Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter X
Chapter X
Sang Ratu
Bangunan megah
berdiri kokoh di wilayah tengah Kerajaan Skyline. Itu istana kerajaan utama.
Benteng menjulang
tinggi, melindungi istana itu. Bagai
artsitektur kerajaan eropa di masa
lalu.
Kata
wah pasti dilontarkan Aeldra. Dia berdiri tepat di gerbang istana, terkesima
melihat tembok di hadapannya. Ada Haikal, Annisa, dan Seica di sampingnya.
Hanya beberapa detik lagi sampai dia dan teman-temannya memasuki wilayah paling
vital di Kerajaan Skyline.
Gerbang besar terbuka lebar, tanah sedikit
bergemetar, angin berbeda berhembus menerpa tubuh mereka.
“Jadi
ini, Istana Kerajaan Skyline?” Aeldra bertanya dalam hati, menyeringai
lebar. Merinding permukaan kulitnya.
“Ma-masuklah ...!!” Alys sudah
berdiri menyambut mereka. Selenia juga terlihat, melambaikan tangan kanan pada
Aeldra. Memberikan senyuman ramahnya.
Aeldra membalas lambaian tangannya
dengan tangan kiri. Tangan kanannya masih terluka, masih dalam proses
penyembuhan paska serangan sebelumnya.
Alys langsung berwajah sedih menatap
tangan kanan Aeldra. Dia benar-benar merasa bersalah. Benar-benar membenci
dirinya sendiri yang tak berdaya saat itu.
Aeldra dan yang lainnya dituntun ke
dalam istana. Oleh sang putri sendiri. Benar-benar suatu kejadian yang amat
sangat langka.
Selama perjalanan melewati lorong
istana, Aeldra hanya bisa memberikan senyuman, terkagum-kagum melihat
sekitarnya. Benar-benar suatu kebanggaan baginya yang dari pinggiran bisa
menginjakkan kaki di bangunan mewah seperti istana kerajaan.
“Putri, anda tak perlu melakukan
ini. Padahal biar kami saja yang menyambut para tam–“ tiga dayang istana muncul
menghadap Putri Alys, menundukkan kepala dan menaruh hormat. Mengajukan permintaan
pada dia yang mereka kagumi, akan tetapi.
“Mereka tamu istimewaku, biar aku
sendiri yang menyambut mereka.” Alyshial memotong perkataan, melirik
kelompok Aeldra. Khususnya Aeldra sendiri. Kedua tangannya gemetar, kembali
merasakan perasaan bersalahnya.
Dia menyipitkan mata, ingin menangis
melihat luka Aeldra. Ingin memukul dirinya sendiri yang waktu itu menjadi
seorang pengecut.
Aeldra menutup mata, memberikan
senyuman kecil pada Alys. Ya, meski wajahnya terlihat sangat khawatir karena
mendapatkan tatapan itu. Dia
masih tak mengerti, kenapa sang putri mengundang anak pinggiran sepertinya.
Masih belum menyadari perasaan bersalah yang menyelimuti hati sang putri.
Lepas bertemu para dayang, Aeldra
terus memasang wajah khawatirnya, mengalihkan pandangan. Berpura-pura melihat
sekeliling lebih seksama.
Tak
mengherankan, Alys sesekali terus melihatnya. Memberikan tatapan sedih padanya.
Haikal dan Annisa mulai tersenyum kecil, melirik Alys yang terus menatap
Aeldra. Mereka sadar, sedikit bahagia melihat Alys yang memiliki perasaan
bersalah. Khususnya Haikal, dia teman masa kecilnya.
Tak lama setelah itu, mereka
memasuki ruangan megah, kembali membuat Aeldra terkesima akan sekitar. Suara
pintu besar yang terbuka, menggetarkan hatinya. Tubuhnya merinding merasakan
aura yang lebih kuat.
Meja
besar dan panjang berjajar dari utara ke selatan. Di sisi barat dan timurnya
sudah ada kursi-kursi yang terlihat mewah.
Sudah ada dayang istana di
masing-masing kursi, berjumlah enam orang. Sesuai dengan jumlah orang yang saat
ini berkunjung ke dalam ruangan.
