Tuesday, 14 July 2020

Rina 4

Title: Sang Bajingan
Genre: Romance, Drama, Comedy, Slice of Life.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Rina 4

Sekolah berubah menjadi tidak menyenangkan. Perselisihan antara para siswa dengan Annisa membuat suasana tegang selalu datang tak diundang.
Seorang gadis pemalu bernama Wafa menuturkan pengakuannya. Dia satu kelas dengan Annisa. Gadis dengan rambut dikucir itu mengatakan jika Annisa lah yang bertanggung jawab akan coretan di atas meja itu. Dia melihat semuanya sendiri secara langsung.
Annisa tetap menyanggah pernyataan Wafa dengan egoisnya. Tetap arogan seperti biasanya. Tetap sombong yang membuat para siswa semakin membencinya.
Sudah sering para siswa ingin memberi pelajaran pada gadis itu. Mulai dari intimidasi secara verbal maupun non verbal. Tapi aku tetap pada pendirianku, menghentikan mereka yang ingin berbuat seperti itu pada Annisa.
Aku tak ingin teman-temanku yang berharga menjadi seperti dirinya. Aku sungguh tak ingin teman-temanku, khususnya sahabatku menjadi seperti dia yang menyedihkan.
"Kau yakin tentang ini, Rina?! Dia benar-benar sudah kelewatan sekarang!" geram Geisha dengan amarah yang tak bias ia sembunyikan lagi dari wajahnya.
"Geisha, aku tak ingin kau seperti dirinya. Biarkan dia. Suatu saat nanti, dia akan menerima balasannya."
"Rina ...." Geisha menatapku penuh penasaran. Seolah tak mengerti dengan apa yang kupikirkan. Aku tak membenci tindakannya. Dia hanya ingin membelaku.
Empat hari setelah aku mendapatkan coretan adalah puncaknya. Sekolah sungguh berubah menjadi seperti yang tak kuinginkan.
Ini pertama kalinya hatiku berdegup kencang karena perselisihan dengan seseorang. Air mataku terus keluar karena dia yang membentak-bentak diriku.
Ketika hari masih pagi. Gadis itu, gadis yang tak kusukai sifatnya datang menghampiriku. Memasang ekspresi amarah dengan air mata mengalir di wajahnya.
Sungguh, ini pertama kalinya aku melihat wajah gadis arogan seperti itu.
Dia datang menghampiriku dengan pandangan para siswa yang menatapnya penuh keheranan.
Dia menggebrak mejaku, menangis menyipitkan matanya, dan berteriak padaku dengan penuh kekesalan.
"APA SALAHKU?!!"
Suasana terasa hening di kelas dan lorong sekolah. Semua memberikan tatapan keheranan dan penasaran pada dia yang berteriak padaku.
"Eh ...?" Hanya kata itu yang terlontar dari mulutku. Aku sungguh kebingungan menatapnya.
'Apa salahku' katanya? Apa maksudnya itu? Aku sungguh tak mengerti. Bukankah pertanyaan itu milikku.
"Apa maksudmu? Seharusnya aku yang bertanya seperti it–" Aku berdiri, berniat menyanggah dia yang berteriak padaku. Akan tetapi.
PLAKK!!
Tamparan keras kudapat di pipi kiriku. Sakit rasanya, tapi tidak sesakit hati ini, batin ini yang mendapatkan tatapan merendahkan darinya.
"Sudah kuduga, jika kau sama seperti yang lainnya!!" teriaknya kembali menunjukku penuh tenaga.
Semua siswa mulai memasang wajah khawatir dan amarah pada Annisa. Khusus untuk Geisha, dia bahkan sampai beranjak dari kursi, berniat menjambak rambutnya, tapi dengan sigap aku halangi dia.
"Apa salahku jika aku orang miskin?! Apa salahku jika aku masuk jalan PMDK!! Kau ... kalian semua di sekolah ini selalu menatap rendah diriku!! Memang benar aku tak memiliki harta yang banyak seperti kalian. Tapi aku masih mempunyai harga diri!!"
