Wednesday, 3 August 2016

Chapter IX

Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter IX
Melindungi


            Jarum Kristal berjatuhan dari atas kepala Aeldra. Kecepatannya bagaikan air hujan yang turun dari atas langit.



            Aeldra terus berlari cepat, menghindari serangan sang putri kerajaan. Wajahnya terlihat khawatir meirik dia yang tetap melayang dengan sayap indahnya.


            “Dia tadi mengatakan Tail, kan? Lalu darimana datangnya sayap di belakang punggungnya itu ....”


            “Jangan terus lari, orang lemah!!” Alys berteriak kesal sambil melayang terbang mengikuti Aeldra.


            “Te-tentu saja aku akan lari. Kau tau kan, aku hanya bisa menggunakan fisikku sekar –“


            “Kalau begitu gunakan ilmu kinesismu!! Perlihatkan padaku, bagaimana caranya kau mengalahkan iblis itu dengan hanya sekejap mata!!”


            “Tapi itu bukan ulahku ...,” senyum khawatir Aeldra, kembali melirik Alyshial. Tapi lekas menghentikan gumaman dalam hati, terkejut dan bersiap melompat mendekati sang putri.


            Ekspresi wajah yang serius benar-benar diperlihatkan olah lelaki pemilik luka bakar itu.


            “Gawat –“ Alys terkejut, mengangkat kedua tangan berniat menghentikan Aeldra yang berniat melompat mendekatinya. Tapi isi pikirannya dihancurkan oleh suara pelindung arena yang pecah. Bagaikan pecahan kaca raksasa yang membuat semua orang menutup mata dan telinga.


            “Eh?” Alys berbalik, terkejut melihat ke atas langit di belakangnya. Seekor mahluk tak dikenal menyambar cepat dirinya.


            Sangat cepat, hampir memakan perut langsingnya. Akan tetapi ada Aeldra di sana, menarik perutnya dengan tangan kiri. Memukul keras monster itu dengan tangan kanan, hingga menabrak tanah.


            Terdengar keras hingga menggema di sekitar. Arena terasa bergetar hebat, membuat semua orang berwajah ketakutan menatap kejadian singkat itu.


            “Ap-apa yang sebenarnya terjadi ...?” Haikal bertanya, terdengar ketakutan. Annisa hanya memegang kepala Seica yang memegang erat pakaiannya. Gadis muda itu terlihat ketakutan menatap arena.


            “In-ini candaan, kan?” khawatir Shina menatap tajam arena yang masih tertutup asap. Dia mulai menyatukan kedua tangan tepat di dada. Berniat memulai sesuatu.


            Lalu beberapa saat kemudian, ketika asap itu mulai sedikit menghilang, terdengar auman keras seekor binatang tak dikenal. Auman dari monster yang baru saja dijatuhkan Aeldra.


            “GROAALLL!!” Asap langsung menghilang karena teriakan sang monster. Membuat semua penonton menatap kosong dan ketakutan.


            Ya, itu adalah iblis.


            Pada dasarnya iblis itu terlihat seperti naga, berkaki empat, memiliki sayap dan ekor besar. Memiliki sisik seperti naga berwarna abu-abu. Tapi yang membedakannya dengan naga adalah ..., iblis itu jauh lebih kecil.


            Pasukan pertahanan udara wilayah iblis, monster terbang dengan kecepatan 250m/h,


            “Wyvern ....” Aeldra mengkerutkan dahi, menatap tajam sang monster. Monster itu membalas tatapannya, lebih tajam dan menakutkan. Membuat tubuh Aeldra sedikit bergetar.


            Lantai arena yang sangat kokoh di sekitarnya berubah cekung tak karuan. Atmosfer berubah menjadi mencekam ketika Aeldra dan monster yang beberapa kali lebih besar darinya saling berhadapan.


            Alyshial menatap ketakutan monster itu, tubuhnya tak pernah berhenti bergetar. Tapi bukan itu saja yang membuat dia ketakutan. Ketika dia melihat Aeldra, terlihat tangan kanannya yang berlumuran darah. Terlihat hancur dan mengerikan.


            “Ta-tanganmu ....” Alys menangis ketakutan, menutup mulut, menatap tangan Aeldra yang hancur terlihat mengerikan.


