Tittle: Exitium
Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy
Author: r lullaby
Status: Ongoing
Chapter 5
Pangeran OSIS
Pagi yang cukup cerah
mulai datang bersamaan dengan perpisahan Hanafi dengan kedua Putri kerajaan terpandang. Di persimpangan jalan dekat danau yang menjadi muara sungai, terlihat Hanafi yang
mulai turun dari kereta sambil menyembunyikan telinga kanannya dari Bella.
“Apa kau yakin
telingamu
baik-baik saja? Kenapa bisa ceroboh hingga jatuh dari kereta saat
tidur?” Bella terlihat khawatir menatap Hanafi. Dia juga ikut turun mengikuti
Hanafi sambil membawa kantong serut kecil berwarna coklat.
“Tenang saja, aku tidak apa-apa. Selain itu, aku ingin berterima kasih padamu, pada Bapak, dan
pada kau juga,” Hanafi tersenyum menatap Bella, lalu Sebas, dan terakhir Lapis
yang masih berada di dalam kereta. Ya, meski wajahnya masih terlihat tidak
senang akan tindakan Lapis kemarin malam.
“Berterima kasih? Untuk apa?” tanya Bella cukup kebingungan. Dia kembali
memiringkan kepalanya hingga
terlihat sangat manis.
“Un-untuk semuanya. Tiga hari kalian memberiku makan dan
tempat untuk tidur. Bahkan kalian sampai repot-repot mengantarku ke desa
terdekat –“
“Jangan salah sangka
yah, sesungguhnya kami tidak berniat
mengantarmu. Persimpangan jalan menuju desa yang kau tuju kebetulan saja kami
lewati,” lirik Lapis pada jalan yang akan dituju oleh Hanafi. Yakni lurus ke
depan, mengikuti aliran sungai besar yang sudah mereka lewati sepanjang jalan.
Sedangkan Lapis beserta rombongannya berbelok dan
menyebrangi sungai dengan jembatan besar. Jembatan itu terlihat berdiri kokoh
dengan umur yang sudah ratusan tahun.
“Hee ..., be-begitu yah,” senyum kesal Hanafi menutup
matanya sesaat. Sedangkan Lapis mulai melirik Hanafi dengan cukup sinis dan arogan. Seperti biasanya.
Bella hanya tersenyum cemas. Gadis cantik berambut
hitam itu mulai menghalangi jarak pandang keduanya dengan tubuhnya. Dia
tersenyum melirik sahabatnya sambil berkata.
“Lapis turunlah, ucapkan salam perpisahan untuknya. Kau mungkin
saja takkan bertemu lagi dengan–“
“Aku-tidak-mau!” kesal Lapis, mengeja perkataan dengan nada suara yang
terdengar dalam. Dia juga memberikan
tatapan tajam pada sahabatnya itu.
“Astaga, sesulit
itukah mengucapkan salam perpisahan padaku,” datar Hanafi tak senang pada
Lapis. Sedangkan Sebas hanya tersenyum menatap Lapis, seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan sang
putri arogan.
“Lapis, sebenci itukah kamu pada Hanaf–“ khawatir Bella
berjalan mendekati kereta.
“Ayolah Bella! Berikan saja kantung itu dan tinggalkan
dia! Kita tidak punya banyak waktu untuk hal ini!” kesal Lapis menutup matanya
amat erat. Menaikkan nada suaranya
hingga menyinggung kembali perasaan Hanafi.
Bella hanya memberikan
senyuman letih akan sikap sahabatnya. Dia memasang wajah sedih sambil
kembali menghampiri Hanafi.
“Maaf yah, sebenarnya dulu dia tidak seperti ini. Sesungguhnya
dia gadis yang amat baik dan penuh perhatian,” sedih Bella meminta
maaf.
“Be-begitu, kah?” senyum Hanafi cukup khawatir. Tapi
dalam hatinya dia bergumam cukup kesal sambil melirik Lapis yang masih
memejamkan matanya.
“Gadis
sepertinya, Bella? Mus-ta-hil.”
Bella mulai memberikan
kantong serut yang sebelumnya
ia
bawa pada Hanafi. Tak lupa
memberikan senyuman lebarnya.
“Terimalah, kami tau
jika kamu tidak punya uang. Atau mungkin uangmu tidak akan berlaku di wilayah
ini.”
“Eh, benarkah? Apa ini
tidak apa-apa?!” Hanafi cukup terkejut sambil menerima kantong serut yang berisi uang tersebut.
“Uang sekecil itu tidak
akan berpengaruh dalam keuangan kami. Aku harap kamu menggunakan uang itu
dengan bijaksana,” senyum Bella mulai
manaiki kereta kuda. Hanafi
membalas senyuman Bella dengan lebar, lalu mengucapkan terima kasih dengan nada
tinggi. Sedikit membuat wajah Lapis semakin cemberut dan tak senang.
Mereka pun berpisah dan
mulai melangkah melewati jalan mereka
masing-masing.
