Tittle: Exitium
Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy
Author: r lullaby
Status: Ongoing
Chapter 3
Pertempuran
Sudah dua hari Hanafi
sampai di dunia asing yang tak ia kenal. Sudah dua hari juga Hanafi menjadi
tahanan dari Kerajaan Auram atas
tindakannya yang melukai kedua putri terhormat.
Lapis dan kelompoknya terus berjalan ke utara hingga melewati padang rumput yang luas.
Kini, mereka bergerak
maju mengikuti arus sungai yang hanya
beberapa meter dari jalan. Air
sungai itu terlihat bening dan bersih hingga pancaran sinar matahari menembus
dasarnya.
Di hari yang cerah itu, sang putri dari
Kerajaan Auram terlihat membaca buku di dalam kereta kuda dengan ekspresi keseriusan. Sedangkan Bella
terlihat memandangi ikan-ikan yang
berenang mengikuti aliran sungai
dengan wajah bosan.
Beberapa menit
kemudian, Lapis mulai menutup buku sambil memberikan lirikan sinis pada jendela kereta kuda sebelah kanan. Mungkin
lebih tepatnya melirik waspada air sungai yang sedang dilihat oleh Bella.
“Lapis ...?” Bella ikut berwajah cemas menatap sahabatnya.
“Ya, tapi kita hanya
perlu berjaga saja, jangan sampai turun
tangan. Biarkan para prajurit melakukan tugasnya,” jelas Lapis sambil menutup mata.
“Aku tau ...,” senyum kecil Bella.
Tak lama berakhirnya percakapan kedua putri itu, orang-orang tak
dikenal tiba-tiba bermunculan dari dalam
air. Jumlahnya sekitar 20 orang, dua kali lebih banyak dari pasukan yang
mengawal kereta. Mereka mengepung rombongan Lapis sambil membawa senjata
seperti pedang dan tombak.
Para prajurit lekas
membentuk lingkaran untuk melindungi kereta kuda beserta isinya. Wajah mereka
terlihat khawatir sambil bersiaga untuk bertempur.
“Lindungi Para Putri!
Jangan biarkan orang-orang barbar ini menyentuh mereka!!” teriak salah satu
prajurit yang cukup tua. Nada suaranya terdengar
berwibawa seolah meyakinkan rekannya
untuk berani melawan para musuh yang menyerang.
“Para bandit sialan!
Ini sudah ketiga kalinya kita mendapatkan serangan,” kesal prajurit muda yang
sebelumnya ingin mengeksekusi Hanafi.
“Ti-tiga kali?! Kau
serius, Abbas!?” pekik Hanafi terkejut sambil melirik lelaki yang
kini cukup dekat dengannya itu.
“Aku serius, tenang
saja Hanafi. Mendekatlah dengan kereta. Biar kami yang mengatasi mereka,”
senyum Abbas terlihat bersemangat.
Pada akhirnya
pertempuran pun terjadi. Para bandit mulai berlarian
menyerang ke arah kereta. Para prajurit pun mulai
berjalan menghampiri mereka untuk menyambut datangnya pertempuran.
Abbas melangkah maju
dengan penuh keberanian. One-handed Sword
terlihat ia genggam erat dengan kedua tangan. Dia menghindari tebasan vertikal
salah satu musuh dengan melompat ke samping kanan, lekas berjalan cepat memutari musuh itu dan
menebas amat cepat punggungnya.
Meski masih muda,
gerakan Abbas terlihat berpengalaman dan tidak banyak membuang tenaga. Dia
mengandalkan kegesitan dan kecepatan slash-nya untuk melawan musuhnya yang memiliki tubuh lebih besar.
Tidak hanya Abbas saja,
lelaki tua berwibawa yang sebelumnya berteriak juga terlihat mahir dalam
menggunakan tombak. Dia berlari amat cepat, melompat, dan berputar secara vertikal hingga mengalahkan tiga orang sekaligus. Tusukannya
sangat akurat dengan refleks cukup bagus ketika tebasan pedang para bandit itu
datang padanya.
“Me-mengagumkan!! Inikah pertarungan sesungguhnya? Aku pernah ikut menemani les
kendo bersama
Dimas. Tapi ini benar-benar
berbeda dengan olahraga beladiri yang kupelajari,” batin Hanafi memberikan tatapan kagum pada para prajurit yang
bertarung dengan gagah berani.
Tidak hanya gaya
bertarung individu mereka yang baik, tapi kerjasama mereka untuk membantu
rekannya pun terlihat cukup bagus. Ketika Abbas terlihat lengah dan akan
mendapatkan tusukan di titik butanya.
Seorang prajurit dengan
pedang dan perisai datang meberikan bantuan. Menahan tusukan yang mengarah punggung
Abbas dengan perisainya. Abbas yang melihat hal itu lekas bertukar tempat
dengannya dan menebas leher
musuh tersebut. Begitu pula dengan
prajurit yang membawa perisai. Dia menebas dada bandit yang berlari menerjang
ke arahnya.
“Bantuan yang bagus, Gill ...,” senyum Abbas bersemangat dan melirik rekannya.
“Itu tak seberapa, Bocah.” senyum bahagia Gill menutup matanya sesaat. Setelah itu mereka
berpencar kembali dan mengalahkan musuh yang tersisa.
