sia-sia!!” teriak kesal Hanafi menyanggah ucapan Lapis. Lalu lekas berlari mendekati Lapis dan membelakangi dirinya.


Ak-aku tau jika aku pasti mati di sini. Jadi setidaknya aku ingin mati memenuhi janji pada Abbas!”


Lapis hanya terdiam menatap kebingungan Hanafi. Tanpa dia sadari, dia menganggukan kepala perlahan sambil menatap punggung Hanafi yang lebih besar darinya. Pipinya yang merah merona benar-benar membuat kecantikannya berkali-kali lipat.


Kedua tangannya juga terlihat bergemetar sambil menatap Hanafi dengan senyuman manis dan menggemaskan.


“Pe-pergilah kalian berdua! Kalian orang penting, kan? Aku akan berusaha menahan lelaki ini selagi kalian melarikan diri,” pelan khawatir Hanafi masih menatap tajam Gadambor. Darah merah terus menetes dari kedua tangannya yang memegang One-Handed Sword.


Ah sial, sa-sakit.” batin Hanafi menutup sebelah matanya.


Lapis tak bisa berkata apapun dan hanya mengepalkan kedua tangannya tepat di dadanya. Dia tersenyum semakin lebar dengan wajah yang memerah. Sungguh tidak terduga jika Lapis yang arogan bisa memasang wajah manis seperti itu. Tapi sayangnya Hanafi tidak melihat wajahnya karena masih bersiaga menatap tajam musuhnya.


“Sungguh pemandangan langka  .... Tidak kusangka jika 'Filie Ros' bisa dilindungi seperti ini ...,” celetuk Bella tersenyum geli menggoda sahabat dekatnya.


Lapis yang mendengar itu seketika merubah ekspresi wajahnya dengan kekesalan. Kedua pipinya semakin memerah karena perasaan malu. Sambil menutup matanya yang menyembunyikan rasa malu, dia pun berucap.


“As-asal kau tau, aku ini lebih kuat darimu!” Lapis mulai berjalan melewati Hanafi sambil mengangkat tangannya ke arah Gadambor.


Gadambor hanya terdiam terkejut dengan kedua kaki yang mulai bergemetar. Dia yang perkasa malah terlihat ketakutan setelah mendengar nama panggilan Lapis.


“Ka-kau?! Kau Putri Lapis dari Kerajaan Auram!? Filie Ros yang berarti Putri Embun dari Kerajaan Auram?!” Gadambor berjalan mundur dengan kedua kaki yang gemetar.


Angin mulai berkumpul cukup kencang memutari tubuh Lapis. Hanafi hanya berjalan mundur sambil menatap takjub keganjilan di sekitarnya.


Tubuh Hanafi mulai merinding melihat kekuatan Lapis yang baginya terlihat tak normal.


“Sial!! Jika sudah seperti ini paling tidak aku bisa melukai wajahmu yang rupawan itu!” teriak kesal Gadambor dipenuhi keputusasaan sambil berlari cepat menyerang Lapis.


Tapi dalam sekejap Hanafi segera menghadangnya. Meski kedua kakinya bergemetar ketakutan, dia tetap memberanikan diri untuk melindungi seorang gadis di belakangnya.


Lapis kembali dikejutkan oleh tindakan Hanafi. Dia menggigit bibir bawahnya secara perlahan sambil bergumam cukup pelan.


"Lilia ...! ila lapis pyro almika, luna alshia ....”


Nadanya terdengar amat enak untuk didengar hingga menggetarkan hati semua orang di sekitarnya.


Framea-glacias ...!"


Berakhirnya ucapan Lapis, tombak yang terbuat dari es melayang di sekitarnya. Tombak itu terlihat kokoh berwarna putih kebiruan seperti langit. Ujung tombak yang tajam itu mengarah ke arah Gadambor yang berniat melayangkan tebasan pada Hanafi.


“Hanafi mundur!!” teriak Lapis mulai mengepalkan tangan yang masih ia angkat.


Hanafi cukup terkejut ketika Lapis memanggil namanya. Dia tersenyum kesal sambil melompat mundur menjauhi Gadambor. Empat tombak es itu seketika melayang ke arah Gadambor dengan amat cepat.


Dua tombak memang bisa ia tangkis, tapi sayangnya di tombak ketiga dia kesulitan untuk menangkisnya. Tombak ketiga itu menancap di paha kirinya dan membuat lelaki bertubuh kekar itu berteriak kesakitan.


“ARGHHH!!”


Lapis berjalan menghampiri Gadambor yang bersujud dan menggeram kesakitan. Tatapannya sungguh merendahkan lelaki yang tubuhnya berkali-kali lipat lebih besar darinya.


“Kau memang Electus, namun sayangnya kau hanyalah Phyuser. Aku tidak percaya kau berani menantangku karena kesombongan kekuatanmu yang menyedihkan itu,” Lapis berucap dan mulai terlihat juga tombak es terakhir yang masih melayang di sekitar Lapis.


“Dasar Pelacur ...!” geram amat kesal Gadambor menatap tajam Lapis. Gadis berambut putih itu hanya semakin menatap tajam Gadambor sebelum berbalik dan berjalan pergi meninggalkannya.


Bersamaan Lapis melangkah pergi, tombak terakhirnya itu seketika menancap jantung Gadambor dengan melewati punggungnya yang besar dan kekar. Hanafi hanya terdiam melihat pembunuhan yang kembali terjadi dihadapannya. Mulutnya sedikit terbuka menatap Lapis.


Lapis yang mendapatkan tatapan Hanafi hanya berwajah sedih sambil mengalihkan pandangan. Dia terus berjalan berniat memasuki kereta kudanya kembali.


“Maafkan hamba, Tuan Putri!!” kusir kuda yang terus bersembunyi di bawah kereta terlihat barlari dan bersujud memohon ampun dihadapan gadis yang dijuluki Filie Ros. Kedua tangannya sungguh bergemetar karena melihat kekuatan Lapis yang menakjubkan.


Lapis hanya memejamkan mata sambil menundukkan kepala, lalu mengepalkan cukup erat kedua tangannya sambil berjalan melewati kusir kuda itu.


“Kau bukan pengawal. Itu bukan tugasmu jadi kau tak perlu meminta maaf.”


Lapis terus berjalan menuju kereta kuda hingga tiba dia melihat Hanafi yang masih berdiri dan memberikan tatapan penasaran padanya.  


Sesekali, Lapis mulai melirik kedua tangan Hanafi yang terluka dan bercucuran darah. Lalu saat dirinya melewati Hanafi, dia pun menutup mata dan berucap pelan seolah mengungkapkan perasaan bersalahnya.


“Maaf ....


“Eh ...?” Hanafi kembali dikejutkan oleh tindakan gadis yang sudah ia anggap arogan itu. Tatapan penasaran dan kebingungan benar-benar diberikan Hanafi untuknya.



***

No comments:

Post a Comment