Alys mempersilahkan tamunya untuk
segera duduk, terkecuali Aeldra. Dia meminta waktu pada Aeldra, ingin berbicara
padanya. Wajahnya masih dihiasi kesedihan, tapi nadanya sudah jelas jika dia
ingin berbicara sesuatu hal yang penting.
Semua orang menatap penasaran mereka
berdua. Termasuk Selenia yang memberikan tatapan khawatir pada Aeldra.
Keduanya berjalan cukup jauh dari
meja makan, berharap perbincangan mereka tak bisa didengar oleh yang lain.
Kini mereka berhadapan, saling
memberikan tatapannya. Suasana terasa hening di antara mereka. Serasa ada yang
berbeda, Alys tak mengeluarkan aura ancaman lagi padanya.
Perlahan, gadis berambut lemon itu membuka
mulut, berniat memulai percakapan. Kata pertama yang dia keluarkan adalah ....
“Maaf ...,” senyum sedih Alys,
menundukkan kepala sesaat. Sungguh merasa bersalah, menatap langsung Aeldra.
Sangat dalam, menggerakkan hati si lelaki berambut hitam.
“...!!” Aeldra terkejut, berwajah
semakin khawatir. Perkataan Alys yang sederhana itu benar-benar tak terpikir
oleh kepalanya. Tak menyangka, jika sang putri yang membenci dirinya bisa mengeluarkan
kata itu.
“Kau pasti terkejut, ya. Setelah
perlakuan tak mengenakkanku waktu itu. Aku mengatakan ini,” senyum Alys, masih
tersirat kesedihan di wajahnya. Matanya mulai memerah, tak kuasa menahan beban di mata.
“Ah. Iy-iya ....” Aeldra menundukkan
kepala, mulai memasang senyuman kecilnya.
“Aku tak sempat mengatakan ini setelah
kejadian itu. Jad-jadi aku sungguh berterima kasih padam –“ Alys menutup mata,
ingin mengeluarkan beban di kedua matanya.
Air kesedihan atau mungkin rasa
bersalah jatuh menabrak lantai, membuat Aeldra lekas berbicara kembali. Dengan
nada lebih tinggi, dengan nada yang amat sangat khawatir.
“Itu
bu-bukan hal yang besar, Putri. Tolong jangan seperti in–“ Aeldra ketakutan,
tak tega melihatnya yang menangis. Hatinya sedikit terasa sakit.
“Kumohon,
biarkan aku melakukan ini! Aku sudah berhutang nyawa padamu. Kau sudah
menyelamatkanku!” Alys kembali menatap Aeldra, dengan tangisan melewati pipinya.
Nadanya terdengar keras, membuat yang lain memberikan perhatiannya.
Ya,
meski mereka sudah memperhatikan keduanya sejak teriakkan Aeldra sebelumnya.
“Kau terlalu berlebihan, Putri
Alyshial ....” Aeldra menyipitkan mata, menatap khawatir sang putri.
“Aku minta maaf, Aeldra. Atas segala
perlakuanku padamu. Aku selalu merendahkanmu, membencimu, tapi kenapa kau tetap
menyelamatkanku saat itu?”
“Aku hanya rakyat kecil dari
kerajaanmu. Bukankah sudah sewajarnya mengorbankan kehidupanku untuk –“
“Tolong jangan katakan hal itu! Meski kau rakyat dan
aku seorang putri kerajaan, kita tetaplah mahluk hidup yang sama. Manusia yang
berdiri di muka bumi ini.”
“Pu-Putri?“
“Tolong jangan sia-siakan nyawamu
itu,” lanjut Alys sedikit marah. Air mata tetap menetes melewati pipinya.
Aeldra terkejut mendengar pernyataan itu.
Dia menutup mata, sedikit bahagia mendengar perkataannya.
“Jadi
ini maksudnya, Nyonya ....” Batinnya. Mengingat masa lalu, perkataan
seseorang yang sudah lama terlewat. Seseorang yang amat sangat berharga
baginya.
“....”
“Ae-Aeldra, kau tau alasanku marah
waktu itu? Waktu menyenggol pundakmu sangat keras?” Alys lanjut bertanya,
mengusap matanya. Berharap bisa menghapus air mata di sekitar wajah.
“Kar-karena ulahku lah Haikal tak jadi
masuk dalam tim –“
“Tidak, bukan karena itu.”
“Eh?”
“Karena kau mengeluarkan perkataan
yang sama denganku. Kau seolah membalikkan perkataanku, menasehatiku. Aku
merasa terhina di sana, dinasehati oleh lelaki yang lebih muda dariku.”
“Ah, aku belum mengatakannya, yah?
Kita ini seumuran. Hanya tingkatan kelas kita yang berbeda,” senyum kecil
Aeldra.
“Be-benarkah ...!?” Alys sangat
terkejut, mulai memerah wajahnya.
“Ya, tentu saja.”
“Ja-jadi, begitu ....” Suasana
terasa hening. Keduanya saling memberikan tatapan. Alys benar-benar menatap
penasaran Aeldra.
“He-hei!!” Alys mengeluarkannya
suaranya, cukup gugup, wajahnya tetap memerah. Suaranya terdengar cukup tinggi,
menghancurkan keheningan di antara mereka. Dia mengalihkan pandangannya dari
Aeldra. Teman-temannya hanya tersenyum melihat Putri Alyshial, termasuk
Selenia.
“Y-ya, ada apa?”
“Ka-kau ingin menjadi temanku?”
khawatir Alys bertanya. Terdengar pelan, tapi masih cukup jelas terdengar.
“Ah, kenapa anda menanyakan hal itu?
Mustahil aku tak mau,” senyum kecil Aeldra, menutup mata.
“Be-be-benarkah?!” Alys menyeringai,
menatap kegirangan lawan bicaranya.
“Sejak pertemuan kita pertama, aku
ingin mengenalmu lebih dekat. Ingin menjadi temanmu. Kuharap aku tidak lancang
memiliki keinginan seperti in –“
“Sungguh tidak!! Aku senang kau
berpi-berpikir seperti itu!!” Alys kembali berteriak, menarik parhatian di
sekitarnya. Membuat teman-temannya tersenyum, tertawa kecil melihat tingkah
kekanak-kanakannya.
“Ah, begitu. Syukurlah,” Aeldra juga
tertawa kecil, melihat tingkah Alys yang sedikit menggemaskan.
“Aku–“ perkataan Alys tersanggahkan.
Pintu besar kembali terbuka. Wanita yang memiliki keberadaan lebih kuat
memasuki ruangan.
Banyak dayang istana yang berjalan di
belakangnya. Wanita itu terlihat elegan, membuatnya menjadi pusat perhatian semua orang,
termasuk Aeldra sendiri.
Aeldra benar-benar melebarkan mata,
tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tubuhnya gemetar, tersenyum khawatir wajahnya menatap dia yang memasuki ruangan.
Dia
mulai bergumam dalam hati terdalamnya. “Sang
Ratu, kah? Wanita yang mendapat gelar Frost Queen.”
Wanita yang menjadi ibu kandung
Alyshial. Salah satu penakluk wilayah yang berjuang di masa lalu. Kineser yang
sudah merasakan pertarungan berat melawan para jendral iblis.
Sang Ratu Kerajaan Skyline, Alysha
Aeldra dengan julukan Frost Queen. Memasuki
ruangan.
***
Rambutnya terurai panjang berwarna coklat.
Matanya berwarna coklat caramel. Memakai pakaian sederhana yang mewah, baju
terusan sampai kaki. Berwarna kuning. Sangat indah dan enak untuk dilihat.
Meski usianya yang terbilang tidak
muda lagi, Sang Ratu benar-benar terlihat cantik dan menawan, membuat wajah
Aeldra dan yang lainnya memerah.
“Ak-aku
belum pernah bertemu Sang Demigod. Tapi orang-orang mengatakan jika Beliau
memiliki wajah yang mirip dengan Ratu kami. Ak-aku tak menyangka seindah ini.
Jantungku benar-benar berdetak cepat. Auranya sangat kuat,” tubuh Annisa
bergetar, merah wajahnya. Dia benar-benar takjub melihat Sang Ratu yang
memasuki ruangan.
“Nyonya Alyshial,” Haikal lekas berdiri,
menundukkan kepala. Memberi hormat pada dia yang dikagumi.
“Ya, lama tak bertemu, Haikal. Kau
semakin mirip dengan ayahmu,” senyum Alysha, sangat ramah. Membuat perasaan
tenang menghinggapi semua orang yang menatap
wajahnya.
“Ah, te-terima kasih.”
“Selain itu, aku tak menyangka
banyak tamu di sini,” Alysha memberikan senyuman lebar, bahagia menatap sekitar.
Mulai berjalan mendekati putrinya.
Aeldra lekas duduk, menempelkan lutut kiri ke lantai setelah Alysha berdiri di dekatnya. Dia menundukkan kepala, memberi
hormat pada Sang Ratu kerajaan sangat dalam. Alyshial terkejut, merah wajahnya melihat
Aeldra yang bersikap seperti itu pada ibunya.
“Kau lelaki yang sangat sopan.
Berdirilah, sekarang kau ini sebagai tamu.”
“Ta-tapi Yang Mulia, fakta bahwa
anda seorang Ratu juga tak terbantahkan. Betapa hinanya aku ini jika berdiri di hadapan anda–“
“Berdirilah ....” Alysha berucap
kembali, memberikan senyuman kecilnya.
Aeldra lekas berdiri, tetap
menundukkan kepala. Tak berani menatap langsung Alysha. Tubuhnya bergemetar,
hatinya berdetak cepat.
“Ibu benar, Aeldra. Kau tak perlu
bersikap terlalu formal seperti itu–“
“Aeldra!? Kau Aeldra itu!?” Alysha
memotong perkataan putrinya. Dia menatap Aeldra penuh penasaran.
“Ya, Yang Mulia.”
“Jadi kau orangnya!? Yang sudah
menyelamatkan Putriku!!” Alysha berjalan mendekat, memasang wajah kebahagiaan
bukan main. Dia menyentuh pundak Aeldra. Menaruh rasa kagum padanya.
“Ya, itu saya,” pelan Aeldra, tetap
menundukkan kepala. Seolah sedang menyembunyikan luka bakarnya. Merasa malu,
tak pantas dilihat oleh sang penguasa.
“Sungguh, aku berterima kasih
padamu! Akan kuberikan apapun sebagai imbalannya!! Pangkat!? Harta!? Kehidupan
mewah!? Katakan saja, kau sudah seperti pahlawan karena menyelamatkan
anakku satu-satunya.” Alysha benar-benar terlihat bahagia. Rela memberikan
apapun pada dia yang sudah menyelamatkan hartanya yang paling berharga.
Aeldra memiliki cita-cita untuk
menjadi orang kaya dan terpandang. Kini cita-citanya itu ada di depan mata. Dia
hanya tinggal menyebutkan keinginan yang selalu diidam-idamkannya itu, maka semua
itu akan menjadi kenyataan.
Tapi nyatanya.
“Saya tak membutuhkan apapun, Yang
Mulia,” pelan Aeldra masih menundukkan kepala, menjawab pertanyaan dengan jelas. Dia mulai memegang kembali
tangan kanannya yang bergemetar. Menutup matanya.
“Be-benarkah ...? Tak ingin apapun!?
Padahal jika kau ingin menikahi putriku juga aku tak keberatan –“
“Ibu!!” Alyshial terlihat kesal,
berteriak pada ibunya. Wajahnya benar-benar memerah, seperti tomat yang sudah masak.
“Ehh, kukira kamu menginginkannya
juga? Bukankah seperti di dongeng-dongeng. Sang Pangeran menyelamatkan Sang
Putri, lalu mereka menikah.”
“Ibu ...!” Alyshial semakin memerah,
terlihat menggemaskan. Membuat Alysha mengusap rambut putrinya. Kasih sayang
untuknya benar-benar terasa oleh sekitar, termasuk Aeldra sendiri.
Aeldra tersenyum kecil menatap keluarga
bahagia itu. Menutup mata, berjalan selangkah mundur berniat meninggalkan
mereka.
“Kalau begitu, saya undur diri, Yang
Mulia.”
Aeldra berjalan mendekati
teman-temannya. Sang ratu yang menyadari itu lekas berwajah khawatir, merasa
bersalah sudah mengabaikan dia yang menyelamatkan putrinya.
“Tu-tunggu Aeldra. Aku sungguh
berterima kasih padamu, kumohon katakan sesuatu agar aku bisa membalas tindakan
heroikmu.”
“Sungguh aku tak menginginkan apapun,
Yang Mulia. Ini sudah menjadi kewajibanku. Melindungi Sang Putri, mahkota
kerajaan ini. Sang Putri, harta berharga Kerjaan Skyline.”
“Tapi ....- Ka-kalau begitu lakukan
sesukamu di istana ini. Anggap saja seperti rumahmu sendiri!" senyum Alysha lebar, menatap Aeldra dengan sedikit kekhawatiran.
“Tunggu, Baginda Ratu. Anda tak bisa
melakukan itu sebelum persetujuan dari Raja.” Dayang yang berada di dekatnya
berwajah khawatir, ketakutan menatap Alysha. Sesekali, dia juga melirik Aeldra.
“Ah, soal Ray biarkan saja. Aku yang
akan bilang padanya nanti,“ senyum kecil Alysha.
“Saya menghargai dengan apa yang anda berikan, tapi sekali lagi
maaf .... Saya tak bisa melakukan hal selancang itu.” Aeldra kembali menundukkan
kepala, memberi hormat seperti sebelumnya.
“....” Alysha terdiam, terkejut
wajahnya. Dia berwajah khawatir menatap punggung Aeldra yang terus menjauh.
Dia memegang dada dengan tangan kanannya yang bergemetar. Hatinya terasa
sedikit sakit.
“Al-Alys ..., apa ibu melakukan hal
yang buruk padanya?” Alysha bertanya pada putrinya, menurunkan pandangan.
Terlihat sangat sedih.
“Eh, kenapa ibu bisa berpikir
seperti itu?”
“Dari tadi dia hanya menolak
kebaikanku. Ibu merasa jika Ibu sudah melakukan hal tak termaafkan padanya.”
“Apa yang kau katakan Bu? Ibu
terlalu berlebihan, dia hanya bersikap sopan, menaruh hormat amat dalam pada
Ibu.”
“Benarkah seperti itu?” senyum kecil
Alysha. Masih dihiasi kesedihan.
“Iya, dia memang sedikit aneh. Aku
juga cukup terkejut melihat dia yang dari pinggiran bisa bersikap seperti itu.”
“Di-dia dari pinggiran!? Lelaki
sekuat dia!?” Alysha bertanya penasaran, cukup terkejut. Putrinya hanya
mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaan Alysha.
“Si-siapa orang tuanya ...?” tanya
Alysha, nadanya cukup gugup. Wajahnya berubah menjadi semakin khawatir.
“It-itu yang ingin kubahas denganmu,
Bu.”
“Eh ...?”
“Se-sebelumnya aku ingin minta maaf,
karena sudah menggunakan kartu akses milik ibu lagi.”
“Hah? Kau melakukannya lagi!?”
“Ma-maaf ....”
“Jadi, bagaimana?”
“Tak ada informasi tentangnya. Aku
bahkan sudah menggunakan kartu milik ayah, tapi tetap tak ada informasi tentang
dia lahir dimana, siapa orang tuanya.”
“...!?” Alysha melebarkan mata,
terkejut bukan main. Dia benar-benar menatap penasaran putrinya.
“Akses selanjutnya dilarang. Bahkan
ayah pun tidak diperbolehkan. Dengan kata lain ....”
“Kakak, yah ...? Hanya dia yang tau
tentang anak itu?” Alysha memasang wajah penasaran, menatap Aeldra sangat
dalam.
“Siapa dia sebenarnya, Bu? Ini tidak
normal, dia bukan anak biasa. Dia berbeda dengan yang lainnya, saat pertarungan
melawannya juga, Alys kesulitan. Meski dia hanya menggunakan kekuatan fisiknya
saja. ”
“Ibu tidak tau, Alys. Jika segala
tentangnya tak diketahui dan dirahasiakan, maka dia bukan anak biasa, ada suatu
hal besar terjadi. Sebaiknya kau hentikan pencarianmu tentangnya, mungkin
berbahaya. Serahkan sisanya pada Ibu.”
“Ibu ingin langsung menemui Tante!?”
“Ya, Ibu akan berbicara padanya.”
Di tempat lainnya, wialayah tengah
Kerajaan Central, Kekaisaran Aeldra. Di rumah sederhana, lebih tepatnya di
dalam kamar sang penguasa benua.
Halsy terlihat masih berbaring,
menempelkan punggung pada tembok belakangnya. Dia measang wajah khawatir, amat
sangat khawatir menatap gadis di hadapannya.
“Ada
apa, Kak? Tidak biasanya Kakak memanggilku seperti ini?” gadis
berambut putih itu bertanya. Nadanya terdegar ringan. Ya, gadis yang terkenal
sebagai penyihir hitam, Engelina.
“Ini tentang dia. Aku ingin kau menemuinya. Kita tak memiliki banyak waktu,”
Halsy menutup mata, sangat rapat. Seolah ketakutan.
“Ah,
su-sudah kuduga hari ini akan datang,” senyum kecil Engelina menutup mata.
Wajahnya juga mulai terlihat khawatir, sama ketakutan seperti Halsy Aeldra.
“Ap-apa kau perlu Rina dan Reeslevia
di sampingmu?” senyum khawatir Halsy.
“Hah?
Kenapa Kakak malah melibatkan dua bocah itu? Mereka masih terlalu hijau berdiri
di hadapannya.”
“Ma-maksudku Archangel Michael dan Gabriel.
Bukan mereka,” pelan Halsy menurunkan pandangan.
“Meski
ada mereka, itu tetap tak berguna, Kak .... Seharusnya Kakak yang paling tahu akan hal itu,” Engelina menurunkan pandangan,
sedikit gemetar tangannya.
“....”
“Ma-maaf, karena Putri Salbina
menghilang aku jadi mengandalkanmu,” Halsy merasa bersalah. Menatap adik
iparnya itu.
“Tak apa, Kak. Aku memang berniat
menemuinya sebelum Kakak mengatakan ini. Ini tanggung jawabku, tanggung jawab
kita.”
“Aku tau .... Sesungguhnya, aku juga
ingin bertemu denganny–“ Halsy menyatukan kedua tangan, dikepal sangat erat
hingga gemetar.
“Masih belum waktunya Kakak mati sekarang! Biar aku yang menemuinya-"
“Tunggu,
aku benar-benar tak setuju, Anggelina. Aku takkan pernah mau bertemu dengan
Monster itu.” Suara lainnya terdengar, bukan miliki Anggelina. Tapi putri
kedua Raja Iblis Gehena, Elena.
“Tenanglah,
Elena. Seluruh kekuatannya sudah disegel. Kit-Kita –“
“Kau
pikir kau bisa membohongiku!? Segel seperti itu tak lebih dari sekedar pembatas
kertas baginya. Apa kau tau? Seberapa mengerikannya dia itu!?” geram Elena, dipenuhi kemurkaan.
“....” Angelina dan Halsy hanya diam seribu
bahasa.
“Seharusnya
sejak awal kita bunuh monster itu. Dia adalah kristalisasi dari kehancuran itu sendiri. Tak
pernah ada yang menginginkannya. Dunia menginginkan dia menghilang. Semuanya
menginginkan mahluk itu mati saat dia terlahir ke dunia ini.”
“Ya,
semuanya! Semua mahluk dari berbagai ras!! Ras Manusia, Half-Elf, Arcdemons,
Demihuman, Demigod, dan kami dari kaum Iblis sangat menginginkan monster itu
tak pernah terlahir ke dunia ini ...!! Kecuali Wanita itu ...!!”
Lanjut Elena amat sangat murka. Menggeram terlihat mengerikan.
Halsy
hanya menangis, menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia seolah mengingat masa
lalunya. Masa lalu yang tak pernah bisa terulang. Penyesalan terbesar dalam
hidupnya.
***
Yosh akhirnya update juga, terima kasih senpai
ReplyDelete