Pertarungan berlangsung
amat sengit dan begitu menggelora. Membuat perasaan campur aduk semakin memenuhi
perasaan Hanafi yang pertama kali melihat pertempuran.
Meski jumlah pasukan penjaga kalah dari para
bandit, tapi alur pertempuran bisa diambil alih. Mereka terlihat lebih
berpengalaman dan berketerampilan dibandingkan musuhnya.
Bella hanya tersenyum
melihat kelompoknya yang menguasai jalannya
pertempuran dengan sangat baik. Gadis itu terlihat bahagia karena korban dari pihaknya
yang belum satupun gugur.
Berbeda dengan Bella,
Lapis malah terlihat tidak peduli. Dia kembali membaca bukunya dengan wajah penuh konsentrasi.
“Hei Lapis, di luar sana prajurit
kita sedang bertempur dan mempertaruhkan nyawanya
demi melindungi kita. Setidaknya kamu bisa melihat perjuangan mereka,” senyum kecil Bella melirik sahabatnya.
“Jangan berlebihan
seperti itu, Bella. Ini memanglah
tugas mereka. Selain itu, semua prajuritku terlatih. Bukan hal yang aneh jika mereka dapat dengan mudah
memenangkan pertempuran ini.” Lapis berucap dan tetap membaca bukunya tanpa membalas tatapan Bella.
“....” Bella hanya mempertahankan senyuman kecilnya yang
seolah berisi kecemasan untuk Lapis.
“Ah iya,
ngomong-ngomong apa kalian masih belum menemukannya?” lanjut Bella bertanya dan merubah topik pembicaraan. Nadanya terdengar
pelan tapi masih tetap terdengar oleh Lapis.
Lapis menutup mata. Menundukkan
kepalanya perlahan. Dia juga terlihat menutup buku yang ia
baca dengan kedua tangan yang sedikit gemetar.
Bella yang melihat hal
itu sontak berwajah semakin khawatir sambil mengalihkan pandangan
dari sang sahabat dan berucap.
“Aku yakin kerajaanmu
akan segera menemukan beliau.”
“Ada sebuah rumor ...,”
pelan Lapis yang masih menundukkan kepalanya.
Lalu mulai memegang kening dengan tangan kanan yang masih sedikit gemetar.
“Sebuah rumor?” tanya
gadis berambut hitam itu kembali melihat sahabatnya penuh penasaran.
“Bahwa raja kami pergi
ke Benua Perona ...,” senyum sedih Lapis mengangkat kepala dan membalas tatapan
sahabat.
Bella seketika melebarkan kedua mata, syarat dari dirinya yang terkejut. Seluruh permukaan tubuhnya merinding setelah mendengar
pernyataan sang sahabat.
“Raja Leonheart?!”
“Ya ....” Lapis menjawab singkat dengan kepala terangguk
pelan.
“Ta-tapi akses jalan
menuju benua itu hanya bisa dilalui lewat perairan Samudera Nigrum Ness. Beberapa orang yang dikirim untuk
melakukan penyisiran benua Perona dihancurkan oleh Sleazer kelas S!
Kamu juga tau kan jika mahluk itu adalah monster raksasa kuno
yang berbentuk ular hitam dan mengerikan. Dia adalah penguasa samudera yang menjadi
pembatas benua kita dengan benua sebrang selama ribuan tahun bahkan mungkin jutaan tahun, Lapis.” Bella menjelaskan dengan tubuh yang mulai bergemetar. Wajahnya juga diliputi ekspresi kekhawatiran amat dalam.
“Apa kau lupa siapa
sebenarnya raja dari kerajaan kami?” senyum Lapis bertanya.
“Dia Eluser berperingkat S. Dia satu dari dua orang yang mencapai tingkat tertinggi di benua
ini selain Sesepuh Arina dari Kerajaan
Angelwish. Tapi tetap saja bahkan
dengan kekuatannya pun ....“ Bela
menjawab pelan dengan pandangan teralihkan ke samping.
“Meski begitu, dia adalah pahlawan dari kerajaan
kami. Eluser tipe api terkuat, Leonheart
Auram, ” senyum Lapis memegang dada
dengan tangan kanannya yang gemetar.
Senyuman yang ia perlihatkan adalah senyuman penuh kebanggaan akan kemampuan lelaki bernama Leonheart itu.
“Aku tau itu. Ta-tapi tetap saja, Lapis! Meski ayahmu sekalipun
takkan bisa melukai mosnster–“
“Tenanglah, Bella. Aku
bilang ini hanya rumor. Bukan berarti dia benar-benar pergi ke benua monster
itu.” Lapis menyela pendapat Bella.
“....” Bella tak
menjawab dan hanya bisa menatap Lapis dengan penuh keprihatinan.
“Aku akan marah jika
kau memberikan tatapan itu terus,” Lapis bergumam
kesal.
Dia kembali membaca bukunya tanpa melihat sahabatnya.
Bella hanya bisa menundukkan kepala sambil mengepalkan kedua
tangannya amat erat. Lekas membuang pandangan dari sahabatnya.
Kembali ke pertarungan
antara prajurit dan para bandit dengan area pertarungan yang mula meluas.
Para bandit terus
berdatangan berniat merampas segala isi yang berada di dalam kereta. Korban
mereka sudah terlalu banyak berjatuhan, alhasil mereka mengeluarkan kekuatan
penuhnya untuk melakukan gempuran
terakhir.