Hanafi masih terlihat melambaikan tangannya pada kereta
kuda yang berjalan di atas jembatan. Bella juga terlihat membalas lambaian tangan Hanafi sambil tersenyum bahagia dan berteriak. “Selamat tinggal, sampai bertemu
lagi!!”
Di saat sahabat yang seperti itu, Lapis terlihat masih menutup mata, terlihat tak peduli
dengan sikap sahabatnya. Gadis berambut putih cukup dingin itu kembali membaca
bukunya yang cukup tebal.
“Hei, Lapis ..., kamu
beri uang berapa pada Hanafi? Aku tau jika kamu hanya membawa 52 koin emas dari
kerajaanmu. Apa kamu memberinya 10 koin emas?” senyum
bahagia Bella yang duduk tepat disampingnya.
“Soal itu Bella, aku
mengambil 10 koin perak milikmu. Jadi aku tak mengeluarkan uang sepeser pun
pada lelaki itu,” senyum Lapis melirik sahabatnya. Bella yang mendengar hal itu
sontak terkejut dan lekas memeriksa kantong serutnya yang terlihat berkelas. Dia yang terlihat sedikit kesal itu pun berkata.
“Aku membawa 5 koin
emas dan 3000 koin perak dari kerajaanku. Aku memberinya 1000 koin perak, tapi
kenapa koin perakku sekarang hanya 1990?!”
“Bukankah aku tadi
sudah mengatakannya? Aku meminjam 10
koin
perakmu itu,” datar Lapis
sambil membaca bukunya kembali.
“Lapis ...,” datar Bella
menatap sahabatnya.
“Aku akan menggantinya setelah
kita sampai. Tenang saj–“
“Bukan itu masalahnya! Kerajaanmu amat
sangat kaya, kerajaanmu itu terbesar kedua setelah Kerajaan Angelwish. Kenapa kamu pelit sekali?” cemas Bella bertanya menutup mata dan menundukkan
kepala.
“Aku tidak perlu
membuang uangku untuk lelaki sepertinya,” senyum Lapis menutup mata. Senyuman
yang membuat hati sahabatnya cukup tergerak.
“Begitu ...,” senyum kecil Bella mulai menatap jendela keluar dengan tatapan kecewa.
“Ah, Bella ...,” pelan
Lapis sambil terus membaca bukunya.
“Ya, apa?” khawatir Bella bertanya melirik sahabatnya.
“Sesampainya di
Aldosta. Bisa kau ceritakan padaku, seperti apa sebenarnya diriku ini di masa
lalu? Aku sudah banyak merubah sifatku ini demi alasan politik dan keamanan
wilayahku sendiri. Aku sudah lupa akan sifatku yang sebenarnya,” Lapis
mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Dia memegang erat buku yang ia baca
itu dengan tangannya.
“...!!” kedua mata Bella
terbuka lebar, mulutnya terbuka
menganga karena terkejut dengan apa yang dia
dengar. Dia lekas tersenyum bahagia sambil menganggukkan kepalanya cukup cepat. “Ya!! Akan kuceritakan
semuanya!”
Di tempat yang cukup
dekat, yakni kusir kuda. Terlihat Sebas yang tersenyum
bahagia. Sesaat dia menutup matanya sambil bergumam dalam hatinya.
“Semoga anda berhasil menghapus sifat
kebohongan itu sebelum bertemu lagi dengannya. Kembalilah menjadi Putri Lapis
yang penuh kasih seperti dahulu”
“....”
Di tempat lainnya, di
jalan yang berbeda dengan Lapis dan yang
lain. Hanafi terlihat berjalan pelan sambil menatap kantong serut yang
diberikan oleh Bella.
“Sekarang ...,
ini semua semakin mirip dengan fantasy yang sering kutonton dalam film-film.
Aku tidak menyangka akan mendapatkan kantong serut untuk menyimpan uang–
mungkin lebih tepatnya koin?” Hanafi tersenyum kecil sambil menggoyangkan kantung
itu, lalu terdengar suara benturan antara koin yang ada di dalamnya.
Hanafi mulai jongkok
dan duduk di atas tanah, berniat
memeriksa isi yang berada di dalam kantung itu.
“20 koin emas dan sekitar 1000 koin perak. Apa ini termasuk uang banyak
atau sedikit? Ak-aku benar-benar buta
harga di dunia ini,” Hanafi terlihat mengeluh kebingungan.
“Sampai mengetahui harga koin perak dan emas, sepertinya aku takkan
mengeluarkan koin ini.” Hanafi tersenyum dan
mulai memasukkan kantung yang diberikan Bella pada ranselnya. Pedang milik Abbas
yang sudah ia anggap temannya terlihat masih menempel dipinggang kanannya.
Dia mendekati sungai
yang memiliki aliran cukup tenang, perlahan menyimpan ranselnya, dan akhirnya duduk di dekat sungai
itu.
Hanafi membasuh mukanya sambil
berucap cemas dalam hati kecilnya.
“Astaga, bagaimana jadinya jika aku tidak bisa kembali ke dunia asalku? Apa aku akan dianggap bolos di sekolah hingga
be-beasiswaku teracam ....”
