Friday, 12 August 2016

Chapter X

Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter X
Sang Ratu


Bangunan megah berdiri kokoh di wilayah tengah Kerajaan Skyline. Itu istana kerajaan utama.



Benteng menjulang tinggi, melindungi istana itu. Bagai artsitektur kerajaan eropa di masa lalu.


Kata wah pasti dilontarkan Aeldra. Dia berdiri tepat di gerbang istana, terkesima melihat tembok di hadapannya. Ada Haikal, Annisa, dan Seica di sampingnya. Hanya beberapa detik lagi sampai dia dan teman-temannya memasuki wilayah paling vital di Kerajaan Skyline.


            Gerbang besar terbuka lebar, tanah sedikit bergemetar, angin berbeda berhembus menerpa tubuh mereka.


            “Jadi ini, Istana Kerajaan Skyline?” Aeldra bertanya dalam hati, menyeringai lebar. Merinding permukaan kulitnya.


            “Ma-masuklah ...!!” Alys sudah berdiri menyambut mereka. Selenia juga terlihat, melambaikan tangan kanan pada Aeldra. Memberikan senyuman ramahnya.


            Aeldra membalas lambaian tangannya dengan tangan kiri. Tangan kanannya masih terluka, masih dalam proses penyembuhan paska serangan sebelumnya.


            Alys langsung berwajah sedih menatap tangan kanan Aeldra. Dia benar-benar merasa bersalah. Benar-benar membenci dirinya sendiri yang tak berdaya saat itu.


            Aeldra dan yang lainnya dituntun ke dalam istana. Oleh sang putri sendiri. Benar-benar suatu kejadian yang amat sangat langka.


            Selama perjalanan melewati lorong istana, Aeldra hanya bisa memberikan senyuman, terkagum-kagum melihat sekitarnya. Benar-benar suatu kebanggaan baginya yang dari pinggiran bisa menginjakkan kaki di bangunan mewah seperti istana kerajaan.


            “Putri, anda tak perlu melakukan ini. Padahal biar kami saja yang menyambut para tam–“ tiga dayang istana muncul menghadap Putri Alys, menundukkan kepala dan menaruh hormat. Mengajukan permintaan pada dia yang mereka kagumi, akan tetapi.


            “Mereka tamu istimewaku, biar aku sendiri yang menyambut mereka.” Alyshial memotong perkataan, melirik kelompok Aeldra. Khususnya Aeldra sendiri. Kedua tangannya gemetar, kembali merasakan perasaan bersalahnya.


            Dia menyipitkan mata, ingin menangis melihat luka Aeldra. Ingin memukul dirinya sendiri yang waktu itu menjadi seorang pengecut.


            Aeldra menutup mata, memberikan senyuman kecil pada Alys. Ya, meski wajahnya terlihat sangat khawatir karena mendapatkan tatapan itu. Dia masih tak mengerti, kenapa sang putri mengundang anak pinggiran sepertinya. Masih belum menyadari perasaan bersalah yang menyelimuti hati sang putri.


            Lepas bertemu para dayang, Aeldra terus memasang wajah khawatirnya, mengalihkan pandangan. Berpura-pura melihat sekeliling lebih seksama.


Tak mengherankan, Alys sesekali terus melihatnya. Memberikan tatapan sedih padanya. Haikal dan Annisa mulai tersenyum kecil, melirik Alys yang terus menatap Aeldra. Mereka sadar, sedikit bahagia melihat Alys yang memiliki perasaan bersalah. Khususnya Haikal, dia teman masa kecilnya.


            Tak lama setelah itu, mereka memasuki ruangan megah, kembali membuat Aeldra terkesima akan sekitar. Suara pintu besar yang terbuka, menggetarkan hatinya. Tubuhnya merinding merasakan aura yang lebih kuat.


Meja besar dan panjang berjajar dari utara ke selatan. Di sisi barat dan timurnya sudah ada kursi-kursi yang terlihat mewah.


            Sudah ada dayang istana di masing-masing kursi, berjumlah enam orang. Sesuai dengan jumlah orang yang saat ini berkunjung ke dalam ruangan.


