Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter IX
Chapter IX
Melindungi
Jarum Kristal berjatuhan
dari atas kepala Aeldra. Kecepatannya bagaikan air hujan yang turun dari atas
langit.
Aeldra terus berlari cepat,
menghindari serangan sang putri kerajaan. Wajahnya terlihat khawatir meirik dia yang
tetap melayang dengan sayap indahnya.
“Dia
tadi mengatakan Tail, kan? Lalu darimana datangnya sayap di belakang punggungnya
itu ....”
“Jangan terus lari, orang lemah!!”
Alys berteriak kesal sambil melayang terbang mengikuti Aeldra.
“Te-tentu saja aku akan lari. Kau
tau kan, aku hanya bisa menggunakan fisikku sekar –“
“Kalau begitu gunakan ilmu
kinesismu!! Perlihatkan padaku, bagaimana caranya kau mengalahkan iblis itu dengan
hanya sekejap mata!!”
“Tapi
itu bukan ulahku ...,” senyum khawatir Aeldra, kembali melirik Alyshial.
Tapi lekas menghentikan gumaman dalam hati, terkejut dan bersiap melompat
mendekati sang putri.
Ekspresi wajah yang serius
benar-benar diperlihatkan olah lelaki pemilik luka bakar itu.
“Gawat
–“ Alys terkejut, mengangkat kedua tangan berniat menghentikan Aeldra yang
berniat melompat mendekatinya. Tapi isi pikirannya dihancurkan oleh suara
pelindung arena yang pecah. Bagaikan pecahan kaca
raksasa yang membuat semua orang menutup mata dan telinga.
“Eh?” Alys berbalik, terkejut
melihat ke atas langit di belakangnya. Seekor mahluk tak dikenal menyambar cepat
dirinya.
Sangat cepat, hampir memakan perut
langsingnya. Akan tetapi ada Aeldra di sana, menarik perutnya dengan tangan
kiri. Memukul keras monster itu dengan tangan kanan, hingga menabrak tanah.
Terdengar keras hingga menggema di
sekitar. Arena terasa bergetar hebat, membuat semua orang berwajah
ketakutan menatap kejadian singkat itu.
“Ap-apa yang sebenarnya terjadi
...?” Haikal bertanya, terdengar ketakutan. Annisa hanya memegang kepala Seica
yang memegang erat pakaiannya. Gadis muda itu terlihat ketakutan menatap arena.
“In-ini
candaan, kan?” khawatir Shina menatap tajam arena yang masih tertutup asap.
Dia mulai menyatukan kedua tangan tepat di dada. Berniat memulai sesuatu.
Lalu beberapa saat kemudian, ketika
asap itu mulai sedikit menghilang, terdengar auman keras seekor binatang tak
dikenal. Auman dari monster yang baru saja dijatuhkan Aeldra.
“GROAALLL!!” Asap langsung
menghilang karena teriakan sang monster. Membuat semua penonton menatap kosong
dan ketakutan.
Ya, itu adalah iblis.
Pada dasarnya iblis itu terlihat seperti
naga, berkaki empat, memiliki sayap dan ekor besar. Memiliki sisik seperti naga berwarna
abu-abu. Tapi yang membedakannya dengan naga adalah ..., iblis itu jauh lebih
kecil.
Pasukan pertahanan udara wilayah
iblis, monster terbang dengan kecepatan 250m/h,
“Wyvern
....” Aeldra mengkerutkan dahi, menatap tajam sang monster. Monster itu membalas tatapannya, lebih tajam dan menakutkan. Membuat tubuh Aeldra sedikit bergetar.
Lantai arena yang sangat kokoh di
sekitarnya berubah cekung tak karuan. Atmosfer berubah menjadi mencekam
ketika Aeldra dan monster yang beberapa kali lebih besar darinya saling berhadapan.
Alyshial menatap ketakutan monster
itu, tubuhnya tak pernah berhenti bergetar. Tapi bukan itu saja yang membuat
dia ketakutan. Ketika dia melihat Aeldra, terlihat tangan kanannya yang berlumuran darah. Terlihat hancur dan mengerikan.
“Ta-tanganmu ....” Alys menangis
ketakutan, menutup mulut, menatap tangan Aeldra yang hancur terlihat
mengerikan.