Beberapa prajurit sudah
gugur berjatuhan dengan darah di
sekujur tubuh mereka. Para
prajurit benar-benar kalah jumlah. Mungkin perbandingannya jumlah pasukannya satu
berbanding lima.
“Hanafi!!” teriak Abbas
berjalan mundur mendekati Hanafi yang masih
berwajah
ketakutan. Tidak mengherankan, ini pertama kalinya dia melihat beberapa orang
meninggal dan berubah menjadi mayat di medan pertempuran.
“Ak-aku mohon bantu
kami! Mungkin permintaanku egois dan berlebihan. Tapi tolong lindungi Putri Bella
dan Lapis. Lindungi kedua gadis itu dengan nyawamu hah hah hah ...,” nada
bicara Abbas terdengar berat karena
kehabisan nafas. Pandangannya terlihat lelah karena luka sayatan di
perutnya yang cukup dalam.
“Eh, ka-kau pasti
bercanda kan!?“ teriak Hanafi yang masih diselimuti
ketakutan. Dia juga terlihat cemas melihat Abbas yang di
ambang batasnya.
“Ak-aku tau jika kau bukan lelaki sembarangan. Kamu adalah
lelaki yang kuat hingga bisa bertahan di Yellow Forest seorang diri. Kamu adalah lelaki yang tehormat hingga
bisa mengucapkan perkataan itu ....”
Hanafi semakin terlihat
ketakutan menatap Abbas yang berjalan dan melangkah maju kembali memasuki
pertempuran.
“Ambil ini!!” teriak Abbas melemparkan One-Handed Sword-nya hingga beberapa meter di depan
Hanafi.
Pedang itu menancap tajam pada tanah seolah menunggu untuk dicabut pemegangnya.
Lepas itu Abbas berlari memasuki
pertempuran sambil mengambil tombak temannya yang sudah gugur. Dia melompat dan menusuk salah satu bandit
tepat di jantungnya.
Tombak itu cukup
lentur, dan Abbas memanfaatkan kelenturan itu untuk
berayun dengan musuh itu sebagai pemicunya. Dia
melompat ke atas cukup tinggi. Mulai berteriak dengan suara yang amat lantang
ke arah dua musuh yang mengepung Gill.
“Jayalah Auram!!”
Bersamaan dengan
teriakannya itu Abbas mulai memukul tanah amat
keras ke arah mereka. Getaran cukup keras mulai muncul di sekitarnya,
hingga mengangkat debu ke atas tanah dan membuat jarak pandang musuh terhalang.
Keseimbangan musuh juga
terlihat berantakan karena getaran yang ditimbulkan Abbas. Lelaki bermata
kuning itu lekas menyerang musuh yang kesulitan untuk melihat. Dia menusuk
musuh di samping kanannya tepat
di jantung dan menendang musuh di samping kiri dengan kaki kirinya.
Lelaki itu mulai berputar berniat
menyelesaikan musuh yang belum ia habisi. Melompat dan memberikan dua tusukan
tepat pada perut dan dada musuh yang baru saja terkena tendangannya itu.
“Ak-aku berhutang
padamu, Bocah,” senyum Gill yang terlihat sangat lega. Lelaki berambut cukup
panjang dengan warna hitam itu sungguh memperlihatkan
tatapan bahagianya pada Abbas.
“Apa maksudmu, Gill. Kau juga tadi menyelamatkanku,” Abbas
membalas senyuman rekannya.
Sadar tak memiliki waktu untuk terus berbicara,
mereka
pun kembali menyerang musuh yang kembali
berdatangan. Memperjuangkan harga diri
beserta kehormatan lambang kerajaannya.
Kembali ke tempat
Hanafi yang berada di dekat kereta kuda. Wajahnya yang terlihat khawatir terus memberikan tatapan pada pedang yang menancap tanah di hadapannya.
“Astaga. Apa pelajar sepertiku harus terlibat dalam pertempuran ini ...?”
“Selain itu ...,” batin Hanafi yang
masih
berwajah khawatir. Secara perlahan, dia mulai menatap
kedua tangannya yang masih terikat tali. Kembali
mengeluh
dalam hati sambil memejamkan matanya cukup erat.
“Bagaimana aku mencabut pedang di hadapanku jika kau tidak melepaskan
tali yang masih mengikatku ini, Abbas.”
Bella yang sempat murung tak sengaja melihat
Hanafi lewat jendela. Dia lekas tersenyum bersemangat sambil berucap.
“Hei, sepertinya lelaki
itu akan ikut bertarung.”
“Benarkah? Bagus kalau
begitu. Kita lihat ..., sekuat apa lelaki itu
hingga kamu terus-terusan memujinya,” senyum
Lapis dengan nada merendahkan. Dia juga mulai menatap Hanafi lewat jendela dekat Bella.
Membalas ucapan Lapis, Bella hanya tertawa kecil dengan senyuman kecil yang
terlihat murung. Gadis
rupawan berambut hitam itu mulai memejamkan mata perlahan, dan berucap dalam hati terdalamnya.
“Sampai kapan kau mau bersikap arogan seperti ini, Lapis ....”
Lapis menutup bukunya sambil memasang ekspresi wajah
keseriusan menatap Hanafi. Tidak hanya itu, dia juga
dengan sigap memperhatikan sekitar
seolah telah menyadari akan keanehan di sekelilingnya.