Selelsai membasuh muka, Hanafi lekas bercermin
di hadapan sungai jernih di hadapannya. Dengan raut wajah kekhawatiran yang
masih menempel, lelaki berambut coklat itu kembali melanjutkan kata hatinya.
“Jangan
memikirkan Beasiswa, Hanafi. Situasinya benar-benar akan menjadi buruk jika aku
tak bisa kembali ke dunia lamaku.
Apa aku
yang hanya murid SMA bisa bertahan di dunia ini? Dunia yang berisi kekuatan
aneh yang dijelaskan oleh Bella kemarin ....”
Angin kembali berhembus di saat berakhirnya
ucapan dalam batin Hanafi. Untuk beberapa saat, lelaki itu hanya menatap pantulan
dirinya dari air sungai.
“Untuk saat ini aku hanya harus melakukan
apapun yang kubisa, pertama-tama aku harus mengetahui betul seperti apa dunia
ini sebenarnya. Bagaimana keadaan masyarakatnya, pemerintahan, hubungan, norma
di dunia ini, dan yang lainnya,” ucap Hanafi sambil memasang senyuman
menguatkan diri. Perlahan, dia juga mulai mengeluarkan ponsel
androidnya yang mati, lalu mengambil solar powerbank yang menggantung di
belakang ranselnya.
Lelaki itu mengisi baterai
ponselnya lalu menyimpan pedangnya tepat di samping kanan.
Lepas itu, Hanafi mulai berbaring di atas
rumput dekat sungai. Hembusan angin lembut
kembali datang menerpa tubuh lelaki yang cukup kurus itu. Dia hanya menutup mata sambil merasakan angin
yang menerpa tubuhnya kembali.
“Gara-gara gadis arogan itu aku tidak bisa tidur nyenyak tadi malam
....”
Suasana terasa cukup tenang dan nyaman.
Percikan kecil air sungai yang alami terdengar oleh telinga, kembali mendatangkan
ketentraman dalam hati Hanafi. Hangat sinar mentari juga mulai memeluknya,
bagaikan selimbut alami yang membuat lelaki itu merasakan perasaan damai.
Hanafi pun tertidur dan mengendurkan
penjagaannya. Rasa kantuknya membuat dia melupakan sergapan para perampok di
hari sebelumnya.
Tapi tidur nyamannya itu tak berlangsung lama. Hanafi
lekas membuka mata. Bayangan gadis yang kemarin malam melakukan percakapan
rahasia dengannya mulai muncul.
“Apa maksudnya itu? Menggigit
telingaku dan pergi begitu saja,” senyum
tak senang Hanafi dan langsung duduk sambil mengusap telinga kanan dengan tangan
kiri.
“Sungguh, pikiran gadis bernama Lapis itu
benar-benar sulit ditebak. Aku benar-benar tak mengerti dengannya,” lanjutnya sambil
memasang pedangnya di pinggang.
“Mengingat perlakuan Lapis yang memandang rendah
karena jaketku, lebih baik aku buka saja. Lagipula siang nanti mungkin akan panas,” khawatir
Hanafi mulai melepas jaket. Lalu dia memasukan jaket usangnya itu ke dalam tas hijau.
Lepas itu, Hanafi mulai menggendong tasnya kembali, dan melangkahkan kakinya berniat melanjutkan
perjalanan.
Tak terlalu lama dia berjalan, sebuah pemukiman yang berada di sekitar padang rumput
luas mulai terlihat. Kincir angin raksasa juga terlihat di atas sungai.
Beberapa orang yang
diduga menjadi penduduk desa mulai nampak.
Mereka memberikan tatapan penasaran pada Hanafi.
Hanafi tetap berjalan dan memasang wajah gugup karena
seluruh tatapan sekitar tertuju padanya.
Beberapa penduduk juga menatap cemas
pedang
yang dibawa Hanafi. Menyadari hal
itu, Hanafi mulai memegang pedangnya dengan
senyuman kecemasan.
“Eluser?!
Kategori Phyuser, kah?!” lelaki tua dekat dengan sungai berucap sendiri
sambil menatap cemas Hanafi.
“Jayt, mungkin dia juga
pangeran
dari kerajaan tertentu? Pakaiannya terlihat berkelas dan berharga,” ucap wanita paruh baya sambil menghampiri
lelaki tua yang dipanggil Jayt.
“Kau mungkin
benar, di dadanya ada sebuah
lambang. OSIS? Kerajaan OSIS!? Aku
belum pernah dengar, bagaimana denganmu,
Anette?” tanya Jayt.
“Belum juga ....”
Anette menggelengkan kepala sambil terus memberikan tatapan penasaran pada
Hanafi.
Tak mengherankan. Dibandingkan dengan jaket usangnya,
baju seragam Hanafi memang terlihat berkelas. Itu tidak aneh mengingat sekolah
Hanafi yang merupakan salah satu sekolah elit di negaranya.
