Thursday, 28 March 2019

Chapter 1


Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Chapter 1
Ketetapan Hati

           Cahaya matahari bersinar sangat menyilaukan. Terik matahari juga terasa menyengat membakar tubuh lelaki muda beserta dengan rombongan muridnya.


            Tak mengherankan karena pada saat ini matahari sedang menjulang tinggi berada di titik puncaknya.


            Tak seperti murid yang lain, gadis muda yang indah nan rupawan dan berjalan di barisan belakang terlihat baik-baik saja. Rambutnya berwarna merah seperti buah ceri masak. Bola matanya berwarna kuning keemasan. Kehadirnnya benar-benar terasa kuat di kelompok tersebut.


            “Putri Elisara, apa kau baik-baik saja? Jika anda berkenan kita bisa beristirahat sebentar.” Lelaki berumur 20 tahunan yang diduga pembimbing mereka mengeluarkan pernyataan sambil memperlambat langkahnya hingga sejajar dengan si gadis berambut merah.


            Lelaki itu memiliki paras tampan dengan rambut biru tua. Bola matanya berwarna hitam kebiruan dengan warna kulit yang sedikit lebih gelap.


            “Tak perlu, Yoseph. Selain itu sebentar lagi kita sampai ‘kan, Celine?”  jawab Elisara dengan nada suara yang masih terdengar anggun sebelum akhirnya bertanya dan melontarkan lirikan pada gadis yang berjalan di samping kanannya.


            Gadis itu berambut tipis dengan warna putih kemerahmudaan. Matanya berwarna merah marun, namun sedikit lebih muda. Mencirikan khas warna mata dari dia yang juga keturunan keluarga terpandang.


            “Ya, Sara. Seharusnya Kota Rimanisa sudah dekat,” senyum gadis yang dipanggil Celine itu menjawab. Tapi senyuman si gadis bernama Celine itu mulai terasa berbeda, seolah-olah berisikan rasa kekhawatiran. Elisara pun menyadari akan keanehan yang diperlihatkan sahabatnya.


            “Kalau begitu akan tetap saya lanjutkan,” senyum Yoseph berkata sebelum akhirnya berteriak pada sekitar sambil berjalan lebih cepat kembali ke barisan depan.


            “Tapi jika salah satu dari kalian ada yang ingin beristirahat, katakan saja yah!”


            “Tidak, Kak! Kami masih kuat!” teriak serempak dari lima belas siswa-siswi dengan penuh tenaga. Tak ada dari satupun mereka yang ingin memperlihatkan kelemahan dan menghambat teman-temannya. Terlebih, putri kedua Kerajaan Angelwish juga ikut serta dalam latihan ekpedisi itu. Membuat mereka semakin enggan untuk bersikap manja.


            Terus melanjutkan perjalanan dalam diam, Elisara lama-lama juga mulai cemas setelah melihat wajah sahabat terdekatnya yang terus menerus khawatir seolah sedang memikirkan sesuatu.


            Karena rasa penasarannya yang sudah menggebu, akhirnya gadis berambut merah itu bertanya pada dia yang seperti itu.


            “Celine apa ada masalah? Aku takkan memaksamu bicara, tapi alangkah baiknya jika kau tak menyimpan masalah itu sendirian,” tanya Elisara dengan nada suara lembut. Tak lupa dihiasi dengan senyuman kecilnya yang seolah menenangkan hati.


            “Y-ya ada masalah,  meski bukan masalah serius sih. Ak-aku sedikit khawatir jika di Kota Rimanisa aku benar-benar bertemu dengannya,” Celine menjawab pelan dengan mata terpejam sesaat.


            “Eh ... maksudmu dengan lelaki pilihan ayahmu yang akan menjadi tunanganmu itu?” tanya Elisara sedikit terkejut dengan mata terbelalak lebar. Nada suaranya terdengar cukup pelan sambil menyembunyikan gerakan bibir dengan telapak tangan kanan.


            “Iy-iya .... Gimana nih? Ayah tiba-tiba banget deh, aku masih pelajar juga udah dijodohin kayak gini,” keluh Celine yang merasa kerepotan karena tindakan yang dilakukan ayahnya.