            Alys mempersilahkan tamunya untuk segera duduk, terkecuali Aeldra. Dia meminta waktu pada Aeldra, ingin berbicara padanya. Wajahnya masih dihiasi kesedihan, tapi nadanya sudah jelas jika dia ingin berbicara sesuatu hal yang penting.


            Semua orang menatap penasaran mereka berdua. Termasuk Selenia yang memberikan tatapan khawatir pada Aeldra.


            Keduanya berjalan cukup jauh dari meja makan, berharap perbincangan mereka tak bisa didengar oleh yang lain.


            Kini mereka berhadapan, saling memberikan tatapannya. Suasana terasa hening di antara mereka. Serasa ada yang berbeda, Alys tak mengeluarkan aura ancaman lagi padanya.


            Perlahan, gadis berambut lemon itu membuka mulut, berniat memulai percakapan. Kata pertama yang dia keluarkan adalah ....


            “Maaf ...,” senyum sedih Alys, menundukkan kepala sesaat. Sungguh merasa bersalah, menatap langsung Aeldra. Sangat dalam, menggerakkan hati si lelaki berambut hitam.


            “...!!” Aeldra terkejut, berwajah semakin khawatir. Perkataan Alys yang sederhana itu benar-benar tak terpikir oleh kepalanya. Tak menyangka, jika sang putri yang membenci dirinya bisa mengeluarkan kata itu.


            “Kau pasti terkejut, ya. Setelah perlakuan tak mengenakkanku waktu itu. Aku mengatakan ini,” senyum Alys, masih tersirat kesedihan di wajahnya. Matanya mulai memerah, tak kuasa menahan beban di mata.


            “Ah. Iy-iya ....” Aeldra menundukkan kepala, mulai memasang senyuman kecilnya.


            “Aku tak sempat mengatakan ini setelah kejadian itu. Jad-jadi aku sungguh berterima kasih padam –“ Alys menutup mata, ingin mengeluarkan beban di kedua matanya.


            Air kesedihan atau mungkin rasa bersalah jatuh menabrak lantai, membuat Aeldra lekas berbicara kembali. Dengan nada lebih tinggi, dengan nada yang amat sangat khawatir.


“Itu bu-bukan hal yang besar, Putri. Tolong jangan seperti in–“ Aeldra ketakutan, tak tega melihatnya yang menangis. Hatinya sedikit terasa sakit.


“Kumohon, biarkan aku melakukan ini! Aku sudah berhutang nyawa padamu. Kau sudah menyelamatkanku!” Alys kembali menatap Aeldra, dengan tangisan melewati pipinya. Nadanya terdengar keras, membuat yang lain memberikan perhatiannya.


Ya, meski mereka sudah memperhatikan keduanya sejak teriakkan Aeldra sebelumnya.


            “Kau terlalu berlebihan, Putri Alyshial ....” Aeldra menyipitkan mata, menatap khawatir sang putri.


            “Aku minta maaf, Aeldra. Atas segala perlakuanku padamu. Aku selalu merendahkanmu, membencimu, tapi kenapa kau tetap menyelamatkanku saat itu?”


            “Aku hanya rakyat kecil dari kerajaanmu. Bukankah sudah sewajarnya mengorbankan kehidupanku untuk –“


            “Tolong jangan katakan hal itu! Meski kau rakyat dan aku seorang putri kerajaan, kita tetaplah mahluk hidup yang sama. Manusia yang berdiri di muka bumi ini.”


            “Pu-Putri?“


            “Tolong jangan sia-siakan nyawamu itu,” lanjut Alys sedikit marah. Air mata tetap menetes melewati pipinya.


            Aeldra terkejut mendengar pernyataan itu. Dia menutup mata, sedikit bahagia mendengar perkataannya.


            “Jadi ini maksudnya, Nyonya ....” Batinnya. Mengingat masa lalu, perkataan seseorang yang sudah lama terlewat. Seseorang yang amat sangat berharga baginya.


            “....”


            “Ae-Aeldra, kau tau alasanku marah waktu itu? Waktu menyenggol pundakmu sangat keras?” Alys lanjut bertanya, mengusap matanya. Berharap bisa menghapus air mata di sekitar wajah.