            “Diamlah ..., aku tau itu!” Aeldra memegang pundak kanan, mengkerutkan dahi, terlihat kesakitan.


            “Jadi ini maksudnya, tenaga dalam itu. Ketika orang yang paling ingin kau lindungi terancam bahaya, kekuatan ini akan meledak keluar. Tapi tetap saja, daya tahan tanganku lemah, tetap hancur meski bisa memukul sisiknya yang lebih kuat dari berlian.“


            “Grrr ....” Wyvern itu menggeram, menatap tajam Aeldra.


“Tapi ini buruk yah ..., pukulanku  tadi benar-benar tak melukainya. Aku hanya membuat iblis ini marah,” Aeldra memasang wajah khawatir, menutup sebelah mata karena rasa sakit di tangan kanan.


Bunyi alarm berkumandang keras. Menambah kepanikan para penonton. Sophia berlari memasuki arena, berniat menolong rekannya.


Hal itu berlaku juga bagi Shina dan Selenia, mereka berwajah khawatir, lekas berlari mendekati arena.


“Ak-aku akan ikut bertarun –“ Alyshial mulai berdiri dengan kaki gemetarnya. Menguatkan diri menatap tajam iblis dihadapannya. Tapi.


“Pergilah dari sini.” Aeldra menggeram, memotong perkataanya. Nadanya terdengar dalam.


“Tapi bagaimana bisa aku lari di saat rakyatk –“


“Kau tak mendengar perkataanku ...? Pergi dari sini atau kubunuh kau sekarang juga,” Aeldra melirik Alyshial. Tatapannya sangat tajam, berisi keseriusan dan kemarahan pada sang putri kerajaan.


Alys tersentak, berwajah ketakutan. Hampir menangis mendapatkan intimidasi kuat dari Aeldra.


Sophia lekas pergi membawa Alys, Selenia juga dipaksa mundur olehnya. Tapi hanya Shina saja yang tak dibawa pergi, itu semua karena permintaan Aeldra sendiri.


“Kau mengakuiku jika aku kuat? Tapi maaf jika mengecewakanmu, aku juga tak yakin bisa menahan iblis in–“ senyum khawatir Shina bersiaga untuk bertarung. Tapi perkataanya lekas terhenti. Dia terdiam terkejut setelah mendengar perkataan Aeldra.


“Kita tak punya pilihan lain, Reeslevia.” Aeldra tetap menatap Wyvern yang bersiap menembakkan sesuatu dari mulutnya.


Shina tetap memasang wajah terkejut, mengendurkan pertahanan. Menatap penasaran Aeldra yang mengetahui tentang dirinya.


“Da-darimana kau tau nama itu?”


“Itu tak penting sekarang, tolong gunakan –“


“Tidak! Ini sangat penting!! Hanya keluarga Sang Demigod saja yang tau tentangku, akan siapa aku sebenarnya. Katakan, sampai mana kau mengetahui tentangku!?” Shina sungguh terlihat marah, menatap tajam Aeldra.


“Anak angkat Shina Shilvana. Mediator generasi kedua seperti Rina Albina, Mediator Archangel Michael, Reeslevia.” Aeldra berbalik, menatap tajam Shina.


“Kau bahkan sudah tau sampai Michael!? Siapa kau sebenarnya, Aeldra!?” Shina bergemetar, menatap ketakutan Aeldra.


“Aku? Hanya seorang gelandangan menyedihkan, tak lebih berharga dari batu kerikil di jalanan. Hanya mahluk yang menjadi alat bagi kekaisaran makmur ini.” Aeldra tertawa kecil, dengan suara yang lebih berat.


“Apa maksudnya itu?” Shina bergemetar menatap suara Aeldra yang terdengar sangat dalam. Berisi kebencian akan balas dendam pada dunia.




***



            Pasukan Adjoin bersama Lapis dan Rina datang ke tempat kejadian. Berniat menghentikan iblis yang menyerang kerajaan terluar Benua Dealendra.


            Tapi ketika mereka sampai di sana, hanya sebuah pedang raksasa keemasan yang menancap di atas arena. Sangat dalam, menembus tubuh Wyvern di lantai.


            “Apa yang sebenarnya terjadi di sini?” Salah satu petinggi Adjoin menatap penasaran pedang itu. Terlihat kuat dan perkasa. Seolah bukan dimiliki manusia manapun.


            “Kak Shina ...,” batin khawatir Lapis sambil terus menatap pedang itu yang mulai menghilang.


            “Ada berapa orang yang terluka karena kejadian ini?” Rina bertanya pada Adjoin yang sudah sampai terlebih dahulu.


            “Satu orang, siswa lelaki di sekolah ini.”


            “Korban jiwa?”


            “Untungnya tidak ada.”


            “Tapi katanya, lelaki yang terluka itu langsung maju menghadang Wyvern. Dia menyelamatkan Putri Alys dengan ganjaran sebagian tubuhnya hancur. Benar-benar lelaki sejati,” petugas adjoin itu tertawa kecil di hadapan Rina.


            “Woah keren juga, aku tak menyangka ada siswa seberani itu di sekolah ini. Siapa namanya? Biar aku kasih pujian padanya.”


            “Aku tidak tau nama lengkapnya. Tapi teman-teman sekelilingnya memanggil dia dengan nama Aeldra.”


            “Eh, Aeldra?” Rina cukup terkejut, masih memasang senyuman lebarnya.


            Lapis kembali berbalik, menatap sahabat yang sedang bercakap-cakap dengan petugas Adjoin. Matanya melebar, terkejut mendengar pernyataan petugas muda itu. Dia memegang erat roknya.


            “Ya, dia benar-benar hebat kata beberapa siswa. Karena bisa menjatuhkan Wyvern itu dengan sekali pukulan.”


            “Ku-kuat sekali orang itu. Aku tak yakin bisa melakukannya meski dengan ilmu kinesisku,” senyum khawatir Rina.


            “Benar, awalnya aku juga tidak percaya–“


            “Hei, lalu dimana sekarang lelaki bernama Aeldra itu.” Lapis memasuki pembicaraan. Bertanya cukup datar pada petugas. Petugas itu langsung berwajah khawatir, memberi salam hormat pada putri mahkota.


            “Ah, di-dia ada di unit kesehatan sekolah ini. “


            “Oke, terima kasih.” Lapis berjalan cepat, meninggalkan arena. Ekspresi wajahnya berubah menjadi berisi kemarahan yang tak terlihat sebelumnya.


            Rina berwajah khawatir dan penasaran melihat sahabatnya yang seperti itu. Dia hanya terus mengikutinya, tak berani mengucapkan kata melihat Lapis yang marah.


            Saat ini, Lapis dan Rina tidak memakai seragam Front-Liner. Mereka memakai baju kasual, terlihat elegan dan menawan, membuat para siswa dan sekitar menatap ketagum keduanya.


            Mereka saling berbisik, mengaggumi kecantikan Putri Lapis yang tiada tara. Beberapa ada yang menundukkan kepala, memberikan hormat padanya. Meski tidak resmi.


            Pada akhirnya dua gadis yang menjadi pusat perhatian itu memasuki unit kesehatan. Cukup luas, membuat Lapis dan Rina mengamati sekitar, mencari keberadaan Aeldra.


            Lapis akhirnya menemukan mereka, lekas berjalan cepat mendekati Aeldra. Memasang wajah datar kembali. Raut wajah kemarahan sebelumnya seolah menghilang tak berbekas.


            “Aku datang Aeldra ....”


            Perhatian orang-orang di sekitar Aeldra, termasuk Aeldra sendiri menjadi miliknya. Ada yang menaruh kagum, ada juga yang berwajah ketakutan ketika melihat Putri Lapis. Hanya Seica yang berwajah ketakutan.


            Gadis manis itu bersembunyi di balik punggung Annisa. Tubuhnya bergemetar, dia hampir menangis ketika melihat Lapis.


            “Ah, lama tidak jumpa La-lapis ....” Haikal berucap khawatir, menutup mata sesaat.


            “Ya, lama tak jumpa, Haikal.” Lapis melirik Haikal sesaat, langsung menatap Selenia yang duduk di samping Aeldra. Gadis berambut hitam itu terlihat sedih, ingin menangis menatap Aeldra.


            “Bagaimana keadaannya?”


            “Hanya tangan kananku yang hancur, ini bukan hal yang bu –“ jawab Aeldra.


            “Aku tidak bertanya padamu,” datar Lapis menutup mata sesaat.


            “Ah, ma-maaf ....” Aeldra memasang senyuman khawatir, mengalihkan pandangan, merasa bersalah.


            Semua orang di sana menatap penasaran Aeldra dan Lapis yang terlihat bertengkar. Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.


            “Ta-tangan kanannya hancur. But-butuh beberapa bulan untuk sembuh,” Nia menangis, menundukkan kepala.


            “Hei, tak perlu menangis juga. Aku tak apa –“


            “Aeldra, dengarkan. Terima kasih sudah menyelamatkan sepupuku. Aku sudah tahu dari petugas Adjoin di lokasi kejadian. Kau hebat.” Lapis menatap Aeldra. Nadanya terdengar ringan, membuat semua orang di sana tersenyum khawatir menatapnya.


            “Jadi dimana Si Alys? Apa dia sudah berterima kasih padamu?” lanjut Lapis bertanya.


            “Di-dia baru saja keluar bersama Kak Shina,” senyum Annisa sangat ramah menjawab pertanyaanya.


            “Ah, begitu.” Lapis membalas senyuman, menatap Annisa. Annisa terdiam dengan wajah memerah, mengalihkan pandangan.


            Suasana terasa hening. Tak ada lagi yang berucap sampai.


            “Hei, sebaiknya kita tinggalkan Aeldra. Dia butuh istirahat yang cukup agar bisa cepat sembuh,” senyum khawatir Haikal.


            “Iya benar, biar aku saja yang menjaganya di sini –“


            “Tidak, Nia. Biar aku saja, sekalian ingin bertanya beberapa hal padanya.”


            “Bertanya? Tapi Kak, dia butuh istirahat–“


            “Sudahlah, Nia. Aku yakin Lapis juga tak akan berlebihan. Sebaiknya kita pergi, kita pergi,” senyum Rina melirik Lapis, menarik tangan Selenia untuk berdiri. Dia mulai menyadari sesuatu.


            Pada akhirnya seluruh penghuni meninggalkan ruangan, kecuali Lapis dan Aeldra. Suasana terasa hening, dua insan itu kembali memberikan tatapannya.


            Perlahan, Lapis mengkerutkan dahi. Memperlihatkan ekspresi kemarahannya kembali. Aeldra berwajah khawatir dan menutup mata.


            “Aku sudah memperingatkanmu, Aeldra. Lihat apa yang terjadi sekarang? Ini terjadi karena kau mengabaikan perintahk –“


            “Maaf, tapi aku benar tak apa-apa, Lapis.”


            “Tak apa-apa, katamu!? Kalau begitu pikirkan orang-orang sekitar yang mengkhawatirkanmu!”


            “Apa kau salah satunya?“


            “Selenia, Haikal, dan gadis bernama Annisa terlihat khawatir –“


            “Itu tak menjawab pertanyaanku.”


            “....” Lapis berjalan mendekati kursi, tempat duduk Selenia sebelumnya. Dia memegang roknya sangat erat sambil berucap pelan.


            “Aku tak perlu menjawab pertanyaan itu.”


            “....” Aeldra memberikan senyuman kecil, menutup mata.


            “Berhenti memasang senyuman bodoh itu. Apa kau tak sadar, saat ini aku sedang marah besar padamu.”


            “Maaf maaf, aku tak akan mengulanginya lag –“


            “Kata maaf benar-benar tak berarti jika kau mengucapkannya dengan nada seperti itu. Apa kau benar-benar merasa bersalah, Aeldra?”


            “Aku sungguh merasa bersalah Tuan Putri, maafkan aku!” Aeldra tertawa kecil, mengangkat tangan kiri tepat di dada. Meminta maaf pada sang putri dengan nada candaan khasnya.


            “Kau ..., kau hanya membuatku menjadi lebih marah padam –“ Lapis menyipitkan mata, terlihat sangat marah melihat candaan Aeldra. Tapi perkataanya langsung tersanggah.


            “Sungguh, aku minta maaf sudah membuatmu khawatir. Aku akan lebih berhati-hati sekarang.” Aeldra berwajah serius, menatap langsung Lapis. Tatapan yang seolah langsung menyentuh hatinya.