            “Ya tapi mau gimana lagi, kita ini kan bangsawan. Perjodohan sudah sering dilakukan orang tua kita demi menjaga darah kebangsawanan yang mengalir dalam tubuh kita. Lagipula kau itu putri dari satu-satunya Viscount di kerajaan kita,” senyum kecil Elisara menjelaskan.


            “Memang benar seperti itu, tapi kau juga tau sendiri ‘kan seperti apa keluarga kami ini? Ayah cukup tak peduli dengan status bangsawannya, jadi perjodohan ini benar-benar tak terduga. Lagipula kenapa hanya aku saja yang dijodohkan seperti ini!? Kak Cecilia yang putri pertama saja gak dijodohkan sama siapapun, malah dia bebas untuk memilih cintanya sendiri,” bantah Celine yang terlihat tak senang.


            “Aku juga ‘kan ingin mencari cintaku sendiri ...,” lanjutnya dengan nada suara pelan dan hampir tak terdengar. Kedua pipinya bahkan terlihat memerah, syarat dari dirinya yang malu-malu saat mengeluarkan ucapan.


            “Mencari cinta atau mendapatkan cintanya nih?” senyum Elisara menggoda sahabatnya sambil melirik Yoseph yang berjalan di depan.


            “Eehh?! Kak Yosep itu cuman teman masa kecilku, dia sudah kuanggap seperti kakakku sendiri tau!” khawatir Celine melirik sahabat dekatnya dengan wajah yang benar-benar memerah seperti tomat masak.


            “Hahaha ....” Elisara hanya tertawa seakan puas menggoda sahabatnya itu. Tak seperti Celine yang  berwajah sedikit kesal sambil meminta sang sahabat untuk menghentikan tawaannya.


            Di antara teman sekolah, dan orang-orang yang seumuran dengan Putri Elisara. Hanya Celine saja yang bisa seakarab itu dengannya. Bahkan bagi anak para duke pun cukup segan dan canggung ketika berbicara dengan Putri Elisara.


            “Yah, tapi Celine ... sebaiknya kau mematuhi permintaan ayahmu ini. Mau bagaimanapun dia adalah Kepala Keluarga Rosewood,” senyum kecil Elisara.


            “Kau benar ... Sara,” angguk Celine dan kembali membuang nafas kecil.


            “Tapi jika kau masih tidak mau dijodohkan, setidaknya temui dulu calon tunanganmu itu untuk menghormati permintaan ayahmu. Jika dia benar-benar pria yang baik seperti yang ayahmu ceritakan, katakan padanya bahwa kau tak bisa bersamanya dengan alasan yang kau inginkan,” jelas Elisara dengan senyuman kecil.


            “Eh ... la-lalu bagaimana dengan Ayah!?”


            “Ya kamu juga coba bilang padanya jika kau sudah bertemu dengannya dan tak ingin dijodohkan. Melihat ayahmu yang lembek terhadap Kak Cecilia dan kau, dia pasti menuruti keinginanmu,” lanjut Elisara menjelaskan.


            “....” Mendengar penjelasan sahabatnya itu, Celine lekas mengeluarkan kalung setengah lingkaran yang tertutupi oleh pakaian yang ia kenakan, lekas memegangnya sangat erat dengan kedua tangan, lalu tersenyum kecil sambil menatap lelaki bernama Yoseph di depannya.


            “Ka-kau benar, Sara. Akan coba kulakukan saranmu itu,” senyum Celine dengan pipi merah merona dan terlihat begitu manis.


            “Bagus, dan setelah itu kau bisa mengejar cintamu, kan?” senyum kecil Elisara menatap Yoseph.


            “Su-sudah kubilang kami tidak seperti itu! Lagipula Kak Yoseph juga sudah punya seseorang,” kesal Celine sebelum akhirnya menyungginkan senyuman kecil seolah berisi kesedihan. Hal itu pun sedikit membuat Elisara tersenyum kecil dan berucap dengan enteng.


