Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter XII
Chapter XII
Ramalan Dewa
Pantai putih, bersih
begitu asri. Membuat beberapa orang menatap kagum sekitar. Tak bisa menutup
mulutnya. Khususnya Aeldra, lelaki pinggiran itu benar-benar terpukau melihat
pantai pribadi milik Putri Mahkota.
Ada gadis kecil yang terus
menatapnya, amat dalam, mengkerutkan dahi ke bawah. Dia benar-benar penasaran terhadap
Aeldra. Duduk dekat dengan Lapis yang berbaring di atas kursi sambil membaca
buku besar.
Aeldra sedikit khawatir, sadar akan
tatapan dari si gadis kecil. Dia mengenal akan siapa gadis yang menatapnya itu,
tapi si gadis kecil tak mengetahui tentang Aeldra.
Selenia dan yang lainnya sudah maju
ke depan, bersatu dengan desiran ombak tenang. Bermain bersama, bersuka ria
menikmati kebahagiaan.
Haikal
dan Annisa selalu bersama. Alyshial dan Sophia terus bersenda gurau,
melemparkan bola merah. Menikmati waktu mereka.
Aeldra masih di sisi pantai, bersama
Lapis dan si gadis kecil– putri bungsu Kekaisaran Aeldra, Almeera.
“Putri Almeera –“
“Almeera!!” Almeera membentak,
menatap tajam Aeldra. Dia keluar dari persembunyiannya. Terlihat cukup ragu
mendekati Aeldra.
“Penjahat? –“
“Teman Kakak!” Lapis bersuara,
menyanggah pernyataan adik kecilnya. Cukup dalam, membuat Almeera bergemetar ketakutan.
Dia benar-benar segan terhadap kakak perempuannya.
“Ka-Kak Rina?” Almeera bertanya
cukup ketakutan pada sang kakak, ingin mengetahui lokasi gadis yang dekat
dengannya. Lapis terdiam, melirik Aeldra. Lelaki pemilik luka bakar menggelengkan
kepala, berpura-pura tak tau jawaban.
Masih di waktu yang sama, di resort
hotel tak jauh dari tempat Aeldra dan yang lain. Rina terlihat di sana, di
cafeteria hotel itu, sedang duduk meminum jus sirsak kesukaannya.
“Aeldra, lama!” Rina mengeluh,
menutup mata, mengaduk cepat jus di hadapannya. Tak ada siapapun di sekitar,
hanya dia seorang diri. Ditemani lantunan melody lambat.
Tanpa
dia sadari, ada seorang gadis di belakangnya, berambut pendek, berwarna bunga
sakura. Dia menatap khawatir Rina, mengepalkan tangan tepat di depan dada. Itu
Shina, mungkin lebih tepatnya Reeslevia.
Ada Hardy di belakang, memakai
pakaian kasual seperti Shina. Tidak lagi memakai pakaian aneh dan misterius.
“Jangan lari, Reeslevia,” senyum kecil
Hardy, mendorong punggung Shina perlahan. Memberikan keberanian pada
kekasihnya.
“Ya ....”
Kembali ke tempat Lapis dan yang
lain. Aeldra sedang bermain kejar-kejaran bersama Almeera. Mereka berdua sudah
akrab, amat sangat akrab. Almeera memakai pakaian one piece seperti kakaknya,
berwarna sama, putih kemerah mudaan. Tertawa riang, bersinar, mengalahkan sang
mentari.
Aeldra memakai celana pendek,
memakai jaket. Tak ingin memperlihatkan tubuh bagian atasnya. Membuat Lapis
sedikit kecewa.
Selenia memasuki permainan, memakai
baju renang berenda. Berwarna putih, terlihat manis dan modis. Sangat enak
untuk dipandang.
Haikal dan Annisa memperhatikan
mereka, tertawa kecil melihat kekonyolan Selenia. Sesekali, Annisa melirik
lelaki di samping dengan wajah yang memerah. Gugup, berdetak cepat hatinya.
