Title: Iris Dragon
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Epilog
Epilog
Dinding keramik putih terlihat
di sekitar, memenuhi setiap dinding dan sudut ruangan. Ruangan itu berukuran
kecil, bagai isolasi tak tertembus dari luar.
Dalam isolasi itu ada sel jerusi
besi, tempatku tertidur bersama dia ...., wanita yang selalu mengasuhku sejak bayi.
Umurku masih di bawah lima tahun,
tapi ingatan itu benar-benar terasa jelas. Aku takkan pernah melupakannya,
hari-hari yang kulalui bersamanya. Hidup bersama dia, wanita yang dijuluki
sebagai penjahat biadab. Penjahat yang ditakuti oleh dunia.
Aku membenci wanita itu yang selalu
memarahiku, membentakku, dan memukul punggungku. Memberikan tatapan tajam yang
begitu menyayat hati.
Hanya lelaki itu yang selalu
kutunggu. Aku selalu berdiri tepat di gerbang sel yang terkunci rapat. Menatap
pintu besi, jalan keluar ruangan isolasi ini.
Setiap
hari, setiap bulan, dan tahun terus menatap pintu itu, menunggu kehadirannya
yang kukagumi segalanya, Ayahku.
Setiap kali pintu itu terbuka, aku
langsung menggoyang-goyangkan sel, ingin segera terbuka pintu jeruji besi. Tak
sabar, sungguh tak sabar ingin berbicara dengannya, dipeluk oleh dirinya.
Mendengarkan cerita tentang dunia luar, tentang ibu kandungku dan adik
kembarku.
Rambut ayah berwarna kuning lemon,
sama sepertiku. Matanya juga sama, berwarna biru langit. Hanya iris mataku
terlihat berbeda, berwarna putih, kadang bercahaya. Tapi kata ayah, mataku
tetap indah.
“Berhenti menggoyang-goyangkan pintu
itu, Anak Buangan!!” teriakkan itu selalu saja terdengar dari belakang tubuh.
Wanita itu kembali membentakku, memberikan tatapan amarah.
“Kau terlalu berlebihan, Zaxia. Dia
masih anak yang berumur lima tahun.” Ayah membuka pintu sel, membawa
keresek putih. Mengusap pelan rambutku. Aku selalu memeluk kakinya, bergemetar.
Ketakutan akan Nyonya Zaxia yang sering membentakku.
“Aku tak ingin mendengar perkataan
itu darimu, Ray.” Nyonya Zaxia berucap, melirik sinis lelaki yang kukagumi.
“....” Ayah terdiam, berwajah sedih
dan ketakutan menatapku. Aku memiringkan kepala, masih tak mengerti maksud dari
tatapannya.
Kejadian itu terus terulang, aku
sering berbicara dengannya. Tertawa bersama dirinya. Wanita bernama Zaxia itu
selalu tiduran di atas kasurnya, tak peduli dengan apa yang kulakukan. Aku
tetap tak menyukainya.
Hingga salah satu hari terberat
dalam kehidupanku datang. Aku takan pernah lupa, tak akan pernah terlepas dari
ingatan tentang kejadian itu.
Jika
dipikir-pikir, ruangan isolasi itu menjadi awal dari segalanya. Menghancurkan hati yang takan pernah
kulupakan sepanjang hidupku.
Perasaan yang
sangat kesal olehnya, frustasi oleh perkataanya, terhina karena tatapan
merendahkan darinya, dan harga diriku yang tak pernah berharga baginya membuat
hatiku semakin hancur karena telah ditolak keberadaan oleh dirinya.
Wanita
itu datang, memberikan tatapan tajam melihatku yang sedang bercanda dengan
ayah. Aku tau dia! Ciri-cirinya sama seperti yang disebutkan ayah!!
Dia adalah wanita
yang paling kutunggu kedatangannya, wanita yang paling ingin aku temui sejak
aku terlahir ke dunia ini, dan wanita yang selalu aku sombong-sombongkan di depan orang yang selalu mengasuhku.
Sungguh, aku sangat
ingin memeluknya, mendapatkan kasih langsung darinya, ingin
melepaskan rindu yang amat dalam pada dirinya, dan ingin berbagi cerita tentang
kisah pertumbuhanku yang singkat ini.
Tapi….. ternyata harapanku terlalu berlebihan.
Saat aku berlari,
mencoba menggapai rok wanita tersebut, berteriak memanggil nama yang selalu aku
rindukan.
“Ibu ....”
Dia yang sedang
berjalan menjauhiku lekas berbalik, menampar kedua tanganku, mendorongku hingga
aku tersungkur jatuh. Memberikan
tatapan sinis menghancurkan jiwa.
Ayah
yang berjalan bersama dengannya, anak perempuan wanita itu yang datang bersama
dengannya pun memperlakukanku hal yang sama.
Memberikan tatapan sinis padaku yang seolah menjadi penggangu bagi kehidupan
mereka.
Aku
tak pernah diinginkan siapapun. Hatiku sudah hancur setelah mendapat tatapan merendahkan dari
mereka. Astaga, sungguh menyesakkan dada, ingin
mengakhiri hidup.
Ibuku–
wanita itu menggeram, seolah tak ingin melihat diriku yang tersungkur jatuh.
“Jangan menyentuhku, Anak Haram!!"
***
No comments:
Post a Comment