            “Tenang, rebut saja dia. Selama burung merpati belum dilepaskan, kau masih bisa mengambilnya. Lagipula kau punya posisi dan kekayaan, jadi cukup mudah bagimu untuk merebut lelaki seperti Yoseph.”


            “Aku tak mau melakukan hal itu! Aku hanya akan dibenci olehnya!” kesal Celine.


            “Wah repot sih karena kamu juga mewarisi sifat khasnya Keluarga Rosewood,” keluh Elisara dengan senyuman kecil dan telapak tangan kanan yang menempel dengan pipi kanan.


            “Apa maksudnya itu? Pujian? Hinaan?”


            “Pujian kok, jarang sekali ada keluarga bangsawan seperti keluarga kamu. Apalagi ini sekelas Viscount,” senyum Elisara.


            “Benarkah?” curiga Celine sambil memberikan tatapan menyelidik.


            “Benar-benar!” Elisara menjawab cemas karena tatapan dari Celine tersebut.



***


            Kota Rimanisa, pinggiran kota yang berdekatan dengan gerbang pertama di sebelah selatan. Di penginapan bernama Bubbleworm, di dalam kamar lantai dua, terlihat lelaki yang sudah diperlihatkan sebelumnya.


            Lelaki berwarna rambut kuning lemon masak dengan mata berwarna biru. Ya lelaki bernama Enrik yang sebelumnya menyelamatkan seorang bangsawan viscount beserta putrinya.


            Dia terlihat merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menutup mata dengan pergelangan tangan kanannya. Wajahnya benar-benar memerah karena kembali mengingat perjanjian dengan bangsawan viscount yang bernama Charles.


            Kembali ke masa lalu itu, setelah mendengar permintaan yang mengejutkan dari Enrik. Charles pun berkata dengan nada penuh keseriusan.


            “Aku merasa tersanjung akan permintaanmu itu, Enrik. Lalu dengan senang hati aku akan menerima permintaanmu itu. Emm ... mungkin ini sedikit berlebihan, tapi bisakah aku juga mengajukan permintaan juga padamu, Enrik?”


            “Ya, apa yang bisa kulakukan, Tuan?” Enrik terlihat kembali merendahkan tubuhnya layaknya ksatria di hadapan Charles.


            “Jika kau tak keberatan, maukah kau menikahi putriku?” tanya Charles dengan ekspresi wajah keseriusan.


            “....”


            ““Eh!?”” khawatir Enrik dan Cecilia bersamaan. Keduanya pun mulai saling bertatapan dengan ekspresi wajah cemas.


Cecilia sadar jika Enrik berada di umur yang sama dengannya, selain itu dia baik dan dapat dipercaya. Tapi tetap saja hal itu tak mungkin bisa ia lakukan karena ....


“Tunggu Ayah!? Apa maksudnya itu? Ayah juga tau kan jika aku ...” khawatir Cecilia dengan wajah memerah sambil memberikan lirikan merasa bersalah pada Enrik.


“Benar, Tuan. Ini terlalu berlebihan untukku. Lagipula aku hanyalah rakyat biasa, jadi tak bisa dengan ...,” jelas Enrik menatap Charles sebelum akhirnya kembali menatap Cecilia dengan tatapan penuh kecemasan.


“Tidak, bukan dengan Cecilia. Tapi dengan putri kedua kami, itu juga jika kau tak keberat–”


“De-de-dengan Putri Celine!?” sanggah Enrik dengan wajah yang benar-benar memerah. Matanya pun terbelalak lebar seolah memperlihatkan kertekejutan yang berlebihan.


Sontak tatapan keterkejutan juga terlihat dari Charles dan putrinya kepada Enrik.


Sadar akan kelancangannya yang memotong ucapan seorang bangsawan. Enrik semakin menundukkan kepalanya lebih dalam, dan berteriak.


“Maaf atas kelancangan say-sayha!!” ucapannya sedikit terpeleset karena rasa khawatirnya yang berlebihan.


“Tu-tunggu, bukan itu yang membuat kami terkejut! Kenapa kau bisa mengetahui na-nama adikku?” khawatir Cecilia bertanya.