“Bella, apa pertempuran
sudah selesai?” tanya Lapis melirik sahabatnya.
“Tidak, memangnya kenapa ....,” Bella terdiam dan tak menyelesaikan ucapan karena sadar jika sekitarnya yang terdengar hening. Dia mulai melihat
tanah, lalu terlihat lah pasukan dan para musuhnya yang berjatuhan gugur.
“Siapa?!” Lapis
terlihat marah menatap pasukannya yang mati dengan sayatan di sekujur tubuh mereka.
“Mu-mungkinkah seorang Phyuser?”
tanya Bella menatap penuh kecemasan
pada sang sahabat.
“Tidak mungkin seorang Phyuser repot-repot
mengikuti para perampok ..., paling-paling hanya pengguna pedang yang lebih kuat dari Abbas, ” senyum Lapis yang terlihat kesal, lalu kembali memberikan
lirikan pada Hanafi.
Kembali lagi ke tempat
pertempuran yang cukup jauh dari kereta kuda.
Abbas, Gill, dan prajurit tua yang sebelumnya
memberikan semangat terlihat berhadapan dengan lelaki besar dengan Two-Handed Sword di tangan kanannya.
Rambut lelaki yang
berwarna coklat tua itu mulai bergerak karena
hembusan angin lembut yang kembali datang. Matanya yang tajam berwarna kuning
mulai menatap rendah Abbas dan yang lainnya
.
“Gill, apa dia seorang Phyuser ...?” Abbas bertanya dengan kekhawatiran yang terlihat jelas.
“Ya, itu terlihat jelas
dari kekuatan tak masuk akalnya ...,” senyum
khawatir Gill menatap musuhnya yang
mengangkat Two-Handed Sword dengan satu tangan.
“Setelah menggiringnya ke sini, apa rencanamu selanjutnya, Paman Gam?” lanjut Gill bertanya melirik lelaki tua di
samping kanannya.
“Tak ada. Jadi kita tidak punya pilihan
lain selain menahannya sampai mereka
pergi. Aku dan Gill akan membuatnya sibuk
sebentar. Abbas, kau beritahu Sang Pangeran untuk pergi dari sini dan melindungi kedua tuan
putri kita,” senyum Gam berucap pelan
sambil mengacungkan tombaknya ke arah musuhnya yang bertubuh besar.
“Sang Pangeran?” Untuk
sesaat Abbas terlihat kebingungan, tapi pada akhirnya dia mengerti dan
tersenyum sambil menutup matanya sesaat.
“Begitu ....“ Abbas mulai berlari cepat menghampiri kereta kuda.
“Setelah aku
memberitahunya. Aku akan kembali lagi kesini, jadi sampai saat itu tiba tunggulah!” lanjut Abbas sambil berlari meninggalkan kedua rekannya.
“Jangan memaksakan dirimu, Anak Muda! Kami
berdua sudah cukup menahannya. Alangkah lebih bijak jika kau juga pergi bersama
mereka.” senyum Gam melirik Abbas di belakangnya. Gill juga terlihat
menganggukkan kepalanya dengan senyuman kecil.
“Tidak, tunggu saja! Aku pasti kembali!” teriak
Abbas keras kepala sambil menolehkan kepalanya ke arah mereka berdua.
“....”
Setelah kepergian Abbas, keheningan mulai
terasa. Tapi itu tak berlangsung lama ketika lelaki bertubuh besar mulai menyunggingkan senyuman merendahkan pada Gill
dan
Gam yang bersiaga.
Ketegangan benar-benar terasa. Intimidasi musuh
benar-benar menusuk keberanian kedua prajurit itu
yang mulai memasang wajah kecemasan.
Mereka hanya bisa terus menatap penuh
siaga pada musuhnya yang mulai mengangkat pedang besar.
Hanya hitugan beberapa detik saja sampai
pertempuran kembali dimulai.
Di lain tempat dengan waktu yang sama, dekat
dengan kereta kuda milik Putri Lapis dan Bella.
“Hanafi, pergi dari
sini!! Lindungi Putri Lapis dan Bella dengan nyawamu selama perjalanan!” teriak amat keras
Abbas yang masih berlari ke arah
kereta kuda.
“Hei Abbas!! Bagaimana
aku melindungi mereka jika tanganku …!“ teriak Hanafi menjawab sambil mengangkat tangannya
yang masih terikat.
Tapi, perkataanya itu
lekas mengecil dan menghilang setelah mendengar benturan amat keras di
belakang Abbas.
Abbas juga terlihat terkejut dan mulai menolehkan
kepalanya ke belakang. Tapi, bersamaan dengan itu
juga dia mendapatkan tebasan cukup besar dipunggungnya.
“Ap-apa ...!?”
Darah merah langsung
keluar dari tubuh kecilnya. Lelaki muda yang
memiliki kemampuan cukup baik itu seketika jatuh ke depan dengan tatapan yang
kosong, seolah jiwanya telah melayang meninggalkan raga.
“Abbas!!” teriak Hanafi
cukup terguncang ketakutan melihat orang yang cukup
dikenalnya itu gugur. Lelaki yang membunuh
Abbas seketika berlari cukup cepat mendekati Hanafi.
Kecepatannya benar-benar tidak normal. Tidak
seperti manusia pada umumnya.
Seluruh permukaan tubuh Hanafi merinding ketakutan. Dia lekas memotong tali ikatannya
dengan mata pedang dihadapannya. Kini tali itu terlihat seperti gelang di
masing-masing tangannya.
Setelah itu dia lekas
mengambil pedang di hadapannya sambil
melompat menghindari musuhnya yang melakukan
serangan.
Tebasan vertikal lelaki
itu amat cepat hingga menabrak tanah. Wajahnya cukup terkejut melirik Hanafi
yang menghindari serangannya yang cepat dan kuat.
“Gi-gila, apa-apaan ini!? Aku benar-benar
hampir mati tadi!!” batin Hanafi membelalakkan kedua mata. Lekas berdiri dan
menatap ketakutan lelaki yang memiliki kekuatan tak normal.
“Kau ..., bisa menghidari
tebasanku?” lelaki itu bertanya dengan senyuman ganjil. Kedua matanya yang terus
melebar benar-benar tertuju pada Hanafi.
“Ya haha ..., ke-kebetulan yang
mengerikan, bukan?” senyum cemas Hanafi berjalan selangkah mundur dengan kedua
bola mata yang memerah, terlihat ingin menangis karena ketakutan yang hebat.
“....” Keheningan kembali muncul setelah
ucapan Hanafi. Tapi itu tak lama sampai lelaki pemegang pedang besar kembali
berucap.
“Namaku Gadambor, aku seorang Electus kelas E ....” Senyum lelaki itu
yang terlihat bersemangat sambil memberikan tatapan Hanafi secara
menyeluruh.
“La-lalu kenapa kau
memperkenalkan dirimu padaku?” tanya Hanafi cukup khawatir menolak kontak mata
dengan musuhnya. Kedua tangannya tetap
bergemetar, dan itu wajar dari dia yang hanya seorang pelajar. Tidak hanya itu,
sekitarnya yang dipenuhi oleh mayat benar-benar
tak biasa untuknya.
“Karena kau berbeda
dengan mereka. Kau bisa menghindari tebasanku dengan mudah ...,” senyum
Gadambor menancap pedangnya pada tanah. Mulai memegang ujung pedang itu dengan
kedua tangan. Terlihat
seperti ksatria yang memiliki harga diri yang tinggi.
Dia terlihat membusungkan dadanya
menatap Hanafi yang mulai memasang kuda-kuda. Kuda-kuda dasar dari permain
pedang kendo.
Kedua tangannya masih
bergetar sambil menatap Gadambor penuh kekhawatiran. Kedua kakinya terlihat
kaku cukup ketakutan karena aura pertempuran yang semakin menegang.
“Bre-brengsek!
Ap-apa-apaan ini! Ak-aku tau aku akan mati di sini, tapi setidaknya aku bisa
sedikit melakukan perlawanan!” batin Hanafi menguatkan diri menatap cemas
lawannya.
Bella yang melihat kuda-kuda Hanafi mulai
terlihat cemas, tidak seperti Lapis yang terlihat tak sabar melihat aksi lelaki
yang membuatnya penasaran.
“Lapis, kamu tolong dia. Ini tidak baik,” ucap Bella sambil mengepalkan kedua tangan memegang
roknya.
“Bukankah kamu ingin
melihat seperti apa kekuatannya?”
ucap Lapis bertanya.
“Aku tarik kata-kataku!
Dia hanya penduduk biasa! Lihat kedua tangannya yang gemetaran itu,” khawatir Bella yang mengepalkan kedua tangannya semakin erat hingga bergemetar.
“Selain itu lihat
kuda-kudanya! Benar-benar aneh! Dia benar-benar pemula!!” Bella berteriak pada sahabatnya. Lapis hanya
melirik Hanafi sambil menutup telinga
seolah tak peduli akan permintaan sahabatnya.
“Aku tidak mau yah. Untuk
apa aku menolongnya? Tak ada
untungnya. Kenapa kau tidak saja yang menolongnya–“
“Aku sedang Upgrade
Class!! Mana mungkin aku bisa
menolongnya sekarang!” kesal Bella berteriak
pada
sang sahabat.
Tapi, Lapis tetap keras kepala dan mengabaikan permintaan sahabatnya. Dia hanya memberikan tatapan datar pada Hanafi.
“Lapis ....” Bella memasang
wajah kecemasan menatap sahabatnya yang menatap pertarungan Hanafi
dan Gadambor.
Gadambor mulai mengangkat kembali pedangnya dengan tangan
kanan. Mulai mengacungkan pedangnya itu tepat di depan wajah Hanafi yang masih mempertahankan kuda-kuda
kendonya.
“Kuda-kuda macam apa itu?!“ senyum Gadambor yang merendahkan. Tapi Hanafi tetap diam,
mengambil nafas amat dalam berniat menenangkan pikiran, dan berkonsentrasi
mempertahankan kuda-kudanya.
Melihat tak ada respon dari Hanafi, Gadambor
mulai memasang wajah kekesalan sambil melakukan ancang-ancang serangan.
Dalam kurun waktu yang cepat, Gadambor lekas berlari dengan kecepatannya
yang tidak normal. Mengangkat tangan kanan yang memegang pedang
besar, dan melayangkan serangan vertikal dari atas ke bawah sambil berteriak.
“Sungguh menyedihkan sekali!!”
Hanafi tetap
menutup mata sambil memiringkan tubuhnya sedikit. Dia menyentuh pelan pedang musuhnya dengan
pedangnya. Membelokkannya ke kanan hingga tak mengenai tubuhnya.
Dia berjalan perlahan melewati Gadambor yang kehilangan
keseimbangan karena kekuatannya sendiri. Lalu saat dia berjalan melewati Gadambor, Hanafi mulai memukul punggung
Gadambor dengan sikunya, menendang kaki
kirinya hingga membuatnya terjatuh ke depan karena keseimbangannya yang
hancur.
Gadambor
langsung tersungkur jatuh ke depan dengan sangat keras. Kepala terlebih dahulu
dan darah dari dahi dan kedua pelipisnya pun keluar.
Lapis dan Bella seketika membelalakkan kedua mata menatap kejadian yang cukup singkat itu. Gadambor memasang wajah terkejut dengan tatapan kosong karena
dijatuhkan dengan mudah oleh Hanafi.
Dia benar-benar kebingungan karena bisa terjatuh hingga mendapatkan luka di
wajah.
“Ak-aku bisa!? At-atau
mungkin
itu hanya kebetulanku lagi?” khawatir Hanafi dengan kedua tangan yang masih gemetar ketakutan. Berjalan mundur menjauhi Gadambor sambil
mempertahankan kuda-kudanya.
“Ap-apa yang dia lakukan tadi?! Ba-bagaimana dia bisa menjatuhkannya!?” Bella bertanya terbata-bata menatap Hanafi yang tersenyum
menguatkan diri.
“Ak-aku tak tau .... Tapi, sekarang kita tahu jika kuda-kuda lelaki itu bukan main-main. Itu
bukan kuda-kuda sembarangan,” Lapis menyentuh
dagu dengan tangan kanan yg mulai gemetar. Tak lupa memberikan tatapan terkejut seperti Bella. Bahkan dia tak sadar jika bibirnya yang indah
itu sedikit terbuka karena rasa keterpukauannya pada Hanafi.
“Bedebah ...! Apa yang baru saja kau lakukan tadi?!” Gadambor berteriak murka sambil bangkit. Tatapannya semakin tajam hingga menusuk
keberanian Hanafi.
“Ah, ke-keren ...,
sekarang aku malah membuatnya semakin marah
...,” senyum Hanafi semakin khawatir. Kedua tangannya kembali bergemetar.
Gadambor kembali berlari cepat menghampiri Hanafi. Kedua
tangannya yang memegang pedang sudah ia angkat ke atas
bersiap menebas lelaki berambut hitam itu. Tebasan demi tebasan dia layangkan
pada anak SMA yang terlihat
sangat ketakutan.
Tapi untuk beberapa alasan yang tak diketahui, Hanafi
menghindari semua tebasan amat cepat itu dengan mudah. Dia melebarkan kedua
matanya seakan jika dirinya
juga terkejut akan reaksi tubuhnya.
“Entah kenapa,
gerakan lelaki ini lebih buruk dari gerakan pemula. Selain itu, entah cuman
perasaanku saja tapi gerakan lelaki ini juga amat sangat lambat ...,” batin
Hanafi sambil terus menghindari serangan Gadambor. Matanya terus melebar karena reaksi tubuhnya
sendiri yang di luar nalar.
“Bangsat!! Apa-apaan
bocah ini?! Dia benar-benar bisa melihat semua seranganku!!” kesal Gadambor cukup
khawatir. Terus berusaha keras melayangkan tebasan untuk
mengenai tubuh lelaki yang jauh lebih kecil darinya
itu.
Bella terlihat menatap kagum Hanafi. Kedua matanya terus
melebar. Bibirnya terangkat seolah tersenyum mengagumi semua gerakan Hanafi.
“He-hebat ....”
Berbanding terbalik dengan Bella. Lapis yang
sebelumnya bersikap arogan malah terlihat memberikan
tatapan penuh khawatiran pada Hanafi. Dia mulai mengepalkan kedua tangannya amat
erat sambil bergumam pelan. “Ini tidak baik, yah ....”
“Eh Lapis, kau mengatakan sesuatu?” tanya Bella melirik
sahabatnya.
“Ti-tidak, bukan apa-apa!” Lapis sedikit khawatir
memalingkan wajahnya.
Gadambor terlihat mulai kesal karena gerakan Hanafi yang
terlatih. Dia seketika menghentikan serangannya dan mulai berkonsentrasi
menutup mata.
“Kalau
begitu bagaimana dengan ini!” batin Gadambor mulai menutup mata terlihat
berkosentrasi. Perlahan, pedangnya pun
mulai
bercahaya keunguan.
Hanafi yang melihat hal
itu hanya terdiam dan terkejut penasaran akan apa
yang ingin dilakukan musuhnya. Kedua tangan Bella terlihat bersemangat seakan
tak sabar ingin melihat gerakan Hanafi untuk menghindari serangan Gadambor.
Tapi justru sebaliknya,
Lapis malah terlihat semakin khawatir menatap Hanafi
sambil berucap mengeluarkan isi hatinya secara tak
sengaja. “Aw-awas, menjauhlah dari sana!” Suaranya terdengar lebih feminim dengan kedua pipinya yang memerah.
“La-Lapis?” Bella bertanya dan terkejut melirik
sahabatnya.
“Mati kau bocah!!”
teriak Gadambor menancapkan pedang bercahayanya pada tanah. Dan seketika datang lah gempa cukup besar di sekitar mereka. Hanafi
kehilangan keseimbangan lalu terjatuh, dan saat itulah Gadambor mengibaskan pedangnya
ke arah Hanafi dari jarak jauh.
Angin tajam langsung
muncul dan melesat cepat ke arah Hanafi yang kesulitan menghindar. Tapi Hanafi
lekas memutar pedangnya secara vertikal, memegang mata pedangnya cukup cepat.
Darah merah langsung keluar dari kedua tangannya.
Hanafi mendorong tanah dengan gagang
pedang sebagai tumpuan. Alhasil tubuhnya terdorong ke belakang dan dia dapat
menghindari serangan mengerikan Gadambor. Tapi kedua tangannya terluka, bahkan
untuk memegang gagang pedang saja dia
terlihat kesulitan.
“Bocah
ini benar-benar ...!” batin Gadambor yang terkejut membelalakkan kedua
mata.
“...!!” Lapis semakin
menatap khawatir Hanafi yang terluka. Bella yang masih melihat sahabatnya itu
mulai tersenyum dan bergumam dalam hatinya.
“Lapis, entah sudah berapa
lama kau menyembunyikan ekpresi itu. Ekpresi seorang gadis yang takut akan
kehilangan hal beharga baginya.”
“Banyak yang sudah kamu lalui. Banyak masa lalu yang
membuat hatimu terluka hingga menjadikanmu gadis arogan seperti ini. Tapi
mungkin, lelaki itu dapat mengembalikanmu kembali menjadi gadis yang penuh
kasih sayang lagi,” senyum Bella melanjutkan dalam hatinya.
Setelah itu dia mulai membuka mulutnya dan berteriak.
“Lapis, selamatkan
dia!! Dia memang tidak mungkin menang melawan seorang Phyuser!!”
“Aku tidak mau! Kenapa putri sepertiku ini harus menolongnya ...!” Lapis kembali bersikap arogan dan keras kepala. Tapi kali ini kedua tangannya
terlihat ia kepal amat erat seakan ketakutan.
“Lapis, aku akan
berhenti menjadi sahabatmu jika kau tidak menolongnya!!” teriak kesal Bella
pada sahabatnya.
Lapis seketika berwajah
ketakutan. Dia cukup terkejut akan apa yang diucapkan sahabatnya itu.
“Ba-Baiklah, aku hanya
harus menyelamatkannya, kan?!” teriak
kesal Lapis yang mulai turun dari kereta kuda. Sedikit menyunggingkan senyuman tanpa pengetahuan sahabatnya.
Semua pandangan
langsung tertuju pada gadis berambut putih itu, tak terkecuali bagi Hanafi.
“....” Hanafi hanya terdiam terkejut dengan tatapan
kosong menatap Lapis yang turun dari kereta kuda.
“Ber-berterima kasihlah,
Budak. Karena sahabatku ..., aku akan menolong–“ kesal Lapis berucap
sambil menutup mata dengan pipi
yang sedikit memerah. Tapi perkataanya terpotong oleh Hanafi yang berteriak dengan
nada tinggi.
“Kenapa kau turun, Putri Bodoh?!”
“Bo-bodoh!?“ Lapis lekas membelalakkan kedua mata, syarat dari dia
yang terkejut mendengar ucapan Hanafi.
Lalu perlahan ekspresi kekesalan tersungging di wajahnya sambil menggeram.
“Aku turun karena berniat menolong–“
“Cepat masuk dan pergi
dari sini! Jika kau mati di sini juga, pengorbanan Abbas dan lainnya akan jadi sia-sia!!” teriak kesal Hanafi menyanggah ucapan Lapis. Lalu lekas berlari mendekati Lapis
dan membelakangi dirinya.
“Ak-aku
tau jika aku pasti mati di sini. Jadi setidaknya aku ingin mati memenuhi janji pada Abbas!”
Lapis hanya terdiam menatap kebingungan Hanafi. Tanpa dia sadari, dia menganggukan kepala perlahan
sambil menatap punggung Hanafi yang lebih besar
darinya. Pipinya yang merah merona benar-benar membuat
kecantikannya berkali-kali lipat.
Kedua tangannya juga
terlihat bergemetar sambil menatap Hanafi
dengan senyuman manis dan menggemaskan.
“Pe-pergilah kalian
berdua! Kalian orang penting, kan? Aku akan berusaha menahan lelaki ini selagi
kalian melarikan diri,” pelan khawatir Hanafi masih
menatap tajam Gadambor. Darah merah terus menetes dari kedua tangannya yang
memegang One-Handed Sword.
“Ah sial,
sa-sakit.” batin Hanafi menutup sebelah matanya.
Lapis tak bisa berkata
apapun dan hanya mengepalkan kedua
tangannya tepat di dadanya. Dia tersenyum semakin
lebar dengan wajah yang memerah. Sungguh tidak
terduga jika Lapis yang arogan bisa memasang wajah manis seperti itu. Tapi sayangnya Hanafi
tidak melihat wajahnya karena masih bersiaga menatap tajam musuhnya.
“Sungguh pemandangan
langka .... Tidak kusangka jika 'Filie Ros' bisa dilindungi seperti ini
...,” celetuk Bella tersenyum geli menggoda sahabat
dekatnya.
Lapis yang mendengar
itu seketika merubah ekspresi wajahnya dengan
kekesalan. Kedua pipinya semakin memerah karena perasaan malu. Sambil menutup matanya yang menyembunyikan rasa malu, dia pun berucap.
“As-asal kau tau, aku
ini lebih kuat darimu!” Lapis mulai berjalan
melewati Hanafi sambil mengangkat tangannya ke arah Gadambor.
Gadambor hanya terdiam
terkejut dengan kedua kaki yang mulai
bergemetar.
Dia yang perkasa malah terlihat ketakutan
setelah mendengar nama panggilan Lapis.
“Ka-kau?! Kau Putri
Lapis dari Kerajaan Auram!? Filie Ros yang berarti
Putri Embun dari Kerajaan Auram?!” Gadambor berjalan
mundur
dengan kedua kaki yang gemetar.
Angin mulai berkumpul
cukup kencang memutari tubuh Lapis. Hanafi hanya
berjalan mundur sambil menatap takjub keganjilan di sekitarnya.
Tubuh Hanafi mulai merinding melihat kekuatan Lapis
yang baginya terlihat tak normal.
“Sial!! Jika sudah
seperti ini paling tidak aku bisa melukai wajahmu yang rupawan itu!” teriak
kesal Gadambor dipenuhi
keputusasaan sambil berlari cepat menyerang Lapis.
Tapi dalam sekejap
Hanafi segera menghadangnya. Meski kedua kakinya bergemetar ketakutan, dia tetap memberanikan diri untuk melindungi seorang
gadis di belakangnya.
Lapis kembali
dikejutkan oleh tindakan Hanafi. Dia menggigit bibir bawahnya secara perlahan
sambil bergumam cukup pelan.
"Lilia ...! ila lapis pyro almika, luna alshia ....”
"Lilia ...! ila lapis pyro almika, luna alshia ....”
Nadanya terdengar amat
enak untuk didengar hingga
menggetarkan hati semua orang di sekitarnya.
“Framea-glacias ...!"
Berakhirnya ucapan Lapis, tombak yang terbuat dari es melayang di sekitarnya.
Tombak itu terlihat kokoh berwarna putih kebiruan seperti langit. Ujung tombak yang
tajam itu mengarah ke arah Gadambor yang berniat melayangkan tebasan pada
Hanafi.
“Hanafi mundur!!” teriak Lapis mulai mengepalkan tangan yang masih ia
angkat.
Hanafi cukup terkejut
ketika Lapis memanggil namanya. Dia tersenyum kesal sambil melompat mundur menjauhi Gadambor. Empat tombak
es itu seketika melayang ke arah Gadambor dengan amat cepat.
Dua tombak memang bisa
ia tangkis, tapi sayangnya di tombak ketiga dia kesulitan untuk menangkisnya. Tombak ketiga itu
menancap di paha kirinya dan membuat lelaki bertubuh kekar itu berteriak
kesakitan.
“ARGHHH!!”
Lapis berjalan
menghampiri Gadambor yang bersujud dan
menggeram kesakitan. Tatapannya sungguh merendahkan lelaki yang tubuhnya berkali-kali
lipat lebih besar darinya.
“Kau memang Electus, namun sayangnya kau hanyalah Phyuser. Aku tidak percaya kau berani
menantangku karena kesombongan kekuatanmu yang menyedihkan itu,” Lapis berucap dan mulai terlihat juga tombak es terakhir
yang masih melayang di
sekitar
Lapis.
“Dasar Pelacur ...!”
geram amat kesal Gadambor menatap tajam Lapis. Gadis berambut putih itu hanya
semakin menatap tajam Gadambor sebelum berbalik dan berjalan pergi meninggalkannya.
Bersamaan Lapis
melangkah pergi, tombak terakhirnya itu seketika menancap jantung Gadambor dengan melewati
punggungnya yang besar dan kekar. Hanafi hanya terdiam melihat pembunuhan yang
kembali terjadi dihadapannya. Mulutnya sedikit terbuka menatap Lapis.
Lapis yang mendapatkan
tatapan Hanafi hanya berwajah sedih sambil mengalihkan pandangan. Dia terus
berjalan berniat memasuki kereta kudanya kembali.
“Maafkan hamba, Tuan
Putri!!” kusir kuda yang terus bersembunyi di bawah kereta terlihat barlari dan
bersujud memohon ampun dihadapan gadis yang dijuluki Filie
Ros. Kedua tangannya sungguh bergemetar karena melihat kekuatan Lapis yang menakjubkan.
Lapis hanya memejamkan
mata sambil menundukkan kepala, lalu mengepalkan cukup erat kedua tangannya
sambil berjalan melewati kusir kuda itu.
“Kau bukan pengawal.
Itu bukan tugasmu jadi kau tak perlu meminta maaf.”
Lapis terus berjalan menuju kereta kuda hingga tiba
dia melihat Hanafi yang masih berdiri
dan memberikan tatapan penasaran padanya.
Sesekali, Lapis mulai melirik kedua tangan Hanafi yang
terluka dan bercucuran darah. Lalu saat dirinya melewati Hanafi, dia pun menutup mata dan berucap pelan seolah mengungkapkan perasaan bersalahnya.
“Maaf ....”
“Eh ...?” Hanafi
kembali dikejutkan oleh tindakan gadis yang sudah ia anggap arogan itu. Tatapan penasaran dan kebingungan benar-benar
diberikan Hanafi untuknya.
***
No comments:
Post a Comment