Aku masih memegang pipiku mendengarkan perkataanya. Memasang wajah terkejut ketakutan melihat dia yang terlihat sangat marah.
"Meski kau–"
"Aku tak pernah menghinamu!! Kapan aku bekarta seperti itu padamu?! Sebutkan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahunnya!!" sanggahku berteriak kesal. Air mata ini pun kembali menetes menunjukan kesedihan.
"Sekarang kau melakukannya!! Kenapa kau mencorat-coret bangkuku!! 'Dasar anak miskin, dasar anak tak tahu diri! Ibumu hanyalah pengemis menyedihkan!' Apa maksudnya itu? Apa salah dan ibuku padamu!!"
"Bukan aku yang melakukannya!! Sejak aku sampai ke sekolah!! Aku tak pernah mendatangi kelasmu!!"
"Tapi namamu ada di sana!! 'Hadapi aku jika kau berani, Ps. Rina.' Itu tulisannya!!"
"Kau gadis yang pintar!! Bisa saja kan orang lain yang menulis hal itu dengan atas namaku!!"
"Jangan lupakan kemungkinan jika kau yang datang lebih dulu ke sekolah ini!! Kau kan sang putri yang diagung-agungkan itu!! Kau kan yang memiliki sekolah ini, hah?!"
"Jangan libatkan keluargaku dalam masalah ini!!"
"Kau yang duluan menghina ibuku!! Jangan seenaknya hanya karena kau putri ketua yayasan!! Aku tak takut jika memperjuangkan kebenaran!! Aku tak takut padamu!! Aku tak takut dikeluarkan oleh ayahmu!!"
"Kenapa kau yang marah!! Seharusnya aku yang marah padamu!! Jangan lupa juga jika kau menulis kata 'munafik' di mejaku –"
"Aku tak melakukannya!!"
"Jangan berbohong, Annisa!! Aku memiliki saksi akan perbuatanmu!!"
"Aku juga memiliki bukti jika kau yang menulis coretan di mejaku!"
"Sudah kubilang, bukan aku yang melakukannya!!" teriakku amat keras, menangis, dan menatap tajam dirinya.
Keheningan– ketegangan semakin meningkat. Tak ada satupun siswa yang berani mendekati kami yang sudah berada di puncak amarah.
"Kau ...." Annisa menangis menutup matanya. Wajahnya terlihat sangat terluka. Dia memegang dada yang mungkin terasa sesak dan sulit bernafas.
"SUDAH HENTIKAN!!"
Teriak lelaki berambut kuning keemasan menghentikan pertengkaran kami. Dia berjalan memasuki kelas sambil memasang wajah amarah yang memuncak.
Satu lagi siswa yang populer seperti kami. Sang Pelindung.
Lelaki yang bisa dikatakan sangat tampan karena keturunan orang asing sepertiku. Rambutnya berwarna kuning keemasan. Kulitnya putih bersih layaknya perempuan. Matanya tetap tajam seperti lelaki berkarisma.
"Rina, dengarkan! Meski ini pertama kalinya kita berbicara. Tapi percayalah padaku, Annisa tidak bersalah!"
Semua orang sontak terkejut mendengarkan perkataanya. Saling berbisik satu sama lain menatap khawatir lelaki rupawan itu.
"Eh, benarkah yang dikatakan Rizky itu?! Aku tidak percay–"
"Tapi dia Rizky loh, sulit dipercaya jika dirinya berbohong hanya untuk melindungi Annisa."
"Tapi kata Wafa –" teriakku berniat memberikan pernyataan, tapi.
"Annisa dengar ... coretan di mejamu juga bukan ulah Rina. Dia juga tidak bersalah!"
"Tapi dalam coretan itu tertera namanya!" Annisa tetap menangis sambil mengusap wajah dengan telapak tangan kanannya.
Rizky tak menjawab lagi dan hanya menatap kerumunan sekitar. Lekas menghela nafas sesaat sambil menutup mata dan berkata.
"Aku benar-beanr heran kenapa pelaku sampai melakukan hal ini? Mengadu domba kalian berdua," kesal lelaki rupawan itu yang masih menutup mata.
"Maksudmu yang mencoret meja Rina dan Annisa adalah pelaku yang sama?" tanya Geisha berwajah khawatir.
"Aku melihat apa yang kau lakukan, jadi jangan bersembunyi terus. Keluarlah!" teriak kesal dari Rizky yang mulai membuka mata.
"Dan aku yakin, jika kau juga yang mencorat-coret meja Rina," lanjutnya sambil melirik sinis kumpulan siswa yang berada di lorong.
"Siapa?!" Geisha mulai terlihat kesal.
Tak ada jawaban dari pelaku yang terus bersembunyi. Para siswa di lorong saling melihat satu sama lain. Memasang wajah khawatir saling mencurigai.
Aku hanya menundukkan kepala.
Astaga ... kenapa tidak ada yang menyadarinya? Padahal sudah jelas siapa pelakunya jika bukan diantara kami bedua pelakunya.
Tubuhku terus bergemetar. Air mata terus mengucur deras dari kedua bola mataku. Aku sungguh berpikir keras apa kesalahanku pada sang pelaku itu. Bahkan kami pun tak pernah berbicara satu sama lain.
"Cepat keluar atau aku memanggil namamu!!" teriak Rizky semakin keras. Tapi tetap tak ada jawaban. Kenapa? Kenapa dia melakuakan ini pada kam–
"Seharusnya kau juga sudah tau siapa pelaku sebenarnya, Rina." Perkataan Rizky menghancurkan pikiranku. Aku mengangkat kepala, menatap dia yang tersenyum sedih padaku.
"Datangi dia, setelah itu tanyakan kebenarannya," lanjutnya melirik kembali para siswa di lorong.
Aku mulai berjalan pelan. Kembali menundukkan kepala. Para siswa yang kulewati mulai memberikan jalan.
Langkahku terhenti dihadapan Sang Pelaku. Semua orang, para siswa terkejut menatap Sang Pelaku sebenarnya.
Ketika aku berniat mengajukan pertanyaan. Sang pelaku langsung duduk terjongkok. Menutup wajahnya yang menangis ketakutan.
"MAAFKAN AKU!!" tubuhnya sungguh bergemetar seolah merasa bersalah.
"Wafa ...?" Geisha terkejut tak percaya jika Wafa, gadis pemalu dan pendiam seperti dirinya adalah pelaku sebenarnya.
"KAU!! Kenapa kau melakukan ini –" Annisa terlihat marah berjalan cepat menghampirinya, tapi.
"Tenanglah, Annisa! Kita dengarkan penjelasan darinya dulu!"
"Baiklah!! Karena kau yang memintanya, aku akan menuruti perkataanmu!" Annisa berjalan mundur. Menghormati permintaan Rizky.
"Jadi ..." Rizky mulai berjalan menghampiri kami. Menatap sedih gadis yang terjongkok dan menangis di hadapanku.
"Ma-maaf maaf maaf maaf, aku sungguh minta maaf. Ak-aku sungguh tak berniat mela –"
"Katakan, siapa orangnya?"
Tubuh Wafa sedikit bereaksi mendengar pertanyaan Rizky. Dia mulai menggelengkan kepala secara perlahan tak ingin melontarkan jawaban.
"Aku tau kau bukan gadis yang seperti ini. Kau terpaksa, kan?"
Gadis itu tetap menggelengkan kepala seolah enggan menjawab pertanyaannya.
"Katakan saja. Biar aku– tidak, kami yang akan melindungimu darinya," khawatir Rizky menutup mata sesaat, langsung menatap serius Wafa.
Wafa tetap menundukkan kepala. Tubuhnya bergemetar semakin ketakutan. Aura kesedihan dan frustasi benar-benar keluar dari dirinya.
Bahkan dengan itu pun tak membuat Wafa ingin mengatakan kebeneran. Menandakan ancaman yang dia dapat sudah sangat berlebihan.
Rizky mulai berbalik membelakangi dirinya. Wajahnya terlihat datar sambil berkata.
"Maaf, bukan aku berniat menuduhmu. Tapi aku tak bisa memikirkan orang lain yang melakukan ini selain dirimu."
Semua orang sontak terkejut menatap Rizky. Aku mulai berdiri, memberikan tatapan penasaran padanya.
"Itu dirimu, kan!!" teriaknya penuh kemarahan Rizky sambil menatap tembok yang menjadi pembatas antara kelasku dan kelas Annisa.
"Si-siapa?" aku bertanya ketakutan menatap tembok. Apa dia sedang berbicara dengan seseorang di sana? Hantu? Apa –
"Sungguh membosankan."
Suara yang berat mulai terdengar bersamaan dengan langkah kaki yang tak menyenangkan. Semua siswa yang berada di lorong dan kelas seketika berjalan cepat ketakutan, menjauhi dia yang berjalan menghampiri kami.
Lelaki yang paling ditakuti, lelaki yang mendapat julukan Sang Bajingan kini berdiri dihadapan kami. Memberikan tatapan rendah pada kami.
"Kau yang mengancamnya kan, Bajingan ...!!" geram Rizky mengkerutkan dahinya. Sungguh terlihat murka padanya.
Hanya dia satu-satunya siswa yang berani berbicara seperti itu padanya. Hanya dia satu-satunya yang terlihat menantang dirinya.
Sesuai dengan julukannya, Sang Pelindung.
"Aku pikir kalian berdua akan berkelahi seperti hewan liar. Saling menjambak rambut dan memberikan tontonan menarik untukku. Tapi ...." Sang Bajingan menutup matanya. Mengeluh seakan kecewa.
"Apa kalian anak SD yang hanya saling memaki? Khususnya kau Rina, apa kau benar-benar bocah, hah?" lanjutnya memberikan tatapan rendah dan menghina padaku.
"Apa tujuanmu melakukan ini semua?" tanya Rizky.
"DAMAI!! Sekolah ini terlalu damai dan membosankan. Sungguh tak ada yang menarik," geramnya menatap tajam Rizky.
"Kau bahkan mengancam gadis pendiam seperti Wafa."
"Aku tidak mengancamnya. Aku hanya meminta tolong padanya. Jika dia tidak mau melakukan permintaanku, aku bilang akan bermain-main dengan dua adik perempuannya."
"Kau Bajingan!! Kau ... " teriak Rizky amat marah. Urat kekesalan benar-benar terlihat dari dirinya. Dia berjalan dan berniat menghajarnya. Akan tetapi langsung terdiam melihatku.
Tubuhku bergerak sendiri. Hatiku panas, sungguh terasa panas. Entah kenapa, aku terus berjalan menghampirinya. Pandangan seluruh siswa menatapku penuh penasaran.
Kini aku berdiri di hadapan Sang Bajingan.
PLAAAKKK!!
Aku menampar wajahnya amat keras hingga telapak tanganku memerah. Sungguh, ini pertama kalinya aku merasakan perasaan ini. Amarah sebesar ini. Aku tak percaya jika lelaki bajingan seperti dirinya bersekolah di sekolah yang sama denganku.
"KAU BAJINGAN!!" Aku berteriak amat keras. Menangis keras menatap tajam dia yang terdiam amat sangat terkejut.
Seluruh siswa, termasuk Geisha, Rizky, Wafa, dan Annisa menatapku penuh keterkejutan. Sang Bajingan yang mulai tersadar karena tamparanku lekas memperlihatkan amarah.