“Diamlah ..., aku tau itu!” Aeldra
memegang pundak kanan, mengkerutkan dahi, terlihat kesakitan.
“Jadi
ini maksudnya, tenaga dalam itu. Ketika orang yang paling ingin kau lindungi
terancam bahaya, kekuatan ini akan meledak keluar. Tapi tetap saja, daya tahan
tanganku lemah, tetap hancur meski bisa memukul sisiknya yang lebih kuat dari
berlian.“
“Grrr ....” Wyvern itu menggeram, menatap
tajam Aeldra.
“Tapi ini buruk yah ..., pukulanku tadi benar-benar tak melukainya. Aku hanya
membuat iblis ini marah,” Aeldra
memasang wajah khawatir, menutup sebelah mata karena rasa sakit di tangan
kanan.
Bunyi
alarm berkumandang keras. Menambah kepanikan para penonton. Sophia berlari
memasuki arena, berniat menolong rekannya.
Hal
itu berlaku juga bagi Shina dan Selenia, mereka berwajah khawatir, lekas
berlari mendekati arena.
“Ak-aku
akan ikut bertarun –“ Alyshial mulai berdiri dengan kaki gemetarnya. Menguatkan
diri menatap tajam iblis dihadapannya. Tapi.
“Pergilah
dari sini.” Aeldra menggeram, memotong perkataanya. Nadanya terdengar dalam.
“Tapi
bagaimana bisa aku lari di saat rakyatk –“
“Kau
tak mendengar perkataanku ...? Pergi dari sini atau kubunuh kau sekarang juga,”
Aeldra melirik Alyshial. Tatapannya sangat tajam, berisi keseriusan dan
kemarahan pada sang putri kerajaan.
Alys
tersentak, berwajah ketakutan. Hampir menangis mendapatkan intimidasi kuat dari
Aeldra.
Sophia
lekas pergi membawa Alys, Selenia juga dipaksa mundur olehnya. Tapi hanya Shina
saja yang tak dibawa pergi, itu semua karena permintaan Aeldra sendiri.
“Kau
mengakuiku jika aku kuat? Tapi maaf jika mengecewakanmu, aku juga tak yakin
bisa menahan iblis in–“ senyum khawatir Shina bersiaga untuk bertarung. Tapi
perkataanya lekas terhenti. Dia terdiam terkejut setelah mendengar perkataan
Aeldra.
“Kita
tak punya pilihan lain, Reeslevia.”
Aeldra tetap menatap Wyvern yang bersiap menembakkan sesuatu dari mulutnya.
Shina
tetap memasang wajah terkejut, mengendurkan pertahanan. Menatap penasaran
Aeldra yang mengetahui tentang dirinya.
“Da-darimana
kau tau nama itu?”
“Itu
tak penting sekarang, tolong gunakan –“
“Tidak!
Ini sangat penting!! Hanya keluarga Sang Demigod saja yang tau tentangku, akan siapa
aku sebenarnya. Katakan, sampai mana kau mengetahui tentangku!?” Shina sungguh
terlihat marah, menatap tajam Aeldra.
“Anak
angkat Shina Shilvana. Mediator generasi kedua seperti Rina
Albina, Mediator Archangel Michael, Reeslevia.” Aeldra berbalik, menatap tajam
Shina.
“Kau
bahkan sudah tau sampai Michael!? Siapa kau sebenarnya, Aeldra!?” Shina
bergemetar, menatap ketakutan Aeldra.
“Aku?
Hanya seorang gelandangan menyedihkan, tak lebih berharga dari batu kerikil di
jalanan. Hanya mahluk yang menjadi alat bagi kekaisaran makmur ini.” Aeldra
tertawa kecil, dengan suara yang lebih berat.
“Apa
maksudnya itu?” Shina bergemetar menatap suara Aeldra yang terdengar sangat
dalam. Berisi kebencian akan balas dendam pada dunia.
***
Pasukan Adjoin bersama Lapis dan
Rina datang ke tempat kejadian. Berniat menghentikan iblis yang menyerang
kerajaan terluar Benua Dealendra.
Tapi ketika mereka sampai di sana,
hanya sebuah pedang raksasa keemasan yang menancap di atas arena. Sangat dalam,
menembus tubuh Wyvern di lantai.
“Apa yang sebenarnya terjadi di
sini?” Salah satu petinggi Adjoin menatap penasaran pedang itu. Terlihat kuat
dan perkasa. Seolah bukan dimiliki manusia manapun.
“Kak
Shina ...,” batin khawatir Lapis sambil terus menatap pedang itu yang mulai
menghilang.
“Ada berapa orang yang terluka
karena kejadian ini?” Rina bertanya pada Adjoin yang sudah sampai terlebih
dahulu.
“Satu orang, siswa lelaki di sekolah
ini.”
“Korban jiwa?”
“Untungnya tidak ada.”
“Tapi katanya, lelaki yang terluka
itu langsung maju menghadang Wyvern. Dia menyelamatkan Putri Alys dengan
ganjaran sebagian tubuhnya hancur. Benar-benar lelaki sejati,” petugas adjoin
itu tertawa kecil di hadapan Rina.
“Woah keren juga, aku tak menyangka
ada siswa seberani itu di sekolah ini. Siapa namanya? Biar aku kasih pujian
padanya.”
“Aku tidak tau nama lengkapnya. Tapi
teman-teman sekelilingnya memanggil dia dengan nama Aeldra.”
“Eh, Aeldra?” Rina cukup terkejut,
masih memasang senyuman lebarnya.
Lapis kembali berbalik, menatap
sahabat yang sedang bercakap-cakap dengan petugas Adjoin. Matanya melebar, terkejut
mendengar pernyataan petugas muda itu. Dia memegang erat roknya.
“Ya, dia benar-benar hebat kata
beberapa siswa. Karena bisa menjatuhkan Wyvern itu dengan sekali pukulan.”
“Ku-kuat sekali orang itu. Aku tak
yakin bisa melakukannya meski dengan ilmu kinesisku,” senyum khawatir Rina.
“Benar, awalnya aku juga tidak percaya–“
“Hei, lalu dimana sekarang lelaki
bernama Aeldra itu.” Lapis memasuki pembicaraan. Bertanya cukup datar pada
petugas. Petugas itu langsung berwajah khawatir, memberi salam hormat pada
putri mahkota.
“Ah, di-dia ada di unit kesehatan
sekolah ini. “
“Oke, terima kasih.” Lapis berjalan
cepat, meninggalkan arena. Ekspresi wajahnya berubah menjadi berisi kemarahan yang tak
terlihat sebelumnya.
Rina berwajah khawatir dan penasaran
melihat sahabatnya yang seperti itu. Dia hanya terus mengikutinya, tak berani
mengucapkan kata melihat Lapis yang marah.
Saat ini, Lapis dan Rina tidak
memakai seragam Front-Liner. Mereka memakai baju kasual, terlihat elegan dan
menawan, membuat para siswa dan sekitar menatap ketagum keduanya.
Mereka saling berbisik, mengaggumi kecantikan
Putri Lapis yang tiada tara. Beberapa ada yang menundukkan kepala, memberikan
hormat padanya. Meski tidak resmi.
Pada akhirnya dua gadis yang menjadi
pusat perhatian itu memasuki unit kesehatan. Cukup luas, membuat Lapis dan Rina
mengamati sekitar, mencari keberadaan Aeldra.
Lapis akhirnya menemukan mereka,
lekas berjalan cepat mendekati Aeldra. Memasang wajah datar kembali. Raut wajah
kemarahan sebelumnya seolah menghilang tak berbekas.
“Aku datang Aeldra ....”
Perhatian orang-orang di sekitar
Aeldra, termasuk Aeldra sendiri menjadi miliknya. Ada yang menaruh kagum, ada juga yang berwajah ketakutan ketika melihat Putri Lapis. Hanya Seica yang berwajah ketakutan.
Gadis manis itu bersembunyi di balik
punggung Annisa. Tubuhnya bergemetar, dia hampir menangis ketika melihat Lapis.
“Ah, lama tidak jumpa La-lapis ....”
Haikal berucap khawatir, menutup mata sesaat.
“Ya, lama tak jumpa, Haikal.” Lapis
melirik Haikal sesaat, langsung menatap Selenia yang duduk di samping Aeldra.
Gadis berambut hitam itu terlihat sedih, ingin menangis menatap Aeldra.
“Bagaimana keadaannya?”
“Hanya tangan kananku yang hancur,
ini bukan hal yang bu –“ jawab Aeldra.
“Aku tidak bertanya padamu,” datar
Lapis menutup mata sesaat.
“Ah, ma-maaf ....” Aeldra memasang
senyuman khawatir, mengalihkan pandangan, merasa bersalah.
Semua orang di sana menatap
penasaran Aeldra dan Lapis yang terlihat bertengkar. Tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.
“Ta-tangan kanannya hancur.
But-butuh beberapa bulan untuk sembuh,” Nia menangis, menundukkan kepala.
“Hei, tak perlu menangis juga. Aku
tak apa –“
“Aeldra, dengarkan. Terima kasih
sudah menyelamatkan sepupuku. Aku sudah tahu dari petugas Adjoin di lokasi
kejadian. Kau hebat.” Lapis menatap Aeldra. Nadanya terdengar ringan, membuat semua orang
di sana tersenyum khawatir menatapnya.
“Jadi dimana Si Alys? Apa dia sudah
berterima kasih padamu?” lanjut Lapis bertanya.
“Di-dia baru saja keluar bersama Kak
Shina,” senyum Annisa sangat ramah menjawab pertanyaanya.
“Ah, begitu.” Lapis membalas
senyuman, menatap Annisa. Annisa terdiam dengan wajah memerah, mengalihkan pandangan.
Suasana terasa hening. Tak ada lagi
yang berucap sampai.
“Hei, sebaiknya kita tinggalkan
Aeldra. Dia butuh istirahat yang cukup agar bisa cepat sembuh,” senyum khawatir Haikal.
“Iya benar, biar aku saja yang
menjaganya di sini –“
“Tidak, Nia. Biar aku saja, sekalian
ingin bertanya beberapa hal padanya.”
“Bertanya? Tapi Kak, dia butuh istirahat–“
“Sudahlah, Nia. Aku yakin Lapis juga
tak akan berlebihan. Sebaiknya kita pergi, kita pergi,” senyum Rina melirik
Lapis, menarik tangan Selenia untuk berdiri. Dia mulai menyadari sesuatu.
Pada akhirnya seluruh penghuni
meninggalkan ruangan, kecuali Lapis dan Aeldra. Suasana terasa hening, dua
insan itu kembali memberikan tatapannya.
Perlahan, Lapis mengkerutkan dahi.
Memperlihatkan ekspresi kemarahannya kembali. Aeldra berwajah khawatir dan
menutup mata.
“Aku sudah memperingatkanmu, Aeldra.
Lihat apa yang terjadi sekarang? Ini terjadi karena kau mengabaikan perintahk
–“
“Maaf, tapi aku benar tak apa-apa,
Lapis.”
“Tak apa-apa, katamu!? Kalau begitu
pikirkan orang-orang sekitar yang mengkhawatirkanmu!”
“Apa kau salah satunya?“
“Selenia, Haikal, dan gadis bernama
Annisa terlihat khawatir –“
“Itu tak menjawab pertanyaanku.”
“....” Lapis berjalan mendekati
kursi, tempat duduk Selenia sebelumnya. Dia memegang roknya sangat erat sambil berucap
pelan.
“Aku tak perlu menjawab pertanyaan
itu.”
“....” Aeldra memberikan senyuman
kecil, menutup mata.
“Berhenti memasang senyuman bodoh
itu. Apa kau tak sadar, saat ini aku sedang marah besar padamu.”
“Maaf maaf, aku tak akan
mengulanginya lag –“
“Kata maaf benar-benar tak berarti
jika kau mengucapkannya dengan nada seperti itu. Apa kau benar-benar merasa
bersalah, Aeldra?”
“Aku sungguh merasa bersalah Tuan
Putri, maafkan aku!” Aeldra tertawa kecil, mengangkat tangan kiri tepat di
dada. Meminta maaf pada sang putri dengan nada candaan khasnya.
“Kau ..., kau hanya membuatku
menjadi lebih marah padam –“ Lapis menyipitkan mata, terlihat sangat marah
melihat candaan Aeldra. Tapi perkataanya langsung tersanggah.
“Sungguh, aku minta maaf sudah
membuatmu khawatir. Aku akan lebih berhati-hati sekarang.” Aeldra berwajah
serius, menatap langsung Lapis. Tatapan yang seolah langsung menyentuh hatinya.
Lapis bergetar, menundukkan kepala.
Memegang kembali erat roknya, wajahnya sedikit memerah sambil berucap. “Tidak
ada yang kedua kalinya.”
“Ya, aku berjanji.”
“....”
“Ah, aku dengar tangan kananmu yang
hancur itu karena kau menyelamatkan Alys mati-matian. Aku tak tau jika sepupuku
itu sebeharga itu bagimu ....” Lapis kembali mengangkat kepala, melirik sinis
Aeldra yang berwajah khawatir dan mengalihkan pandangan.
“Kumohon tatap aku ketika bicara
padamu, Aeldra. Itu tak sopan namanya.” Lapis memberikan senyuman ganjil, memejamkan
mata. Membuat wajah Aeldra semakin terlihat khawatir.
“It-itu, an-anu ..., aku harus melindunginya
untuk beberapa alasan –“
“Astaga, brengsek sekali yah kau
mengatakan hal seperti itu di depanku. Tapi tenang saja, aku takkan marah karena
masalah ini,” Lapis masih memberikan senyuman ganjil, masih menutup mata.
“Lapis kau benar-benar marah yah –“
“Selain itu, dilihat dari ekspresi
Nia tadi, sepertinya dia benar-benar mencemaskanmu. Ada hubungan apa juga kau
dengannya. Aku tak menyangka jika kau ini rakus sekali, sampai mendekati
sepupuku yang satunya.”
“Astaga Lapis, memangnya aku ini
sebrengsek apa di matamu. Lagipula apa kau cemburu –“
“Hah, cemburu? Untuk apa aku cemburu
pada mereka?”
“Kalau begitu syukurlah. Tapi tolong
dengarkan perkataanku ini. Aku serius, harus melindungi Alyshial apapun yang terjadi, meski nyawaku menjadi taruhannya.” Aeldra berwajah serius.
“Kenapa begitu?” Lapis melepas senyuman,
membuka mata. Dia menatap tajam Aeldra, terlihat sangat marah.
“Sekarang aku tak bisa mengatakan
padamu. Tapi kumohon percayalah padaku.”
“Kenapa aku tidak diberitahu? Kau
sadar pada siapa saat ini kau bicara!? Kau tidak bisa menyembunyikan rahasia dariku.
Aku berhak mengetahuinya. Mengetahui segala tentangmu. Apa kau lupa sumpah -"
“Aku tau! Tapi ini kulakukan demi kebaikanmu.
Sekarang belum waktunya.”
“Katakan saja –“
“Tidak bisa!! Aku melakukan ini untuk
melindungimu. Aku tak bisa kehilanganmu sekarang. Aku tak bisa melihatmu hancur
sekarang. Kumohon Lapis, bersabarlah ....”
"...."
“Aku tak mengerti. Benar-benar tak
mengerti dengan pikiranmu itu.” Lapis menundukkan kepala. Memegang erat roknya
dengan kedua tangan. Tubuhnya bergetar. Terlihat ingin menangis.
“Aku berjanji, Lapis. Setelah tiba
waktunya, aku akan mengatakan semuanya padamu, tentangku, dan alasanku
melindungi Putri Alyshial dengan nyawaku.”
“Tak apa, lakukan saja sesukamu. Aku tak bisa menentang keputusanmu. itu”
Lapis mulai berdiri, tetap menundukkan kepala dan memegang roknya.
“Lapis ....”
“Tapi biarkan aku mengatakan ini, Hendra.”
“Eh?”
“Kau sudah dalam jangkauanku
sekarang. Setelah sekian lama, aku akhirnya bisa menemukanmu lagi. Aku bersyukur melihatmu baik-baik saja, bersyukur melihatmu kembali. Kali ini, aku tak akan
membiarkanmu lepas untuk kedua kalinya.”
“Lapis –“
“Tak peduli apa pendapatmu, aku tetap akan melindungimu. Meski nyawaku
yang menjadi taruhannya.” Lapis mengangkat wajah, tersenyum sedih menatap luka bakar
di sekitar wajah Aeldra. Dia seolah mengingat masa lalu kelam di masa kecilnya,
mengingat penyesalan terbesar dalam hidupnya.
***
No comments:
Post a Comment