Berpacu lebih cepat dari suara gemuruh ombak di sekitar.
Alyshial cemberut, ingin mengikuti
permainan. Tapi karena rasa gengsinya, dia hanya diam seribu bahasa. Tak
membalas bola yang dilemparkan sahabat dekatnya. Terus memberikan tatapan
kekecewaan menatap Aeldra.
Lapis menguap, menutup buku yang
sedang ia baca, tiduran di atas kursi pantai. Kembali tersenyum kecil, mulai mengamati
Aeldra dan adiknya.
Sejak
memasuki pantai, dia tak berdiri, atau keluar dari payung pelindungnya. Terus
bersantai di sana, tertawa kecil merasakan kegembiraan sekitar.
Tak
lama, Aeldra menghentikan langkah, menatap laut lepas amat dalam. Almeera
menyentuh kakinya, tertawa keras sambil berteriak.
“Kakak
kena!! Hahahaha!”
Melihat
Aeldra yang berwajah aneh, Almeera mulai mengamati laut cukup penasaran.
Melihat arah tatapan Aeldra. Gadis kecil itu juga langsung menghentikan
tertawaan, bergemetar tubuhnya. Matanya melebar, terus melebar.
Gadis
itu juga merasakan sesuatu dari laut di samping kanannya. Ada yang berbeda, ada
yang ganjil dan tidak seperti biasanya.
Perlahan,
Almeera berjalan mundur, tetap memberikan tatapan kosong ketakutan. Mulai berlari
mendekati kakaknya. Berteriak, menangis ketakutan.
Dia
menjadi pusat perhatian, semua orang kebingungan, tak mengerti dengan sikap
Almeera. Khususnya Lapis.
Tapi
satu hal yang pasti diketahui Lapis, Almeera memiliki indra perasa yang baik,
amat sangat jauh melebihi Hardy dan dirinya. Gadis itu mungkin memiliki indra
perasa yang melebihi Nyonya Salbina.
Lapis
lekas berdiri, keluar dari payung pelindung. Dia menatap teman-temannya penuh
kekhawatiran. Mulai berteriak, membuat beberapa orang ketakutan melihat
ekspresi wajahnya.
“Semuanya,
menjauh dari laut sekarang!!”
Alyshial
dan Sophia yang masih kebingungan lekas berjalan cepat menuju daratan, menatap
penasaran laut di belakangnya.
Haikal
dan Annisa juga berjalan cepat menuju daratan, pergelangan tangan Annisa digenggam
erat oleh Haikal, ditarik pelan, digiring layaknya pasangan. Membuat gadis itu
memerah, tak memperdulikan teriakkan Lapis.
Selenia
juga berjalan mendekati daratan, melirik khawatir Aeldra yang masih berdiri di
bibir pantai. Pandangan lelaki itu tetap tertuju pada lautan. Tidak terlalu
tajam, tapi cukup dalam. Aeldra menyadari sesuatu yang tak disadari lainnya.
Sama seperti Almeera.
“Aeldra!!”
Lapis berteriak, terlihat sangat marah karena Aeldra menghiraukan peringatannya.
“Maaf,”
Aeldra berjalan mundur, memenuhi keinginan sang putri mahkota. Tapi tatapannya
tetap tertuju pada lautan lepas.
Lapis
terus mengamati laut lebih dalam, sedikit bergemetar melirik Almeera yang tak
menghentikan tangisan. Selenia dan Alyshial terus berusaha menenangkannya, berharap
bisa membuat si gadis kecil menghentikan tangisan.
Tak
lama, terlihat kepala ular putih besar yang keluar dari permukaan laut.
Masih sangat jauh dari bibir pantai, tapi amat sangat besar hingga terlihat
jelas oleh mereka semua. Sontak mereka terkejut, semakin bergemetar melihat sosoknya.
Suasana tegang mulai muncul, ketakutan mulai menyebar menghinggapi hati mereka.
“Ap-apa
itu ...?” Annisa bertanya, menutup mulut, ketakutan. Alyshial juga bergemetar,
terbuka mulutnya. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Kenapa mahluk itu ada di sini?” Lapis
bertanya dalam hati. Ketakutan menatap sekitar, tak mungkin bagi dia melindungi
semuanya jika mahluk itu datang ke tempatnya.
“Familiar terkuat milik salah satu
Jendral Iblis, Ratu Ular Dunia Bawah, Serpentilia
....” Sophia berjalan mundur selangkah. Membiru wajahnya, dia sangat ketakutan.
“Ma-mahluk
yang mengambil nyawa Nyonya Keisha dan Heliasha ...?” Annisa sama ketakutannya
seperti Sophia. Dia menatap mahluk itu yang mulai berenang mendekati mereka.
Amat sangat cepat, layaknya membelah lautan.
Air laut yang dilewatinya berubah menjadi ungu, terlihat mengerikan.
Selenia
sontak terdiam, tatapannya kosong. Bergemetar tubuhnya menatap mahluk yang
mengambil nyawa ibunya. Kakinya lemas, tak kuasa berdiri.
Suasana
bertambah tegang dan mencekam. Beberapa orang ketakutan menatap iblis tingkat
atas yang mendekati mereka.
“Ini buruk ini buruk ini buruk!! “ Lapis
berjalan mendekati bibir pantai. Memasang wajah keseriusan amat dalam. Dia
berniat memasuki pertempuran.
“Semuanya
mundur, pergi dari sini, SEKARANG!!” Lapis berteriak, mengangkat tangan hingga
sejajar dengan bahu. Dia berniat mengeluarkan salah satu perisai terkuatnya,
warisan dari bibinya, Aegis.
Akan
tetapi ....
Mahluk
itu seketika berhenti berenang, menatap Lapis dan yang lainnya cukup dalam. Dia
menggeliat, tetap menatap mereka.
Tak
lama, mahluk mengerikan itu berteriak amat keras, hingga menggema dan membuat
semua orang menutup telinga. Terkecuali Aeldra.
Mahluk
itu ketakutan, ada sosok yang memberinya intimidasi untuk mundur. Bukan intimidasi
sembarangan, berbeda dan tak biasa.
Lapis
kebingungan, menatap penasaran mahluk itu yang berenang menjauhi mereka amat
sangat cepat. Sophia yang paling penasaran. Dia yang sering mengamati algoritma
iblis benar-benar kebingungan menatap mahluk itu. “Kenapa?”
Serpentilia
terkenal tak pernah tunduk pada siapapun, bahkan pada Raja Gehena sekalipun.
Dia hanya mematuhi Beast Tamer dunia bawah terkuat, salah satu Jendral di bawah
perintah Raja Gehena secara langsung, Ignia.
Sementara
itu, saat monster itu masih berenang menjauhi mereka. Aeldra terlihat menutup
mata sesaat, bergumam pelan dalam hati kecilnya. “Astaga, ini terlalu cepat.”
Tak
lama, dia melirik Almeera yang pingsan di belakang. Bukan karena Serpent itu,
tapi karena hal lainnya.
Selenia
dan Alyshial berteriak, bertanya khawatir pada gadis itu. Lapis berjalan cepat.
Wajahnya membiru, dia ketakutan setengah mati melihat adiknya yang seperti itu.
“Aku benar-benar terkejut. Almeera ..., gadis ini
akan menjadi sesuatu yang besar di masa depan.” Lanjut Aeldra, memberikan
senyuman kecil pada Almeera.
“Lapis,
Almeera, kau baik-baik saja?!” Hardy langsung muncul dari gerbang dimensi,
bertanya khawatir melihat adik-adiknya. Kedatangannya itu sontak membuat semua
orang terkejut, khususnya Alyshial.
Tak
mengherankan, Sang Pengkhianat yang ditakuti semua orang tiba-tiba muncul di
hadapan mereka.
Lapis
menatap kakaknya penuh ketakutan, masih duduk di samping adik kecilnya.
Kebingungan melihat jantung Almeera yang tak berdetak.