Dia mengangkat tangan kanannya berniat memukulku. Aku ketakutan menutup mata, sungguh ketakutan dengan tubuh yang semakin bergemetar ini.
"Sialan kau gadis pelacur!!"
BUAAK!!
Rizky berlari dan memukul wajahnya. Menarik tangan kananku ke belakang.
Aku terselamatkan?
"Kau bukan seorang pelajar!! Kau hanya seorang preman dan berandalan!!" Rizky berteriak marah. Memperlihatkan kuda-kuda gaya bertarungnya. Dia bersiap bertarung melawan lelaki yang tubuhnya lebih besar darinya itu.
"Bedebah, sejak awal aku memang tak suka dengan sikap sok pahlawanmu itu," geram Sang Bajingan mengusap pipi kanannya. Menatap tajam Rizky seolah berniat menghabisinya.
"SUDAH CUKUP!!" teriak Pak Abbas. Guru paling tegas di sekolah kami. Dia baru sampai di sekolah dan memberikan tatapan tajam pada Sang Bajingan.
"Hazen, Rizky!! Ikut bapak ke ruang guru sekarang!!"
Seluruh pandangan siswa tertuju pada guru kami itu. Rizky mengendurkan pertahanan dan melepas kuda-kudanya. Hazen ... Sang Bajingan membuang wajah terlihat kesal.
"Dasar tua bangka ..." geramnya melirik sinis guru kami itu. Seluruh siswa terlihat khawatir memberikan tatapan kebencian padanya. Termasuk aku.
Aku sangat bersimpati pada kedua orang tuanya. Menaruh rasa kasihan pada keluarganya karena kelakukan manusia tak berguna ini. Sungguh, kenapa berandalan sepertinya bisa memasuki sekolah ini.
Sejak kejadian itu, Hazen mendapatkan hukuman skorsing tiga hari. Tapi bukan itu saja hukuman yang didapatnya. Dia mendapatkan hukuman sosial.
Seluruh siswa benar-benar membenci dirinya, khususnya aku dan Annisa. Namun, sejak kejadian itu juga, Annisa menjadi teman dekatku. Mungkin bisa dibilang sahabatku.
Akhirnya aku tau alasan dia bersikap sombong dan arogan. Itu semua dia lakukan agar dirinya tak dipandang rendah. Itu semua dia lakukan untuk melindungi dirinya sendiri.
Saat kelas satu, dia pernah menjadi bahan penindasan di kelasnya. Hanya karena dia anak PMDK yang mendapat beasiswa, dia dipandang sebelah mata oleh beberapa siswa.
Saat naik kelas dua, dia mulai berani melawan. Mulai tak mempercayai siapapun di sekolah ini, kecuali Rizky. Hanya dia yang menerima keberadaannya.
Setelah aku mengetahui kebenarannya itu. Kini aku sadar, jika orang baik bersikap jahat pasti ada alasannya.
Tapi itu tidak berlaku bagi Sang Bajingan. Dia melakukan kejahatannya hanya demi keegoisan pribadinya. Hanya untuk kesenangan dirinya sendiri.
Sejak saat itu juga, aku semakin menentang bentuk penindasan di sekolah.
Ini semua kulakukan demi melindungi Annisa dan para siswa yang sering mendapatkan penindasan.
Kini waktu pun terus berlalu. Ujian Kenaikan Kelas telah selesai. Liburan panjang akhirnya datang.
Selama liburan, aku bersenang-senang dengan teman-teman dan sahabatku. Aku membuat kenangan yang berharga bersama mereka.
Lalu ketika kembali sekolah. Aku mendapatkan kabar gembira yang tak tertahankan.
Sang Bajingan ternyata tidak naik kelas dan keluar dari sekolah.
Meski hanya satu tahun lagi aku di sekolah ini. Tapi kedamaian yangkuimpikan akhirnya datang. Wajahnya yang tak ingin kulihat telah menghilangdari kehidupanku. Untuk selama-lamanya.


***

No comments:

Post a Comment