Jarak dari Hanafi dan dua penduduk yang saling berbisik itu cukup dekat. Wajar jika dia
masih
bisa mendengarkan bisikan mereka.
Lelaki berambut hitam itu hanya tersenyum kecil sambil bergumam dalam hatinya.
“Ja-jadi begitu
..., karena seragam dan pedangku
inilah yang membuat mereka terus menatapku.”
Hanafi yang masih
tersenyum mulai menutup matanya. Tubuhnya
bergemetar, terlihat sedang menahan tawanya.
“Buft – da-dan juga
Kerajaan OSIS?! Aku tidak mengira akan mendengar kata yang terdengar aneh it–“
Bruk!
Isi pikiran Hanafi langsung
hancur ketika dia menabrak sesuatu, atau mungkin seseorang di depannya. Hanafi lekas melihat ke bawah. Seorang gadis yang lebih pendek
darinya terlihat.
Gadis itu terlihat kotor,
pakaiannya terlihat sobek-sobek dan berantakan. Gadis itu seperti pengemis yang sering Hanafi lihat di dunia asalnya. Bahkan mungkin terlihat lebih buruk.
Beberapa luka lebam di bagian
bawah mata kirinya juga nampak.
Membuat perasaan iba Hanafi muncul.
Gadis itu berambut kuning lemon masak
dengan warna kedua bola
mata
yang terlihat berbeda. Mata kanannya berwarna
biru murni bagaikan lautan
mediterania. Sedangkan mata kirinya berwarna kuning cerah bagaikan pantulan cahaya dari emas yang berkilauan.
“Ka-kau tak apa....“ Hanafi mengangkat tangan, dan bertanya cemas akan keadaanya. Tapi
ucapannya semakin mengecil ketika melihat reaksi si gadis kecil.
Gadis itu menundukkan
kepalanya dengan tubuh yang
bergemetar. Pundaknya terangkat ke
atas.
Kedua tangannya terlihat ia
kepal dengan erat hingga bergemetar. Sikapnya
itu terlihat bagai sikap yang sedang menyiapkan diri untuk mendapatkan pukulan.
Hanafi memasang
wajah kecemasan pada gadis yang
berdiri di hadapannya. Lelaki itu sadar jika gadis itu sedang ketakutan. Hatinya
sungguh sakit melihatnya yang seperti itu.
“Ak-aku takkan
memukulmu,” Hanafi mulai jongkok dan berniat memegang pundaknya. Tapi seketika
gadis itu mundur dan menatap Hanafi penuh ketakutan. Dia mengepalkan kedua
tangannya yang bergemetar tepat di depan dadanya.
“....” Hanafi menyipitkan
mata, terlihat semakin memberikan
tatapan kecemasan padanya. Sungguh
ingin mengetahui, apa yang sudah ia alami sampai bisa memperlihatkan tatapan
ketakutan seperti itu.
Lalu, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun gadis itu pun lekas berbalik
dan berlari amat kencang meninggalkan Hanafi yang masih memberikan tatapan kecemasan.
“....”
Di waktu bersamaan itu juga Hanafi mulai merasakan tatapan tak senang dari
para penduduk. Bukan
untuknya, melainkan untuk gadis penuh lebam yang berlari sebelumnya.
“Ap-apa yang
sebenarnya terjadi di sini?” khawatir Hanafi bertanya dalam hatinya sambil menatap
penduduk sekitar. Dia pun
berjalan kembali mendekati salah satu penduduk, dan menanyakan lokasi pemimpin
di desa itu.
Hanafi berpikir jika menanyakan tentang gadis
itu langsung akan terlalu berisiko. Untuk saat ini dia hanya bisa menahan rasa
penasarannya.
Beberapa menit setelah bercengkrama dengan salah satu penduduk
itu,
Hanafi akhirnya bisa menemui sang pemimpin desa.
Dia lelaki tua yang memakai kacamata dengan perut sedikit buncit. Umurnya sudah sekitar lebih dari lima puluh
tahun. Itu terlihat jelas dari rambut dan jenggotnya yang sudah beruban.
Sang pemimpin desa tersenyum ramah menyambut
kedatangan Hanafi. Lekas berucap
dengan nada gembira.
“Selamat datang di desa kami, Desa Karot. Saya kepala di desa ini, nama saya
Thomas.”
“Ah, saya Hanafi. Te-terima kasih atas wakatunya karena sudah mau menemui saya,” khawatir Hanafi
menatap Thomas, mungkin lebih tepatnya orang-orang yang berkumpul di belakang
Thomas. Wajah mereka dipenuhi rasa penasaran akan sosok lelaki berseragam elegan.
“Hanafi, Pangeran Hanafi ...,” senyum Thomas menatap
lambang OSIS di dada Hanafi. Hanafi
hanya semakin tersenyum khawatir sambil menutupi lambangnya.
“Saya bukan seperti yang Bapak pikirkan. Panggil Hanafi
saja, hahaha ....”
“Anda pasti berasal dari kerajaan yang jauh. Silahkan
tinggal disini sebentar untuk melepas keletihan anda, Pangeran.” Thomas menunjukkan
jalan menuju rumahnya yang terlihat cukup besar dengan sopan. Mungkin rumah itu merupakan rumah terbesar yang
berada di pemukiman itu.
“Hei hei, bapak ini
tidak mendengarkan perkataanku sebelumnya yah?” batin Hanafi sambil memberikan senyuman kecil
pada
Thomas. Lalu berjalan mengikuti lelaki tua yang menjadi kepala desa.
Pandangan kekaguman masih terlihat dari para penduduk,
khususnya kaum wanita muda. Mereka saling berbisik satu sama lain seolah merasa
kegirangan. Hal itu semakin memburuk ketika Hanafi tersenyum pada mereka.
Dia tidak salah dan tak
berniat mencari popularitas. Itu sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan panti
asuhannya untuk murah senyum pada sekitar.
“Kyaa!! Pangeran senyum
kepadak–“
“Enak saja!! Pangeran
itu tersenyum kepadaku!!”
“Padaku!”
“Padaku!!”
Hanafi hanya bisa memasang
senyuman kecil melihat pertengkaran dua kembang desa di samping kirinya. Alhasil, dia mulai mengembalikan
pandangannya ke depan seolah tak ingin terlibat lebih
jauh lagi. “Ayolah, aku hanya besikap
ramah. Kenapa bisa jadi seperti itu?!”
Pada akhirnya Hanafi bisa memasuki rumah Thomas, lalu mulai duduk di kursi
yang disediakan. Thomas bersama istrinya juga terlihat duduk berhadapan dengannya. Mereka tersenyum sambil
menyuguhkan beberapa jamuan
untuk Hanafi.
“Meski terlihat tidak
pantas, tapi hanya inilah yang kami punya. Silahkan, Pangeran!”
“....” Hanafi hanya
tersenyum ramah akan jamuan yang diberikan. Meski dirinya juga merasa tidak
enak karena terus-terusan dipanggil pangeran.
“Maaf, kedatangan saya
ke sini bukan maksud
apapun. Saya hanya mencari informasi tentang dunia in– ma-maksudku wilayah ini.” Hanafi memulai
pembicaraan serius, dan sedikit
memperbaiki kata-kata terakhirnya. Thomas dan istrinya pun hanya tersenyum.
“Silahkan, kami akan
menjawab semua pertanyaan anda dengan
semua yang kami tahu,” jelas Thomas sedikit menundukkan kepala.
“Astaga, apa orang-orang di dunia ini
memang senang dianggap
rendah oleh orang lain!?” Hanafi berwajah khawatir menatap Thomas yang menundukkan
kepala.
“Pak, tolong panggil
aku Hanafi saja, aku lebih senang dipanggil seperti itu. Meski jika aku
benar-benar seorang pangeran sekalipun.
Kita sama-sama manusia yang hidup di dunia ini. Status kita hanyalah sebuah
penghargaan sementara di dunia yang sementara
ini.”
Hanafi berucap seasalnya.
Thomas dan istrinya
seketika terdiam dan melebarkan kedua mata.
Terkejut mendengar perkataan Hanafi yang sederhana. Mereka tersenyum kagum
sambil berkata.
“Selama aku hidup di
dunia, ini pertama kalinya aku bertemu dengan anggota keluarga kerajaan yang
memiliki rendah hati seperti anda. Anda benar-benar berbeda.”
“Ap-apa
aku membuatnya semakin buruk?” khawatir Hanafi yang mendapatkan tatapan
kagum dari keduanya.
“Kami akan jauh lebih
menghormatimu, Pangeran Berhati Besar,” senyum istri Thomas menatap kagum Hanafi.
“Su-sudah kuduga ...,” batin Hanafi menghela nafas dan menundukkan kepala.
“Yah, kesampingkan masalah itu. Aku harus mencari informasi tentang
dunia ini, tentang alasan keberadaan Electus seperti Lapis dan Bella ada di
dunia ini.”
Hanafi mulai mengangkat
kepalanya kembali, dan tersenyum ramah sambil
bertanya. “Apa Bapak tau, apa itu
Electus beserta Eluser dan Phyuser?”
“Bagaimana saya bisa tidak tahu. Itu pengetahuan dasar dan
lumrah di sekitar kita. Mereka adalah orang-orang terpilih, dan merekalah yang bergerak di garis depan untuk
memusnahkan para Sleazer ...,” senyum
Thomas menjawab.
“Sle-Sleazer? Maaf ..., bisa aku tahu apa itu?”
“Sleazer, merupakan monster jahat yang memiliki tujuan untuk
menghancurkan dataran ini. Banyak jenis dari mereka dengan tindakan merusak yang berbeda-beda. Ada
yang memakan manusia, menghancurkan ladang, memporak-porakan desa atau kota
yang menghalangi jalan mereka. Tapi inti dari keberadaan mereka adalah membuat
kekacauan di dunia ini.”
“Lalu apa mereka juga
memiliki tingkatan seperti Electus. Seperti
level atau yang lainnya?” tanya kembali Hanafi
menatap penasaran Thomas.
“Ya, ada. Sama halnya
seperti Electus, mereka juga
tergolong dari yang terlemah H sampai yang terkuat Tripple S. Aku dengar jika Sleazer
kelas B ada yang sudah menyerupai manusia, bahkan saat sudah kelas A mereka bisa
bicara dan berkomunikasi seperti kita.”
“Lalu bagaimana dengan Sleazer kelas S ke atas?”
“Entahlah, selama
ratusan tahun belum pernah ada yang melihat mereka. Mereka disebut monster
legenda karena terkenal tak mau tunduk pada siapapun. Tapi kata beberapa orang
jika samudera yang memisahkan benua kita dengan benua sebrang sudah dijaga oleh
Sleazer bekelas S. Tapi aku juga
tidak tau akan kebenaran berita itu.”
“Be-begitu ...,” Hanafi terlihat paham
menganggukkan kepala.
“Aku cukup senang
dengan keadaan ini. Dunia cukup stabil setelah Ratu Kegelapan dikalahkan oleh 7
pahlawan di masa lalu. Jumlah Sleazer tidak
terlalu banyak seperti seratus tahun yang lalu.”
“Tujuh pahlawan? Siapa
mereka?” tanya Hanafi
dengan nada cukup antusias.
“Eh anda tak mengetahui mereka? Mereka biasa disebuat Sieben Arceluser,
sebuah kelompok dari berbagai Eluser
berbakat di dataran ini yang dikumpulkan. Mereka Eluser hebat yang berkelas S dan Double S. Mereka lah yang mengalahkan Ratu Kegelapan Sylbia dan
membawa kedamaian untuk dataran ini.”
“Sylbia? Apa dia juga Sleazer?” Hanafi bertanya kembali sambil membenarkan
posisi duduknya.
“Ya, dia Sleazer kelas
S. Ke-kemunculannya yang tiba-tiba seratus lima
puluh tahun lalu membuat keganasan Sleazer di dataran ini tidak normal. Dia membawa
kehancuran dan malapetaka bagi dataran
ini. Aku mendengarnya dari kakekku sendiri yang hidup di masa yang kelam itu.
Dunia benar-benar terasa seperti perang tiap harinya. Eluser dan Sleazer bertarung
habis-habisan di depan kami selaku
penduduk biasa.”
“La-lalu bagaimana
dengan Phyuser? Apa mereka tidak
membantu,” khawatir Hanafi bertanya.
“Bukan berarti aku
merendahkan kategori Phyuser. Tapi
saat itu mereka benar-benar tak berdaya melawan Sleazer, mereka yang berjumlah hanya 48 orang itu hanya dianggap
sampah oleh dunia. Maka dari itu sampai sekarang mereka disebut kategori sampah
karena kabur saat perang besar itu terjadi.”
“Jadi alasan Eluser lebih sedikit dari Phyuser saat ini karena pertarungan
besar itu?” tanya Hanafi.
“Ya, itu alasan kenapa Eluser lebih sedikit.”
“Tapi bukankah para Eluser itu ada sejak mereka lahir?! Apa
faktor orang tua juga berpengaruh?”
“Jika orang tua mereka Eluser maka kemungkinannya anaknya
yang seorang Eluser juga lebih besar. Tapi manusia biasa juga masih memiliki kemungkinan untuk memiliki
anak seorang Eluser, meski
kemungkinannya amat sangat kecil,” senyum istri Thomas.
“Jadi berpengaruh yah
...,” Hanafi tersenyum cemas menatap istri Thomas.
“....”
“Baiklah, kita hentikan
pembicaraan masa lalu ini dan fokus pada masa sekarang. Apa Bapak kenal dengan
Lapis dan Bella– Ma-maksudku
Putri Lapis dan Putri Bellarista?” gugup
Hanafi cukup cemas.
“Pu-putri Lapis?!”
“Putri Bella?!” teriak
Thomas beserta istrinya bersamaan.
Hanafi cukup terkejut
akan teriakan mereka. Dia kembali memberikan
senyuman khawatir menutup matanya sesaat. “Ya, para putri itu ....”
“Tentu saja kami mengenal mereka. Mereka adalah putri
dari masing-masing kerajaan mereka sendiri,” senyum istri Thomas pada Hanafi.
“Putri Bellarista Essentian Nigrum. Dia
adalah putri tunggal dari Kerajaan Nigrum Valle. Salah satu kerajaan dari empat
kerajaan raksasa di dataran ini.”
“Begitu pula dengan Putri Lapis Ros Auram, dia juga putri
tunggal dari Kerajaan Auram. Kerajaan kedua terbesar setelah Kerajaan
Angelwish.”
“Putri Tunggal?
Bukankah saat itu Lapis mengatakan jika dirinya putri pertama? Atau itu hanya
aku yang salah dengar ...,” batin Hanafi menutup matanya dan berpikir.
“Apa anda pernah bertemu dengan mereka?” tanya istri
Thomas terkagum-kagum. Sedangkan Hanafi hanya tersenyum sambil menjawab pertanyan wanita itu secara spontan.
“Ah, iya aku pernah bersama mereka beberapa saat ….”
“Sudah kuduga jika anda memang seorang pangeran.” Thomas
tersenyum kagum menatap Hanafi yang
menyentuh kening dengan telapak tangan kanan.
“Si-sial, keceplosan ....”
Hanafi hanya memasang wajah datar menatap Thomas. Setelah
itu dia mengeluh sambil kembali bergumam cukup pelan. “Mungkin aku lebih baik
diam.”
“Eh, apa anda mengatakan sesuatu?” tanya Thomas cukup
penasaran.
“Tidak tidak, yang lebih penting tolong ceritakan tentang
empat kerajaan besar itu. Apa mereka yang menguasai dataran benua ini?”
“Tidak, bukan berarti mereka menguasai dataran ini. Masih
ada juga beberapa kerajaan yang lainnya. Tapi empat kerajaan itu sungguh
berbeda. Mereka kerajaan besar yang benar-benar terkenal oleh
semua orang di dataran ini.” Istri Thomas terlihat menjelaskan sambil berdiri
dari kursinya, berniat mengambil sesuatu di belakang.
“Terutama Kerajaan
Angelwish. Kerajaan nomor satu itu unggul di semua bidang kecuali bidang
ekonomi dan militer. Kerajaan Auram masih
paling depan dalam soal ekonomi dan kemakmuran rakyatnya. Itu semua karena
gadis muda jenius yang sudah memasuki lima eksekutif.” Lanjut Thomas
menjelaskan.
“Putri Lapis?”
“Ya, Putri Lapis Ros Auram. Dia yang menggerakkan kerajaan
Auram di berbagai bidang seorang diri.”
“Se-seorang diri?! Maksudmu hanya dia?! Kemana sang raja dan ratu?!” tanya Hanafi terkejut sulit percaya.
“Ratu Kerajaan Auram sudah lama meninggal. Sedangkan Sang
Raja menghilang dan tak diketahui keberadaanya.”
“Ada yang mengatakan jika Putri Lapis yang terkenal
arogan itu dulunya adalah gadis yang baik dan ramah pada siapapun. Tapi aku
tidak tau secara detailnya,” senyum sedih Istri Thomas sambil membawa cangkir.
“Sayang, kenapa kau membawa itu?” tanya Thomas pada
istrinya.
“Eh, tidak apa kan? Sepertinya perbincangan kita masih
lama,” senyum istri Thomas melihat jendela keluar, dan melihat langit yang sudah mulai gelap.
“Maaf, aku benar-benar
jadi
menggangu waktu kalian,” khawatir Hanafi
merasa bersalah.
“Tak apa, kami
sangat senang melakukan hal ini,” senyum Thomas mulai meminum kembali airnya.
“Lalu bagaimana dengan kerajaan yang lainnya?”
“Soal Kerajaan Nigrum
Valle aku tidak terlalu tau banyak. Kerajaan itu sedikit ketat terhadap
penduduk luar jadi informasi tentang kerajaan itu sulit didapatkan.
Tapi yang pasti Putri
dari kerajaan itu, yakni Putri Bellarista terkenal karena kebaikan hatinya. Terkenal
sikap ramahnya yang selalu rendah hati. Aku yakin kalau kerajaan itu juga
baik-baik saja karena memiliki Putri yang baik hati sepertinya.”
“Ya aku juga sudah merasakan bagaimana kebaikan Bella. Dia memang baik
hati,” senyum Hanafi dalam batinnya.
“Lalu yang terakhir?”
tanya Hanafi bertanya. Tapi dia hanya terdiam kebingungan ketika melihat Thomas
dan istrinya berwajah khawatir.
“Ma-maaf, tapi
sebaiknya anda tak perlu mendengarkan kerajaan terakhir. Sekarang kerajaan ini sungguh
terkenal buruk oleh dataran ini. Bahkan jumlah penduduknya saja tidak lebih
dari 100 orang.”
“Eh? Lalu kenapa
kerajaan itu disebut sebagai salah satu kerajaan besar–“
“Karena mereka memiliki
kekuatan tempur yang jauh dari kerajaan lainnya. Mereka hanya mefokuskan
dirinya sendiri untuk bidang militer dan mengabaikan penduduknya. Aku dengar
juga jika sisa penduduknya dipaksa tinggal dan diperlakukan tak lebih dari
benda.“
“...!!” Hanafi sontak
terkejut mendengar cerita itu.
Dia benar-benar melebarkan mata, dan menatap
penasaran Thomas beserta istrinya.
“Apa nama kerajaan
itu?!”
“Kerajaan itu bernama Misericordiam.”
“Kerajaan Misericordiam ...,” Hanafi terlihat kesal dan
mengepalkan erat kedua tangannya.
“Ya kerajaan itu juga
terkenal dengan julukan Kerajaan Rembulan Merah karena letaknya yang berada di sisi paling timur benua ini. Selain itu mata seluruh anggota kerajaannya juga
berwarna merah seperti batu Ruby,” jelas Thomas yang
masih
terlihat was-was.
“Banyak yang mengatakan
juga jika pemberontakan rakyatnya hampir terjadi setiap hari. Hukuman mati
untuk para pembangkang di depan umum sering kali dilakukan, bahkan sampai
hampir setiap hari,” jelas istri Thomas menutup
matanya dengan ekspresi penuh kesedihan di wajah.
“Be-begitu,” pelan Hanafi sambil
mengepalkan
erat kedua tangannya setelah mendengar keadaan Kerajaan Misericordiam.
Untuk sesaat suasana
terasa hening dan canggung. Semua orang yang berada di ruangan memasang wajah
khawatir dan sedih ketika sudah membicarakan nasib para penduduk Kerajaan
Misericordiam dari tirani kejam penguasanya.
“Ba-baiklah, kita
pindah topik dari masalah yang tak enak di dengar itu. Aku ingin bertanya pada
kalian berdua kembali. Menurut kalian apakah mungkin bagi seorang Electus untuk berpindah dimensi?” tanya
khawatir Hanafi menatap keduanya.
“Berpindah dimensi?”
tanya Thomas dan istrinya kebingungan.
“Ma-maaf, maksudku
berpindah dunia.”
“Oh, berpindah dunia
.... Aku tidak tau soal Phyuser. Tapi
jika Eluser mungkin saja,” jelas
Thomas, wajahnnya terlihat cemas seakan ragu untuk
menjawab. Sedangkan istrinya hanya tersenyum melirik dirinya, dia mulai berkata
sambil menatap Hanafi.
“Aku pikir, lebih baik
anda menanyakan masalah ini langsung kepada seorang Eluser. Mereka mungkin lebih tau jawabannya dibanding kami yang
hanya manusia biasa.”
“Ibu benar ...,” Hanafi
menganggukan kepala dan memejamkan matanya sesaat. Dia hanya bergumam cemas dalam hatinya. “Astaga, kenapa aku tidak menanyakan masalah ini pada Lapis dan Bella
tadi. Kenapa aku baru mengingat pertanyaan penting ini ....”
“Khususnya Putri Lapis. Dia pemilik kekuatan unik,
yakni air dan udara. Mungkin dia tahu akan sihir perpindahan dunia yang kamu
maksud.”
“Bagus, sekarang aku harus menyusul gadis arogan itu ke Kota Aldosta,” senyum
kesal Hanafi dalam hati.
“Ka-kalian tau Aldosta? Tujuan utamaku saat ini ingin pergi kesana.”
“Tak ada yang tidak tau tentang kota itu di dataran ini.
Kota Aldosta, merupakan salah satu kota paling maju yang ada di dataran ini.
Salah satu kota yang berada di daerah Kerajaan Angelwish dan mencetak para Eluser yang berpengaruh,” senyum Thomas
menjelaskan.
“Jadi intinya, Kota Aldosta adalah sekolah besar untuk
semua Eluser di dunia ini?” tanya
Hanafi.
“Sekolah?” Thomas dan istrinya kembali terlihat
kebingungan.
“Maksudku tempat untuk belajar dan menuntut ilmu,” senyum
Hanafi menutup matanya sesaat. Dia benar-benar terlihat kerepotan karena
beberapa istilah di dunianya tak dipahami oleh Thomas dan istrinya.
“Ya, seperti itu. Tapi tidak sembarang orang bisa masuk ke sekolah di Aldosta. Hanya Eluser saja yang bisa belajar di sana,” senyum Istri Thomas pada Hanafi.
“Lalu bagaimana dengan anak-anak lainnya? Apa mereka
tidak mendapatkan pendidikan di dataran ini?”
“Jika masalah itu kami selaku para orang tua lah yang bertanggung jawab akan hal
itu. Kami yang berkewajiban mendidik dan mengajari anak-anak kami. Karena pada
dasarnya Aldosta hanyalah tempat untuk mengembangkan kemampuan para Eluser.”
“Tapi kan–“ Hanafi terlihat khawatir mencoba menjelaskan
betapa pentingnya sekolah, akan tetapi perkataannya terpotong oleh teriakan
seorang lelaki yang berteriak dari luar ke arah mereka.
“Kepala, kita
dalam masalah besar!!”
Hanafi dan Thomas seketika keluar dari rumah. Wajah
mereka terlihat khawatir karena teriakan lelaki itu yang ketakutan.
“Ada apa, Ganga? Kenapa kau ketakutan seperti itu?”
khawatir Thomas bertanya.
“Ga-gawat, Kepala!! Aku melihat sekumpulan Amygons yang bergerak ke arah sini.
Sepertinya mereka sedang bermigrasi dan berniat melewati desa kita!!” lapor
Ganga yang menangis ketakutan.
Seketika suasana tegang langsung terasa di sekitarnya.
Puluhan penduduk langsung keluar dengan memasang wajah yang sama. Wajah
ketakutan dan keputusasaan yang amat dalam.
***
No comments:
Post a Comment