“Benar. Padahal sejak kita bertemu, aku tak pernah menyebutkan nama putri keduaku,” ucap Charles menjelaskan dengan raut wajah penasaran.


“....” Enrik hanya terdiam dengan pandangan teralihkan dari lawan bicaranya. Wajahnya benar-benar memerah ketika mereka mulai membahas gadis bernama Celine itu.


“Tu-tunggu kau mengenal adikku? Jawab yang jujur,” tanya Cecilia dengan ekspresi keseriusan.


Menjawab kebohongan hanya akan membuat gadis anggun itu marah. Dengan anggukan kepala pelan yang cukup ragu, Enrik pun menjawab.


“Y-ya, Putri Cecilia. Ka-kami pernah bertemu sekali saat masih sangat kecil.”


“Dimana?” Cecilia bertanya lagi dengan senyuman yang mulai nampak kembali.


“Ma-maaf, aku tidak bisa mengatakannya,” jawab pelan Enrik menutup matanya cukup rapat. Seolah untuk pertanyaan yang satu itu dia tak bisa menjawab karena suatu hal.


“....”


“Melihat ekspresimu ... apa kau menyukainya?” senyum Charles bertanya.


“Hah!? A-ah, An-anu itu terlalu ....” Enrik menjawab kikuk dengan bola mata yang terlihat berputar-putar.


“Sudah jangan ditanya Ayah, dilihat dari sikapnya juga jelas terlihat jika dia menyukainya sejak dulu ... bahkan mungkin, sampai sekarang yah,” senyum kecil Cecilia sambil melirik Enrik yang masih menundukkan kepala, menyembunyikan wajah merahnya.


“Wah takdir telah menuntun kita untuk bertemu. Ini benar-benar sebuah kebetulan yang menakjubkan.  Jika seperti itu, kau akan dengan senang hati menerima putriku, kan!?”


“Tap-tapi Tuan, saya hanyalah rakyat biasa yang tak jelas asal-usulnya. Menjodohkan putri berharga Tuan dengan orang seperti saya hanya akan merusak kehormatan keluarga Tuan. Selain itu tolong dipikirkan bagaimana dengan perasaan Putri Celine sendiri?” khawatir Enrik bertanya sambil mendongakkan kepalanya menghadap lawan bicara cukup was-was.


“Aku tak peduli jika apa yang kamu katakan itu benar-benar terjadi, karena kebahagiaan kedua putriku yang paling kuinginkan sekarang. Selain itu, kuyakin Celine pun akan senang jika itu kamu, Enrik.” Charles menjawab pertanyaan Enrik dengan senyuman.


“Ya, Ayah benar. Aku juga sangat setuju untuk hal ini. Enrik benar-benar sempurna untuk gadis sebaik Celine.”


“Ta-tapi mungkin saja dia tak mengingatku, la-lagipula lebih dari 10 tahun kami tak bertemu,” senyum khawatir Enrik mengalihkan pandangan.


“Astaga, ayolah terima saja! Kau menyukainya, kan?” kesal Cecilia melihat sikap labil lelaki berambut kuning di hadapannya.


“An-anu sa-saya ...,” gugup Enrik dengan wajah yang memerah dan sudah merambat ke kedua telinganya.


“Jawab yang jelas!” teriak Cecilia kesal dengan mata terpejam erat.


“Y-ya saya mencintainya!” khawatir Enrik dengan nada cukup tinggi sambil menyembunyikan wajah dengan pergelangan tangan kanannya.


“Bagus kalau begitu!” senyum Cecilia yang terlihat puas. Charles pun hanya tersenyum lega dengan kedua mata yang tertutup.


“Ta-tapi Tuan, saya juga ingin mengajukan syarat untuk masalah in-ini ...,” kata Enrik lagi dengan wajah yang masih memerah.


“Ya apa?” senyum Charles membuka mata.


“Ji-jika Putri Celine tak mengi-menginginkan ini, tolong jangan paksa beliau. Saya tak ingin beliau mengorbankan kebahagiaannya hanya untuk keegoisanku.”


“Tapi bagaimana dengan kau sendiri ...?” tanya  Cecilia dengan aura kesedihan.


