Friday, 19 August 2016

Chapter XI

Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter XI
Permintaan Maaf



            Seorang gadis berdiri tepat di depan kelas Aeldra. Gadis itu sangat rupawan, tetap memasang wajah datar. Tak peduli dengan tatapan kagum dari sekitarnya.


            Para siswa dan guru benar-benar melebarkan senyuman, terpesona melihat wajahnya. Beberapa ada yang menyeringai, memberikan tatapan penuh kekaguman.


            Hanya Selenia dan Seica saja yang berwajah khawatir, terkejut dengan sosok seorang gadis di hadapan mereka itu.


Sesekali, mereka mengalihkan pandangan saat gadis itu menatap mereka. Khususnya Seica, wajahnya benar-benar terlihat membiru ketakutan. Bagaikan sudah melihat hantu saja.


            Memang tak mengherankan jika para siswa dan guru bersikap seperti itu, jika Selenia bisa berwajah khawatir ketakutan seperti itu. Karena gadis yang saat ini berdiri di hadapan kelas mereka adalah ....


            “Lapis D. Angelina. Salam kenal.”


            Ya, Putri pertama Kerajaan Central, Kekaisaran Aeldra. Gadis yang menyandang gelar Valkyrie Dealendra, Lapis.


            “Pu-putri Lapis!”


            “Put-Putri Lapis!”


            Suara para siswa sontak memenuhi ruangan. Menimbulkan kericuhan kelas. Sang Guru pun benar-benar kehilangan kendali kelasnya.


            Sesaat Lapis menatap bangku paling belakang. Menatap lelaki yang duduk di belakang Haikal, Aeldra.


            Dia tersenyum kecil, memiringkan wajah. Aeldra membalas senyuman, benar-benar bahagia wajahnya melihat dirinya.


            “Diam!” Lapis kembali bersuara, tekanan nadanya dalam, lebih dari cukup untuk menghentikan kericuhan.


Seperti yang diduga dari aura sang putri. Para siswa langsung terdiam. Menghormati keinginan dan perintahnya.


Selama ini, tak ada yang berani menentang perintahnya, tak ada yang berani membangkang dirinya. Terkecuali satu orang.


            “Sil-silahkan Putri–“


            “Lapis. Aku bukan seorang putri di sini,” Lapis melirik sang guru, tersenyum kecil. Lekas berjalan melewati para siswa yang sedang duduk.


            Kepala para siswa bergerak, mengikuti kemana Lapis melangkah. Gadis rupawan itu benar-benar menjadi pusat perhatian di kelas. Tak satupun siswa yang tidak memperhatikan dirinya, kecuali Seica.


Bahkan, di luar kelas juga cukup banyak siswa yang mengintip melewati jendela luar. Sangat ingin melihat dia yang dikagumi. Meskipun jam pelajaran sudah dimulai.


            Tak lama, teriakkan kecil lainnya terdengar di belakang kelas Aeldra. Terhalang oleh tembok putih yang elegan. Itu dari kelas tetangga, gadis yang sama terkenalnya seperti Lapis juga pindah ke sekolah ini.


            Aeldra sudah tau, siapa gadis pindahan di kelas sebelah. Jika di sini ada Lapis, maka sudah dipastikan jika gadis di belakang adalah ....


            “Sudahlah, itu Rina. Jangan terus melihat ke belakang. Pelajaran mau dimulai, Aeldra.” Lapis menghancurkan isi pikiran Aeldra. Gadis rupawan itu duduk di sampingnya.


            “Oke.”


            Mereka berdua sama-sama duduk paling belakang, tak memiliki lima barisan seperti yang lainnya. Hanya mereka berdua.


            Sesaat, para siswa melirik mereka berdua. Khususnya Haikal dan Annisa yang berada di dekatnya. Mereka mendengar pembicaraan singkat antara Aeldra dan Lapis. Penasaran akan hubungan mereka.


Tapi Lapis dan Aeldra memasang wajah datar, menatap guru yang mulai menerangkan. Mengabaikan tatapan sekitarnya.


            Waktu berlalu cepat. Suhu udara dan matahari semakin meninggi. Acies Highschool sudah memasuki jam istrahatnya.


Para siswa yang biasanya berjalan ke luar kelas, malah terdiam. Mencuri-curi pandang pada Lapis yang membereskan peralatan. Masih memberikan tatapan kagumnya.


            Aeldra menempelkan pipi di atas meja, mengeluh membuang nafas, masih tak mengerti dengan penjelasan guru sebelumnya. Lapis tersenyum kecil melirik tingkahnya. Menambah penasaran orang-orang sekitar akan hubungan mereka berdua.


            Lapis berdiri, berjalan meninggalkan ruangan. Sontak, para siswa lekas berdiri, berjalan mengikuti gadis rupawan itu.


            Hanya Haikal, Annisa, Seica, dan Selenia yang berada di dalam kelas. Mereka berjalan mendekati Aeldra. Memasang wajah penasaran padanya.


            Terlihat jelas dari wajah mereka yang memiliki banyak pertanyaan untuk si lelaki pemilik luka bakar. Aeldra mulai mengangkat wajah, tersenyum khawatir, dan keheranan melihat tingkah teman-temannya.


            “Aeldranya ada ....” Alyshial yang baru memasuki kelas langsung terdiam, melihat Aeldra yang dikerumuni Selenia dan yang lainnya. Wajahnya mulai terlihat khawatir, mengeluarkan pertanyaannya kembali.


            “Ap-apa aku datang di saat yang tidak tepat?” gadis berambut lemon itu membawa dua kotak bekal. Berwarna merah muda dan biru muda. Sophia juga terlihat di belakangnya, membawa kotak bekal.


            “Tidak, Alyshial. Kemarilah, kau juga mungkin harus mendengarnya.” Haikal berwajah khawatir, melambaikan tangan, meminta Alyshial untuk berjalan mendekat.


            “Ad-ada apa ini? Apa aku sekarang jadi korban penindasan ...?” senyum khawatir Aeldra, menutup mata sesaat.


            “He-hei, apa Kak Aeldra memiliki semacam hubungan dengan Kak Lapis!?” Selenia langsung bertanya, membuat semua orang terkejut menatapnya. Ekspresi wajahnya terlihat sedikit sedih dan rasa kecewa.


            “Hu-hubungan!? Ah, mungkin antara seorang rakyat dan anggota kerajaa –“


            “Maksud Selenia, hubungan yang lebih dalam, lebih mengarah ke arah persahabatan atau romansa.”


            “Eh!? Ka-kau memiliki semacam hubungan seperti itu dengan Lapis!?” Alys juga dibuat terkejut. Menatap penasaran Aeldra.


            “Ak-ak-aku!? Dengan Sang Putri!? Kalian pasti bercanda, mana mungkin aku yang dari –“


            “Tapi tadi Lapis tersenyum padamu. Bahkan bagiku yang cukup sering bertemu dengannya. Dia tak pernah memberikan senyuman seperti itu. Aku merasa ada hubungan kuat antara kau dengan –“


            “Ka-kau pasti salah paham Hizkil! Dia pasti hanya menertawakanku. Kau lihat, hanya aku yang kesusahan dalam pelajaran hingga mengeluh seperti orang setengah mati. Dia pasti menertawakanku.”


            “....” Semua orang terdiam, saling berpikir. Melirik satu sama lain.


            “Ka-Kak Lapis memang sering menertawakan orang lain.” Seica menundukkan kepala, bergemetar. Entah apa masa lalunya, kejadian yang terjadi antara dirinya dengan Lapis hingga membuat dia setakut itu.


            “Be-benar yang dikatakan Seica. Lapis tak mungkin berhubungan  seperti itu dengan Aeldra. Meski wajahnya terlihat tenang, dia tipe gadis yang suka mengusili,” senyum kecil Alyshial. Menutup mata, terlihat kesal akan masa lalunya.


            “Nah, lihat!? Kalian semua salah paham hahahaha,” Aeldra tertawa cukup keras, menutup mata. Sedikit terlihat khawatir.


            “Kalau memang begitu, ya sudah. Tapi Aeldra, kenapa kau begitu kesusahan dalam pelajaran. Padahal kau melebihi kami semua dalam hal pertarung –“


            “Ah, kalian semua.” Pertanyaan Haikal terpotong. Sudah ada Lapis dan Rina di belakangnya.