Hardy
lekas berlari, mendekati dua adik perempuannya. Menatap Almeera penuh
kekhawatiran.
Keringat
terlihat masih mengucur di beberapa bagian tubuh gadis kecil itu. Bukan karena
kepanasan. Tubuhnya dingin, seperti es.
“Na-Natasha
....” Lapis terlihat ingin menangis, ketakutan karena pikiran negatif berkumpul
di kepalanya.
Hardy
berkonsentrasi, mengeluarkan sinar putih. Itu ilmu sihir mirip seperti Sang
Priest Herliana.
“Tubuhnya ketakutan, mentalnya hampir hancur.
Dia mendapatkan intimidasi yang mengerikan, bukan dari iblis yang kurasakan
sebelumnya. Tapi dari siapa– jangan katakan!?” Hardy lekas berbalik,
menatap tajam Aeldra. Tubuhnya bergemetar, ketakutan menatap Aeldra.
Aeldra
berjalan mendekati mereka, memasang wajah khawatir.
“Al-Almeera bisa merasakannya!?” Hardy
tetap bergemetar, menatap ketakutan Aeldra. Membuat semua orang di sana
terdiam, terkejut penasaran.
“Ap-apa
dia baik-baik saja?” Aeldra bertanya, terlihat khawatir menutup mata.
“Dia
baik-baik saja. Dia mendapatkan intimidasi amat kuat, seperti tenggelam di
dasar laut ketakutan. Hal itu menyebabkan stress berlebihan pada tubuhnya,”
khawatir Hardy, terus mengeluarkan penyembuhan.
“Be-benarkah?”
Lapis bertanya, mengusap air mata.
Tak
lama, Almeera langsung batuk hebat, kembali mendapatkan kesadarannya. Dia bernafas
cepat, amat sangat. Tersiksa kesulitan bernafas. Dia sadarkan diri dan membuka
mata. Langsung berteriak, menangis tersedu-sedu, amat sangat ketakutan. Sedikit
kehilangan akal sehatnya.
Lapis
memeluk tubuh kecilnya, mengusap pelan rambut adiknya, sangat sedih, menitiskan
air mata. Kasih sayang untuk sang adik benar-benar ia perlihatkan.
Sang
kakak tertua terus memberikan sihir penyembuh. Berusaha keras membuat adik
kecilnya menjadi baikan.
Semua
pandangan tertuju pada Almeera, merasa prihatin padanya. Khususnya Aeldra. Dia
mengalihkan pandangan, tak tega. “Aku
harus lebih berhati-hati.” Batinnya.
Selenia
melirik Aeldra, menatap khawatir dirinya yang mengalihkan pandangan. Penasaran
terhadap lelaki pemilik luka bakar itu.
***
Hari
sudah malam, suhu menurun cukup signifikan. Aeldra terlihat berdiri di balkon hotel
penginapan, melamun menatap lautan lepas. Kedua matanya terlihat kosong, seolah
jiwanya sedang ada di tempat lain. Dia memikirkan ingatan di masa lalunya.
Tak
lama, Hardy sudah berdiri di belakang. Menatap khawatir Aeldra, menunggu dia
menyelesaikan lamunannya.
“Bagaimana
dengan keadaan Almeera?” Aeldra mengeluarkan suara, tetap menatap laut lepas.
“Dia
baik-baik saja sekarang.” Hardy mengalihkan pandangan, masih khawatir.
“Kau
membenciku?”
“Tidak,
aku justru ingin berterima kasih. Entah apa yang terjadi jika tidak ada kau di
sana.”
“Jangan
berlebihan. Meski tidak ada aku, di sana masih ada Lapis. Dia gadis yang kuat,”
senyum kecil Aeldra, berbalik menatap Hardy.
“Tapi
tetap saja ...,”
“Ah,
Alyshial ...?” Aeldra melirik kecil Hardy.
“Eh?”
Hardy memasang wajah kebingungan.
“Maksudku
bagaimana dengannya? Kulihat tadi dia juga terguncang,” jelas Aeldra.
“Putri
Alyshial terguncang bukan karenamu. Dia pasti baik-baik saja. Tapi sungguh,
kenapa kau tiba-tiba ....” Hardy terdiam, bergemetar kedua tangannya. Dia
melebarkan mata, selebar-lebarnya. Sadar akan suatu hal.
“Sa-sampai
saat ini, aku tak pernah mengetahui bagaimana kau datang ke dunia ini. Terlahir
ke dunia yang rapuh ini. Salbina tidak mungkin memilikimu, apalagi Nyonya Rin. Dia sudah gugur di masa lalu. Jika dipikir-pikir hanya satu orang yang
memiliki–“
“Jika
kau menyadarinya, kuharap kau menutup mulutmu. Sungguh, tak banyak orang yang
mengetahui hal ini. Tentang hubunganku dengan mereka.”
“TAPI
KENAPA!?” Hardy berteriak, menatap ketakutan Aeldra. Amat sangat prihatin.
Aeldra sedikit terkejut, melirik Hardy di belakangnya.
“Kenapa
mereka tak mengenalimu!? Apa yang
sebenarnya terjadi di antara kalian!? Apa yang terjadi di masa lalu –“
“Dengarkan
aku, Hardy. Itu tidak penting sekarang. Jangan kau beri aku tatapan prihatin
tentang masalah ini.
Aku
tak peduli dengan mereka, ini semua kulakukan demi permintaan wanita yang
kukagumi. Jangan kau pikir aku masih berharap mereka menerimaku kembali.
Ketahuilah, tanpa beliau, sesungguhnya aku tak sudi bertemu dengan mereka.”
“Ae-Aeldra
...,” Hardy bergemetar, menatap khawatir Aeldra yang terlihat marah.
“Kuharap
kau ingat perkataanku ini. Dan kuharap juga, kau tak membocorkan masalah akan
siapa aku sebenarnya.”
Jauh
di tempat lainnya, pusat kekaisaran Aeldra. Di kamar Halsy Sang Demigod.
Terlihat Ibunda Alyshial yang duduk di kursi, samping kasur Halsy.
“Kakak,
bagaimana keadaanmu sekarang?”
“Katakan
saja Alysha, apa yang kau inginkan?”
“Hei,
aku benar-benar mengkhawatirkanmu, Kak. Sepanjang hari, bulan, dan tahun kau terus
berbaring seperti ini. Kumohon, hanya Kakak satu-satunya keluargaku sekarang.”
“Aku
hanya bercanda, Alysha.” Halsy tertawa kecil, menutup mulutnya. Bahagia.
“Jadi?”
“Mungkin
kau juga harus kuberi tahu, seberapa parahnya kondisiku saat ini.”
“...!!”
Alysha sontak melebarkan mata, terkejut ketakutan.
“Tenanglah,
aku baik-baik saja. Kau sudah dewasa sekarang, memiliki keluargamu sendiri.”
“Tapi
....”
“Alysha,
kau sudah menjadi seorang ibu. Jangan cengeng, jangan menjadi wanita yang
lemah.” Halsy menatap adiknya sangat dalam, tersenyum menenangkan dia yang
berwajah khawatir.
“Ya,”
Alysha menganggukkan kepala, tersenyum dengan raut wajah kesedihan.
“Jadi
apa yang ingin kau tanyakan?”
“Ada
satu anak yang selalu muncul dalam pikiranku. Menganggu konsentrasiku. Aku
bertemu dengannya beberapa hari yang lalu, tapi aku tak tau apa-apa tentangnya,
seperti apa ayah dan ibunya, keluarganya, bahkan tempat dan tanggal lahir dia.”
“....”
Halsy mulai berwajah khawatir, menggenggam erat selimbutnya.
“Tak
ada dia dalam database kekaisaran kita. Jika ada, itu pun hanya bisa diakses
olehmu, Kak. Sungguh siapa lelaki itu? Namanya Aeldra ketika dia memperkenalkan
diri. Tapi aku tak yakin –“
“Alysha,
bisakah aku mengajukan satu pertanyaan?” Halsy bertanya, nadanya terdengar amat
dalam. Dia menutup matanya amat rapat.
“Eh?
Iy-iya tentu saja.”
“Seberapa
besar kau menyayangi putrimu?”
“Alyshial? Kenapa
bertanya seperti in –“
“Kumohon,
jawablah ....” Halsy masih menggenggam erat selimbutnya. Menundukkan kepala.
“Aku
menyayangi Alyshial melebihi diriku sendiri. Dia harta berhargaku, aku tak
keberatan jika mengorbankan nyawaku untuknya.”
“Tentu
saja yah, seorang ibu pasti akan melakukan hal yang sama pada anaknya.”
“Jadi,
kenapa kita membahas masalah in –“
“Dengarkan
aku baik-baik, Alysha. Jangan pernah kau mencari tahu tentang lelaki bernama
Aeldra itu. Jika kau mengabaikan peringatanku ini, kehidupanmu hanya akan
diliputi rasa bersalah. Hal terburuknya, kau malah ingin mengakhiri hidupmu
sendiri.”
“Kenapa
–“
“Selain
Lapis. Kau dan Alyshial lah yang paling tak diperbolehkan mengetahui tentangnya.
Aku melakukan ini untukmu dan keluargamu. Tolong jangan berpikir buruk
tentangku setelah mengatakan ini, Alysha.”
“...!?”
Alysha hanya terdiam kebingungan. Bukannya mendapatkan informasi yang
diinginkan, wanita berambut coklat itu malah mendapatkan peringatan keras dari
kakak perempuannya.
Di
benua lainnya, benua yang sudah dikuasai iblis, Frosy. Di sisi paling timur
benua itu, terlihat Salbina dan Engelina yang berantakan. Telah terjadi
pertarungan hebat hingga daerah sekitar menjadi hancur tak karuan.
Salbina
terlihat berbeda, matanya seperti binatang buas, rambutnya memutih dan
bercahaya. Dia menjadi sosok yang menganggumkan.
Engelina
juga tak kalah menganggumkan. Ujung rambutnya berubah hitam pekat, sebelah
matanya terlihat berbeda. Itu milik Elena. Dia memasuki tahap overrun takeover.
Tapi
meski begitu, keduanya terlihat babak belur, kelelahan bukan main. Mereka
menatap tajam lawan di atasnya. Hanya satu orang, tak terlihat wajahnya
mengingat dia yang memakai jubah tebal.
“Kau yang membunuh Kakakku!?” Engelina
menggeram, sangat murka.
“Tenanglah
Engelina. Kita harus mundur sekarang,” Salbina menenangkan gadis di sampingnya.
Berwajah khawatir. Salbina bersikap lebih dewasa, dia seolah mengingat dirinya
di masa lalu ketika melihat Engelina saat ini. Mengingat dia yang masih ceroboh
dan kekanak-kanakan.
“Aku hanya ingin melihat sampai mana batas
kemampuan dari serangga seperti kalian. Orang-orang yang dijuluki terkuat di
era ini. Tapi jika boleh dikatakan, aku sedikit kecewa. Kalian lemah, tak
berbeda jauh dengan Ragna dan Sonia.”
“Engelina,
mundur. Gadis ini terlalu kuat untuk kita. Dia adalah mahluk mengerikan itu,
mahluk yang memporak-porandakan Kerajaan Lucifer di masa lalu.”
“Aku
tau!! Tapi –“
“Hanya
lelaki itu yang sebanding dengannya. Kita tak bisa mengelaknya lagi. Ramalan
dewa di masa lalu akan terjadi di era ini. Kita harus mempersiapkan segalanya.”
“....”
Engelina tetap memberikan tatapan tajam gadis di atasnya. Sangat marah, meski
tubuhnya tak pernah berhenti gemetar seperti Salbina. Perasaaan takut amat
hebat benar-benar bercampur dengan kemurkaan di dalam hatinya.
***
Semangat, Lullaby-sensei :D
ReplyDelete