            Lapis bergetar, menundukkan kepala. Memegang kembali erat roknya, wajahnya sedikit memerah sambil berucap. “Tidak ada yang kedua kalinya.”


            “Ya, aku berjanji.”


            “....”


            “Ah, aku dengar tangan kananmu yang hancur itu karena kau menyelamatkan Alys mati-matian. Aku tak tau jika sepupuku itu sebeharga itu bagimu ....” Lapis kembali mengangkat kepala, melirik sinis Aeldra yang berwajah khawatir dan mengalihkan pandangan.


            “Kumohon tatap aku ketika bicara padamu, Aeldra. Itu tak sopan namanya.” Lapis memberikan senyuman ganjil, memejamkan mata. Membuat wajah Aeldra semakin terlihat khawatir.


            “It-itu, an-anu ..., aku harus melindunginya untuk beberapa alasan –“


            “Astaga, brengsek sekali yah kau mengatakan hal seperti itu di depanku. Tapi tenang saja, aku takkan marah karena masalah ini,” Lapis masih memberikan senyuman ganjil, masih menutup mata.


            “Lapis kau benar-benar marah yah –“


            “Selain itu, dilihat dari ekspresi Nia tadi, sepertinya dia benar-benar mencemaskanmu. Ada hubungan apa juga kau dengannya. Aku tak menyangka jika kau ini rakus sekali, sampai mendekati sepupuku yang satunya.”


            “Astaga Lapis, memangnya aku ini sebrengsek apa di matamu. Lagipula apa kau cemburu –“


            “Hah, cemburu? Untuk apa aku cemburu pada mereka?”


            “Kalau begitu syukurlah. Tapi tolong dengarkan perkataanku ini. Aku serius, harus melindungi Alyshial apapun yang terjadi, meski nyawaku menjadi taruhannya.” Aeldra berwajah serius.


            “Kenapa begitu?” Lapis melepas senyuman, membuka mata. Dia menatap tajam Aeldra, terlihat sangat marah.


            “Sekarang aku tak bisa mengatakan padamu. Tapi kumohon percayalah padaku.”


            “Kenapa aku tidak diberitahu? Kau sadar pada siapa saat ini kau bicara!? Kau tidak bisa menyembunyikan rahasia dariku. Aku berhak mengetahuinya. Mengetahui segala tentangmu. Apa kau lupa sumpah -"


            “Aku tau! Tapi ini kulakukan demi kebaikanmu. Sekarang belum waktunya.”


            “Katakan saja –“


            “Tidak bisa!! Aku melakukan ini untuk melindungimu. Aku tak bisa kehilanganmu sekarang. Aku tak bisa melihatmu hancur sekarang. Kumohon Lapis, bersabarlah ....”


            "...."


            “Aku tak mengerti. Benar-benar tak mengerti dengan pikiranmu itu.” Lapis menundukkan kepala. Memegang erat roknya dengan kedua tangan. Tubuhnya bergetar. Terlihat ingin menangis.


            “Aku berjanji, Lapis. Setelah tiba waktunya, aku akan mengatakan semuanya padamu, tentangku, dan alasanku melindungi Putri Alyshial dengan nyawaku.”


            “Tak apa, lakukan saja sesukamu. Aku tak bisa menentang keputusanmu. itu” Lapis mulai berdiri, tetap menundukkan kepala dan memegang roknya.


            “Lapis ....”


            “Tapi biarkan aku mengatakan ini, Hendra.”


            “Eh?”


            “Kau sudah dalam jangkauanku sekarang. Setelah sekian lama, aku akhirnya bisa menemukanmu lagi. Aku bersyukur melihatmu baik-baik saja, bersyukur melihatmu kembali. Kali ini, aku tak akan membiarkanmu lepas untuk kedua kalinya.”


            “Lapis –“


            “Tak peduli apa pendapatmu, aku tetap akan melindungimu. Meski nyawaku yang menjadi taruhannya.” Lapis mengangkat wajah, tersenyum sedih menatap luka bakar di sekitar wajah Aeldra. Dia seolah mengingat masa lalu kelam di masa kecilnya, mengingat penyesalan terbesar dalam hidupnya.



***

No comments:

Post a Comment