Friday, 4 November 2016

Chapter 1

Title: Iris Dragon 2
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing

Chapter I
Lisienata




Penjara di bawah tanah Kerajaan Skyline merupakan penjara terkuat, penjara yang ditakuti oleh segala kalangan. Hanya ada aura kesuraman dan ketegangan di sana. Tak pernah ada rasa suka cita sampai kedatangan anak laki-laki bernama Lisienata.

Lima tahun telah berlalu, kini bayi yang dititipkan oleh Ray sudah tumbuh menjadi anak laki-laki yang manis.

Rambutnya penjang sampai pundak, berwarna kuning lemon. Matanya bulat dan besar, berwarna kuning keemasan seperti ular. Dia terlihat cukup lucu sambil membawa sebuah boneka yang terlihat sudah sangat tua, sudah berlubang, dimakan oleh usia.

Dia sering tertawa, berlari-larian di dalam ruangan shelter milik Zaxia. Pakaiannya berwarna coklat, sudah kusam dan berlubang. Dia sering memeluk boneka tanpa kepala itu, satu-satunya mainan miliknya. Pemberian dari wanita yang mengasuh dirinya.

“Berhenti berlarian seperti itu, anak nakal!” Zaxia berteriak, menggema di penjuru ruangan. Lisienata terdiam, menatap ketakutan Zaxia. Tubuhnya bergemetar, hampir mengeluarkan air mata.

Zaxia terlihat berbaring di atas kasur, banyak bekas luka sayatan di sekujur tubuhnya. Sungguh mencolok, menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan dia saat lima tahun yang lalu. Saat-saat dia menerima anak bernama Lisienata itu.

“Nyonya, apa Ayah akan datang lagi ke sini?” Lisienata berjalan cepat mendekati Zaxia, menghapus air mata, memberikan senyuman lebar bertanya pada Zaxia.

“Hah!? Sejak kapan kau memanggil orang itu dengan sebutan Ayah!?” kesal Zaxia memberikan lirikan sinis. Membuat tubuh si kecil gemetar dan ketakutan.

“Tap-tapi Ayah sendili yang mengatakan kalau Nata ini anaknya ….” Lisienata mulai berjalan mundur beberapa langkah. Menutup mata, masih menunjukan tubuh yang gemetar ketakutan.

“Hooo begitu. Yah, selamat-selamat…. Sekarang kamu punya orang tua, “ senyum Zaxia yang meremehkan.

“Lalu –“

“Sudah kukatakan berulang kali kalau aku bukan ibumu ...,” keluh Zaxia memejamkan mata.

“Ka-kalau begitu dimana ibuku, kenapa dia tidak pelnah mengunjungi Nata di aslama ini …?” Lisienata terlihat sedih menatap Zaxia.

Asrama…? Ray, sebenarnya apa saja yang sudah kau katakan padanya …,” datar Zaxia dalam hati. Menatap prihatin anak di sampingnya.

“Entahlah, mungkin dia hanya sibuk.“

“Begitu. Ya, ibu pasti hanya sibuk,” Lisienata tersenyum menguatkan diri. Mengangguk pelan kepalanya, membuat Zaxia tersenyum kecil melihat tingkah menggemaskannya.

Tak lama, pintu shelter terbuka. Lelaki paruh baya memasuki shelter. Dia berpakaian rapih seolah baru saja datang dari tempat berkelas.

Keresek berwarna putih yang besar terlihat ia bawa di tangan kanannya. Berisi keperluan untuk putranya.

Bersamaan Ray masuk membuka pintu, saat itu juga pintu jeruji Zaxia terbuka. Lisienata berlari, berteriak gembira memanggil orang yang selalu ia tunggu-tunggu itu.

“Ayah!!”

Zaxia menguap, mulai menatap malas Ray. Turun dari tempat tidurnya. Berjalan mendekati ayah dan anak yang sedang berpelukan.

“Bagaimana kabarmu, Nata. Apa kau sehat?” Ray bertanya, memberikan tatapan khawatir pada anaknya.

“Sehat, Yah! Nata sehat!! Tapi yang lebih penting, apa ibu datang hali ini!?” Lisienata memberikan senyuman lebar, memberikan tatapan penuh harapan. Lelaki kecil itu sungguh ingin bertemu dengan wanita yang memberikan kehidupan untuknya.

Tak mengherankan. Sejak ia lahir, dia tak pernah bertemu dengan ibu kandungnya, ibu yang melahirkan dirinya.

Mendengar pernyataan putranya, Ray langsung terdiam. Berwajah khawatir mengalihkan pandangan, tak tau harus menjawab apa.

“Ah, so-soal itu ....”

“Soal itu soal itu!?” Lisienata semakin memberikan tatapan penasaran, tak sabar mendengar jawaban dari sang ayah. Berharap jika jawaban positif yang dia dapatkan.

Sampai kapanpun dia takkan pernah datang,” Zaxia berucap dalam hati, melirik kecil Lisienata yang memberikan senyuman bahagia. Prihatin terhadap si anak belia.

“Soal itu, ibum–“ Ray berniat menjawab dengan jujur. Manutup mata serapat mungkin. Tapi.

“Sudahlah, Anak Buangan! Bisa kau berhenti mengganggu dirinya!? Aku memiliki urusan dengan lelaki yang kau panggil Ayah ini!!” Zaxia berteriak keras, terdengar sangat kesal. Membuat Lisienata terkejut, bergemetar kembali tubuhnya, sedikit menjatuhkan butiran air mata.

Ma-maafkan aku, Nyonya.”

“Tu-tunggu, Zaxia. Kau tak perlu memanggilnya sekasar itu –“ Ray terlihat kesal melihat anaknya yang dibentak. Tapi perkataanya lekas tersanggahkan oleh Zaxia yang berucap sambil memberikan lirikan sinis menyayat hati.

“Aku tak ingin mendengar perkataan itu darimu.”

Mendengar hal itu, Ray hanya menundukkan kepala, mengepalkan kepalan tangan. Berwajah frustasi, tak bisa membalas perkataan Zaxia.

"Selain itu apa aku mengatakan hal yang salah? Aku memanggil bocah ini sesuai namanya. Tapi bukan dengan bahasa peri yang kadang kalian gunakan."

"...." Keheningan menyelimuti ruangan. Lisienata masih menatap ketakutan Zaxia, mengeluarkan butiran air mata.

“Jadi mana?” lanjut Zaxia, menutup mata. Mengangkat tangan kanan seolah sedang meminta sesuatu.

“Ini,” Ray memberikan kereseknya. Saat keresek itu berpindah tangan, pintu shelter kembali terbuka. Membuat Zaxia dan Ray terkejut berwajah khawatir. Membuat Lisienata kebingungan menatap keduanya.

“Apa maksudnya ini, Ray!?” wanita paruh baya yang rupawan memasuki shelter, berambut coklat panjang. Menggandeng gadis kecil berambut kuning lemon yang panjang. Keduanya berpakaian elegan seperti Ray.

Dia berjalan cepat, menatap Ray penuh kemarahan. Ray terkejut ketakutan, matanya terus melebar, bertanya memastikan apa yang sedang ia lihat.

“Aly-Alysha?”

Aadaaah ..., skenario terburuk benar-benar terjadi,” batin Zaxia berwajah khawatir, berjalan selangkah mundur menjauhi Ray. Menyembunyikan keresek di belakang punggung.

“Jelaskan!! Apa maksudnya ini!?”

“Tu-tu-tunggu, Alysha? Ke-kenapa kau ada di sini!? Bagaimana bisa?!” Ray berwajah ketakutan, menatap penuh khawatir istrinya.

“Itu bukan hal yang penting!! Yang lebih penting, jelaskan apa yang kau lakukan di sini!? Si-siapa anak lelaki itu!” Alysha memerah, menunjukan kemarahan, hampir menangis. Menunjuk Lisienata yang terus menatap Alsyha.

Lelaki bermata kuning itu terus melebarkan mata. Sisi mulutnya terangkat. Dia tersenyum menatap wanita menawan yang memasuki ruangan.

“Ayah, siapa anak itu?” gadis yang bersama Alysha bertanya. Berwajah khawatir menatap rendah Lisienata yang juga mulai menatapnya, tak melepas sedikitpun senyuman.

“Dia bukan siapa-siapa, Alyshial. Ayah tak mengenalny–” khawatir Ray melirik Alysha yang mulai menangis, memberikan tatapan tajam padanya.

“Eh, tap-tapi kata Ayah aku anak ayah!” Lisienata berucap, memotong perkataan Ray. Menatap penasaran lelaki yang menjadi ayahnya.

“Dia anakmu!?” Alysha memberikan tatapan terkejut ketakutan, lekas menatap Zaxia yang mengalihkan pandangan. Berwajah khawatir.

“Kau dan Zaxia!? Sulit dipercaya!! Kau gila!! Jadi ini alasanmu membebaskan iblis itu lima tahun yang lalu –“

“Tidak, kau salah paham, Alysha!! Ini tidak seperti yang kau pikirkan!!”

“Ak-akuilah dia Ray. Jika yang tau hanya keluargamu saja tak apa, kan?” Zaxia berwajah khawatir, melirik Lisienata yang masih memberikan tatapan harapan pada Ray.

“Tidak bisa!!” Ray memberikan tatapan keseriusan pada Zaxia.

“Jika kau mengkhianatinya sekali lagi, kau akan menyesal, Ray. Katakan pada bocah ini, pada keluargamu, jika dia anakmu.” Zaxia mulai memberikan tatapan tajam, penuh kemarahan. Melirik Lisienata yang mulai menatap Alysha yang menundukkan kepala.

“Jadi begitu yah, jadi kalian memiliki hubungan semacam ini. Sungguh, kau benar-benar berhasil menipuku –“

“Tidak Alysha!! Sudah kubilang –“

“Lalu apa maksud yang dikatakan Zaxia tadi!! Jika dia anakmu! Katakan semuanya, jelaskan padaku!! Aku tak mengerti!!” Alysha berteriak, air mata benar-benar terlihat jelas di wajahnya.

“Soal itu ....” Ray terdiam, tak mungkin menceritakan siapa sebenarnya anak kecil yang masih memberikan tatapan harapan pada Alysha.

“Ay-ayah, siapa anak itu? Matanya menakutkan, seperti ular,” Alyshial bersembunyi dibalik tubuh ibunya. Ketakutan menatap Lisienata.

Alysha semakin merangkul putrinya, memberikan tatapan kemarahan pada Lisienata yang berwajah khawatir. Lelaki bermata kuning seperti ular itu semakin memberikan senyuman harapan, ingin juga dirangkul seperti Alyshial.

“Ib-ibu, itukah kau?”

Keheningan langsung menyebar setelah pertanyaan Lisienata. Seluruh tatapan dan perhatian menjadi miliknya, termasuk Alysha yang berwajah terkejut dipenuhi amarah.

“Ha-Hah!?”

“Apa yang kau katakan!? Ini ibu Alys!” Alyshial berteriak, menangis, memeluk rok ibunya sangat erat. Takut kehilangannya.

Lisienata mulai berjalan cepat, berlari sambil memberikan senyuman kebahagiaan. Melepaskan boneka kesukaannya. Hatinya berdegup kencang. Tak sabar, sungguh tak sabar ingin melepas kerinduan amat hebat, ingin memeluk ibu kandung tercintanya.

Tapi saat Lisienata ingin menyentuh ibunya itu, dia langsung tersungkur jatuh ke belakang. Memberikan tatapan kosong, tak mengerti dengan apa yang terjadi dengan tubuhnya.

“Ja-jangan mendekat!!” Alysha berteriak ketakutan, mengangkat tangan kanan ke arahnya.

Dia membantah tangan kanan mungilnya, mendorong Lisienata ke belakang hingga menimbulkan luka di telapak tangan.

“Ibu, ini ak-aku! Kenap –“ anak lelaki itu bertanya penasaran, khawatir. Hatinya sakit, matanya memerah hampir mengeluarkan butiran air mata. Tapi mulutnya langsung terdiam, membisu ketakutan.

“Jangan menyentuhku, Anak Haram!!”  Alysha kembali berteriak murka, memberikan tatapan yang begitu menyesakkan dada. Teriakannya itu langsung tertuju pada Lisienata yang mencoba bangkit.

Mendengar teriakkan itu, Lisienata langsung duduk kembali. Bergemetar tubuhnya, melebar matanya. Tatapannya kosong, serasa akhir dunia telah datang padanya.

Kedua mata Zaxia melebar, menatap tajam Alysha. Menunjukkan kemarahan luar biasa.

Frost Queen, kau terlalu berlebih –“

“Itu salahnya!! Dia belani menyentuh ibuku dengan tangannya!!” Alyshial berteriak pada Zaxia, masih menangis. Menunjuk Lisienata yang terguncang menatap kosong kedua tangannya.

“Sudah, Sayang. Jangan ladenin mereka. Lihat, mereka hanyalah kumpulan kriminal. Mereka hanya sampah masyarakat yang mencari kenikmatan dengan cara yang tak baik. Kau jangan seperti mereka yah,” Alsyha tersenyum, mengusap rambut putrinya. Menenangkan dirinya. Lalu kemudian memberikan tatapan tajam  pada Zaxia.

“Alsyha ...!” Zaxia hanya menggeram, tekanan nadanya terasa berat. Tatapannya yang sangat tajam benar-benar tertuju pada Alysha.

Alysha berbalik, memberikan lirikan sinis pada Zaxia. Mulai melangkah pergi meninggalkan ruangan, akan tetapi.

Lisienata menghentikan langkah kakinya, sudah memeluk kakinya sangat erat, menatap Alysha penuh frustasi. Menangis berisi harapan sangat hebat

“Na-nata akan jadi anak yang baik! Menuluti segala pelintah Ibu! Na-nata bisa mencuci, me-membelsihkan  –“

“Minggir!!” Alysha berteriak ketakutan, menendang tubuh mungilnya. Membuatnya melayang di udara sesaat, membentur lantai cukup keras. Dia mengeluarkan air mata yang berlimpah. Meringkuk kesakitan memegang perutnya.

Tapi bukan itu yang membuatnya hingga menangis, tersiksa seperti itu.

Hatinya hancur, mentalnya benar-benar hancur setelah ditolak keberadaan oleh wanita yang paling ia kagumi.

“Ray, sekarang masih belum terlambat! Kumohon, aku sangat memohon padamu. Katakan padanya, pada istrimu jika dia–“ Zaxia sungguh ketakutan, matanya tertutup rapat. Tubuhnya tak pernah berhenti bergemetar.

“Tidak bisa.”

“Ka-kau ....” Zaxia melebarkan mata, mulai menatap tajam pada Ray. Berisi kemurkaan yang hebat. Ray tak membalas tatapan Zaxia sedikitpun.

Sesaat Alysha menghentikan langkah tepat di pintu keluar. Berucap melirik sinis Ray.

“Ray, pulanglah! Kau harus menjelaskan semua ini di rumah!”

“Ya ....” Ray mulai melangkah, berjalan melewati Lisienata yang masih meringkuk kesakitan.

“Ay-ayah ...!” ucap Lisienata menutup sebelah mata seolah menahan rasa sakit, mengangkat tangan kanan penuh harapan, berusaha menggapai lelaki dewasa yang menghentikan langkah.

“Jangan pernah panggil aku dengan sebutan itu lagi.” Ray kembali melangkah, kembali meluruskan pandangannya. Untuk kesekian kalinya, hati rapuh Lisienata dihancurkan. Membuat dia tersenyum, menangis menutup mata.

Bersamaan dengan hal itu, Zaxia lekas berjalan cepat, berlari mendekati anak belia yang masih tersungkur di atas lantai.

Memeluknya sangat erat, amat sangat erat. Menutup mata serapat-rapatnya, hampir menangis. Menaruh rasa prihatin amat hebat pada dia yang terluka.

“Dengarkan aku, Ray!!” Zaxia berteriak tetap menutup mata, mulai mengeluarkan air mata.

Tubuh anak lelaki yang dipeluk Zaxia masih bergemetar, terguncang karena ditolak keberadaannya.

Ray sesaat menghentikan langkah di depan pintu keluar, sedikit melirik Zaxia yang berteriak memanggil namanya.

“Aku memang pembantai keji, sampah masyarakat seperti yang dikatakan istrimu. Aku manusia biadab, penjahat sadis yang tidak berbelas kasih pada musuhnya. Tapi jika aku berada di posisimu sekarang, aku takkan ragu mengambil keputusan. Kulawan dunia, ras, bahkan para tetua yang kau takuti itu!! Akan kubinasakan semua mahluk yang berani menyakiti anakku!!”

Tubuh Ray yang bergemetar mulai berbalik, memberikan tatapan penasaran pada Zaxia.

“Jangan salahkan aku jika dia yang kau anggap anakmu tak pernah menganggapmu sebagai orang tuanya. Jika saat itu tiba, jangan pernah menyalahkannya karena menjadi anak durhaka. Tapi lihatlah dirimu sendiri!! Lihat perbuatanmu dan istrimu yang saat ini sudah membuang dirinya!!” Zaxia membuka mata, menatap Ray penuh kemarahan. Ray hanya bisa menundukkan kepala, bergemetar tubuhnya. Menyesali perbuatannya.

 “Pergilah dari sini! Jangan datang lagi ke sini! Dia bukan anakmu lagi, takkan pernah menjadi anakmu lagi!! DIA PUTRAKU!! Aku yang akan merawatnya!! Aku yang akan memberikan dia kebahagiaan!!” Zaxia berteriak, mengeluarkan air mata yang berlimpah. Kemurkaannya benar-benar ia perlihatkan pada Ray yang melangkah pergi meninggalkan ruangan, tak bisa membalas pernyataan Zaxia.

Zaxia terus memeluk anak lelaki yang dia anggap sebagai putranya. Semenjak bayi, dia yang mengurus Lisienata. Tahu betapa berharga dirinya, senyuman dan tangisan menggemaskannya.

Meski mendapatkan luka tak terhitung dari mengurus mahluk terkuat. Dia tetap membesarkan dirinya. Mencintai dirinya yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri. Hatinya juga sakit, amat sangat sakit melihat dirinya diperlakukan seperti itu oleh keluarga kandungnya. 


***

No comments:

Post a Comment