Title: Sang Bajingan
Genre: Romance, Drama, Comedy, Slice of Life.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Rina 4
Sekolah berubah menjadi tidak menyenangkan.
Perselisihan antara para siswa dengan Annisa membuat suasana tegang selalu
datang tak diundang.
Seorang gadis pemalu bernama Wafa menuturkan
pengakuannya. Dia satu kelas dengan Annisa. Gadis dengan rambut dikucir itu
mengatakan jika Annisa lah yang bertanggung jawab akan coretan di atas meja
itu. Dia melihat semuanya sendiri secara langsung.
Annisa tetap menyanggah pernyataan Wafa dengan
egoisnya. Tetap arogan seperti biasanya. Tetap sombong yang membuat para siswa
semakin membencinya.
Sudah sering para siswa ingin memberi pelajaran pada
gadis itu. Mulai dari intimidasi secara verbal maupun non verbal. Tapi aku
tetap pada pendirianku, menghentikan mereka yang ingin berbuat seperti itu pada
Annisa.
Aku tak ingin teman-temanku yang berharga menjadi
seperti dirinya. Aku sungguh tak ingin teman-temanku, khususnya sahabatku
menjadi seperti dia yang menyedihkan.
"Kau yakin tentang ini, Rina?! Dia benar-benar
sudah kelewatan sekarang!" geram Geisha dengan amarah yang tak bias ia
sembunyikan lagi dari wajahnya.
"Geisha, aku tak ingin kau seperti dirinya.
Biarkan dia. Suatu saat nanti, dia akan menerima balasannya."
"Rina ...." Geisha menatapku penuh
penasaran. Seolah tak mengerti dengan apa yang kupikirkan. Aku tak membenci
tindakannya. Dia hanya ingin membelaku.
Empat hari setelah aku mendapatkan coretan adalah
puncaknya. Sekolah sungguh berubah menjadi seperti yang tak kuinginkan.
Ini pertama kalinya hatiku berdegup kencang karena
perselisihan dengan seseorang. Air mataku terus keluar karena dia yang
membentak-bentak diriku.
Ketika hari masih pagi. Gadis itu, gadis yang tak
kusukai sifatnya datang menghampiriku. Memasang ekspresi amarah dengan air mata
mengalir di wajahnya.
Sungguh, ini pertama kalinya aku melihat wajah gadis
arogan seperti itu.
Dia datang menghampiriku dengan pandangan para siswa
yang menatapnya penuh keheranan.
Dia menggebrak mejaku, menangis menyipitkan matanya,
dan berteriak padaku dengan penuh kekesalan.
"APA SALAHKU?!!"
Suasana terasa hening di kelas dan lorong sekolah.
Semua memberikan tatapan keheranan dan penasaran pada dia yang berteriak
padaku.
"Eh ...?" Hanya kata itu yang terlontar dari
mulutku. Aku sungguh kebingungan menatapnya.
'Apa salahku' katanya? Apa maksudnya itu?
Aku sungguh tak mengerti. Bukankah pertanyaan itu milikku.
"Apa maksudmu? Seharusnya aku yang bertanya
seperti it–" Aku berdiri, berniat menyanggah dia yang berteriak padaku.
Akan tetapi.
PLAKK!!
Tamparan keras kudapat di pipi kiriku. Sakit rasanya,
tapi tidak sesakit hati ini, batin ini yang mendapatkan tatapan merendahkan
darinya.
"Sudah kuduga, jika kau sama seperti yang
lainnya!!" teriaknya kembali menunjukku penuh tenaga.
Semua siswa mulai memasang wajah khawatir dan amarah
pada Annisa. Khusus untuk Geisha, dia bahkan sampai beranjak dari kursi,
berniat menjambak rambutnya, tapi dengan sigap aku halangi dia.
"Apa salahku jika aku orang miskin?! Apa salahku
jika aku masuk jalan PMDK!! Kau ... kalian semua di sekolah ini selalu menatap
rendah diriku!! Memang benar aku tak memiliki harta yang banyak seperti kalian.