            “Kar-karena ulahku lah Haikal tak jadi masuk dalam tim –“


            “Tidak, bukan karena itu.”


            “Eh?”


            “Karena kau mengeluarkan perkataan yang sama denganku. Kau seolah membalikkan perkataanku, menasehatiku. Aku merasa terhina di sana, dinasehati oleh lelaki yang lebih muda dariku.”


            “Ah, aku belum mengatakannya, yah? Kita ini seumuran. Hanya tingkatan kelas kita yang berbeda,” senyum kecil Aeldra.


            “Be-benarkah ...!?” Alys sangat terkejut, mulai memerah wajahnya.


            “Ya, tentu saja.”


            “Ja-jadi, begitu ....” Suasana terasa hening. Keduanya saling memberikan tatapan. Alys benar-benar menatap penasaran Aeldra.


            “He-hei!!” Alys mengeluarkannya suaranya, cukup gugup, wajahnya tetap memerah. Suaranya terdengar cukup tinggi, menghancurkan keheningan di antara mereka. Dia mengalihkan pandangannya dari Aeldra. Teman-temannya hanya tersenyum melihat Putri Alyshial, termasuk Selenia.


            “Y-ya, ada apa?”


            “Ka-kau ingin menjadi temanku?” khawatir Alys bertanya. Terdengar pelan, tapi masih cukup jelas terdengar.


            “Ah, kenapa anda menanyakan hal itu? Mustahil aku tak mau,” senyum kecil Aeldra, menutup mata.


            “Be-be-benarkah?!” Alys menyeringai, menatap kegirangan lawan bicaranya.


            “Sejak pertemuan kita pertama, aku ingin mengenalmu lebih dekat. Ingin menjadi temanmu. Kuharap aku tidak lancang memiliki keinginan seperti in –“


            “Sungguh tidak!! Aku senang kau berpi-berpikir seperti itu!!” Alys kembali berteriak, menarik parhatian di sekitarnya. Membuat teman-temannya tersenyum, tertawa kecil melihat tingkah kekanak-kanakannya.


            “Ah, begitu. Syukurlah,” Aeldra juga tertawa kecil, melihat tingkah Alys yang sedikit menggemaskan.


            “Aku–“ perkataan Alys tersanggahkan. Pintu besar kembali terbuka. Wanita yang memiliki keberadaan lebih kuat memasuki ruangan.


            Banyak dayang istana yang berjalan di belakangnya. Wanita itu terlihat elegan, membuatnya menjadi pusat perhatian semua orang, termasuk Aeldra sendiri.


            Aeldra benar-benar melebarkan mata, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tubuhnya gemetar, tersenyum khawatir wajahnya menatap dia yang memasuki ruangan.


Dia mulai bergumam dalam hati terdalamnya. “Sang Ratu, kah? Wanita yang mendapat gelar Frost Queen.”


            Wanita yang menjadi ibu kandung Alyshial. Salah satu penakluk wilayah yang berjuang di masa lalu. Kineser yang sudah merasakan pertarungan berat melawan para jendral iblis.


            Sang Ratu Kerajaan Skyline, Alysha Aeldra dengan julukan Frost Queen. Memasuki ruangan.




***



            Rambutnya terurai panjang berwarna coklat. Matanya berwarna coklat caramel. Memakai pakaian sederhana yang mewah, baju terusan sampai kaki. Berwarna kuning. Sangat indah dan enak untuk dilihat.


            Meski usianya yang terbilang tidak muda lagi, Sang Ratu benar-benar terlihat cantik dan menawan, membuat wajah Aeldra dan yang lainnya memerah.


            “Ak-aku belum pernah bertemu Sang Demigod. Tapi orang-orang mengatakan jika Beliau memiliki wajah yang mirip dengan Ratu kami. Ak-aku tak menyangka seindah ini. Jantungku benar-benar berdetak cepat. Auranya sangat kuat,” tubuh Annisa bergetar, merah wajahnya. Dia benar-benar takjub melihat Sang Ratu yang memasuki ruangan.


            “Nyonya Alyshial,” Haikal lekas berdiri, menundukkan kepala. Memberi hormat pada dia yang dikagumi.


            “Ya, lama tak bertemu, Haikal. Kau semakin mirip dengan ayahmu,” senyum Alysha, sangat ramah. Membuat perasaan tenang menghinggapi semua orang yang  menatap wajahnya.


            “Ah, te-terima kasih.”


            “Selain itu, aku tak menyangka banyak tamu di sini,” Alysha memberikan senyuman lebar, bahagia menatap sekitar. Mulai berjalan mendekati putrinya.


            Aeldra lekas duduk, menempelkan lutut kiri ke lantai setelah Alysha berdiri di dekatnya. Dia menundukkan kepala, memberi hormat pada Sang Ratu kerajaan sangat dalam. Alyshial terkejut, merah wajahnya melihat Aeldra yang bersikap seperti itu pada ibunya.


            “Kau lelaki yang sangat sopan. Berdirilah, sekarang kau ini sebagai tamu.”


            “Ta-tapi Yang Mulia, fakta bahwa anda seorang Ratu juga tak terbantahkan. Betapa hinanya aku ini jika berdiri di hadapan anda–“


            “Berdirilah ....” Alysha berucap kembali, memberikan senyuman kecilnya.


            Aeldra lekas berdiri, tetap menundukkan kepala. Tak berani menatap langsung Alysha. Tubuhnya bergemetar, hatinya berdetak cepat.


            “Ibu benar, Aeldra. Kau tak perlu bersikap terlalu formal seperti itu–“


            “Aeldra!? Kau Aeldra itu!?” Alysha memotong perkataan putrinya. Dia menatap Aeldra penuh penasaran.


            “Ya, Yang Mulia.”


            “Jadi kau orangnya!? Yang sudah menyelamatkan Putriku!!” Alysha berjalan mendekat, memasang wajah kebahagiaan bukan main. Dia menyentuh pundak Aeldra. Menaruh rasa kagum padanya.


            “Ya, itu saya,” pelan Aeldra, tetap menundukkan kepala. Seolah sedang menyembunyikan luka bakarnya. Merasa malu, tak pantas dilihat oleh sang penguasa.


            “Sungguh, aku berterima kasih padamu! Akan kuberikan apapun sebagai imbalannya!! Pangkat!? Harta!? Kehidupan mewah!? Katakan saja, kau sudah seperti pahlawan karena  menyelamatkan anakku satu-satunya.” Alysha benar-benar terlihat bahagia. Rela memberikan apapun pada dia yang sudah menyelamatkan hartanya yang paling berharga.


            Aeldra memiliki cita-cita untuk menjadi orang kaya dan terpandang. Kini cita-citanya itu ada di depan mata. Dia hanya tinggal menyebutkan keinginan yang selalu diidam-idamkannya itu, maka semua itu akan menjadi kenyataan.


            Tapi nyatanya.


            “Saya tak membutuhkan apapun, Yang Mulia,” pelan Aeldra masih menundukkan kepala, menjawab pertanyaan dengan jelas. Dia mulai memegang kembali tangan kanannya yang bergemetar. Menutup matanya.


            “Be-benarkah ...? Tak ingin apapun!? Padahal jika kau ingin menikahi putriku juga aku tak keberatan –“


            “Ibu!!” Alyshial terlihat kesal, berteriak pada ibunya. Wajahnya benar-benar memerah, seperti tomat yang sudah masak.


            “Ehh, kukira kamu menginginkannya juga? Bukankah seperti di dongeng-dongeng. Sang Pangeran menyelamatkan Sang Putri, lalu mereka menikah.”


            “Ibu ...!” Alyshial semakin memerah, terlihat menggemaskan. Membuat Alysha mengusap rambut putrinya. Kasih sayang untuknya benar-benar terasa oleh sekitar, termasuk Aeldra sendiri.


            Aeldra tersenyum kecil menatap keluarga bahagia itu. Menutup mata, berjalan selangkah mundur berniat meninggalkan mereka.


            “Kalau begitu, saya undur diri, Yang Mulia.”


