Sunday, 10 June 2018

Chapter 5

Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Chapter 5
Pangeran OSIS

             Pagi yang cukup cerah mulai datang bersamaan dengan perpisahan Hanafi dengan kedua Putri kerajaan terpandang. Di persimpangan jalan dekat danau yang menjadi muara sungai, terlihat Hanafi yang mulai turun dari kereta sambil menyembunyikan telinga kanannya dari Bella.


            “Apa kau yakin telingamu baik-baik saja? Kenapa bisa ceroboh hingga jatuh dari kereta saat tidur?” Bella terlihat khawatir menatap Hanafi. Dia juga ikut turun mengikuti Hanafi sambil membawa kantong serut kecil berwarna coklat.


            “Tenang saja, aku tidak apa-apa. Selain itu, aku ingin berterima kasih padamu, pada Bapak, dan pada kau juga,” Hanafi tersenyum menatap Bella, lalu Sebas, dan terakhir Lapis yang masih berada di dalam kereta. Ya, meski wajahnya masih terlihat tidak senang akan tindakan Lapis kemarin malam.


            “Berterima kasih? Untuk apa?”  tanya Bella cukup kebingungan. Dia kembali memiringkan kepalanya hingga terlihat sangat manis.


            “Un-untuk semuanya. Tiga hari kalian memberiku makan dan tempat untuk tidur. Bahkan kalian sampai repot-repot mengantarku ke desa terdekat –“


            “Jangan salah sangka yah, sesungguhnya kami tidak berniat mengantarmu. Persimpangan jalan menuju desa yang kau tuju kebetulan saja kami lewati,” lirik Lapis pada jalan yang akan dituju oleh Hanafi. Yakni lurus ke depan, mengikuti aliran sungai besar yang sudah mereka lewati sepanjang jalan.


            Sedangkan Lapis beserta rombongannya berbelok dan menyebrangi sungai dengan jembatan besar. Jembatan itu terlihat berdiri kokoh dengan umur yang sudah ratusan tahun.


            “Hee ..., be-begitu yah,” senyum kesal Hanafi menutup matanya sesaat. Sedangkan Lapis mulai melirik Hanafi dengan cukup sinis dan arogan. Seperti biasanya.


            Bella hanya tersenyum cemas. Gadis cantik berambut hitam itu mulai menghalangi jarak pandang keduanya dengan tubuhnya. Dia tersenyum melirik sahabatnya sambil berkata.


            “Lapis turunlah, ucapkan salam perpisahan untuknya. Kau mungkin saja takkan bertemu lagi dengan–“


            “Aku-tidak-mau!” kesal Lapis, mengeja perkataan dengan nada suara yang terdengar dalam. Dia juga memberikan tatapan tajam pada sahabatnya itu.


            “Astaga, sesulit itukah mengucapkan salam perpisahan padaku,” datar Hanafi tak senang pada Lapis. Sedangkan Sebas hanya tersenyum menatap Lapis, seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan sang putri arogan.


            “Lapis, sebenci itukah kamu pada Hanaf–“ khawatir Bella berjalan mendekati kereta.


            “Ayolah Bella! Berikan saja kantung itu dan tinggalkan dia! Kita tidak punya banyak waktu untuk hal ini!” kesal Lapis menutup matanya amat erat. Menaikkan nada suaranya hingga menyinggung kembali perasaan Hanafi.


            Bella hanya memberikan senyuman letih akan sikap sahabatnya. Dia memasang wajah sedih sambil kembali menghampiri Hanafi.


            “Maaf yah, sebenarnya dulu dia tidak seperti ini. Sesungguhnya dia gadis yang amat baik dan penuh perhatian,” sedih Bella meminta maaf.


            “Be-begitu, kah?” senyum Hanafi cukup khawatir. Tapi dalam hatinya dia bergumam cukup kesal sambil melirik Lapis yang masih memejamkan matanya.


Gadis sepertinya, Bella? Mus-ta-hil.


Bella mulai memberikan kantong serut yang sebelumnya ia bawa pada Hanafi. Tak lupa memberikan senyuman lebarnya.


“Terimalah, kami tau jika kamu tidak punya uang. Atau mungkin uangmu tidak akan berlaku di wilayah ini.”


“Eh, benarkah? Apa ini tidak apa-apa?!” Hanafi cukup terkejut sambil menerima kantong serut yang berisi uang tersebut.


“Uang sekecil itu tidak akan berpengaruh dalam keuangan kami. Aku harap kamu menggunakan uang itu dengan bijaksana,” senyum Bella mulai manaiki kereta kuda. Hanafi membalas senyuman Bella dengan lebar, lalu mengucapkan terima kasih dengan nada tinggi. Sedikit membuat wajah Lapis semakin cemberut dan tak senang.


Mereka pun berpisah dan mulai melangkah melewati jalan mereka masing-masing.


Hanafi masih terlihat melambaikan tangannya pada kereta kuda yang berjalan di atas jembatan. Bella juga terlihat membalas lambaian tangan Hanafi sambil tersenyum bahagia dan berteriak. “Selamat tinggal, sampai bertemu lagi!!”


Di saat sahabat yang seperti itu, Lapis terlihat masih menutup mata, terlihat tak peduli dengan sikap sahabatnya. Gadis berambut putih cukup dingin itu kembali membaca bukunya yang cukup tebal.


“Hei, Lapis ..., kamu beri uang berapa pada Hanafi? Aku tau jika kamu hanya membawa 52 koin emas dari kerajaanmu. Apa kamu memberinya 10 koin emas?” senyum bahagia Bella yang duduk tepat disampingnya.


“Soal itu Bella, aku mengambil 10 koin perak milikmu. Jadi aku tak mengeluarkan uang sepeser pun pada lelaki itu,” senyum Lapis melirik sahabatnya. Bella yang mendengar hal itu sontak terkejut dan lekas memeriksa kantong serutnya yang terlihat berkelas. Dia yang terlihat sedikit kesal itu pun berkata.


“Aku membawa 5 koin emas dan 3000 koin perak dari kerajaanku. Aku memberinya 1000 koin perak, tapi kenapa koin perakku sekarang hanya 1990?!”


“Bukankah aku tadi sudah mengatakannya? Aku meminjam 10 koin perakmu itu,” datar Lapis sambil membaca bukunya kembali.


“Lapis ...,” datar Bella menatap sahabatnya.


“Aku akan menggantinya setelah kita sampai. Tenang saj–“


“Bukan itu masalahnya! Kerajaanmu amat sangat kaya, kerajaanmu itu terbesar kedua setelah Kerajaan Angelwish. Kenapa kamu pelit sekali?” cemas Bella bertanya menutup mata dan menundukkan kepala.


“Aku tidak perlu membuang uangku untuk lelaki sepertinya,” senyum Lapis menutup mata. Senyuman yang membuat hati sahabatnya cukup tergerak.


“Begitu ...,” senyum kecil Bella mulai menatap jendela keluar dengan tatapan kecewa.


“Ah, Bella ...,” pelan Lapis sambil terus membaca bukunya.


“Ya, apa?” khawatir Bella bertanya melirik sahabatnya.


“Sesampainya di Aldosta. Bisa kau ceritakan padaku, seperti apa sebenarnya diriku ini di masa lalu? Aku sudah banyak merubah sifatku ini demi alasan politik dan keamanan wilayahku sendiri. Aku sudah lupa akan sifatku yang sebenarnya,” Lapis mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Dia memegang erat buku yang ia baca itu dengan tangannya.


“...!!” kedua mata Bella terbuka lebar, mulutnya terbuka menganga karena terkejut dengan apa yang dia dengar. Dia lekas tersenyum bahagia sambil menganggukkan kepalanya cukup cepat. “Ya!! Akan kuceritakan semuanya!”


Di tempat yang cukup dekat, yakni kusir kuda. Terlihat Sebas yang tersenyum bahagia. Sesaat dia menutup matanya sambil bergumam dalam hatinya.


Semoga anda berhasil menghapus sifat kebohongan itu sebelum bertemu lagi dengannya. Kembalilah menjadi Putri Lapis yang penuh kasih seperti dahulu


“....”


Di tempat lainnya, di jalan yang berbeda dengan Lapis dan yang lain. Hanafi terlihat berjalan pelan sambil menatap kantong serut yang diberikan oleh Bella.


Sekarang ..., ini semua semakin mirip dengan fantasy yang sering kutonton dalam film-film. Aku tidak menyangka akan mendapatkan kantong serut untuk menyimpan uang– mungkin lebih tepatnya koin?” Hanafi tersenyum kecil sambil menggoyangkan kantung itu, lalu terdengar suara benturan antara koin yang ada di dalamnya.


Hanafi mulai jongkok dan duduk di atas tanah, berniat memeriksa isi yang berada di dalam kantung itu.


20 koin emas dan sekitar 1000 koin perak. Apa ini termasuk uang banyak atau sedikit? Ak-aku benar-benar buta harga di dunia ini,” Hanafi terlihat mengeluh kebingungan.


“Sampai mengetahui harga koin perak dan emas, sepertinya aku takkan mengeluarkan koin ini.” Hanafi tersenyum dan mulai memasukkan kantung yang diberikan Bella pada ranselnya. Pedang milik Abbas yang sudah ia anggap temannya terlihat masih menempel dipinggang kanannya.


Dia mendekati sungai yang memiliki aliran cukup tenang, perlahan menyimpan ranselnya, dan akhirnya duduk di dekat sungai itu.


Hanafi membasuh mukanya sambil berucap cemas dalam hati kecilnya.


Astaga, bagaimana jadinya jika aku tidak bisa kembali ke dunia asalku? Apa aku akan dianggap bolos di sekolah hingga be-beasiswaku teracam ....


Selelsai membasuh muka, Hanafi lekas bercermin di hadapan sungai jernih di hadapannya. Dengan raut wajah kekhawatiran yang masih menempel, lelaki berambut coklat itu kembali melanjutkan kata hatinya.


Jangan memikirkan Beasiswa, Hanafi. Situasinya benar-benar akan menjadi buruk jika aku tak bisa kembali ke dunia lamaku.
Apa aku yang hanya murid SMA bisa bertahan di dunia ini? Dunia yang berisi kekuatan aneh yang dijelaskan oleh Bella kemarin ....”


Angin kembali berhembus di saat berakhirnya ucapan dalam batin Hanafi. Untuk beberapa saat, lelaki itu hanya menatap pantulan dirinya dari air sungai.


“Untuk saat ini aku hanya harus melakukan apapun yang kubisa, pertama-tama aku harus mengetahui betul seperti apa dunia ini sebenarnya. Bagaimana keadaan masyarakatnya, pemerintahan, hubungan, norma di dunia ini, dan yang lainnya,” ucap Hanafi sambil memasang senyuman menguatkan diri. Perlahan, dia juga mulai mengeluarkan ponsel androidnya yang mati, lalu mengambil solar powerbank yang menggantung di belakang ranselnya.


Lelaki itu mengisi baterai ponselnya lalu menyimpan pedangnya tepat di samping kanan.


Lepas itu, Hanafi mulai berbaring di atas rumput dekat sungai. Hembusan angin lembut kembali datang menerpa tubuh lelaki yang cukup kurus itu. Dia hanya menutup mata sambil merasakan angin yang menerpa tubuhnya kembali.


Gara-gara gadis arogan itu aku tidak bisa tidur nyenyak tadi malam ....”


Suasana terasa cukup tenang dan nyaman. Percikan kecil air sungai yang alami terdengar oleh telinga, kembali mendatangkan ketentraman dalam hati Hanafi. Hangat sinar mentari juga mulai memeluknya, bagaikan selimbut alami yang membuat lelaki itu merasakan perasaan damai.


Hanafi pun tertidur dan mengendurkan penjagaannya. Rasa kantuknya membuat dia melupakan sergapan para perampok di hari sebelumnya.


Tapi tidur nyamannya itu tak berlangsung lama. Hanafi lekas membuka mata. Bayangan gadis yang kemarin malam melakukan percakapan rahasia dengannya mulai muncul.


 “Apa maksudnya itu? Menggigit telingaku dan pergi begitu saja,” senyum tak senang Hanafi dan langsung duduk sambil mengusap telinga kanan dengan tangan kiri.


“Sungguh, pikiran gadis bernama Lapis itu benar-benar sulit ditebak. Aku benar-benar tak mengerti dengannya,” lanjutnya sambil memasang pedangnya di pinggang.


Mengingat perlakuan Lapis yang memandang rendah karena jaketku, lebih baik aku buka saja. Lagipula siang nanti mungkin akan panas,” khawatir Hanafi mulai melepas jaket. Lalu dia memasukan jaket usangnya itu ke dalam tas hijau.


Lepas itu, Hanafi mulai menggendong tasnya kembali, dan melangkahkan kakinya berniat melanjutkan perjalanan.


Tak terlalu lama dia berjalan, sebuah pemukiman yang berada di sekitar padang rumput luas mulai terlihat. Kincir angin raksasa juga terlihat di atas sungai.


Beberapa orang yang diduga menjadi penduduk desa mulai nampak. Mereka memberikan tatapan penasaran pada Hanafi.


Hanafi tetap berjalan dan memasang wajah gugup karena seluruh tatapan sekitar tertuju padanya.


Beberapa penduduk juga menatap cemas pedang yang dibawa Hanafi. Menyadari hal itu, Hanafi mulai memegang pedangnya dengan senyuman kecemasan.


            “Eluser?! Kategori Phyuser, kah?!” lelaki tua dekat dengan sungai berucap sendiri sambil menatap cemas Hanafi.


            “Jayt, mungkin dia juga pangeran dari kerajaan tertentu? Pakaiannya terlihat berkelas dan berharga,” ucap wanita paruh baya sambil menghampiri lelaki tua yang dipanggil Jayt.


            “Kau mungkin benar, di dadanya ada sebuah lambang. OSIS? Kerajaan OSIS!? Aku belum pernah dengar, bagaimana denganmu, Anette?” tanya Jayt.


            “Belum juga ....” Anette menggelengkan kepala sambil terus memberikan tatapan penasaran pada Hanafi.


            Tak mengherankan. Dibandingkan dengan jaket usangnya, baju seragam Hanafi memang terlihat berkelas. Itu tidak aneh mengingat sekolah Hanafi yang merupakan salah satu sekolah elit di negaranya.


            Jarak dari Hanafi dan dua penduduk yang saling berbisik itu cukup dekat. Wajar jika dia masih bisa mendengarkan bisikan mereka.


Lelaki berambut hitam itu hanya tersenyum kecil sambil bergumam dalam hatinya.


            “Ja-jadi begitu ..., karena seragam dan pedangku inilah yang membuat mereka terus menatapku.”


            Hanafi yang masih tersenyum mulai menutup matanya. Tubuhnya bergemetar, terlihat sedang menahan tawanya.


            “Buft – da-dan juga Kerajaan OSIS?! Aku tidak mengira akan mendengar kata yang terdengar aneh it–“


            Bruk!


            Isi pikiran Hanafi langsung hancur ketika dia menabrak sesuatu, atau mungkin seseorang di depannya. Hanafi lekas melihat ke bawah. Seorang gadis yang lebih pendek darinya terlihat.


            Gadis itu terlihat kotor, pakaiannya terlihat sobek-sobek dan berantakan. Gadis itu seperti pengemis yang sering Hanafi lihat di dunia asalnya. Bahkan mungkin terlihat lebih buruk.


Beberapa luka lebam di bagian bawah mata kirinya juga nampak. Membuat perasaan iba Hanafi muncul.


            Gadis itu berambut kuning lemon masak dengan warna kedua bola mata yang terlihat berbeda. Mata kanannya berwarna biru murni bagaikan lautan mediterania. Sedangkan mata kirinya berwarna kuning cerah bagaikan pantulan cahaya dari emas yang berkilauan.


            “Ka-kau tak apa....“ Hanafi mengangkat tangan, dan bertanya cemas akan keadaanya. Tapi ucapannya semakin mengecil ketika melihat reaksi si gadis kecil.


Gadis itu menundukkan kepalanya dengan tubuh yang bergemetar. Pundaknya terangkat ke atas. Kedua tangannya terlihat ia kepal dengan erat hingga bergemetar. Sikapnya itu terlihat bagai sikap yang sedang menyiapkan diri untuk mendapatkan pukulan.


            Hanafi memasang wajah kecemasan pada gadis yang berdiri di hadapannya. Lelaki itu sadar jika gadis itu sedang ketakutan. Hatinya sungguh sakit melihatnya yang seperti itu.


            “Ak-aku takkan memukulmu,” Hanafi mulai jongkok dan berniat memegang pundaknya. Tapi seketika gadis itu mundur dan menatap Hanafi penuh ketakutan. Dia mengepalkan kedua tangannya yang bergemetar tepat di depan dadanya.


            “....” Hanafi menyipitkan mata, terlihat semakin memberikan tatapan kecemasan padanya. Sungguh ingin mengetahui, apa yang sudah ia alami sampai bisa memperlihatkan tatapan ketakutan seperti itu.


            Lalu, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun gadis itu pun lekas berbalik dan berlari amat kencang meninggalkan Hanafi yang masih memberikan tatapan kecemasan.


            “....”


Di waktu bersamaan itu juga Hanafi mulai merasakan tatapan tak senang dari para penduduk. Bukan untuknya, melainkan untuk gadis penuh lebam yang berlari sebelumnya.


            “Ap-apa yang sebenarnya terjadi di sini?”  khawatir Hanafi bertanya dalam hatinya sambil menatap penduduk sekitar. Dia pun berjalan kembali mendekati salah satu penduduk, dan menanyakan lokasi pemimpin di desa itu.


Hanafi berpikir jika menanyakan tentang gadis itu langsung akan terlalu berisiko. Untuk saat ini dia hanya bisa menahan rasa penasarannya.


            Beberapa menit setelah bercengkrama dengan salah satu penduduk itu, Hanafi akhirnya bisa menemui sang pemimpin desa.


Dia lelaki tua yang memakai kacamata dengan perut sedikit buncit. Umurnya sudah sekitar lebih dari lima puluh tahun. Itu terlihat jelas dari rambut dan jenggotnya yang sudah beruban.


Sang pemimpin desa tersenyum ramah menyambut kedatangan Hanafi. Lekas berucap dengan nada gembira.


            “Selamat datang di desa kami, Desa Karot. Saya kepala di desa ini, nama saya Thomas.”


            “Ah, saya Hanafi. Te-terima kasih atas wakatunya karena sudah mau menemui saya,” khawatir Hanafi menatap Thomas, mungkin lebih tepatnya orang-orang yang berkumpul di belakang Thomas. Wajah mereka dipenuhi rasa penasaran akan sosok lelaki berseragam elegan.


            “Hanafi, Pangeran Hanafi ...,” senyum Thomas menatap lambang OSIS di dada Hanafi.  Hanafi hanya semakin tersenyum khawatir sambil menutupi lambangnya.


            “Saya bukan seperti yang Bapak pikirkan. Panggil Hanafi saja, hahaha ....”


            “Anda pasti berasal dari kerajaan yang jauh. Silahkan tinggal disini sebentar untuk melepas keletihan anda, Pangeran.” Thomas menunjukkan jalan menuju rumahnya yang terlihat cukup besar dengan sopan. Mungkin rumah itu merupakan rumah terbesar yang berada di pemukiman itu.


            “Hei hei, bapak ini tidak mendengarkan perkataanku sebelumnya yah?” batin Hanafi sambil memberikan senyuman kecil pada Thomas. Lalu berjalan mengikuti lelaki tua yang menjadi kepala desa.


            Pandangan kekaguman masih terlihat dari para penduduk, khususnya kaum wanita muda. Mereka saling berbisik satu sama lain seolah merasa kegirangan. Hal itu semakin memburuk ketika Hanafi tersenyum pada mereka.


Dia tidak salah dan tak berniat mencari popularitas. Itu sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan panti asuhannya untuk murah senyum pada sekitar.


“Kyaa!! Pangeran senyum kepadak–“


“Enak saja!! Pangeran itu tersenyum kepadaku!!”


“Padaku!”


“Padaku!!”


Hanafi hanya bisa memasang senyuman kecil melihat pertengkaran dua kembang desa di samping kirinya. Alhasil, dia mulai mengembalikan pandangannya ke depan seolah tak ingin terlibat lebih jauh lagi. “Ayolah, aku hanya besikap ramah. Kenapa bisa jadi seperti itu?!”


Pada akhirnya Hanafi bisa memasuki rumah Thomas, lalu mulai duduk di kursi yang disediakan. Thomas bersama istrinya juga terlihat duduk berhadapan dengannya. Mereka tersenyum sambil menyuguhkan beberapa jamuan untuk Hanafi.


“Meski terlihat tidak pantas, tapi hanya inilah yang kami punya. Silahkan, Pangeran!”


“....” Hanafi hanya tersenyum ramah akan jamuan yang diberikan. Meski dirinya juga merasa tidak enak karena terus-terusan dipanggil pangeran.


“Maaf, kedatangan saya ke sini bukan maksud apapun. Saya hanya mencari informasi tentang dunia in– ma-maksudku wilayah ini.” Hanafi memulai pembicaraan serius, dan sedikit memperbaiki kata-kata terakhirnya. Thomas dan istrinya pun hanya tersenyum.


“Silahkan, kami akan menjawab semua pertanyaan anda dengan semua yang kami tahu,” jelas Thomas sedikit menundukkan kepala.


Astaga, apa orang-orang di dunia ini memang senang dianggap rendah oleh orang lain!?” Hanafi berwajah khawatir menatap Thomas yang menundukkan kepala.


“Pak, tolong panggil aku Hanafi saja, aku lebih senang dipanggil seperti itu. Meski jika aku benar-benar seorang pangeran sekalipun. Kita sama-sama manusia yang hidup di dunia ini. Status kita hanyalah sebuah penghargaan sementara di dunia yang sementara ini.” Hanafi berucap seasalnya.


Thomas dan istrinya seketika terdiam dan melebarkan kedua mata. Terkejut mendengar perkataan Hanafi yang sederhana. Mereka tersenyum kagum sambil berkata.


“Selama aku hidup di dunia, ini pertama kalinya aku bertemu dengan anggota keluarga kerajaan yang memiliki rendah hati seperti anda. Anda benar-benar berbeda.”


Ap-apa aku membuatnya semakin buruk?” khawatir Hanafi yang mendapatkan tatapan kagum dari keduanya.


“Kami akan jauh lebih menghormatimu, Pangeran Berhati Besar,” senyum istri Thomas menatap kagum Hanafi.


Su-sudah kuduga ...,” batin Hanafi menghela nafas dan menundukkan kepala.


Yah, kesampingkan masalah itu. Aku harus mencari informasi tentang dunia ini, tentang alasan keberadaan Electus seperti Lapis dan Bella ada di dunia ini.”


Hanafi mulai mengangkat kepalanya kembali, dan tersenyum ramah sambil bertanya. “Apa Bapak tau, apa itu Electus beserta Eluser dan Phyuser?”


“Bagaimana saya bisa tidak tahu. Itu pengetahuan dasar dan lumrah di sekitar kita. Mereka adalah orang-orang terpilih, dan merekalah yang bergerak di garis depan untuk memusnahkan para Sleazer ...,” senyum Thomas menjawab.


Sle-Sleazer? Maaf ..., bisa aku tahu apa itu?”


Sleazer, merupakan monster jahat yang memiliki tujuan untuk menghancurkan dataran ini. Banyak jenis dari mereka dengan tindakan merusak yang berbeda-beda. Ada yang memakan manusia, menghancurkan ladang, memporak-porakan desa atau kota yang menghalangi jalan mereka. Tapi inti dari keberadaan mereka adalah membuat kekacauan di dunia ini.”


“Lalu apa mereka juga memiliki tingkatan seperti Electus. Seperti level atau yang lainnya?” tanya kembali Hanafi menatap penasaran Thomas.


“Ya, ada. Sama halnya seperti Electus, mereka juga tergolong dari yang terlemah H sampai yang terkuat Tripple S. Aku dengar jika Sleazer kelas B ada yang sudah menyerupai manusia, bahkan saat sudah kelas A mereka bisa bicara dan berkomunikasi seperti kita.”


“Lalu bagaimana dengan Sleazer kelas S ke atas?”


“Entahlah, selama ratusan tahun belum pernah ada yang melihat mereka. Mereka disebut monster legenda karena terkenal tak mau tunduk pada siapapun. Tapi kata beberapa orang jika samudera yang memisahkan benua kita dengan benua sebrang sudah dijaga oleh Sleazer bekelas S. Tapi aku juga tidak tau akan kebenaran berita itu.”


“Be-begitu ...,” Hanafi terlihat paham menganggukkan kepala.


“Aku cukup senang dengan keadaan ini. Dunia cukup stabil setelah Ratu Kegelapan dikalahkan oleh 7 pahlawan di masa lalu. Jumlah Sleazer tidak terlalu banyak seperti seratus tahun yang lalu.”


“Tujuh pahlawan? Siapa mereka?” tanya Hanafi dengan nada cukup antusias.


“Eh anda tak mengetahui mereka? Mereka biasa disebuat Sieben Arceluser, sebuah kelompok dari berbagai Eluser berbakat di dataran ini yang dikumpulkan. Mereka Eluser hebat yang berkelas S dan Double S. Mereka lah yang mengalahkan Ratu Kegelapan Sylbia dan membawa kedamaian untuk dataran ini.”


Sylbia? Apa dia juga Sleazer?” Hanafi bertanya kembali sambil membenarkan posisi duduknya.


“Ya, dia Sleazer kelas S. Ke-kemunculannya yang tiba-tiba seratus lima puluh tahun lalu membuat keganasan Sleazer di dataran ini tidak normal. Dia membawa kehancuran dan malapetaka bagi dataran ini. Aku mendengarnya dari kakekku sendiri yang hidup di masa yang kelam itu. Dunia benar-benar terasa seperti perang tiap harinya. Eluser dan Sleazer bertarung habis-habisan di depan kami selaku penduduk biasa.”


“La-lalu bagaimana dengan Phyuser? Apa mereka tidak membantu, khawatir Hanafi bertanya.


“Bukan berarti aku merendahkan kategori Phyuser. Tapi saat itu mereka benar-benar tak berdaya melawan Sleazer, mereka yang berjumlah hanya 48 orang itu hanya dianggap sampah oleh dunia. Maka dari itu sampai sekarang mereka disebut kategori sampah karena kabur saat perang besar itu terjadi.”


“Jadi alasan Eluser lebih sedikit dari Phyuser saat ini karena pertarungan besar itu?” tanya Hanafi.


“Ya, itu alasan kenapa Eluser lebih sedikit.”


“Tapi bukankah para Eluser itu ada sejak mereka lahir?! Apa faktor orang tua juga berpengaruh?”


“Jika orang tua mereka Eluser maka kemungkinannya anaknya yang seorang Eluser juga lebih besar. Tapi manusia biasa juga masih memiliki kemungkinan untuk memiliki anak seorang Eluser, meski kemungkinannya amat sangat kecil,” senyum istri Thomas.


“Jadi berpengaruh yah ...,” Hanafi tersenyum cemas menatap istri Thomas.


“....”


“Baiklah, kita hentikan pembicaraan masa lalu ini dan fokus pada masa sekarang. Apa Bapak kenal dengan Lapis dan Bella– Ma-maksudku Putri Lapis dan Putri Bellarista?” gugup Hanafi cukup cemas.


“Pu-putri Lapis?!”


“Putri Bella?!” teriak Thomas beserta istrinya bersamaan.


Hanafi cukup terkejut akan teriakan mereka. Dia kembali memberikan senyuman khawatir menutup matanya sesaat. “Ya, para putri itu ....”


            “Tentu saja kami mengenal mereka. Mereka adalah putri dari masing-masing kerajaan mereka sendiri,” senyum istri Thomas pada Hanafi.


            “Putri Bellarista Essentian Nigrum. Dia adalah putri tunggal dari Kerajaan Nigrum Valle. Salah satu kerajaan dari empat kerajaan raksasa di dataran ini.”


            “Begitu pula dengan Putri Lapis Ros Auram, dia juga putri tunggal dari Kerajaan Auram. Kerajaan kedua terbesar setelah Kerajaan Angelwish.”


            “Putri Tunggal? Bukankah saat itu Lapis mengatakan jika dirinya putri pertama? Atau itu hanya aku yang salah dengar ...,” batin Hanafi menutup matanya dan berpikir.


            “Apa anda pernah bertemu dengan mereka?” tanya istri Thomas terkagum-kagum. Sedangkan Hanafi hanya tersenyum sambil menjawab pertanyan wanita itu secara spontan.


            “Ah, iya aku pernah bersama mereka beberapa saat ….


            “Sudah kuduga jika anda memang seorang pangeran.” Thomas tersenyum kagum menatap Hanafi yang menyentuh kening dengan telapak tangan kanan.


            Si-sial, keceplosan ....”


            Hanafi hanya memasang wajah datar menatap Thomas. Setelah itu dia mengeluh sambil kembali bergumam cukup pelan. “Mungkin aku lebih baik diam.”


            “Eh, apa anda mengatakan sesuatu?” tanya Thomas cukup penasaran.


            “Tidak tidak, yang lebih penting tolong ceritakan tentang empat kerajaan besar itu. Apa mereka yang menguasai dataran benua ini?”


            “Tidak, bukan berarti mereka menguasai dataran ini. Masih ada juga beberapa kerajaan yang lainnya. Tapi empat kerajaan itu sungguh berbeda. Mereka kerajaan besar yang benar-benar terkenal oleh semua orang di dataran ini.” Istri Thomas terlihat menjelaskan sambil berdiri dari kursinya, berniat mengambil sesuatu di belakang.


            “Terutama Kerajaan Angelwish. Kerajaan nomor satu itu unggul di semua bidang kecuali bidang ekonomi dan militer. Kerajaan Auram masih paling depan dalam soal ekonomi dan kemakmuran rakyatnya. Itu semua karena gadis muda jenius yang sudah memasuki lima eksekutif.” Lanjut Thomas menjelaskan.


            “Putri Lapis?”


            “Ya, Putri Lapis Ros Auram. Dia yang menggerakkan kerajaan Auram di berbagai bidang seorang diri.”


            “Se-seorang diri?! Maksudmu hanya dia?! Kemana sang raja dan ratu?!” tanya Hanafi terkejut sulit percaya.


            “Ratu Kerajaan Auram sudah lama meninggal. Sedangkan Sang Raja menghilang dan tak diketahui keberadaanya.”


            “Ada yang mengatakan jika Putri Lapis yang terkenal arogan itu dulunya adalah gadis yang baik dan ramah pada siapapun. Tapi aku tidak tau secara detailnya,” senyum sedih Istri Thomas sambil membawa cangkir.


            “Sayang, kenapa kau membawa itu?” tanya Thomas pada istrinya.


            “Eh, tidak apa kan? Sepertinya perbincangan kita masih lama,” senyum istri Thomas melihat jendela keluar, dan melihat langit yang sudah mulai gelap.


            “Maaf, aku benar-benar jadi menggangu waktu kalian,” khawatir Hanafi merasa bersalah.


            “Tak apa, kami sangat senang melakukan hal ini,” senyum Thomas mulai meminum kembali airnya.


            “Lalu bagaimana dengan kerajaan yang lainnya?”


            “Soal Kerajaan Nigrum Valle aku tidak terlalu tau banyak. Kerajaan itu sedikit ketat terhadap penduduk luar jadi informasi tentang kerajaan itu sulit didapatkan.
Tapi yang pasti Putri dari kerajaan itu, yakni Putri Bellarista terkenal karena kebaikan hatinya. Terkenal sikap ramahnya yang selalu rendah hati. Aku yakin kalau kerajaan itu juga baik-baik saja karena memiliki Putri yang baik hati sepertinya.”


Ya aku juga sudah merasakan bagaimana kebaikan Bella. Dia memang baik hati,” senyum Hanafi dalam batinnya.


“Lalu yang terakhir?” tanya Hanafi bertanya. Tapi dia hanya terdiam kebingungan ketika melihat Thomas dan istrinya berwajah khawatir.


“Ma-maaf, tapi sebaiknya anda tak perlu mendengarkan kerajaan terakhir. Sekarang kerajaan ini sungguh terkenal buruk oleh dataran ini. Bahkan jumlah penduduknya saja tidak lebih dari 100 orang.”


“Eh? Lalu kenapa kerajaan itu disebut sebagai salah satu kerajaan besar–“


“Karena mereka memiliki kekuatan tempur yang jauh dari kerajaan lainnya. Mereka hanya mefokuskan dirinya sendiri untuk bidang militer dan mengabaikan penduduknya. Aku dengar juga jika sisa penduduknya dipaksa tinggal dan diperlakukan tak lebih dari benda.“


“...!!” Hanafi sontak terkejut mendengar cerita itu. Dia benar-benar melebarkan mata, dan menatap penasaran Thomas beserta istrinya.


“Apa nama kerajaan itu?!”


“Kerajaan itu bernama Misericordiam.”


“Kerajaan Misericordiam ...,” Hanafi terlihat kesal dan mengepalkan erat kedua tangannya.


“Ya kerajaan itu juga terkenal dengan julukan Kerajaan Rembulan Merah karena letaknya yang berada di sisi paling timur benua ini. Selain itu mata seluruh anggota kerajaannya juga berwarna merah seperti batu Ruby,” jelas Thomas yang masih terlihat was-was.


“Banyak yang mengatakan juga jika pemberontakan rakyatnya hampir terjadi setiap hari. Hukuman mati untuk para pembangkang di depan umum sering kali dilakukan, bahkan sampai hampir setiap hari,” jelas istri Thomas menutup matanya dengan ekspresi penuh kesedihan di wajah.


“Be-begitu,” pelan Hanafi sambil mengepalkan erat kedua tangannya setelah mendengar keadaan Kerajaan Misericordiam.


Untuk sesaat suasana terasa hening dan canggung. Semua orang yang berada di ruangan memasang wajah khawatir dan sedih ketika sudah membicarakan nasib para penduduk Kerajaan Misericordiam dari tirani kejam penguasanya.


“Ba-baiklah, kita pindah topik dari masalah yang tak enak di dengar itu. Aku ingin bertanya pada kalian berdua kembali. Menurut kalian apakah mungkin bagi seorang Electus untuk berpindah dimensi?” tanya khawatir Hanafi menatap keduanya.


“Berpindah dimensi?” tanya Thomas dan istrinya kebingungan.


“Ma-maaf, maksudku berpindah dunia.”


“Oh, berpindah dunia .... Aku tidak tau soal Phyuser. Tapi jika Eluser mungkin saja,” jelas Thomas, wajahnnya terlihat cemas seakan ragu untuk menjawab. Sedangkan istrinya hanya tersenyum melirik dirinya, dia mulai berkata sambil menatap Hanafi.


“Aku pikir, lebih baik anda menanyakan masalah ini langsung kepada seorang Eluser. Mereka mungkin lebih tau jawabannya dibanding kami yang hanya manusia biasa.”


“Ibu benar ...,” Hanafi menganggukan kepala dan memejamkan matanya sesaat. Dia hanya bergumam cemas dalam hatinya. “Astaga, kenapa aku tidak menanyakan masalah ini pada Lapis dan Bella tadi. Kenapa aku baru mengingat pertanyaan penting ini ....”


Khususnya Putri Lapis. Dia pemilik kekuatan unik, yakni air dan udara. Mungkin dia tahu akan sihir perpindahan dunia yang kamu maksud.”


Bagus, sekarang aku harus menyusul gadis arogan itu ke Kota Aldosta,” senyum kesal Hanafi dalam hati.


            “Ka-kalian tau Aldosta? Tujuan utamaku saat ini ingin pergi kesana.”


            “Tak ada yang tidak tau tentang kota itu di dataran ini. Kota Aldosta, merupakan salah satu kota paling maju yang ada di dataran ini. Salah satu kota yang berada di daerah Kerajaan Angelwish dan mencetak para Eluser yang berpengaruh,” senyum Thomas menjelaskan.


            “Jadi intinya, Kota Aldosta adalah sekolah besar untuk semua Eluser di dunia ini?” tanya Hanafi.


            “Sekolah?” Thomas dan istrinya kembali terlihat kebingungan.


            “Maksudku tempat untuk belajar dan menuntut ilmu,” senyum Hanafi menutup matanya sesaat. Dia benar-benar terlihat kerepotan karena beberapa istilah di dunianya tak dipahami oleh Thomas dan istrinya.


            “Ya, seperti itu. Tapi tidak sembarang orang bisa masuk ke sekolah di Aldosta. Hanya Eluser saja yang bisa belajar di sana,” senyum Istri Thomas pada Hanafi.


            “Lalu bagaimana dengan anak-anak lainnya? Apa mereka tidak mendapatkan pendidikan di dataran ini?”


            “Jika masalah itu kami selaku para orang tua lah yang bertanggung jawab akan hal itu. Kami yang berkewajiban mendidik dan mengajari anak-anak kami. Karena pada dasarnya Aldosta hanyalah tempat untuk mengembangkan kemampuan para Eluser.”


            “Tapi kan–“ Hanafi terlihat khawatir mencoba menjelaskan betapa pentingnya sekolah, akan tetapi perkataannya terpotong oleh teriakan seorang lelaki yang berteriak dari luar ke arah mereka.


            “Kepala, kita dalam masalah besar!!”


            Hanafi dan Thomas seketika keluar dari rumah. Wajah mereka terlihat khawatir karena teriakan lelaki itu yang ketakutan.


            “Ada apa, Ganga? Kenapa kau ketakutan seperti itu?” khawatir Thomas bertanya.


            “Ga-gawat, Kepala!! Aku melihat sekumpulan Amygons yang bergerak ke arah sini. Sepertinya mereka sedang bermigrasi dan berniat melewati desa kita!!” lapor Ganga yang menangis ketakutan.


            Seketika suasana tegang langsung terasa di sekitarnya. Puluhan penduduk langsung keluar dengan memasang wajah yang sama. Wajah ketakutan dan keputusasaan yang amat dalam.


***

No comments:

Post a Comment