Tapi aku masih mempunyai harga diri!!"
Aku masih memegang pipiku mendengarkan perkataanya.
Memasang wajah terkejut ketakutan melihat dia yang terlihat sangat marah.
"Meski kau–"
"Aku tak pernah menghinamu!! Kapan aku bekarta
seperti itu padamu?! Sebutkan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan
tahunnya!!" sanggahku berteriak kesal. Air mata ini pun kembali menetes
menunjukan kesedihan.
"Sekarang kau melakukannya!! Kenapa kau
mencorat-coret bangkuku!! 'Dasar anak miskin, dasar anak tak tahu diri! Ibumu
hanyalah pengemis menyedihkan!' Apa maksudnya itu? Apa salah dan ibuku
padamu!!"
"Bukan aku yang melakukannya!! Sejak aku sampai
ke sekolah!! Aku tak pernah mendatangi kelasmu!!"
"Tapi namamu ada di sana!! 'Hadapi aku jika kau
berani, Ps. Rina.' Itu tulisannya!!"
"Kau gadis yang pintar!! Bisa saja kan orang lain
yang menulis hal itu dengan atas namaku!!"
"Jangan lupakan kemungkinan jika kau yang datang
lebih dulu ke sekolah ini!! Kau kan sang putri yang diagung-agungkan itu!! Kau
kan yang memiliki sekolah ini, hah?!"
"Jangan libatkan keluargaku dalam masalah
ini!!"
"Kau yang duluan menghina ibuku!! Jangan
seenaknya hanya karena kau putri ketua yayasan!! Aku tak takut jika
memperjuangkan kebenaran!! Aku tak takut padamu!! Aku tak takut dikeluarkan
oleh ayahmu!!"
"Kenapa kau yang marah!! Seharusnya aku yang
marah padamu!! Jangan lupa juga jika kau menulis kata 'munafik' di mejaku
–"
"Aku tak melakukannya!!"
"Jangan berbohong, Annisa!! Aku memiliki saksi
akan perbuatanmu!!"
"Aku juga memiliki bukti jika kau yang menulis
coretan di mejaku!"
"Sudah kubilang, bukan aku yang
melakukannya!!" teriakku amat keras, menangis, dan menatap tajam dirinya.
Keheningan– ketegangan semakin meningkat. Tak ada
satupun siswa yang berani mendekati kami yang sudah berada di puncak amarah.
"Kau ...." Annisa menangis menutup matanya.
Wajahnya terlihat sangat terluka. Dia memegang dada yang mungkin terasa sesak
dan sulit bernafas.
"SUDAH HENTIKAN!!"
Teriak lelaki berambut kuning keemasan menghentikan
pertengkaran kami. Dia berjalan memasuki kelas sambil memasang wajah amarah
yang memuncak.
Satu lagi siswa yang populer seperti kami. Sang
Pelindung.
Lelaki yang bisa dikatakan sangat tampan karena
keturunan orang asing sepertiku. Rambutnya berwarna kuning keemasan. Kulitnya
putih bersih layaknya perempuan. Matanya tetap tajam seperti lelaki berkarisma.
"Rina, dengarkan! Meski ini pertama kalinya kita
berbicara. Tapi percayalah padaku, Annisa tidak bersalah!"
Semua orang sontak terkejut mendengarkan perkataanya.
Saling berbisik satu sama lain menatap khawatir lelaki rupawan itu.
"Eh, benarkah yang dikatakan Rizky itu?! Aku
tidak percay–"
"Tapi dia Rizky loh, sulit dipercaya jika dirinya
berbohong hanya untuk melindungi Annisa."
"Tapi kata Wafa –" teriakku berniat
memberikan pernyataan, tapi.
"Annisa dengar ... coretan di mejamu juga bukan
ulah Rina. Dia juga tidak bersalah!"
"Tapi dalam coretan itu tertera namanya!"
Annisa tetap menangis sambil mengusap wajah dengan telapak tangan kanannya.
Rizky tak menjawab lagi dan hanya menatap kerumunan
sekitar. Lekas menghela nafas sesaat sambil menutup mata dan berkata.
"Aku benar-beanr heran kenapa pelaku sampai
melakukan hal ini? Mengadu domba kalian berdua," kesal lelaki rupawan itu
yang masih menutup mata.
"Maksudmu yang mencoret meja Rina dan Annisa
adalah pelaku yang sama?" tanya Geisha berwajah khawatir.
"Aku melihat apa yang kau lakukan, jadi jangan
bersembunyi terus. Keluarlah!" teriak kesal dari Rizky yang mulai membuka
mata.
"Dan aku yakin, jika kau juga yang mencorat-coret
meja Rina," lanjutnya sambil melirik sinis kumpulan siswa yang berada di
lorong.
"Siapa?!" Geisha mulai terlihat kesal.
Tak ada jawaban dari pelaku yang terus bersembunyi.
Para siswa di lorong saling melihat satu sama lain. Memasang wajah khawatir
saling mencurigai.
Aku hanya menundukkan kepala.
Astaga ... kenapa tidak ada yang menyadarinya? Padahal
sudah jelas siapa pelakunya jika bukan diantara kami bedua pelakunya.
Tubuhku terus bergemetar. Air mata terus mengucur
deras dari kedua bola mataku. Aku sungguh berpikir keras apa kesalahanku pada
sang pelaku itu. Bahkan kami pun tak pernah berbicara satu sama lain.
"Cepat keluar atau aku memanggil namamu!!"
teriak Rizky semakin keras. Tapi tetap tak ada jawaban. Kenapa? Kenapa dia
melakuakan ini pada kam–
"Seharusnya kau juga sudah tau siapa pelaku
sebenarnya, Rina." Perkataan Rizky menghancurkan pikiranku. Aku mengangkat
kepala, menatap dia yang tersenyum sedih padaku.
"Datangi dia, setelah itu tanyakan
kebenarannya," lanjutnya melirik kembali para siswa di lorong.
Aku mulai berjalan pelan. Kembali menundukkan kepala.
Para siswa yang kulewati mulai memberikan jalan.
Langkahku terhenti dihadapan Sang Pelaku. Semua orang,
para siswa terkejut menatap Sang Pelaku sebenarnya.
Ketika aku berniat mengajukan pertanyaan. Sang pelaku
langsung duduk terjongkok. Menutup wajahnya yang menangis ketakutan.
"MAAFKAN AKU!!" tubuhnya sungguh bergemetar
seolah merasa bersalah.
"Wafa ...?" Geisha terkejut tak percaya jika
Wafa, gadis pemalu dan pendiam seperti dirinya adalah pelaku sebenarnya.
"KAU!! Kenapa kau melakukan ini –" Annisa
terlihat marah berjalan cepat menghampirinya, tapi.
"Tenanglah, Annisa! Kita dengarkan penjelasan
darinya dulu!"
"Baiklah!! Karena kau yang memintanya, aku akan
menuruti perkataanmu!" Annisa berjalan mundur. Menghormati permintaan
Rizky.
"Jadi ..." Rizky mulai berjalan menghampiri
kami. Menatap sedih gadis yang terjongkok dan menangis di hadapanku.
"Ma-maaf maaf maaf maaf, aku sungguh minta maaf.
Ak-aku sungguh tak berniat mela –"
"Katakan, siapa orangnya?"
Tubuh Wafa sedikit bereaksi mendengar pertanyaan
Rizky. Dia mulai menggelengkan kepala secara perlahan tak ingin melontarkan
jawaban.
"Aku tau kau bukan gadis yang seperti ini. Kau
terpaksa, kan?"
Gadis itu tetap menggelengkan kepala seolah enggan
menjawab pertanyaannya.
"Katakan saja. Biar aku– tidak, kami yang akan
melindungimu darinya," khawatir Rizky menutup mata sesaat, langsung
menatap serius Wafa.
Wafa tetap menundukkan kepala. Tubuhnya bergemetar
semakin ketakutan. Aura kesedihan dan frustasi benar-benar keluar dari dirinya.
Bahkan dengan itu pun tak membuat Wafa ingin mengatakan
kebeneran. Menandakan ancaman yang dia dapat sudah sangat berlebihan.
Rizky mulai berbalik membelakangi dirinya. Wajahnya
terlihat datar sambil berkata.
"Maaf, bukan aku berniat menuduhmu. Tapi aku tak
bisa memikirkan orang lain yang melakukan ini selain dirimu."
Semua orang sontak terkejut menatap Rizky. Aku mulai
berdiri, memberikan tatapan penasaran padanya.
"Itu dirimu, kan!!" teriaknya penuh
kemarahan Rizky sambil menatap tembok yang menjadi pembatas antara kelasku dan
kelas Annisa.
"Si-siapa?" aku bertanya ketakutan menatap
tembok. Apa dia sedang berbicara dengan seseorang di sana? Hantu? Apa –
"Sungguh membosankan."
Suara yang berat mulai terdengar bersamaan dengan
langkah kaki yang tak menyenangkan. Semua siswa yang berada di lorong dan kelas
seketika berjalan cepat ketakutan, menjauhi dia yang berjalan menghampiri kami.
Lelaki yang paling ditakuti, lelaki yang mendapat
julukan Sang Bajingan kini berdiri dihadapan kami. Memberikan tatapan rendah
pada kami.
"Kau yang mengancamnya kan, Bajingan ...!!"
geram Rizky mengkerutkan dahinya. Sungguh terlihat murka padanya.
Hanya dia satu-satunya siswa yang berani berbicara
seperti itu padanya. Hanya dia satu-satunya yang terlihat menantang dirinya.
Sesuai dengan julukannya, Sang Pelindung.
"Aku pikir kalian berdua akan berkelahi seperti
hewan liar. Saling menjambak rambut dan memberikan tontonan menarik untukku.
Tapi ...." Sang Bajingan menutup matanya. Mengeluh seakan kecewa.
"Apa kalian anak SD yang hanya saling memaki?
Khususnya kau Rina, apa kau benar-benar bocah, hah?" lanjutnya memberikan
tatapan rendah dan menghina padaku.
"Apa tujuanmu melakukan ini semua?" tanya
Rizky.
"DAMAI!! Sekolah ini terlalu damai dan
membosankan. Sungguh tak ada yang menarik," geramnya menatap tajam Rizky.
"Kau bahkan mengancam gadis pendiam seperti
Wafa."
"Aku tidak mengancamnya. Aku hanya meminta tolong
padanya. Jika dia tidak mau melakukan permintaanku, aku bilang akan
bermain-main dengan dua adik perempuannya."
"Kau Bajingan!! Kau ... " teriak Rizky amat
marah. Urat kekesalan benar-benar terlihat dari dirinya. Dia berjalan dan
berniat menghajarnya. Akan tetapi langsung terdiam melihatku.
Tubuhku bergerak sendiri. Hatiku panas, sungguh terasa
panas. Entah kenapa, aku terus berjalan menghampirinya. Pandangan seluruh siswa
menatapku penuh penasaran.
Kini aku berdiri di hadapan Sang Bajingan.
PLAAAKKK!!
Aku menampar wajahnya amat keras hingga telapak
tanganku memerah. Sungguh, ini pertama kalinya aku merasakan perasaan ini.
Amarah sebesar ini. Aku tak percaya jika lelaki bajingan seperti dirinya
bersekolah di sekolah yang sama denganku.
"KAU BAJINGAN!!" Aku berteriak amat keras.
Menangis keras menatap tajam dia yang terdiam amat sangat terkejut.
Seluruh siswa, termasuk Geisha, Rizky, Wafa, dan
Annisa menatapku penuh keterkejutan. Sang Bajingan yang mulai tersadar karena
tamparanku lekas memperlihatkan amarah.
Dia mengangkat tangan kanannya berniat memukulku. Aku
ketakutan menutup mata, sungguh ketakutan dengan tubuh yang semakin bergemetar
ini.
"Sialan kau gadis pelacur!!"
BUAAK!!
Rizky berlari dan memukul wajahnya. Menarik tangan
kananku ke belakang.
Aku terselamatkan?
"Kau bukan seorang pelajar!! Kau hanya seorang
preman dan berandalan!!" Rizky berteriak marah. Memperlihatkan kuda-kuda
gaya bertarungnya. Dia bersiap bertarung melawan lelaki yang tubuhnya lebih
besar darinya itu.
"Bedebah, sejak awal aku memang tak suka dengan
sikap sok pahlawanmu itu," geram Sang Bajingan mengusap pipi kanannya.
Menatap tajam Rizky seolah berniat menghabisinya.
"SUDAH CUKUP!!" teriak Pak Abbas. Guru
paling tegas di sekolah kami. Dia baru sampai di sekolah dan memberikan tatapan
tajam pada Sang Bajingan.
"Hazen, Rizky!! Ikut bapak ke ruang guru
sekarang!!"
Seluruh pandangan siswa tertuju pada guru kami itu.
Rizky mengendurkan pertahanan dan melepas kuda-kudanya. Hazen ... Sang Bajingan
membuang wajah terlihat kesal.
"Dasar tua bangka ..." geramnya melirik
sinis guru kami itu. Seluruh siswa terlihat khawatir memberikan tatapan
kebencian padanya. Termasuk aku.
Aku sangat bersimpati pada kedua orang tuanya. Menaruh
rasa kasihan pada keluarganya karena kelakukan manusia tak berguna ini.
Sungguh, kenapa berandalan sepertinya bisa memasuki sekolah ini.
Sejak kejadian itu, Hazen mendapatkan hukuman skorsing
tiga hari. Tapi bukan itu saja hukuman yang didapatnya. Dia mendapatkan hukuman
sosial.
Seluruh siswa benar-benar membenci dirinya, khususnya
aku dan Annisa. Namun, sejak kejadian itu juga, Annisa menjadi teman dekatku.
Mungkin bisa dibilang sahabatku.
Akhirnya aku tau alasan dia bersikap sombong dan
arogan. Itu semua dia lakukan agar dirinya tak dipandang rendah. Itu semua dia
lakukan untuk melindungi dirinya sendiri.
Saat kelas satu, dia pernah menjadi bahan penindasan
di kelasnya. Hanya karena dia anak PMDK yang mendapat beasiswa, dia dipandang
sebelah mata oleh beberapa siswa.
Saat naik kelas dua, dia mulai berani melawan. Mulai
tak mempercayai siapapun di sekolah ini, kecuali Rizky. Hanya dia yang menerima
keberadaannya.
Setelah aku mengetahui kebenarannya itu. Kini aku
sadar, jika orang baik bersikap jahat pasti ada alasannya.
Tapi itu tidak berlaku bagi Sang Bajingan. Dia
melakukan kejahatannya hanya demi keegoisan pribadinya. Hanya untuk kesenangan
dirinya sendiri.
Sejak saat itu juga, aku semakin menentang bentuk penindasan
di sekolah.
Ini semua kulakukan demi melindungi Annisa dan para
siswa yang sering mendapatkan penindasan.
Kini waktu pun terus berlalu. Ujian Kenaikan Kelas
telah selesai. Liburan panjang akhirnya datang.
Selama liburan, aku bersenang-senang dengan
teman-teman dan sahabatku. Aku membuat kenangan yang berharga bersama mereka.
Lalu ketika kembali sekolah. Aku mendapatkan kabar
gembira yang tak tertahankan.
Sang Bajingan ternyata tidak naik kelas dan keluar
dari sekolah.
Meski hanya satu tahun lagi aku di sekolah ini. Tapi
kedamaian yangkuimpikan akhirnya datang. Wajahnya yang tak ingin kulihat telah
menghilangdari kehidupanku. Untuk selama-lamanya.
***
No comments:
Post a Comment