Sunday, 28 August 2016

Chapter XII

Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter XII
Ramalan Dewa

            Pantai putih, bersih begitu asri. Membuat beberapa orang menatap kagum sekitar. Tak bisa menutup mulutnya. Khususnya Aeldra, lelaki pinggiran itu benar-benar terpukau melihat pantai pribadi milik Putri Mahkota.


            Ada gadis kecil yang terus menatapnya, amat dalam, mengkerutkan dahi ke bawah. Dia benar-benar penasaran terhadap Aeldra. Duduk dekat dengan Lapis yang berbaring di atas kursi sambil membaca buku besar.


            Aeldra sedikit khawatir, sadar akan tatapan dari si gadis kecil. Dia mengenal akan siapa gadis yang menatapnya itu, tapi si gadis kecil tak mengetahui tentang Aeldra.


            Selenia dan yang lainnya sudah maju ke depan, bersatu dengan desiran ombak tenang. Bermain bersama, bersuka ria menikmati kebahagiaan.


Haikal dan Annisa selalu bersama. Alyshial dan Sophia terus bersenda gurau, melemparkan bola merah. Menikmati waktu mereka.


            Aeldra masih di sisi pantai, bersama Lapis dan si gadis kecil– putri bungsu Kekaisaran Aeldra, Almeera.


            “Putri Almeera –“


            “Almeera!!” Almeera membentak, menatap tajam Aeldra. Dia keluar dari persembunyiannya. Terlihat cukup ragu mendekati Aeldra.


            “Penjahat? –“


            “Teman Kakak!” Lapis bersuara, menyanggah pernyataan adik kecilnya. Cukup dalam, membuat Almeera bergemetar ketakutan. Dia benar-benar segan terhadap kakak perempuannya.


            “Ka-Kak Rina?” Almeera bertanya cukup ketakutan pada sang kakak, ingin mengetahui lokasi gadis yang dekat dengannya. Lapis terdiam, melirik Aeldra. Lelaki pemilik luka bakar menggelengkan kepala, berpura-pura tak tau jawaban.


            Masih di waktu yang sama, di resort hotel tak jauh dari tempat Aeldra dan yang lain. Rina terlihat di sana, di cafeteria hotel itu, sedang duduk meminum jus sirsak kesukaannya.


            “Aeldra, lama!” Rina mengeluh, menutup mata, mengaduk cepat jus di hadapannya. Tak ada siapapun di sekitar, hanya dia seorang diri. Ditemani lantunan melody lambat.


Tanpa dia sadari, ada seorang gadis di belakangnya, berambut pendek, berwarna bunga sakura. Dia menatap khawatir Rina, mengepalkan tangan tepat di depan dada. Itu Shina, mungkin lebih tepatnya Reeslevia.


            Ada Hardy di belakang, memakai pakaian kasual seperti Shina. Tidak lagi memakai pakaian aneh dan misterius.


            “Jangan lari, Reeslevia,” senyum kecil Hardy, mendorong punggung Shina perlahan. Memberikan keberanian pada kekasihnya.


            “Ya ....”


            Kembali ke tempat Lapis dan yang lain. Aeldra sedang bermain kejar-kejaran bersama Almeera. Mereka berdua sudah akrab, amat sangat akrab. Almeera memakai pakaian one piece seperti kakaknya, berwarna sama, putih kemerah mudaan. Tertawa riang, bersinar, mengalahkan sang mentari.


            Aeldra memakai celana pendek, memakai jaket. Tak ingin memperlihatkan tubuh bagian atasnya. Membuat Lapis sedikit kecewa.


            Selenia memasuki permainan, memakai baju renang berenda. Berwarna putih, terlihat manis dan modis. Sangat enak untuk dipandang.


            Haikal dan Annisa memperhatikan mereka, tertawa kecil melihat kekonyolan Selenia. Sesekali, Annisa melirik lelaki di samping dengan wajah yang memerah. Gugup, berdetak cepat hatinya. Berpacu lebih cepat dari suara gemuruh ombak di sekitar.


            Alyshial cemberut, ingin mengikuti permainan. Tapi karena rasa gengsinya, dia hanya diam seribu bahasa. Tak membalas bola yang dilemparkan sahabat dekatnya. Terus memberikan tatapan kekecewaan menatap Aeldra.


            Lapis menguap, menutup buku yang sedang ia baca, tiduran di atas kursi pantai. Kembali tersenyum kecil, mulai mengamati Aeldra dan adiknya.


Sejak memasuki pantai, dia tak berdiri, atau keluar dari payung pelindungnya. Terus bersantai di sana, tertawa kecil merasakan kegembiraan sekitar.


Tak lama, Aeldra menghentikan langkah, menatap laut lepas amat dalam. Almeera menyentuh kakinya, tertawa keras sambil berteriak.


“Kakak kena!! Hahahaha!”


Melihat Aeldra yang berwajah aneh, Almeera mulai mengamati laut cukup penasaran. Melihat arah tatapan Aeldra. Gadis kecil itu juga langsung menghentikan tertawaan, bergemetar tubuhnya. Matanya melebar, terus melebar.


Gadis itu juga merasakan sesuatu dari laut di samping kanannya. Ada yang berbeda, ada yang ganjil dan tidak seperti biasanya.


Perlahan, Almeera berjalan mundur, tetap memberikan tatapan kosong ketakutan. Mulai berlari mendekati kakaknya. Berteriak, menangis ketakutan.


Dia menjadi pusat perhatian, semua orang kebingungan, tak mengerti dengan sikap Almeera. Khususnya Lapis.


Tapi satu hal yang pasti diketahui Lapis, Almeera memiliki indra perasa yang baik, amat sangat jauh melebihi Hardy dan dirinya. Gadis itu mungkin memiliki indra perasa yang melebihi Nyonya Salbina.


Lapis lekas berdiri, keluar dari payung pelindung. Dia menatap teman-temannya penuh kekhawatiran. Mulai berteriak, membuat beberapa orang ketakutan melihat ekspresi wajahnya.


“Semuanya, menjauh dari laut sekarang!!”


Alyshial dan Sophia yang masih kebingungan lekas berjalan cepat menuju daratan, menatap penasaran laut di belakangnya.


Haikal dan Annisa juga berjalan cepat menuju daratan, pergelangan tangan Annisa digenggam erat oleh Haikal, ditarik pelan, digiring layaknya pasangan. Membuat gadis itu memerah, tak memperdulikan teriakkan Lapis.


Selenia juga berjalan mendekati daratan, melirik khawatir Aeldra yang masih berdiri di bibir pantai. Pandangan lelaki itu tetap tertuju pada lautan. Tidak terlalu tajam, tapi cukup dalam. Aeldra menyadari sesuatu yang tak disadari lainnya. Sama seperti Almeera.


“Aeldra!!” Lapis berteriak, terlihat sangat marah karena Aeldra menghiraukan peringatannya.


“Maaf,” Aeldra berjalan mundur, memenuhi keinginan sang putri mahkota. Tapi tatapannya tetap tertuju pada lautan lepas.


Lapis terus mengamati laut lebih dalam, sedikit bergemetar melirik Almeera yang tak menghentikan tangisan. Selenia dan Alyshial terus berusaha menenangkannya, berharap bisa membuat si gadis kecil menghentikan tangisan.


Tak lama, terlihat kepala ular putih besar yang keluar dari permukaan laut. Masih sangat jauh dari bibir pantai, tapi amat sangat besar hingga terlihat jelas oleh mereka semua. Sontak mereka terkejut, semakin bergemetar melihat sosoknya. Suasana tegang mulai muncul, ketakutan mulai menyebar menghinggapi hati mereka.


“Ap-apa itu ...?” Annisa bertanya, menutup mulut, ketakutan. Alyshial juga bergemetar, terbuka mulutnya. Tak percaya dengan apa yang dilihatnya.


Kenapa mahluk itu ada di sini?” Lapis bertanya dalam hati. Ketakutan menatap sekitar, tak mungkin bagi dia melindungi semuanya jika mahluk itu datang ke tempatnya.


Familiar terkuat milik salah satu Jendral Iblis, Ratu Ular Dunia Bawah, Serpentilia ....” Sophia berjalan mundur selangkah. Membiru wajahnya, dia sangat ketakutan.


“Ma-mahluk yang mengambil nyawa Nyonya Keisha dan Heliasha ...?” Annisa sama ketakutannya seperti Sophia. Dia menatap mahluk itu yang mulai berenang mendekati mereka. Amat sangat cepat, layaknya membelah lautan.  Air laut yang dilewatinya berubah menjadi ungu, terlihat mengerikan.


Selenia sontak terdiam, tatapannya kosong. Bergemetar tubuhnya menatap mahluk yang mengambil nyawa ibunya. Kakinya lemas, tak kuasa berdiri.


Suasana bertambah tegang dan mencekam. Beberapa orang ketakutan menatap iblis tingkat atas yang mendekati mereka.


Ini buruk ini buruk ini buruk!! “ Lapis berjalan mendekati bibir pantai. Memasang wajah keseriusan amat dalam. Dia berniat memasuki pertempuran.


“Semuanya mundur, pergi dari sini, SEKARANG!!” Lapis berteriak, mengangkat tangan hingga sejajar dengan bahu. Dia berniat mengeluarkan salah satu perisai terkuatnya, warisan dari bibinya, Aegis.


Akan tetapi ....


Mahluk itu seketika berhenti berenang, menatap Lapis dan yang lainnya cukup dalam. Dia menggeliat, tetap menatap mereka.


Tak lama, mahluk mengerikan itu berteriak amat keras, hingga menggema dan membuat semua orang menutup telinga. Terkecuali Aeldra.


Mahluk itu ketakutan, ada sosok yang memberinya intimidasi untuk mundur. Bukan intimidasi  sembarangan, berbeda dan tak biasa.


Lapis kebingungan, menatap penasaran mahluk itu yang berenang menjauhi mereka amat sangat cepat. Sophia yang paling penasaran. Dia yang sering mengamati algoritma iblis benar-benar kebingungan menatap mahluk itu. “Kenapa?”


Serpentilia terkenal tak pernah tunduk pada siapapun, bahkan pada Raja Gehena sekalipun. Dia hanya mematuhi Beast Tamer dunia bawah terkuat, salah satu Jendral di bawah perintah Raja Gehena secara langsung, Ignia.


Sementara itu, saat monster itu masih berenang menjauhi mereka. Aeldra terlihat menutup mata sesaat, bergumam pelan dalam hati kecilnya. “Astaga, ini terlalu cepat.”


Tak lama, dia melirik Almeera yang pingsan di belakang. Bukan karena Serpent itu, tapi karena hal lainnya.


Selenia dan Alyshial berteriak, bertanya khawatir pada gadis itu. Lapis berjalan cepat. Wajahnya membiru, dia ketakutan setengah mati melihat adiknya yang seperti itu.


Aku benar-benar terkejut. Almeera ..., gadis ini akan menjadi sesuatu yang besar di masa depan.” Lanjut Aeldra, memberikan senyuman kecil pada Almeera.


“Lapis, Almeera, kau baik-baik saja?!” Hardy langsung muncul dari gerbang dimensi, bertanya khawatir melihat adik-adiknya. Kedatangannya itu sontak membuat semua orang terkejut, khususnya Alyshial.


Tak mengherankan, Sang Pengkhianat yang ditakuti semua orang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.


Lapis menatap kakaknya penuh ketakutan, masih duduk di samping adik kecilnya. Kebingungan melihat jantung Almeera yang tak berdetak.


Hardy lekas berlari, mendekati dua adik perempuannya. Menatap Almeera penuh kekhawatiran.


Keringat terlihat masih mengucur di beberapa bagian tubuh gadis kecil itu. Bukan karena kepanasan. Tubuhnya dingin, seperti es.


“Na-Natasha ....” Lapis terlihat ingin menangis, ketakutan karena pikiran negatif berkumpul di kepalanya.


Hardy berkonsentrasi, mengeluarkan sinar putih. Itu ilmu sihir mirip seperti Sang Priest Herliana.


Tubuhnya ketakutan, mentalnya hampir hancur. Dia mendapatkan intimidasi yang mengerikan, bukan dari iblis yang kurasakan sebelumnya. Tapi dari siapa– jangan katakan!?” Hardy lekas berbalik, menatap tajam Aeldra. Tubuhnya bergemetar, ketakutan menatap Aeldra.


Aeldra berjalan mendekati mereka, memasang wajah khawatir.


Al-Almeera bisa merasakannya!?” Hardy tetap bergemetar, menatap ketakutan Aeldra. Membuat semua orang di sana terdiam, terkejut penasaran.


“Ap-apa dia baik-baik saja?” Aeldra bertanya, terlihat khawatir menutup mata.


“Dia baik-baik saja. Dia mendapatkan intimidasi amat kuat, seperti tenggelam di dasar laut ketakutan. Hal itu menyebabkan stress berlebihan pada tubuhnya,” khawatir Hardy, terus mengeluarkan penyembuhan.


“Be-benarkah?” Lapis bertanya, mengusap air mata.


Tak lama, Almeera langsung batuk hebat, kembali mendapatkan kesadarannya. Dia bernafas cepat, amat sangat. Tersiksa kesulitan bernafas. Dia sadarkan diri dan membuka mata. Langsung berteriak, menangis tersedu-sedu, amat sangat ketakutan. Sedikit kehilangan akal sehatnya.


Lapis memeluk tubuh kecilnya, mengusap pelan rambut adiknya, sangat sedih, menitiskan air mata. Kasih sayang untuk sang adik benar-benar ia perlihatkan.


Sang kakak tertua terus memberikan sihir penyembuh. Berusaha keras membuat adik kecilnya menjadi baikan.


Semua pandangan tertuju pada Almeera, merasa prihatin padanya. Khususnya Aeldra. Dia mengalihkan pandangan, tak tega. “Aku harus lebih berhati-hati.” Batinnya.


Selenia melirik Aeldra, menatap khawatir dirinya yang mengalihkan pandangan. Penasaran terhadap lelaki pemilik luka bakar itu.




***




Hari sudah malam, suhu menurun cukup signifikan. Aeldra terlihat berdiri di balkon hotel penginapan, melamun menatap lautan lepas. Kedua matanya terlihat kosong, seolah jiwanya sedang ada di tempat lain. Dia memikirkan ingatan di masa lalunya.


Tak lama, Hardy sudah berdiri di belakang. Menatap khawatir Aeldra, menunggu dia menyelesaikan lamunannya.


“Bagaimana dengan keadaan Almeera?” Aeldra mengeluarkan suara, tetap menatap laut lepas.


“Dia baik-baik saja sekarang.” Hardy mengalihkan pandangan, masih khawatir.


“Kau membenciku?”


“Tidak, aku justru ingin berterima kasih. Entah apa yang terjadi jika tidak ada kau di sana.”


“Jangan berlebihan. Meski tidak ada aku, di sana masih ada Lapis. Dia gadis yang kuat,” senyum kecil Aeldra, berbalik menatap Hardy.


“Tapi tetap saja ...,”


“Ah, Alyshial ...?” Aeldra melirik kecil Hardy.


“Eh?” Hardy memasang wajah kebingungan.


“Maksudku bagaimana dengannya? Kulihat tadi dia juga terguncang,” jelas Aeldra.


“Putri Alyshial terguncang bukan karenamu. Dia pasti baik-baik saja. Tapi sungguh, kenapa kau tiba-tiba ....” Hardy terdiam, bergemetar kedua tangannya. Dia melebarkan mata, selebar-lebarnya. Sadar akan suatu hal.


“Sa-sampai saat ini, aku tak pernah mengetahui bagaimana kau datang ke dunia ini. Terlahir ke dunia yang rapuh ini. Salbina tidak mungkin memilikimu, apalagi Nyonya Rin. Dia sudah gugur di masa lalu. Jika dipikir-pikir hanya satu orang yang memiliki–“


“Jika kau menyadarinya, kuharap kau menutup mulutmu. Sungguh, tak banyak orang yang mengetahui hal ini. Tentang hubunganku dengan mereka.”


“TAPI KENAPA!?” Hardy berteriak, menatap ketakutan Aeldra. Amat sangat prihatin. Aeldra sedikit terkejut, melirik Hardy di belakangnya.


“Kenapa mereka tak mengenalimu!? Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian!? Apa yang terjadi di masa lalu –“


“Dengarkan aku, Hardy. Itu tidak penting sekarang. Jangan kau beri aku tatapan prihatin tentang masalah ini.


Aku tak peduli dengan mereka, ini semua kulakukan demi permintaan wanita yang kukagumi. Jangan kau pikir aku masih berharap mereka menerimaku kembali. Ketahuilah, tanpa beliau, sesungguhnya aku tak sudi bertemu dengan mereka.”


“Ae-Aeldra ...,” Hardy bergemetar, menatap khawatir Aeldra yang terlihat marah.


“Kuharap kau ingat perkataanku ini. Dan kuharap juga, kau tak membocorkan masalah akan siapa aku sebenarnya.”


Jauh di tempat lainnya, pusat kekaisaran Aeldra. Di kamar Halsy Sang Demigod. Terlihat Ibunda Alyshial yang duduk di kursi, samping kasur Halsy.


“Kakak, bagaimana keadaanmu sekarang?”


“Katakan saja Alysha, apa yang kau inginkan?”


“Hei, aku benar-benar mengkhawatirkanmu, Kak. Sepanjang hari, bulan, dan tahun kau terus berbaring seperti ini. Kumohon, hanya Kakak satu-satunya keluargaku sekarang.”


“Aku hanya bercanda, Alysha.” Halsy tertawa kecil, menutup mulutnya. Bahagia.


“Jadi?”


“Mungkin kau juga harus kuberi tahu, seberapa parahnya kondisiku saat ini.”


“...!!” Alysha sontak melebarkan mata, terkejut ketakutan.


“Tenanglah, aku baik-baik saja. Kau sudah dewasa sekarang, memiliki keluargamu sendiri.”


“Tapi ....”


“Alysha, kau sudah menjadi seorang ibu. Jangan cengeng, jangan menjadi wanita yang lemah.” Halsy menatap adiknya sangat dalam, tersenyum menenangkan dia yang berwajah khawatir.


“Ya,” Alysha menganggukkan kepala, tersenyum dengan raut wajah kesedihan.


“Jadi apa yang ingin kau tanyakan?”


“Ada satu anak yang selalu muncul dalam pikiranku. Menganggu konsentrasiku. Aku bertemu dengannya beberapa hari yang lalu, tapi aku tak tau apa-apa tentangnya, seperti apa ayah dan ibunya, keluarganya, bahkan tempat dan tanggal lahir dia.”


“....” Halsy mulai berwajah khawatir, menggenggam erat selimbutnya.


“Tak ada dia dalam database kekaisaran kita. Jika ada, itu pun hanya bisa diakses olehmu, Kak. Sungguh siapa lelaki itu? Namanya Aeldra ketika dia memperkenalkan diri. Tapi aku tak yakin –“


“Alysha, bisakah aku mengajukan satu pertanyaan?” Halsy bertanya, nadanya terdengar amat dalam. Dia menutup matanya amat rapat.


“Eh? Iy-iya tentu saja.”



“Seberapa besar kau menyayangi putrimu?”


“Alyshial? Kenapa bertanya seperti in –“


“Kumohon, jawablah ....” Halsy masih menggenggam erat selimbutnya. Menundukkan kepala.


“Aku menyayangi Alyshial melebihi diriku sendiri. Dia harta berhargaku, aku tak keberatan jika mengorbankan nyawaku untuknya.”


“Tentu saja yah, seorang ibu pasti akan melakukan hal yang sama pada anaknya.”


“Jadi, kenapa kita membahas masalah in –“


“Dengarkan aku baik-baik, Alysha. Jangan pernah kau mencari tahu tentang lelaki bernama Aeldra itu. Jika kau mengabaikan peringatanku ini, kehidupanmu hanya akan diliputi rasa bersalah. Hal terburuknya, kau malah ingin mengakhiri hidupmu sendiri.”


“Kenapa –“


“Selain Lapis. Kau dan Alyshial lah yang paling tak diperbolehkan mengetahui tentangnya. Aku melakukan ini untukmu dan keluargamu. Tolong jangan berpikir buruk tentangku setelah mengatakan ini, Alysha.”


“...!?” Alysha hanya terdiam kebingungan. Bukannya mendapatkan informasi yang diinginkan, wanita berambut coklat itu malah mendapatkan peringatan keras dari kakak perempuannya.


Di benua lainnya, benua yang sudah dikuasai iblis, Frosy. Di sisi paling timur benua itu, terlihat Salbina dan Engelina yang berantakan. Telah terjadi pertarungan hebat hingga daerah sekitar menjadi hancur tak karuan.


Salbina terlihat berbeda, matanya seperti binatang buas, rambutnya memutih dan bercahaya. Dia menjadi sosok yang menganggumkan.


Engelina juga tak kalah menganggumkan. Ujung rambutnya berubah hitam pekat, sebelah matanya terlihat berbeda. Itu milik Elena. Dia memasuki tahap overrun takeover.


Tapi meski begitu, keduanya terlihat babak belur, kelelahan bukan main. Mereka menatap tajam lawan di atasnya. Hanya satu orang, tak terlihat wajahnya mengingat dia yang memakai jubah tebal.


Kau yang membunuh Kakakku!?” Engelina menggeram, sangat murka.


“Tenanglah Engelina. Kita harus mundur sekarang,” Salbina menenangkan gadis di sampingnya. Berwajah khawatir. Salbina bersikap lebih dewasa, dia seolah mengingat dirinya di masa lalu ketika melihat Engelina saat ini. Mengingat dia yang masih ceroboh dan kekanak-kanakan.


Aku hanya ingin melihat sampai mana batas kemampuan dari serangga seperti kalian. Orang-orang yang dijuluki terkuat di era ini. Tapi jika boleh dikatakan, aku sedikit kecewa. Kalian lemah, tak berbeda jauh dengan Ragna dan Sonia.”


“Engelina, mundur. Gadis ini terlalu kuat untuk kita. Dia adalah mahluk mengerikan itu, mahluk yang memporak-porandakan Kerajaan Lucifer di masa lalu.”


“Aku tau!! Tapi –“


“Hanya lelaki itu yang sebanding dengannya. Kita tak bisa mengelaknya lagi. Ramalan dewa di masa lalu akan terjadi di era ini. Kita harus mempersiapkan segalanya.”


“....” Engelina tetap memberikan tatapan tajam gadis di atasnya. Sangat marah, meski tubuhnya tak pernah berhenti gemetar seperti Salbina. Perasaaan takut amat hebat benar-benar bercampur dengan kemurkaan di dalam hatinya.



***



1 comment: