Thursday, 21 June 2018

Chapter 6

Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Chapter 6
Rina Analilia


        Malam di desa Karot yang sebelumnya tenang berubah menjadi kericuhan penduduk yang sudah mendengar kedatangan mahluk bernama Amygons. Thomas sang kepala desa juga terlihat memasang wajah penuh cemas seolah kebingungan mengambil keputusan. Tubuhnya bahkan terlihat bergemetar ketakutan seperti yang lainnya.


“Amygons? Apa itu?” Hanafi bertanya cemas langsung pada Thomas.



            “Sle-Sleazer ulat pemakan daging manusia. Tubuhnya seukuran dengan dua orang lelaki dewasa,” istri Thomas menjawab pertanyaan Hanafi dengan gugup. Kedua tangannya gemetaran. Tatapan kosong ia berikan pada lawan bicaranya.


            “Be-berapa jumlah mereka?” Hanafi bertanya kembali.


            “Amygons adalah Sleazer tipe berkelompok. Kemungkinan lebih dari tiga puluh dan masing-masing tiap ekornya berkelas G bahkan F. Karena mereka bergerombol lah yang membuat monster ini ditakuti oleh daratan benua ini.” Thomas menjawab sambil menutup mata perlahan.


            “....” Hanafi tak berucap kembali. Hanya melebarkan kedua mata menatap Thomas. Ekspresi kekhawatiran mulai menempel di wajah sambil menatap para penduduk yang berkumpul di sekitar rumah Thomas.


            “Kapan mereka sampai ke desa ini?” tanya Thomas kembali pada lelaki bernama Ganga.


            “Mungkin sekitar 2 jam lagi.”


            “....” Thomas menundukkan kepala memperlihatkan wajah putus asanya. Istrinya hanya menangis di punggung suaminya.


            “Kita akan mati di sini?”


            “Aku tidak ingin mati disini. Aku masih muda dan banyak hal yang ingin kulakukan,” beberapa orang berucap mengemukakan isi hatinya. Anak-anak terlihat menangis ketakutan memeluk orang tuanya.


            “Se-setidaknya kita bisa melakukan perlawanan! Mati karena melawan Sleazer akan membuat kita dikenang oleh dataran benua ini, khususnya Kerajaan Angelwish,” ucap Ganga berteriak cukup lantang sambil memberikan senyuman menguatkan diri.


            Hanafi tetap terdiam mengamati sekitar. Sedikit kebingungan akan perkataan mereka yang terlihat pasrah akan ancaman yang datang. Perkataan mereka itu terdengar jika mereka tidak bisa kabur dari Sleazer bernama Amygons itu.


            “Benar yang dikatakan Ganga. Semuanya, si-siapkan senjata untuk melawan bentuk kejahatan dunia ini! Kita akan buktikan jika kita juga bisa melawan–“ Thomas ikut berteriak mencoba memberikan semangat pada penduduknya, akan tetapi perkataanya terpotong oleh teriakan Hanafi yang cukup kesal.


            “Tunggu dulu! Kenapa dengan kalian ini?! Jika kalian tidak bisa melawan, kenapa kalian tidak lari dan menunggu mahluk itu melewati desa kalian?! Soal rumah atau harta kalian yang hancur itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan nyawa kalian!”


            “Tapi indra penciuman mereka kuat dan terlalu terlambat jika kita lari sekarang. Amygons terkenal sebagai salah satu monster pengejar terbaik. Setelah menetapkan targetnya, mereka akan tetap mengejar kita dan memangsa kita. Karena hal itulah–“


            “Haaah?!! Jadi itu kah masalahnya?!“ kesal Hanafi mulai menutup mata dan mengepalkan kedua tangannya amat erat.


            “Eh, apa maksud anda–“ Thomas terlihat was-was melihat Hanafi yang berwajah kesal. Tapi pertanyaanya itu kembali terpotong oleh teriakan Hanafi.


            “Semuanya pergi ke sungai!! Lumuri tubuh kalian dengan lumpur, setelah itu kita pergi meninggalkan desa ini!!”


            “....” Suasana desa langsung terasa hening. Mereka menatap Hanafi penuh kebingungan. Tak mengerti dengan maksud perintahnya.


            “Ke-kenapa kita harus melumuri tubuh kita dengan lumpur?“ Thomas bertanya pelan cukup segan.


“Tentu saja untuk menyamarkan bau kita! Kita akan mengecoh penciuman monster itu! Jika kalian ingin hidup cepat lakukan itu!!” Hanafi menjawab sambil berbalik dan berjalan cepat menuju sungai.


“Pa-pangeran an-anda ...,” Thomas terlihat terkejut bukan main menatap Hanafi. Tak menduga ada ide seperti itu.


“Terserah kau ingin memanggilku apa, tapi yang jelas jangan menyerah di sini! Kalian masih bisa bertahan hidup! Manfaatkanlah potensi yang kalian miliki!” teriak kembali Hanafi sangat kesal tanpa menolehkan kepalanya kepada para penduduk.


Setelah teriakan Hanafi para warga pun lekas berlarian ke pinggiran sungai. Membasuh tubuh mereka dengan lumpur.


Hanafi yang telah selesai lebih dulu terlihat berdiri sambil mengamati sekitar. Tersenyum khawatir mulai berteriak kembali.


“Siapapun yang sudah melumuri tubuhnya dengan lumpur segeralah pergi ke bukit! Kita tak punya banyak waktu untuk mengambil barang berharga kalian!!”


“Ya, Pangeran!!” teriak para penduduk, tak terkecuali bagi Thomas. Tubuh mereka bergemetar karena aura ketegangan yang benar-benar terasa. Tak aneh, Sleazer pemakan manusia akan datang sebentar lagi melewati desa mereka.


Lalu dua jam kemudian, seluruh penduduk akhirnya sudah berkumpul di balik bukit sebelah timur desa mereka. Aura ketegangan masih terasa. Para pengamat terlihat berdiri di  atas bukit dengan jumlah empat orang. Mereka merangkak sambil mengamati para Sleazer.


“Ibu, aku takut,”gadis kecil berucap, menangis, dan memeluk ibunya. Sang ibu mengusap pelan kepalanya. Berniat menenangkan buah hatinya yang ketakutan.


Hanafi yang melihat hal itu tersenyum. Sedikit bahagia melihat kasih sayang sang ibu pada anaknya. Dia berdiri di dekat para pengamat dengan wajah kekhawatiran, merasa bertanggung jawab jika rencananya gagal.


Tak lama, sontak Hanafi mulai mengingat sesuatu ketika melihat gadis kecil yang menangis tadi. Tanpa berpikir panjang, dia lekas berjalan, dan berlari mengengelingi para penduduk yang terduduk ketakutan.


“Dimana!?  Dimana gadis itu?” Hanafi bertanya was-was pada sekitar.


Para penduduk mulai memperhatikan tingkah anehnya. Thomas mulai berdiri dan bertanya pelan pada Hanafi berwajah cemas.


“Gadis itu mana!? Gadis kecil yang compang-camping! Dipenuhi luka disekujur tubuhnya!?”


“Ah, maksudmu gadis terkutuk yang memiliki dua warna mata berbeda, Pangeran?”


“Ga-gadis terkutuk?” Hanafi bertanya keheranan.


“Ah, gadis itu sengaja aku kunci di gudang biar tidak bisa kabur.” Lelaki muda terlihat berdiri sambil memberikan senyuman ramah dan menatap Hanafi.


“Benarkah!?” Thomas terkejut memasang wajah bahagia yang bukan main.


“Syukurlah, akhirnya dia mati juga. Kedatangan monster ini juga pasti karena ulahnya.” Beberapa orang juga terlihat bahagia setelah mendengar pernyataan si lelaki muda.


Tanpa berpikir dua kali Hanafi lekas berjalan cepat mendekati si lelaki muda dan memegang kerahnya. Memberikan tatapan kemarahan padanya.


“Kenapa kau lakukan itu!?”


“Eeh, bu-bukankah lebih baik jika gadis terkutuk sepertinya mati? Mereka yang memiliki warna berbeda hanya membawa malapetaka pada sekitarnya.” Si lelaki muda terlihat ketakutan melihat ekspresi kemarahan Hanafi. Para penduduk pun memberikan tatapan ketakutan dan kebingungan ketika melihat Hanafi yang seperti itu.


“Be-benar yang dikatakannya, Pangeran. Dia hanyalah ....“ Thomas berucap was-was berniat menenangkan Hanafi, tapi.


Hanafi tak mendengar penjelasan sang kepala desa, lekas mendorong lelaki muda, dan berlari kembali ke desa sambil mengambil pedang peninggalan Abbas.


Dia terus berlari mengabaikan orang-orang yang berteriak mengkhawatirkan dirinya.


Kedua tangan Hanafi benar-benar gemetar, ketakutan benar-benar menjalar memenuhi hati. Tapi karena rasa khawatirnya pada gadis kecil. membuat dia berani mengambil tindakan ekstrim. Dia mengingat adik angkatnya di panti asuhan yang tak bisa ia selamatkan di masa lalu karena suatu alasan.


Brengsek!!”


Sesampainya di desa, Hanafi lekas mencari tiap gudang yang ada di pemukiman tersebut. Berteriak lantang memanggil seorang gadis yang tak ia ketahui namanya.


“Hei gadis kecil dimana kau?! Aku datang untuk menyelamatkanmu!!” teriak Hanafi amat keras sambil terus belari tak karuan.


“To-tolong, aku di sini ...!” ketukan pintu gudang dekat gerbang utama terdengar, bersamaan dengan teriakan gadis kecil dipenuhi ketakutan. Amygons sudah berdatangan dari gerbang utama. Merayap amat cepat ke gudang tersebut.


Hanafi lekas berlari menuju pintu tersebut dan berteriak.


“Menjauh dari pintu!!”


Tanpa berpikir panjang dia mulai mendobrak pintu gudang tersebut dengan kakinya. Pintu langsung hancur dan membuat si gadis memasang wajah terkejut yang dihiasi ketakutan. Hanafi lekas menggendong si gadis penuh luka layaknya tuan putri. Tak lupa memberikan tatapan menyesal padanya. Lalu lekas berlari menjauhi gudang dan gerbang utama.


Amygons sudah menguci targetnya, lalu mengejar mereka dengan sangat cepat. Jumlahnya sangat banyak.


Jika saja Hanafi melepaskan gadis itu, maka Amygons akan langsung mengerubuninya. Sepertinya, Amygons itu hanya bereaksi pada bau si gadis kecil.


Tapi Hanafi tetap membawanya hingga keluar dari pemukiman. Bukan ke bukit tempat para penduduk berada, tapi ke arah lainnya. Menuju danau besar yang menjadi muara sungai.


Para penduduk berwajah was-was mengamati sang penyelamat yang dikejar oleh sekumpulan Amygons. Memanjatkan doa pada Tuhan akan keselamatan lelaki berambut hitam tersebut.


Si gadis mulai berpikir sambil memberikan tatapan kecil pada Hanafi. Anggapan jika dirinya hanya menjadi beban kembali mulai muncul dalam benak.


Perlahan, dia lekas menggegam erat pakaian Hanafi, berwajah ketakutan menurunkan pandangan.


“Ka-kakak ..., orang yang baik yah?” Gadis itu bertanya pelan. Sedikit gugup nada suaranya sambil memberikan senyuman kecil pada Hanafi. Tatapan matanya kecil dengan tetesan air mata terlihat di masing-masing sisi mata.


“Ha-hah!?” Hanafi tak mendengar jelas, dan hanya berwajah cemas sambil terus berlari kencang. Jarak Amygons dengannya sudah cukup jauh. Tanpa Hanafi sadari, kecepatan larinya benar-benar di luar kata normal.


“Sejujurnya, aku sudah senang karena masih ada orang lain yang memperhatikanku. Tapi jika begini terus, mereka akan terus mengejar kita, bahkan sampai ke ujung dunia. Aku sadar jika para Sleazer ini hanya mengejar kita karena bauku. Lalu aku tak ingin orang baik seperti Kakak mati hanya mengorbankan gadis hina sepertiku, maka dari itu ....” Gadis itu memberikan senyuman kecil dengan air mata yang menghiasi wajah.


“Tunggu, apa maksudmu ....“ Ucapan Hanafi semakin mengecil dan menghilang ketika melihat tindakan tak terduga dari gadis kecil yang digendongnya.


Gadis itu mulai melompat dari pangkuan Hanafi.


“BRUGH!!”


Hanafi yang sedang berlari di atas kecepatan normal lekas terkejut keheranan. Lekas berbalik menatap tajam sang gadis yang terjatuh dengan amat keras.


Para Amygons semakin bergerak cepat karena mengetahui jika sang mangsa tak bisa bergerak. Gadis itu dipenuhi luka lecet. Layaknya terjatuh dari kendaraan yang berkecapatan tinggi. Dia hanya menutup mata. Menitiskan air mata karena mengerti jika ajalnya yang mendekat.


Salah satu Amygons tercepat berhasil sampai, dan sudah memperlihatkan gigi berancunnya yang mengerikan. Dia bersiap memangsa gadis mungil yang terbaring lemah dan tak berdaya.


Akan tetapi.


Hanafi melompat dengan hentakan kuat, hingga tanah pijakan sebelumnya berubah jadi cekung tak karuan. Tujuannya bukan yang lainnya selain ke arah depan, yakni tempat si gadis kecil berada. Kecepatan lompatannya di luar nalar bagai kecepatan yang melebihi suara.


“Ming-gir ...!” Hanafi menggeram murka, mengeja ucapan sambil mengeluarkan pedang milik Abbas, lalu menebaskan pedangnya dari atas ke bawah dengan satu tangan.


Ekspresi keseriusan dan kemarahan benar-benar tersungging di wajah. Untuk sesaat langit semakin menggelap keunguan. Intimidasi mengerikan benar-benar terasa ketika Hanafi yang menggeram murka hingga menggetarkan daratan benua.


Hanya satu tebasan yang Hanafi berikan, tapi dampak dari satu tebasannya itu terlihat sangat menakutkan. Bagai penampakan dari bencana yang tak terpikirkan oleh semua orang yang melihatnya.


Sleazers paling depan hancur dibinasakan. Bersamaan juga dengan gerombolan Sleazers di belakangnya. Bagaikan pembataian dalam kurun waktu sekejap mata.


Tapi bukan itu saja yang membuat sang gadis dan para penduduk menggigil ketakutan. Efek dari tebasan itu terus masih terasa. Membuat retakan maha besar, bagaikan tanah yang membelah hingga menciptakan jurang besar. Lebar menganga terlihat mengerikan.


Retakan itu terus merambat lurus ke depan, membelah dataran hijau, Hutan Yellow Forest, dan gunung terbesar di benua.


Burung-burung berterbangan ketakutan. Hewan-hewan, monster-monster, ..., berlarian meninggalkan hutan. Langit gelap semakin memunculkan keunguan. Benua bahkan dunia dibuat terguncang oleh suara getaran yang bagaikan bencana dahsyat itu.


Seluruh umat manusia dan lainnya di benua itu menghentikan aktivitas. Orang-orang dari berbagai kerajaan terlihat ketakutan menatap langit ungu yang terlihat aneh.


Begitupula Lapis dan Bella yang masih dalam perjalanan.


Karena guncangan hebat, mereka sampai menghentikan perjalanan. Keduanya bahkan sampai keluar dari dalam kereta.


Bella terlihat berwajah ketakutan, bahkan hampir menitiskan air mata melihat pemandangan mengerikan di belakangnya. Seluruh permukaan tubuhnya menggigil merasakan atmosfir yang tak mengenakkan.


Tubuh Lapis juga terlihat bergemetar. Mulai bertanya menatap ketakutan gunung raksasa yang terbelah menjadi dua.


“Ap-apa yang sebenarnya terjadi ...?”


***


Langit mulai terlihat normal, tapi kelenggangan di sekitar Hanafi masih terasa. Gadis kecil berwarna rambut seperti lemon masak masih memberikan tatapan lebarnya, bukan untuk Hanafi melainkan retakan lebar bagaikan jurang yang membelah gunung raksasa.


Ap-apa ini?” Hanafi juga melebarkan kedua bola mata, dan sama terkejutnya melihat retakan besar yang ia ciptakan. Lengan kanan pakaian sekolahnya terlihat hancur sampai bahu. Perlahan, tatapan matanya berubah ke arah pedang yang ia ganggam dengan tangan kanan.


Pedang pemberian Abbas juga terlihat hancur tak berbekas, dan membuat tubuh lelaki berambut coklat itu merinding ketakutan akan fenomena gila yang ia alami.


Bersamaan dengan masih tubuh yang bergemetar, cahaya hitam langsung muncul di sekitar lehernya. Lebih tepatnya dari tanda lahir yang berbentuk ‘X’.


Hanafi lekas memegang cahaya itu yang terasa panas sebelum akhirnya padam kembali. Lalu dia lekas bertanya penasaran dengan ekspresi wajah ketakutan pada dirinya sendiri.


“Ap-apa-apaan ini ...!?”


Si gadis kecil lekas berdiri meski luka lecet di sekujur tubuh terlihat. Tatapan penuh kecemasan tertuju pada Hanafi sambil memegang tangan kiri Hanafi dengan kedua tangan.


“Eh?” celetuk Hanafi melirik si gadis belia. Sedikit terkejut akan tindakan tak terduga darinya. Tapi ekspresi keterkejutan itu tak lama sampai Hanafi memberikan senyuman hangat, dan mengusap pelan kepalanya dengan tangan kanan.


Para penduduk desa berdatangan sambil memberikan tatapan penuh penasaran pada Hanafi. Terlihat juga tatapan ketakutan setelah melihat kekuatan dari lelaki yang mereka hormati itu.


Gadis kecil itu berlindung di balik Hanafi sambil memasang ekspresi ketakutan dari para penduduk yang datang.


“Pa-pangeran Hanafi?” Thomas bertanya gagap dengan tetesan keringat kecemasan menghiasi wajah.


“Ma-maaf, aku benar-benar tak mengetahui akan hal ini,” ucap pelan Hanafi menundukkan kepala. Merasa amat sangat bersalah karena perbuatannya.


“Ke-kenapa anda meminta maaf? Anda telah menyelamatkan kami, dan memusnakan gerombolan monster itu yang sudah lama meresahkan daratan benua ini.” Thomas menjelaskan dengan senyuman kecil, dan sedikit dihiasi ketakutan.


“Tapi lihat retakan ini .... Bahkan sampai membelah hutan dan gunung besar itu? Aku sungguh tidak menyangka akan menjadi seperti ini,” khawatir Hanafi menatap ketakutan retakan yang ia perbuat.


“....” Thomas terdiam semakin cemas melihat penampakan yang membuat dia masih bergemetar. Retakan yang diciptakan Hanafi benar-benar sulit dipercaya, bagaikan bukan perbuatan seorang manusia ataupun Electus.


“Ta-tapi apa memang seperti ini kekuatanmu, Pangeran? Bahkan aku ragu jika Eluser terkuat saat ini pun bisa melakukan hal ini,” istri Thomas bertanya pelan, dan menatap Hanafi cukup ketakutan.


“Be-benar, tak kusangka aku bisa menyaksikan gunung raksasa di Benua Luna yang bisa terbelah seperti ini,” Ganga sang pemantau ikut mengeluarkan pendapat sambil menatap ketakutan gunung tersebut.


“Kekuatanku tak segila ini. Ada yang aneh dengan tubuhku? Tapi jika apa yang kalian katakan benar, aku berharap jika kejadian ini tak kalian katakan pada siapapun.” Hanafi menjelaskan dengan nada suara pelan sambil menatap para penduduk seolah meminta pertolongan.


“Kenapa? Bukankah dengan kejadian ini nama anda akan semakin terkenal. Kerajaan anda akan mendapatkan perhatian dari dataran in–“


“Aku tidak menginginkan hal itu, tak mustahil jika dengan tindakan cerobohku ini peperangan akan terjadi. Tolong, bisa kalian jelaskan saja jika retakan ini tercipta dari serangan Sleazer tak dikenal yang mirip seperti manusia, dan bahkan sampai bisa berbicara.”


“Kenapa harus monster mirip seperti manusia?”


“Dengan begitu mereka bisa berpendapat jika retakan ini tercipta oleh Sleazer berkelas A ke atas.”


“.....” Thomas melebarkan mata sambil menganggukkan pelan kepala terlihat memahami penjelasan.


“Dengan begitu orang-orang takkan menaruh curiga. Mereka akan berpikir jika tak aneh Sleazer tingkat atas membuat retakan seperti ini,” khawatir Hanafi kembali menatap retakan.


“Baiklah, Pangeran. Kami akan menuruti permintaanmu.” Thomas mulai menundukkan kepala kembali. Memberi hormat pada Hanafi lebih dalam. Orang-orang di sekitarnya juga menuruti tindakannya.


“Aku sungguh minta maaf akan hal ini. Lain kali aku akan lebih berhati-hati,” cemas Hanafi menutup mata. Detak jantungnya masih berdetak cepat karena masih merasakan perasaan bersalah.


Jika tadi aku tak meninggalkan desa, tak menutup kemungkinan kalau desa juga akan terkena dampaknya,” batin Hanafi sambil memberikan tatapan kecil pada desa di belakang Thomas dan para penduduk.


“Pangeran adalah penyelamat kami. Kami tak tau apa yang akan terjadi jika anda tak di sini. Tolong jangan menyalahkan diri anda sediri.” Istri Thomas memberikan senyuman pada Hanafi. Para penduduk juga mulai menganggukkan kepala terlihat membenarkan ucapannya.


Perasaan tenang mulai muncul di Hanafi. Dia hanya bisa membalas ucapan wanita paruh baya di hadapannya dengan senyuman.


Genggaman kecil mulai terasa lebih erat di tangan kirinya. Membuat Hanafi menoleh ke bawah, dan menatap penasaran tindakan gadis kecil di samping kiri.


Gadis itu tak mengucapkan sepatah kata apapun dan hanya menyungginkan senyuman dengan kedua mata yang melebar. Memberikan tatapan kagum untuk si lelaki berambut coklat.


Melihat hal itu, Hanafi mulai tersenyum dan menutup mata sesaat. Lekas menatap para penduduk desa sambil bertanya dengan nada suara bersahabat.


“Bisa aku mengambil gadis ini?”


Seluruh penduduk desa terdiam sesaat, dan lekas memasang wajah terkejut dengan ucapan Hanafi. Tidak hanya mereka, tetapi gadis kecil di sampingnya juga lekas melepas senyuman, dan memberikan tatapan semakin penasaran pada Hanafi.


“Tu-tunggu, anda pasti bergurau kan? Gadis itu adalah pembawa bencana. Bagaimana jika bencana mengerikan terus mengikuti and–“


“Bagaimana kalian bisa sampai berpikir jika gadis kecil sepertinya membawa bencana?”


“Ka-karena aku seorang Duplicare, pemegang berkah keserakahan ...,” gadis itu menjawab pelan pertanyaan sambil melepas kedua tangannya dari Hanafi. Dia mulai mengangkat kedua tangannya, dan memperlihatkan masing-masing telapak tangannya.


Dua api dengan berbeda warna tiba-tiba muncul di masing telapak tangan. Api berwarna biru terlihat di tangan kanan, membara kecil terlihat tak berbahaya. Api berwana merah jingga juga terlihat di tangan kirinya, membara seperti halnya api biru di sampingnya.


Hanafi terkejut melebarkan mata. Tapi itu tak lama sampai dia memberikan senyuman dan berucap.


“Bu-bukankah itu hebat? Kau memiliki kemampuan –“


“Tapi hanya sebatas ini dan tak bisa berkembang lagi. Kekuatanku tak berguna karena tabrakan berkah yang kualami.” Gadis itu berucap pelan menurunkan kedua tangan dan menundukkan kepala.


“Ap-apa–“


“Selain itu, karena bakat keserakahannya itu dia selalu menarik perhatian beberapa Sleazer yang mengejar kekuatan. Karena hal itulah dia selalu mendatangkan bahaya.” Jelas Thomas menjelaskan dengan nada cemas.


“Eh jadi maksudmu alasan Sleazer tadi datang adalah karena gadis ini?” tanya Hanafi.


“Ti-tidak, bukan seperti itu, Kak! Bakatku hanya menarik perhatian Sleazer yang memiliki akal. Dengan kata lain Kelas B ke atas,” jelas gadis kecil itu mengemukakan pendapat dengan cukup gugup.


“Tapi bukankah jarang untuk melihat Sleazer sekelas itu? Jadi–“


“Tapi itu tidak menutup kemungkinan juga jika me-mereka bisa datang kapanpun!” gadis itu berucap kembali dengan nada sedikit lebih tinggi. Tatapan matanya yang berisi kekhawatiran tertuju ke atas. Langsung tertuju ke arah Hanafi.


Hanafi terdiam sesaat menatap gadis kecil. Tapi tak lama setelah itu dia menyunggingkan senyuman, berucap kembali hingga menggentarkan hati si gadis belia.


“Aku akan tetap membawamu. Kau juga melihatnya ‘kan tadi akan kekuatanku?”


“.... Y-ya.” Gadis itu menganggukkan kepala perlahan. Menjawab pertanyaan Hanafi dengan nada suara yang kembali gugup.


“....” Seluruh penduduk juga ikut terdiam seperti si gadis kecil. Mereka memberikan tatapan penasaran pada Hanafi.


“Ya, mungkin hanya anda yang bisa mengambil gadis ini,” ucap Thomas sambil melukiskan senyuman di wajah. Tatapan matanya itu tertuju pada Hanafi yang membalas senyuman.


“Terima kasih, jadi siapa namamu?” Hanafi menatap gadis kecil. Tapi gadis itu hanya terdiam dan menundukkan kepala.


Melihat sikapnya itu Hanafi lekas memberikan tatapannya pada sang kepala desa. Thomas menggelengkan kepala, arti tak mengetahui namanya juga.


“Wah bagaimana aku memanggilmu jika kau tak memberitahu namamu ...,” khawatir Hanafi menutup mata. Nada suaranya terdengar pelan dengan tertawaan kecil di akhir ucapan.


“....” Gadis itu tetap diam menundukkan kepala.


“Maaf, betapa kasarnya diriku. Sebelum itu, biarkan aku menanyakan hal ini padamu,” ucap Hanafi sambil menyunggingkan senyuman kecil.


“Eh?” Kepala si gadis kecil mendongak, dan menatap Hanafi penuh penasaran.


“Maukah kau ikut bersamaku? Aku tak ingin memaksamu jika kau memang tak mau–”


“Te-tentu saja, Kak!” ucap sang gadis dengan tatapan penuh harap. Mendengar hal itu, senyuman Hanafi melebar kembali dan berucap mengajukan pertanyaan yang belum sempat terjawab.


“Kalau begitu bisakah aku mengetahui namamu?”


Gadis itu kembali terdiam sesaat dan menundukkan kepala. Ekspresi wajahnya terlihat cemas seolah takut untuk mengeluarkan ucapan.


“Siapapun, apa ada yang tau nama gadis in–“ Hanafi menolehkan kepala ke arah para penduduk, bertanya akan nama gadis kecil. Tapi ucapannya tersanggahkan oleh si gadis kecil yang semakin menundukkan kepala dan mengaluarkan ucapan.


“Ak-aku tak memilikinya ...,”suaranya terdengar pelan bahkan sampai tak terdengar jelas oleh Hanafi.


“Eh apa? Aku tak mendengar dengan jelas,” was-was Hanafi meminta kembali jawaban, meski dia masih bisa mendengar ucapan si gadis.  Dia bertanya lagi hanya untuk memastikan.


“Sejak aku dibuang, aku sudah tak memiliki nama. Lagipula keberadaanku ini lebih rendah dari budak, bahkan mungkin sejajar dengan para monster.”


“Be-begitu ....” Hanafi terdiam dan cukup terkejut dengan ucapan si gadis belia. Sedangkan gadis itu tetap menundukkan kepala dengan tubuh bergemetar.


“Baiklah, jika kau tak memilikinya maka aku yang akan memberimu nama,” senyum Hanafi pada si gadis.


Ucapan Hanafi yang sederhana itu membuat seluruh orang di sekitarnya terkejut hingga beberapa orang di antara mereka saling berbisik.


Si gadis juga lekas menatap Hanafi ketakutan, dan mengeluarkan air mata berlebihan di wajah. Bukan air mata kesedihan, melainkan kebahagiaan yang tak terbendung.


“Tunggu, Pangeran! An-anda serius ingin memberikan nama padanya!?” Thomas bertanya ketakutan, dan sedikit memberikan tatapan penasaran juga ke arah si gadis.


“Eh kenapa? Ini hanyalah nama, kan?” senyum kecil Hanafi. Heran juga karena melihat sekitarnya yang terkejut berlebihan.


“Pa-pangeran sedang bercanda, kan? Ini bukanlah sekadar nama. Jika seseorang memberi nama pada orang lain yang bukan keluarganya, maka itu adalah perbuatan yang sangat tabu. Lain halnya sebuah julukan yang bersifat sementara. Ini sama saja dengan anda memberikan kepercayaan penuh pada orang tersebut.” Istri Thomas menjelaskan dengan nada kekhawatiran.


“Ehh, benarkah ...?” pelan Hanafi cukup terkejut. Ekspresi keheranan juga sedikit tersungging di wajahnya.


“Tapi ada beberapa kondisi pengecualian, seperti seorang majikan pada budaknya. Maka hal itu dapat diperbolehkan. Memberikan nama itu bukan sebuah kepercayaan melainkan kepemilikan,” jelas Thomas.


Jadi di dunia ini benar-benar masih ada perbudakan,” batin Hanafi yang mulai menutup matanya terlihat berpikir.


“Tapi aku tak menganggap gadis ini budak,” ucap Hanafi sambil membuka mata dan menatap Thomas penuh keseriusan.


“Aku juga sudah menduganya jika Pangeran bukanlah orang seperti itu.” Thomas menjawab dengan senyuman kagum.


“Tapi ada satu kondisi khusus lainnya, yakni penyatuan pasangan yang diberkati dewa. Seperti hubungan suami pada istrinya. Di sini suami berhak memberi nama baru pada istrinya,” jelas istri Thomas dan masih memasang wajah cemas.


“Jadi maksudmu aku harus menikahinya jika ingin memberi nama padanya?” cemas Hanafi melirik si gadis kecil. Wajah gadis itu memerah terlihat menggemaskan.


“Iya seperti itu,” pelan Thomas menjawab.


“Anda bercanda, kan?”


“Kami serius tentang hal ini ....”


“....” Hanafi menolehkan kepala sesaat dan menatap si gadis yang menundukkan kepala dan menyembunyikan wajah merahnya.


“Tapi bukankah ada satu kondisi lagi? Yakni kondisi penyatuan hubungan darah,“ Ganga bertanya.


“Itu benar, tapi mustahil Pangeran mau melakukannya. Kondisi khusus pasangan saja beliau sudah memikirkannya seperti ini,” Thomas menjawab.


“Tunggu, biar aku dengar. Bagaimana dengan kondisi penyatuan hubungan darah itu?” Hanafi bertanya kembali.


“Kondisi ini memang sering dilakukan, tapi aku tak pernah mendengar seorang bangsawan bahkan keturunan Kerajaan melakukan hal ini untuk rakyat biasa, malah untuk Duplicare,” jelas istri Thomas.


“Maksudnya?”


“Penyatuan hubungan darah merupakan sumpah hubungan keluarga dengan meminta persetujuan dewa dan alam. Dengan kata lain jika sumpah ini berhasil dilakukan, gadis ini akan menjadi bagian dari keluargamu dan seluruh dunia akan menyadari hal ini.” Thomas menjelaskan dengan ekspresi kecemasan.


“Aku mengerti bagian dari gadis ini yang menjadi keluargaku. Tapi apa maksudnya dunia menyadari hubungan kami? Lalu apa memang harus meminta persetujuan dari dewa dan alam?” Hanafi bertanya kembali terlihat kebingungan.


“Maksudnya seperti ini, apa kau tau siapa saudara dari lelaki ini?” Thomas memegang pundak Ganga. Hanafi berniat menggelengkan kepala karena tak mengetahui jawaban. Tetapi, tatapan matanya tiba-tiba menengok ke samping ke kanan, ke arah wanita dewasa yang berdiri paling ujung para penduduk.


“Benar, Pangeran.”


“EH!?” Hanafi kembali menatap Thomas. Wajahnya benar-benar dihiasi ekspresi keterkejutan.


“Ma-maksudmu wanita yang tak sengaja kutatap tadi!??”


“Ya, dia adalah saudari Ganga, Ganya.”


“Ja-jadi begitu maksud dari dunia menyadari hubungan kami.”


“Benar seperti itu, tapi apa anda yakin mau mengambil gadis ini sebagai bagian keluargamu, dan mengangkat dia menjadi putri anda?” istri Thomas bertanya.


“Ya, tentu saja. Tapi aku terlalu muda untuk memiliki seorang putri. Bagaimana jika dia kuangkat menjadi adik perempuanku,” senyum Hanafi mengajukan pendapat.


“Ide bagus, tapi kau takkan menyesal tentang hal ini ‘kan, Pangeran?” cemas Thomas kembali bertanya menegaskan keyakinan Hanafi.


“Tentu saja, bagaimana denganmu? Bolehkan aku menjadi Kakakmu?” senyum Hanafi pada Thomas lalu menatap gadis kecil yang masih mengeluarkan tangisannya. Dia menganggukan kepala mengemukakan jawaban.


“Aku ingin!”


“....” Hanafi tersenyum lega mendengar jawaban si gadis belia.


Di malam hari itu juga upacara penyatuan darah kekeluargaan dilakukan. Hanya membutuhkan pendeta setempat yang memimpin upacara dan beberapa saksi.


Teknisnya benar-benar mirip seperti upacara pernikahan akan tetapi tentunya dengan konteks yang berbeda. Hanafi dan Rina berdiri saling berdampingan dan menatap pendeta yang memimpi upacara.


Di belakang mereka ada para penduduk yang mengikuti upacara dengan penuh hikmat.


Setelah bercerita panjang lebar tentang dunia yang tak diketahui Hanafi,  pendeta yang memimpin acara pun mulai memberikan giliran pada Hanafi untuk mengucapkan kalimat sakral yang sudah dia hapal sebelumnya.


“Saya Hanafi dengan ini mengangkat dirinya sebagai adikku dan memberikan nama baru untuknya yakni ..., Rina Analilia.”


Pendeta menganggukkan kepala seolah membenarkan ucapan. Setelah itu, dia lekas menatap si gadis kecil yang menundukkan kepala dan bertanya.


“Bersediakah engkau menerima pernyataan Saudara Hanafi?”


Gadis itu mendongakkan kepala, lekas menatap pendeta dengan kedua mata yang berair. Dia pun menganggukkan kepala dan berucap dengan nada suara bergetar.


“Sa-saya menerima pernyataan Saudara Hanafi. Dan saya bersedia menjadi adiknya dan menerima pemberian nama darinya!”


Mendengar hal itu pendeta tersenyum lebar, lekas menganggukkan kepala dan mengangkat kedua telapak tangannya ke arah mereka berdua.


Hanafi mengangkat tangan kanan, dan Rina mengangkat tangan kiri. Pendeta itu mulai memegang pergelangan tangan mereka dan lalu mengadu masing-masing ibu jari mereka yang sudah terluka mengeluarkan darah.


Seolah-olah tanda jika ikatan darah mereka berdua sudah menyatu.


“Dengan ini di hadapan beberapa saksi, alam, dan Sang Penjaga jika kedua orang ini sudah menjadi keluarga yang sah. Sampai maut memisahkan, hubungan darah tetap mengalir dalam tubuh mereka. Jika salah satu dari kalian melanggar sumpah ini, maka malapetaka akan datang pada orang tersebut!”


Berakhir ucapan sang pendeta, tepukan tangan meriah langsung muncul dari dari belakang. Sedikit membuat Hanafi terkejut dan menengok ke belakang.


Dia tersenyum melihat orang-orang di belakangnya, tapi perhatiannya teralihkan oleh tarikan kecil pada celananya. Itu ulah Rina yang kini menjadi adiknya.


Rina terlihat memberikan tatapan kecil pada Hanafi. Air mata sudah mengalir di wajah, dan Hanafi hanya memberikan senyuman kecil untuknya.


Banyak hal yang sudah dilewati gadis itu sendirian, dan kebanyakan pengalaman yang tak menyenangkan. Tapi itu semua berakhir ketika Hanafi datang dan menyelamatkannya.


Hanafi berbalik menghadapnya, lalu mengankat sedikit kedua tangan sebagai tanda untuk Rina. Mengerti maksud tanda itu, Rina pun melompat memeluk Hanafi dengan tubuh kecilnya. Menangis dan berteriak penuh kebahagiaan hingga membuat jiwa Hanafi terasa tentram.


“Terima kasih, Kakak!”


***

No comments:

Post a Comment