            Aeldra berjalan mendekati teman-temannya. Sang ratu yang menyadari itu lekas berwajah khawatir, merasa bersalah sudah mengabaikan dia yang menyelamatkan putrinya.


            “Tu-tunggu Aeldra. Aku sungguh berterima kasih padamu, kumohon katakan sesuatu agar aku bisa membalas tindakan heroikmu.”


            “Sungguh aku tak menginginkan apapun, Yang Mulia. Ini sudah menjadi kewajibanku. Melindungi Sang Putri, mahkota kerajaan ini. Sang Putri, harta berharga Kerjaan Skyline.”


            “Tapi ....- Ka-kalau begitu lakukan sesukamu di istana ini. Anggap saja seperti rumahmu sendiri!" senyum Alysha lebar, menatap Aeldra dengan sedikit kekhawatiran.


            “Tunggu, Baginda Ratu. Anda tak bisa melakukan itu sebelum persetujuan dari Raja.” Dayang yang berada di dekatnya berwajah khawatir, ketakutan menatap Alysha. Sesekali, dia juga melirik Aeldra.


            “Ah, soal Ray biarkan saja. Aku yang akan bilang padanya nanti,“ senyum kecil Alysha.


            “Saya menghargai dengan apa yang anda berikan, tapi sekali lagi maaf .... Saya tak bisa melakukan hal selancang itu.” Aeldra kembali menundukkan kepala, memberi hormat seperti sebelumnya.


            “....” Alysha terdiam, terkejut wajahnya. Dia berwajah khawatir menatap punggung Aeldra yang terus menjauh. Dia memegang dada dengan tangan kanannya yang bergemetar. Hatinya terasa sedikit sakit.


            “Al-Alys ..., apa ibu melakukan hal yang buruk padanya?” Alysha bertanya pada putrinya, menurunkan pandangan. Terlihat sangat sedih.


            “Eh, kenapa ibu bisa berpikir seperti itu?”


            “Dari tadi dia hanya menolak kebaikanku. Ibu merasa jika Ibu sudah melakukan hal tak termaafkan padanya.”


            “Apa yang kau katakan Bu? Ibu terlalu berlebihan, dia hanya bersikap sopan, menaruh hormat amat dalam pada Ibu.”


            “Benarkah seperti itu?” senyum kecil Alysha. Masih dihiasi kesedihan.


            “Iya, dia memang sedikit aneh. Aku juga cukup terkejut melihat dia yang dari pinggiran bisa bersikap seperti itu.”


            “Di-dia dari pinggiran!? Lelaki sekuat dia!?” Alysha bertanya penasaran, cukup terkejut. Putrinya hanya mengangguk pelan, mengiyakan pertanyaan Alysha.


            “Si-siapa orang tuanya ...?” tanya Alysha, nadanya cukup gugup. Wajahnya berubah menjadi semakin khawatir.


            “It-itu yang ingin kubahas denganmu, Bu.”


            “Eh ...?”


            “Se-sebelumnya aku ingin minta maaf, karena sudah menggunakan kartu akses milik ibu lagi.”


            “Hah? Kau melakukannya lagi!?”


            “Ma-maaf ....”


            “Jadi, bagaimana?”


            “Tak ada informasi tentangnya. Aku bahkan sudah menggunakan kartu milik ayah, tapi tetap tak ada informasi tentang dia lahir dimana, siapa orang tuanya.”


            “...!?” Alysha melebarkan mata, terkejut bukan main. Dia benar-benar menatap penasaran putrinya.


            “Akses selanjutnya dilarang. Bahkan ayah pun tidak diperbolehkan. Dengan kata lain ....”


            “Kakak, yah ...? Hanya dia yang tau tentang anak itu?” Alysha memasang wajah penasaran, menatap Aeldra sangat dalam.


            “Siapa dia sebenarnya, Bu? Ini tidak normal, dia bukan anak biasa. Dia berbeda dengan yang lainnya, saat pertarungan melawannya juga, Alys kesulitan. Meski dia hanya menggunakan kekuatan fisiknya saja. ”


            “Ibu tidak tau, Alys. Jika segala tentangnya tak diketahui dan dirahasiakan, maka dia bukan anak biasa, ada suatu hal besar terjadi. Sebaiknya kau hentikan pencarianmu tentangnya, mungkin berbahaya. Serahkan sisanya pada Ibu.”


            “Ibu ingin langsung menemui Tante!?”


            “Ya, Ibu akan berbicara padanya.”


            Di tempat lainnya, wialayah tengah Kerajaan Central, Kekaisaran Aeldra. Di rumah sederhana, lebih tepatnya di dalam kamar sang penguasa benua.


            Halsy terlihat masih berbaring, menempelkan punggung pada tembok belakangnya. Dia measang wajah khawatir, amat sangat khawatir menatap gadis di hadapannya.


            “Ada apa, Kak? Tidak biasanya Kakak memanggilku seperti ini?” gadis berambut putih itu bertanya. Nadanya terdegar ringan. Ya, gadis yang terkenal sebagai penyihir hitam, Engelina.


            “Ini tentang dia. Aku ingin kau menemuinya. Kita tak memiliki banyak waktu,” Halsy menutup mata, sangat rapat. Seolah ketakutan.


            “Ah, su-sudah kuduga hari ini akan datang,” senyum kecil Engelina menutup mata. Wajahnya juga mulai terlihat khawatir, sama ketakutan seperti Halsy Aeldra.


            “Ap-apa kau perlu Rina dan Reeslevia di sampingmu?” senyum khawatir Halsy.


            “Hah? Kenapa Kakak malah melibatkan dua bocah itu? Mereka masih terlalu hijau berdiri di hadapannya.


            “Ma-maksudku Archangel Michael dan Gabriel. Bukan mereka,” pelan Halsy menurunkan pandangan.


            “Meski ada mereka, itu tetap tak berguna, Kak .... Seharusnya Kakak yang paling tahu akan hal itu,” Engelina menurunkan pandangan, sedikit gemetar tangannya.


            “....”


            “Ma-maaf, karena Putri Salbina menghilang aku jadi mengandalkanmu,” Halsy merasa bersalah. Menatap adik iparnya itu.


            “Tak apa, Kak. Aku memang berniat menemuinya sebelum Kakak mengatakan ini. Ini tanggung jawabku, tanggung jawab kita.”


            “Aku tau .... Sesungguhnya, aku juga ingin bertemu denganny–“ Halsy menyatukan kedua tangan, dikepal sangat erat hingga gemetar.


            “Masih belum waktunya Kakak mati sekarang! Biar aku yang menemuinya-"


            “Tunggu, aku benar-benar tak setuju, Anggelina. Aku takkan pernah mau bertemu dengan Monster itu.” Suara lainnya terdengar, bukan miliki Anggelina. Tapi putri kedua Raja Iblis Gehena, Elena.


            “Tenanglah, Elena. Seluruh kekuatannya sudah disegel. Kit-Kita –“


            “Kau pikir kau bisa membohongiku!? Segel seperti itu tak lebih dari sekedar pembatas kertas baginya. Apa kau tau? Seberapa mengerikannya dia itu!?” geram Elena, dipenuhi kemurkaan.


            “....” Angelina dan Halsy hanya diam seribu bahasa.


            “Seharusnya sejak awal kita bunuh monster itu. Dia adalah kristalisasi dari kehancuran itu sendiri. Tak pernah ada yang menginginkannya. Dunia menginginkan dia menghilang. Semuanya menginginkan mahluk itu mati saat dia terlahir ke dunia ini.”


            “Ya, semuanya! Semua mahluk dari berbagai ras!! Ras Manusia, Half-Elf, Arcdemons, Demihuman, Demigod, dan kami dari kaum Iblis sangat menginginkan monster itu tak pernah terlahir ke dunia ini ...!! Kecuali Wanita itu ...!!” Lanjut Elena amat sangat murka. Menggeram terlihat mengerikan.


Halsy hanya menangis, menutup wajah dengan kedua tangannya. Dia seolah mengingat masa lalunya. Masa lalu yang tak pernah bisa terulang. Penyesalan terbesar dalam hidupnya.



***

1 comment: