Friday, 9 September 2016

Epilog

Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Epilog


           Dinding keramik putih terlihat di sekitar, memenuhi setiap dinding dan sudut ruangan. Ruangan itu berukuran kecil, bagai isolasi tak tertembus dari luar.




            Dalam isolasi itu ada sel jerusi besi, tempatku tertidur bersama dia ...., wanita yang selalu mengasuhku sejak bayi.




            Umurku masih di bawah lima tahun, tapi ingatan itu benar-benar terasa jelas. Aku takkan pernah melupakannya, hari-hari yang kulalui bersamanya. Hidup bersama dia, wanita yang dijuluki sebagai penjahat biadab. Penjahat yang ditakuti oleh dunia.




            Aku membenci wanita itu yang selalu memarahiku, membentakku, dan memukul punggungku. Memberikan tatapan tajam yang begitu menyayat hati.




            Hanya lelaki itu yang selalu kutunggu. Aku selalu berdiri tepat di gerbang sel yang terkunci rapat. Menatap pintu besi, jalan keluar ruangan isolasi ini.




Setiap hari, setiap bulan, dan tahun terus menatap pintu itu, menunggu kehadirannya yang kukagumi segalanya, Ayahku.




            Setiap kali pintu itu terbuka, aku langsung menggoyang-goyangkan sel, ingin segera terbuka pintu jeruji besi. Tak sabar, sungguh tak sabar ingin berbicara dengannya, dipeluk oleh dirinya. Mendengarkan cerita tentang dunia luar, tentang ibu kandungku dan adik kembarku.




            Rambut ayah berwarna kuning lemon, sama sepertiku. Matanya juga sama, berwarna biru langit. Hanya iris mataku terlihat berbeda, berwarna putih, kadang bercahaya. Tapi kata ayah, mataku tetap indah.




            “Berhenti menggoyang-goyangkan pintu itu, Anak Buangan!!” teriakkan itu selalu saja terdengar dari belakang tubuh. Wanita itu kembali membentakku, memberikan tatapan amarah.




            “Kau terlalu berlebihan, Zaxia. Dia masih anak yang berumur lima tahun.” Ayah membuka pintu sel, membawa keresek putih. Mengusap pelan rambutku. Aku selalu memeluk kakinya, bergemetar. Ketakutan akan Nyonya Zaxia yang sering membentakku.




            “Aku tak ingin mendengar perkataan itu darimu, Ray.” Nyonya Zaxia berucap, melirik sinis lelaki yang kukagumi.




            “....” Ayah terdiam, berwajah sedih dan ketakutan menatapku. Aku memiringkan kepala, masih tak mengerti maksud dari tatapannya.




            Kejadian itu terus terulang, aku sering berbicara dengannya. Tertawa bersama dirinya. Wanita bernama Zaxia itu selalu tiduran di atas kasurnya, tak peduli dengan apa yang kulakukan. Aku tetap tak menyukainya.




            Hingga salah satu hari terberat dalam kehidupanku datang. Aku takan pernah lupa, tak akan pernah terlepas dari ingatan tentang kejadian itu.




Jika dipikir-pikir, ruangan isolasi itu menjadi awal dari segalanya. Menghancurkan hati yang takan pernah kulupakan sepanjang hidupku.




Perasaan yang sangat kesal olehnya, frustasi oleh perkataanya, terhina karena tatapan merendahkan darinya, dan harga diriku yang tak pernah berharga baginya membuat hatiku semakin hancur karena telah ditolak keberadaan oleh dirinya.




Wanita itu datang, memberikan tatapan tajam melihatku yang sedang bercanda dengan ayah. Aku tau dia! Ciri-cirinya sama seperti yang disebutkan ayah!!




Dia adalah wanita yang paling kutunggu kedatangannya, wanita yang paling ingin aku temui sejak aku terlahir ke dunia ini, dan wanita yang selalu aku sombong-sombongkan di depan orang yang selalu mengasuhku.




Sungguh, aku sangat ingin memeluknya, mendapatkan kasih langsung darinya, ingin melepaskan rindu yang amat dalam pada dirinya, dan ingin berbagi cerita tentang kisah pertumbuhanku yang singkat ini.


 Tapi….. ternyata harapanku terlalu berlebihan.




Saat aku berlari, mencoba menggapai rok wanita tersebut, berteriak memanggil nama yang selalu aku rindukan.




Ibu ....





Dia yang sedang berjalan menjauhiku lekas berbalik, menampar kedua tanganku, mendorongku hingga aku tersungkur jatuh. Memberikan tatapan sinis menghancurkan jiwa.





Ayah yang berjalan bersama dengannya, anak perempuan wanita itu yang datang bersama dengannya pun memperlakukanku hal yang sama. Memberikan tatapan sinis padaku yang seolah menjadi penggangu bagi kehidupan mereka.





Aku tak pernah diinginkan siapapun. Hatiku sudah hancur setelah mendapat tatapan merendahkan dari mereka. Astaga, sungguh menyesakkan dada, ingin mengakhiri hidup.





Ibuku– wanita itu menggeram, seolah tak ingin melihat diriku yang tersungkur jatuh.


Jangan menyentuhku, Anak Haram!!"









***


No comments:

Post a Comment