            Semua orang sontak terkejut, menatap penasaran gadis rupawan itu.


            “Ada apa dengan kalian ....” Lapis memasang wajah datar. Keheranan melihat wajah terkejut mereka.


            “Jangan mengagetkanku seperti itu, bodoh! Apa kau ingin aku jantungan!?” kesal Alyshial.


            “Maaf maaf,” Lapis tertawa kecil, melihat ekspresi marah Alys.


            “Aku ingin berlibur ke pantai akhir pekan nanti. Aku ingin kalian semua ikut bersamaku,” lanjutnya.


            “Kenapa?” Alyshial bertanya.


            “Karena aku ingin,” senyum Lapis.


            “Eh, ap-apa aku juga diperbolehkan ikut?” Annisa bertanya, matanya melebar. Tak kuasa menahan senyuman.


            “Ya, kau juga ikut,” Lapis menganggukkan kepala. Melirik Haikal sesaat. Tersenyum kecil padanya.


            “Ak-aku tak perlu ikut, kan? –“ Seica berwajah khawatir, mengalihkan pandangan dari Lapis. Berjalan mundur, bersembunyi di balik rok Annisa.


            “Kau juga ikut, Seica,” senyum Lapis menutup mata. Seica langsung terdiam, biru kembali wajahnya.


            “Intinya semua orang yang berada di depanku sekarang harus ikut.” Tegas Lapis, menatap orang-orang yang sedang mengelilingi Aeldra.


            “Khususnya kamu, Aeldra.” Lapis tersenyum kecil, menutup mata. Berbalik, berniat meninggalkan ruangan.


            Sontak Alyshial dan yang lainya menatap penasaran Aeldra. Terkejut mendengar pernyataan Lapis.


            “Lapi– Putri Angelin –“ khawatir Aeldra bukan main.


            “Ap-apa hubungan Kakak dengan Kak Aeldra!?” Selenia langsung bertanya, berjalan satu langkah mendekati Lapis yang menghentikan langkah.


            Suasana terasa tegang, terasa ada percikan pertempuran di antara mereka. Selenia benar-benar menatap khawatir Lapis yang berwajah datar.


            “Aku dengan Aeldra?” Lapis memiringkan tubuh, melirik Selenia yang berwajah khawatir.


            “Ya, Kakak dengan Kak Aeldra.”


            “Sederhananya ..., aku menyatakan cinta padanya, kemudian dia menolakku. Hanya itu saja ....” Lapis tersenyum kecil, melirik Aeldra yang berwajah khawatir ketakutan. Mulai membiru wajahnya.


            “....” Suasana terasa hening, seluruh tatapan tertuju pada Lapis. Mereka benar-benar terkejut mendengar pernyataan gadis berambut putih merah muda itu. Tak terkecuali bagi Rina yang berada di dekatnya.


            Para siswa dan siswi yang mengintip pembicaraan mereka pun benar-benar melebarkan matanya. Tak percaya dengan pernyataan sang putri mahkota.


            Plakk! Lapis menepukkan kedua tangan, tersenyum kecil sambil berkata.


            “Tentu, itu sebuah kebohongan. Aku hanya mengenalnya di masa lalu, kami tak lebih dari sekedar kenalan,” lanjutnya menutup mata. Berjalan melewati pintu keluar.


            Rina lekas berjalan mengikuti Lapis, masih memasang wajah penasaran padanya. Selenia dan Alyshial terlihat lega, meski masih memasang wajah khawatir.


            “Ya itu semua bohong, terkecuali pernyataan pertama.” Lapis menutup mata. Dia bergumam dalam hati. Tak ada yang bisa mendengar isi hati yang sebenarnya itu.



***


            Langit sudah berubah orange, pertanda memasuki wilayah sang malam. Aeldra masih tetap duduk di bangku kelas. Tak ada seorang pun di sana kecuali dirinya.


            Dia menunggu seseorang.


            “Terima kasih telah memenuhi permintaanku, Aeldra.” Suara pintu kelas terbuka bersamaan ucapan lembut seorang gadis. Suaranya terdengar familiar, membuat Aeldra berdiri. Tersenyum kecil pada dia yang berjalan menghampirinya.


            “Ya, Kak Shina.” Berbeda dengan wajah Aeldra yang santai. Shina terlihat memasang wajah keseriusan amat dalam. Dia sedikit mengkerutkan dahi ke bawah, menatap tajam Aeldra.


            “Kau pasti tau alasanku memanggilmu ke sini sekarang?”


            “Ya ...,” Aeldra menutup mata, menganggukan pelan kepalanya.


            “Kenapa kau bisa mengetahuinya? Siapa aku dan akan keberadaan malaikat tertinggi dalam tubuhku?”


            “....” Aeldra masih tersenyum kecil, mengalihkan pandangan. Dia berpikir sesuatu.


            “Jawab aku Aeldr –“


            “Hardy, aku mengetahui itu semua darinya,” senyum kecil Aeldra.


            “Hardy, katamu!? Su-sudah kuduga kau berhubungan dengan Si Pengkhianat itu –“


            “Dia meminta tolong padaku untuk selalu mengawasimu. Sudah sejak lama, tapi aku tak pernah bisa melihatmu.”


            “Ja-jangan katakan, kau sudah mengetahuiku sejak pertemuan pertama?”


            “Ya, aku langsung mengetahuimu. Jadi kau orangnya, wanita yang ingin dilindungi segalanya oleh lelaki itu,” senyum kecil Aeldra.


            “Apa maksudnya itu ...!? Apa hubunganmu dengan Hardy?”


            “Aku hanya sebatas kenalan dengannya, tak lebih dari itu.”


            “Kau tak menjawab pertanyaan pertamaku. Katakan, apa maksudnya –“


            “Aku akan diam, biar lelaki itu yang langsung menjawab pertanyaanmu ....” Aeldra melangkah, mendekati Shina. Mungkin lebih tepatnya pintu keluar.


            “Hah –“


            “Keluarlah, Hardy. Kau yang memintaku untuk hal ini,” senyum kecil Aeldra menutup mata. Shina atau mungkin Reeslevia terkejut, lekas mengamati sekitar. Tubuhnya bergemetar, wajahnya sungguh terlihat murka.


            Tepat di hadapan gadis berambut merah muda itu, muncul gerbang dimensi sederhana. Hardy muncul dari sana, memberikan senyuman kesedihan padanya.


            “...!!” Reeslevia berjalan cepat, tangan kanannya memerah, terbakar. Berniat menyerang dirinya yang baru menampakkan diri.


            Hardy menahan pergelangan tangan kanannya. Lelaki berambut panjang merah muda itu terluka bakar, tapi meski begitu dia tetap tak melepaskan genggamannya. Sangat erat, membuat gadis bernama Reeslevia itu menangis, menyipitkan mata.


            “Be-berani sekali kau muncul lagi di hadapanku.” Reeslevia menundukkan kepala, bergemetar tubuhnya. Tetap menangis frustasi. Entah kesedihan, kemarahan, atau mungkin kebahagiaan.


            “Maaf ....”


            “Takkan pernah. Setelah kau mengkhianatiku, meninggalkanku!? Takkan pernah.”


            Aeldra sudah berdiri di balik pintu keluar, tersenyum kecil menutup mata. Dia masih sedikit mendengarkan pembicaraan keduanya.


            “Aku harap kau benar-benar menyelesaikan masalah ini," Aeldra berjalan, melewati lorong gelap tak berpenghuni. Hanya langkah kakinya yang terdengar, bersatu dengan keheningan malam.


            Kembali ke kelas Aeldra, tempat dimana Hardy dan Reeslevia bertemu. Reeslevia masih menundukkan kepala, bergemetar tubuhnya. Hardy memeluk tubuhnya, sangat erat. Seolah tak ingin melepaskan dirinya yang berharga.


            “Kenapa kau lakukan ini? Apa maumu!?”


            “....” Tak ada jawaban dari Hardy yang terus memeluk tubuhnya. Lelaki itu menutup mata, sangat erat. Seolah ketakutan akan suatu hal.


            “Dulu, tanpa sepatah katapun kau pergi meninggalkanku. Bergabung dengan Penyihir Hitam itu. Aku tak mengerti, benar-benar tak mengerti.”


            “Aku tau maaf –“


            “Itu tak menjawab pertanyaanku!! Katakan!! Kenapa lelaki sebaik hati seperti kau, malah bergabung dengan para iblis!?”


            “Untuk melindungimu. Dulu aku tak bisa mengatakannya, akan tindakanku yang membuatmu terluka. Tapi sekarang, tugasku sudah selesai. Aku akan kembali –“


            “Aku tidak mengerti!! Alasan apa kau mengkhianati negerimu untuk melindungiku!? Aku benar-benar tidak mengerti!!”


            “Akan kukatakan segalanya padamu. Tapi kumohon untuk sekarang berhentilah menangis. Kumohon maafkan ak –“


            “Katakan semuanya!!” Reeslevia mengangkat wajah, menatap tajam Hardy. Sangat dalam, langsung menyentuh hatinya.


            “Ba-baiklah. Dulu, algoritma pergerakkan iblis tak normal. Aku bersama Nyonya Engelina harus turun tangan membantu ayah mengendalikan iblis.”


            “Apa maksudmu? Kau membantu Raja Iblis? Membantu Pengkhianat terbesa –“


            “Aku ingin bertanya padamu, setelah Ayahku naik tahta, apakan ada iblis yang memasuki wilayah kita?”


            “....” Reeslevia terdiam, berpikir.


            “Tak ada. Aku juga baru mengetahuinya beberapa tahun yang lalu, akan peran yang dilakukan ayah dan bibiku. Mereka berniat mengendalikan iblis dengan menjadi peguas –“


            “Tunggu!! Jika begitu, mereka akan dibenci –“


            “Mereka berdua tak keberatan. “


            “Nyonya Halsy? Ap-apa dia mengetahui hal in –“


“Ya, tentu saja.”


"...."

“Ta-tapi beberapa hari yang lalu iblis datang!? Bagaimana kau menjelaskan hal it–“


“Raja Iblis Angela sudah tak bisa mengendalikan pasukannya lagi.”


“Apa maksudnya tidak bisa ....” Reeslevia terdiam, terkejut menatap Hardy yang memasang wajah sedih dan menurunkan pandangan.


“Dia telah tiada ...?”


“Ya, dia telah dibunuh.”


“Ol-oleh siapa!? Bahkan Gabriel dan Michael juga cukup kesulitan menjatuhkan Angela. Siapa yang bisa –“


“Akan kuceritakan hal ini nanti, tapi bukan di sini. Aku percaya padamu, maka dari itu tunggu sebentar lagi. Aku juga ingin meminta tolong padamu, tolong lindungi Lapis dan yang lainnya. Kau yang terkuat di sini –“


“Aeldra ...? Bagaimana dengannya.”


“Jangan pernah mencari tahu tentangnya. Aku mohon, sangat memohon padamu tentang hal ini, Reeslevia. Aku menyayangimu, amat sangat. Aku tak ingin kau terluka, terlibat dengan masalahnya.”


“Aku tak mengerti, kukira kau berteman dengannya?”


“Ya, aku teman– sahabatnya. Aku yang paling tau tentang dirinya. Cukup diriku, cukup hanya aku yang mengetahui masalahnya. Kau tak boleh tau, kalian tak diperbolehkan mengetahui tentang siapa dia sebenarnya.”


Lalu di tempat lainnya, kamar Aeldra. Lelaki berambut hitam itu baru saja memasuki kamarnya. Masih memberikan senyuman kecil, memikirkan pertemuan Hardy dan Reeslevia.


Tapi ekspresi wajahnya berubah menjadi datar, cukup terkejut dengan sosok wanita yang duduk di atas kasurnya. Padahal kamarnya sudah terkunci rapat.


Aeldra menyimpan tas di atas meja, mengabaikan wanita yang sedang duduk mengamati ruangan.


“Apa yang kau inginkan?” Aeldra bertanya pelan, sedikit menundukkan kepala.


Wanita itu mengabaikan pertanyaan, mulai mengambil foto satu-satunya Aeldra. Foto wanita misterius yang disebut sebagai ibu Aeldra.


“Astaga, tak kusangka dia bisa tersenyum selebar ini.” Wanita itu tertawa kecil, menutup matanya.


“....”


“Apa kau tau, jika wanita ini adalah seorang pemberontak yang menyusahkan pemerintahan. Dia penjahat besar yang ditakuti semua orang,” senyum kecil wanita itu menutup mata.


Rambutnya panjang sampai punggung, berwarna bunga lavender. Wajahnya sangat rupawan, terlihat masih muda dan seumuran dengan Aeldra.


“Apa kau bangga padanya?”


“Amat sangat bangga.”


“Tapi dia telah mati. Kau tau karena apa?”


“Karena diriku.”


“....”


“Sungguh, katakan. Apa keinginanmu, Nyonya Salbina.”


“Panggil aku Ibu, Anak Buangan.” Salbina melirik sinis Aeldra. Memperlihatkan sosok monster naga yang membuat jendral iblis bergemetar ketakutan. Membuat para peri jatuh pingsan tak berdaya.


“Terserah ....” Aeldra mengalihkan pandangan, terlihat tak peduli. Intimidasi Salbina benar-benar tak berarti padanya. Benar-benar tak membuat Aeldra takut sedikitpun.


“....” Sontak Salbina tersenyum menutup mata, merebahkan tubuh di atas kasur Aeldra. Dia sadar jika intimidasinya tak berarti apa-apa padanya.”


“Apa kau membenci kami, Aeldra?”


“Tolong panggil aku dengan benar, Nyonya Salbina.”


“Baik baik, Anak Buangan. Kenapa kau ingin sekali kami bertiga memanggilmu dengan nama itu?”


“Itu nama pertama yang diberikan wanita itu padaku. Nama itu juga sebagai bukti kuat, betapa tak diinginkannya aku di dunia ini.” Aeldra menutup mata.


“Jadi, apa jawabanmu dari pertanyaanku sebelumnya?”


“Sangat membenci kalian bertiga. Sangat membenci dunia ini. Kenapa kau menanyakan pertanyaan yang sudah pasti jawabannya?”


“Lalu kenapa kau tak membunuhku? Tak apa jika kau membunuh aku atau Angelina. Tapi tolong jangan Halsy Aeldra. Kau tak tau, betapa besarnya kasih sayang dia padamu. Bahkan sampai saat ini, detik ini. Dia masih merasa bersalah akan kejadian tragis yang menimpa sahabatnya.” Salbina menatap sedih, foto yang sudah terpelungkup kembali.


“Katakan saja keperluanmu, Nyonya Salbina.”


“Baiklah, kau memang tak sabaran seperti aku memungutmu dulu. Dengarkan aku baik-baik, mungkin kau sudah mengetahuinya tapi biar aku mengatakannya sekali lagi. Mahluk itu sudah bangkit.”


“Lalu?"


“Dunia ini terancam bahaya, seluruh penduduk di benua ini terancam punah. Aku– tidak, kami membutuhkan bantuanmu.”


“Aku tak peduli.”


“Kau yakin tentang hal ini?” senyum kecil Salbina, melirik Aeldra.


“....!!” Aeldra terkejut, sedikit melebarkan mata. Kedua tangannya sedikit gemetar.


“Ak-aku akan bergerak perorangan. Aku akan memenuhi takdirku. Tolong jangan menghalangi jalanku.”


“Begitu, terima kasih,” senyum tulus Salbina. Dia juga terlihat sedih, merasa bersalah pada masa lalunya yang mungkin jadi penyesalan terbesar dalam hidupnya.


“Tolong jangan berpikir aneh-aneh padaku. Alasan aku hidup, alasan aku masih berdiri di dunia ini hanya ada dua. Memenuhi permintaan terakhir wanita yang kukagumi segalanya, dan ....”


“Lapis ..., aku tau itu,” senyum kecil Salbina.


“Jika ini benar-benar membahayakan dirinya, aku akan turun tangan.”


“Aku mengerti.”


“Aku sungguh tak berkepentingan untuk menyelamatkan kalian. Ingat itu baik-baik, Nyonya Salbina.”


“Ya, aku tau. Maafkan aku ....”



***

No comments:

Post a Comment