“Bukankah Tuan menginginkan kebahagiaan kedua putri Tuan? Jika beliau tak bahagia, lebih baik saya tak bersamanya. Jadi hanya untuk syarat ini kumohon agar Tuan dan Putri bisa memenuhinya,” senyum kecil Enrik dengan mata tertutup dan kepala kembali tertunduk.


Dengan senyuman kecil yang mengisyaratkan kekhawatiran, Charles pun menganggukkan kepala dan berkata.


“Baiklah, aku takkan memaksakan hal ini jika dia tak menyukainya.”


“Terima kasih.”


***



            Langit sudah mulai menunjukkan perubahaan warna, menjadi merah kejinggaan. Pertanda sang malam akan kembali datang merangkul dunia dengan kegelapannya.


            Elisara beserta kelompoknya sudah sampai di Kota Rimanisa, dan seperti yang rumor katakan jika penduduk di kota itu terlihat lebih sedikit seperti biasanya.


            Namun, daripada memilih memulai penyelidikan. Mereka memutuskan untuk beristirahat di sebuah penginapan bernama Amethstars dekat dengan pusat kota. Penginapan yang terlihat mewah dan megah dan diperuntukan untuk orang-orang tertentu yang memiliki status tinggi.


            Di kamar yang dua kali lebih besar dari kamar penginapan Enrik. Celine terlihat sudah memakai pakaian tidur yang berwarna  serba merah muda.


Dia terlihat merebahkan tubuhnya dengan ekspresi kecemasan. Khawatir masih memikirkan pertemuannya dengan lelaki pilihan sang ayah.


            Ketukan pintu mulai terdengar hingga membuat Celine bangun dan mulai duduk dari kasurnya sambil bertanya dengan nada cukup tinggi.


            “Siapa!?”


            “Ini aku ... Elisara.”


            “Ah, Sara? Masuk aja, tidak dikunci kok,” lanjut Celine kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur besar itu.


            Memasuki ruangan, Elisara mulai terlihat menyipitkan matanya setelah melihat kelakuan sahabatnya.


            “Celine kau terlalu ceroboh. Tak hanya pintu yang tak dikunci, kenapa kau tiduran seakan sudah siap diserang seperti itu?”


            “Tapi kan ini kamarku?” gerutu si gadis berambut merah muda.


            “Meski begitu fakta jika ini yang hanya penginapan tak berubah. Bagaimanapun ini masih di luar rumah. Jadi harusnya kau lebih berhati-hati, Celine.” Tegur Elisara pada sang sahabat.


            “Baik-baik, aku akan lebih berhati-hati,” senyum kecil Celine menjawab.


            “....”


            Elisara mulai berjalan dan duduk di atas kasur yang sama dengan Celine sebelum akhirnya membuka mulut dan berkata.


            “Apa kau sudah bertemu dengannya?”


            “Belum, dan kuharap kami tak bertemu. Entah perasaan apa yang kurasakan sekarang. Gundah dan gugup benar-benar bercampur di hati. Aku kebingungan memasang ekspresi seperti apa ketika bertemu dengannya nanti,” senyum Celine dengan ekspresi cemas.


            “Ya wajar. Ini pertama kalinya kau bertemu dengan orang asing yang belum pernah kau temui. Lebih buruk dari itu ... dia akan menjadi calon suamimu,” senyum Elisara sambil ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur.


            “Kau benar ....” Celine menjawab dan sedikit tertawa kecil di akhir perkataan. Sedangkan Elisara hanya menyunggingkan senyuman ketika melihat sahabatnya yang seperti itu.


            Perlahan, suasana hening pun mulai merangkul mereka yang menutup kedua matanya. Tapi itu tak berlangsung lama sampai Celine mengeluarkan suaranya kembali.


            “Emm ... Sara?”


            “Ya?”


            “Ta-tak apakah dengan keputusanku ini? Meski mungkin ini melukainya, tapi aku melakukan hal yang benar ‘kan?” Celine bertanya pelan dengan kedua mata tertutupi oleh pergelangan tangan kanannya.


            “Jika dia lelaki baik yang dikatakan ayahmu, kuyakin dia pasti mengerti dan menghargai keputusanmu. Tapi jangan lupa kemungkinan jika dia juga sama sepertimu yang tak menyukai perjodohan ini.”


            “Kau benar,” senyum kecil Celine yang lekas duduk kembali di atas kasur.


            “Untuk hal ini aku harus jujur dengan apa yang kurasakan, kan? Daripada nantinya kami hanya saling melukai karena tak menginginkan perjodohan ini,” lanjut Celine dengan senyuman menguatkan diri.


            “Ya itu keputusanmu. Tapi Celine, kau belum menceritakan siapa sebenarnya lelaki ini hingga ayahmu bisa melanggar prinsipnya yang tak ingin memaksakan kehendak pada keluarganya.” Elisara ikut duduk di atas kasur sambil memberikan tatapan penasaran.


            “Benar juga, aku belum menceritakan lebih jelasnya padamu yah, Sara.” Celine menyentuh dagu dengan ekspresi wajah yang terlihat berpikir.


            “Benar-benar! Kau belum menceritakannya. Jadi ayo ceritakan!” antusias Elisara dengan kedua bola matanya yang melebar dan berbinar-binar.


            “Baiklah, aku ceritakan. Ayah mengatakan jika dia lelaki yang sempurna untukku dan beniat melangsungkan pernikahan setelah aku lulus dari sekolah ini. Bukankah wajar jika aku langsung terkejut setelah mendengar pernyataannya?”


            “Waah ... tentu saja, aku juga pasti terkejut dan kebingungan jika tiba-tiba langsung diberitahu seperti itu.”


            “Lebih buruk dari itu Kak Cecilia juga terlihat sangat menyetujui pendapat ayah, atau mungkin dia juga sangat ingin aku bersama lelaki yang dipilih ayah.” Celine menghela nafas seakan kerepotan.


            “Wah bahkan Kak Cecilia yang terkenal anggun dan sudah menolak ratusan laki-laki juga menyukai lelaki itu. Seberapa hebatnya lelaki itu, Celine? Apa dia seorang putra Duke? Atau mungkin seorang pangeran dari salah satu kerajaan di dataran ini?”


            “Apa yang ayah katakan jika di-dia bukan bangsawan. Hanya rakyat biasa yang berprofesi sebagai petualang,” cemas Celine lanjut menjelaskan.


            “Eh, hanya ra-rakyat biasa ... Ah!! Ap-apa mungkin dia Phyuser yang kuat? Atau mungkin Eluser yang disegani sekitarnya?” tanya Elisara sedikit tersentak kaget, meski langsung mengubah wajahnya itu dengan senyuman yang dipaksakan.


            “Ma-manusia biasa, Sara. Dia hanya manusia biasa yang berprofesi sebagai petualang,” senyum Celine dengan tawaan kecil seolah jika dirinya juga kebingungan.


            “Eh ....” Elisara semakin terkejut dengan wajah cemas dan khawatir. Harapan akan tunangan Celine yang hebat dan gagah langsung hancur seketika.


            “Aah!? Ap-apa mungkin dia petualang kelas atas atau legenda yang sudah membunuh banyak Sleazer dan monster!?” senyum Elisara kembali bertanya. Kali ini dia berharap akan jawaban positif agar tidak semakin memandang rendah lelaki yang menjadi tunangan sahabat tercintanya itu.


            “Di-dia petualang tingkat delapan,” Celine menjawab dengan senyuman kecil dan mata tertutup pelan.


            “U-uaah ....” ekspresi datar langsung tersungging di wajah Elisara. Seolah berisikan kekecewaan hebat setelah mengetahui seberapa rendahnya lelaki yang menjadi tunangan sahabatnya.


Dalam hatinya, kini dia yakin jika lelaki yang menjadi tunangan sahabatnya itu benar-benar tak ada apa-apanya.


“Celine, aku tau ayahmu tak memandang orang-orang dari statusnya. Tapi ini benar-benar keterlaluan menjodohkan kau yang dijuluki ‘Rosblush Angelwish’ di kalangan bangsawan karena kecantikan dan warna rambutmu yang seperti Bunga Rosblush dengan lelaki seperti itu.”


“Sara, kau terlalu berlebihan ....” Celine tertawa kecil dengan dahi terangkat ke atas.


“Aku benar-benar tak mengerti kenapa ayahmu menjodohkan putrinya dengan lelaki tak berguna seperti itu? Sungguh apa hal baiknya jika kau bersama dengan dia? Apa karena dia anak dari teman dekatnya?”


“Satu-satunya hal baik yang dikatakan ayah tentangnya adalah kebaikannya. Selain itu dia bukan anak teman ayah atau siapapun. Ayah baru bertemu pertama kali dengannya beberapa hari yang la-lalu?” jawab Celine dengan bola mata tertuju ke langit-langit ruangan. Nada suara di akhir pecakapannya pun terdengar seperti mengajukan pertanyaan, seolah merasa tak yakin.


“Baru pertama kali!? Dan dia langsung menyukainya hingga menjodohkan salah satu putrinya dengan lelaki yang tak jelas asal-usulnya itu!?”


“Iy-iya.” Celine menutup mata dan menyungginkan senyuman cemas di wajah.


Elisara menghela nafas cukup dalam sebelum akhirnya bertanya dengan nada suara yang cukup tidak menyenangkan.


“Astaga ... lalu apa ada alasan lain lagi kenapa ayahmu menjodohkanmu dengannya?”


“Ti-tidak ada sih. Ayah hanya mengatakan itu saja,” Celine menjawab. Cukup ketakutan juga melihat ekspresi wajah sahabatnya yang tidak mengenakkan.


“Begitu, aku mengerti.” Elisara beranjak dari kasur dengan tekanan nada suara yang dalam seolah dipenuhi emosi.


“Sa-sara ...?”


“Aku juga takkan mengijikanmu bersama lelaki seperti itu, Celine. Jika ayahmu tetap keras kepala setelah kau mengatakan keinginanmu, aku juga akan turun tangan untuk masalah ini dan menemui langsung ayahmu.”


“Tunggu, Sara! Hal itu hanya akan menyebabkan kehebohan di kerajaan! Kau tak perlu ....”


            “Ini berkaitan dengan kehidupan masa depan sahabatku! Mana bisa aku diam saja setelah mendengar hal ini!” Elisara berteriak, berbalik, dan lekas memegang pundak sahabatnya. Memberikan tatapan keseriusan bercampur kemarahan.



“Sa-sara ....” Celine hanya tersenyum kecil sambil membalas tatapan sahabatnya dengan lembut. Lalu dia menutup mata perlahan sambil melanjutkan perkataan.


“Terima kasih, tapi aku pasti baik-baik saja.”


“Tapi Celine ...” raut wajah Elisara berubah cemas melihat senyuman kecil Celine yang seolah menguatkan diri itu.


Mereka hanya bediri saling berhadapan dalam diam untuk beberapa saat sampai ketukan pintu kamar tersebut kembali terdengar.


“Celine?”


“Eh y-ya Kak Yoseph!?” gugup Celine sontak menatap ke arah pintu. Detak jantungnya kembali berdetak karena mendengar lelaki yang ia kagumi memanggil namanya.


Sedangkan Elisara lekas merubah raut wajahnya dengan senyuman yang seolah mencemoohi wajah sahabatnya yang memerah.


“Ap-apa kau ada waktu? Seorang rakyat biasa sepertinya memaksa ingin bertemu denganmu. Di-dia mengaku sebagai tunanganmu, apa itu benar?” tanya Yoseph cemas dari balik pintu.


“...!!” sontak keterkejutan hebat nampak di wajah Elisara dan Celine. Tak seperi Celine yang lekas berwajah cemas, Elisara mulai menunjukan ekspresi kekesalan sambil membuka pintu kamar.


“Celine, ayo! Dia sudah datang, jadi katakan seperti apa perasaanmu padanya.”


“Ya!” Celine menganggukkan kepala dengan ekspresi wajah keseriusan seolah sudah siap mengutarakan perasaan dia sebenarnya.


***

1 comment: