Title: Iris Dragon 2
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter I
Lisienata
“Aku tak ingin mendengar perkataan itu darimu.”
Dia membantah tangan kanan mungilnya, mendorong Lisienata ke belakang hingga menimbulkan luka di telapak tangan.
Chapter I
Lisienata
Penjara di bawah tanah Kerajaan Skyline
merupakan penjara terkuat, penjara yang ditakuti oleh segala kalangan. Hanya
ada aura kesuraman dan ketegangan di sana. Tak pernah ada rasa suka cita sampai kedatangan anak laki-laki bernama Lisienata.
Lima
tahun telah berlalu, kini bayi yang dititipkan oleh Ray sudah tumbuh menjadi
anak laki-laki yang manis.
Rambutnya
penjang sampai pundak, berwarna kuning lemon. Matanya bulat dan besar, berwarna
kuning keemasan seperti ular. Dia terlihat cukup lucu sambil membawa sebuah boneka
yang terlihat sudah sangat tua, sudah berlubang, dimakan oleh usia.
Dia sering
tertawa, berlari-larian di dalam ruangan shelter milik Zaxia. Pakaiannya
berwarna coklat, sudah kusam dan berlubang. Dia sering memeluk boneka tanpa kepala itu,
satu-satunya mainan miliknya. Pemberian dari wanita yang mengasuh dirinya.
“Berhenti
berlarian seperti itu, anak nakal!” Zaxia berteriak, menggema di penjuru
ruangan. Lisienata terdiam, menatap ketakutan Zaxia. Tubuhnya bergemetar,
hampir mengeluarkan air mata.
Zaxia
terlihat berbaring di atas kasur, banyak bekas luka sayatan di sekujur
tubuhnya. Sungguh mencolok, menunjukkan perbedaan jika dibandingkan dengan dia
saat lima tahun yang lalu. Saat-saat dia menerima anak bernama Lisienata itu.
“Nyonya,
apa Ayah akan datang lagi ke sini?” Lisienata berjalan cepat mendekati Zaxia, menghapus
air mata, memberikan senyuman lebar bertanya pada Zaxia.
“Hah!?
Sejak kapan kau memanggil orang itu dengan sebutan Ayah!?” kesal Zaxia memberikan
lirikan sinis. Membuat tubuh si kecil gemetar dan ketakutan.
“Tap-tapi
Ayah sendili yang mengatakan kalau Nata ini anaknya ….” Lisienata mulai
berjalan mundur beberapa langkah. Menutup mata, masih menunjukan tubuh yang
gemetar ketakutan.
“Hooo
begitu. Yah, selamat-selamat…. Sekarang kamu punya orang tua, “ senyum Zaxia
yang meremehkan.
“Lalu
–“
“Sudah
kukatakan berulang kali kalau aku bukan ibumu ...,” keluh Zaxia memejamkan
mata.
“Ka-kalau
begitu dimana ibuku, kenapa dia tidak pelnah mengunjungi Nata di aslama ini …?”
Lisienata terlihat sedih menatap Zaxia.
“Asrama…? Ray, sebenarnya apa saja yang sudah
kau katakan padanya …,” datar Zaxia dalam hati. Menatap prihatin anak di
sampingnya.
“Entahlah,
mungkin dia hanya sibuk.“
“Begitu.
Ya, ibu pasti hanya sibuk,” Lisienata tersenyum menguatkan diri. Mengangguk
pelan kepalanya, membuat Zaxia tersenyum kecil melihat tingkah menggemaskannya.
Tak
lama, pintu shelter terbuka. Lelaki paruh baya memasuki shelter. Dia berpakaian
rapih seolah baru saja datang dari tempat berkelas.
Keresek
berwarna putih yang besar terlihat ia bawa di tangan kanannya. Berisi keperluan
untuk putranya.
Bersamaan
Ray masuk membuka pintu, saat itu juga pintu jeruji Zaxia terbuka. Lisienata
berlari, berteriak gembira memanggil orang yang selalu ia tunggu-tunggu itu.
“Ayah!!”
Zaxia
menguap, mulai menatap malas Ray. Turun dari tempat tidurnya. Berjalan mendekati
ayah dan anak yang sedang berpelukan.
“Bagaimana
kabarmu, Nata. Apa kau sehat?” Ray bertanya, memberikan tatapan khawatir pada
anaknya.
“Sehat,
Yah! Nata sehat!! Tapi yang lebih penting, apa ibu datang hali ini!?” Lisienata
memberikan senyuman lebar, memberikan tatapan penuh harapan. Lelaki kecil itu
sungguh ingin bertemu dengan wanita yang memberikan kehidupan untuknya.
Tak
mengherankan. Sejak ia lahir, dia tak pernah bertemu dengan ibu kandungnya, ibu
yang melahirkan dirinya.
Mendengar
pernyataan putranya, Ray langsung terdiam. Berwajah khawatir mengalihkan
pandangan, tak tau harus menjawab apa.
“Ah,
so-soal itu ....”
“Soal
itu soal itu!?” Lisienata semakin memberikan tatapan penasaran, tak sabar
mendengar jawaban dari sang ayah. Berharap jika jawaban positif yang dia
dapatkan.
“Sampai kapanpun dia takkan pernah datang,” Zaxia
berucap dalam hati, melirik kecil Lisienata yang memberikan senyuman bahagia.
Prihatin terhadap si anak belia.
“Soal
itu, ibum–“ Ray berniat menjawab dengan jujur. Manutup mata serapat mungkin.
Tapi.
“Sudahlah,
Anak Buangan! Bisa kau berhenti mengganggu dirinya!? Aku memiliki urusan dengan lelaki
yang kau panggil Ayah ini!!” Zaxia berteriak keras, terdengar sangat kesal.
Membuat Lisienata terkejut, bergemetar kembali tubuhnya, sedikit menjatuhkan
butiran air mata.
“Ma-maafkan
aku, Nyonya.”
“Tu-tunggu,
Zaxia. Kau tak perlu memanggilnya sekasar itu –“ Ray terlihat kesal melihat anaknya yang
dibentak. Tapi perkataanya lekas tersanggahkan oleh Zaxia yang berucap sambil
memberikan lirikan sinis menyayat hati.
“Aku tak ingin mendengar perkataan itu darimu.”
Mendengar
hal itu, Ray hanya menundukkan kepala, mengepalkan kepalan tangan. Berwajah
frustasi, tak bisa membalas perkataan Zaxia.
"Selain itu apa aku mengatakan hal yang salah? Aku memanggil bocah ini sesuai namanya. Tapi bukan dengan bahasa peri yang kadang kalian gunakan."
"...." Keheningan menyelimuti ruangan. Lisienata masih menatap ketakutan Zaxia, mengeluarkan butiran air mata.
"Selain itu apa aku mengatakan hal yang salah? Aku memanggil bocah ini sesuai namanya. Tapi bukan dengan bahasa peri yang kadang kalian gunakan."
"...." Keheningan menyelimuti ruangan. Lisienata masih menatap ketakutan Zaxia, mengeluarkan butiran air mata.
“Jadi
mana?” lanjut Zaxia, menutup mata. Mengangkat tangan kanan seolah sedang
meminta sesuatu.
“Ini,”
Ray memberikan kereseknya. Saat keresek itu berpindah tangan, pintu shelter
kembali terbuka. Membuat Zaxia dan Ray terkejut berwajah khawatir. Membuat
Lisienata kebingungan menatap keduanya.
“Apa
maksudnya ini, Ray!?” wanita paruh baya yang rupawan memasuki shelter, berambut
coklat panjang. Menggandeng gadis kecil berambut kuning lemon yang panjang.
Keduanya berpakaian elegan seperti Ray.
Dia
berjalan cepat, menatap Ray penuh kemarahan. Ray terkejut ketakutan, matanya
terus melebar, bertanya memastikan apa yang sedang ia lihat.
“Aly-Alysha?”
“Aadaaah ..., skenario terburuk benar-benar
terjadi,” batin Zaxia berwajah khawatir, berjalan selangkah mundur menjauhi
Ray. Menyembunyikan keresek di belakang punggung.
“Jelaskan!!
Apa maksudnya ini!?”
“Tu-tu-tunggu,
Alysha? Ke-kenapa kau ada di sini!? Bagaimana bisa?!” Ray berwajah ketakutan,
menatap penuh khawatir istrinya.
“Itu
bukan hal yang penting!! Yang lebih penting, jelaskan apa yang kau lakukan di
sini!? Si-siapa anak lelaki itu!” Alysha memerah, menunjukan kemarahan, hampir
menangis. Menunjuk Lisienata yang terus menatap Alsyha.
Lelaki bermata kuning itu terus melebarkan mata. Sisi mulutnya terangkat. Dia tersenyum menatap wanita menawan yang memasuki ruangan.
Lelaki bermata kuning itu terus melebarkan mata. Sisi mulutnya terangkat. Dia tersenyum menatap wanita menawan yang memasuki ruangan.
“Ayah,
siapa anak itu?” gadis yang bersama Alysha bertanya. Berwajah khawatir menatap
rendah Lisienata yang juga mulai menatapnya, tak melepas sedikitpun senyuman.
“Dia
bukan siapa-siapa, Alyshial. Ayah tak mengenalny–” khawatir Ray melirik Alysha
yang mulai menangis, memberikan tatapan tajam padanya.
“Eh,
tap-tapi kata Ayah aku anak ayah!” Lisienata berucap, memotong perkataan Ray.
Menatap penasaran lelaki yang menjadi ayahnya.
“Dia
anakmu!?” Alysha memberikan tatapan terkejut ketakutan, lekas menatap Zaxia
yang mengalihkan pandangan. Berwajah khawatir.
“Kau
dan Zaxia!? Sulit dipercaya!! Kau gila!! Jadi ini alasanmu membebaskan iblis
itu lima tahun yang lalu –“
“Tidak,
kau salah paham, Alysha!! Ini tidak seperti yang kau pikirkan!!”
“Ak-akuilah
dia Ray. Jika yang tau hanya keluargamu saja tak apa, kan?” Zaxia berwajah khawatir,
melirik Lisienata yang masih memberikan tatapan harapan pada Ray.
“Tidak
bisa!!” Ray memberikan tatapan keseriusan pada Zaxia.
“Jika
kau mengkhianatinya sekali lagi, kau akan menyesal, Ray. Katakan pada bocah
ini, pada keluargamu, jika dia anakmu.” Zaxia mulai memberikan tatapan tajam,
penuh kemarahan. Melirik Lisienata yang mulai menatap Alysha yang menundukkan
kepala.
“Jadi
begitu yah, jadi kalian memiliki hubungan semacam ini. Sungguh, kau benar-benar
berhasil menipuku –“
“Tidak
Alysha!! Sudah kubilang –“
“Lalu
apa maksud yang dikatakan Zaxia tadi!! Jika dia anakmu! Katakan semuanya,
jelaskan padaku!! Aku tak mengerti!!” Alysha berteriak, air mata benar-benar
terlihat jelas di wajahnya.
“Soal
itu ....” Ray terdiam, tak mungkin menceritakan siapa sebenarnya anak kecil yang masih memberikan tatapan harapan pada Alysha.
“Ay-ayah,
siapa anak itu? Matanya menakutkan, seperti ular,” Alyshial bersembunyi dibalik
tubuh ibunya. Ketakutan menatap Lisienata.
Alysha
semakin merangkul putrinya, memberikan tatapan kemarahan pada Lisienata yang
berwajah khawatir. Lelaki bermata kuning seperti ular itu semakin memberikan senyuman harapan,
ingin juga dirangkul seperti Alyshial.
“Ib-ibu,
itukah kau?”
Keheningan
langsung menyebar setelah pertanyaan Lisienata. Seluruh tatapan dan perhatian
menjadi miliknya, termasuk Alysha yang berwajah terkejut dipenuhi amarah.
“Ha-Hah!?”
“Apa
yang kau katakan!? Ini ibu Alys!” Alyshial berteriak, menangis, memeluk rok
ibunya sangat erat. Takut kehilangannya.
Lisienata
mulai berjalan cepat, berlari sambil memberikan senyuman kebahagiaan.
Melepaskan boneka kesukaannya. Hatinya berdegup kencang. Tak sabar, sungguh tak
sabar ingin melepas kerinduan amat hebat, ingin memeluk ibu kandung
tercintanya.
Tapi
saat Lisienata ingin menyentuh ibunya itu, dia langsung tersungkur jatuh ke
belakang. Memberikan tatapan kosong, tak mengerti dengan apa yang terjadi
dengan tubuhnya.
“Ja-jangan
mendekat!!” Alysha berteriak ketakutan, mengangkat tangan kanan ke arahnya.
Dia membantah tangan kanan mungilnya, mendorong Lisienata ke belakang hingga menimbulkan luka di telapak tangan.
“Ibu,
ini ak-aku! Kenap –“ anak lelaki itu bertanya penasaran, khawatir. Hatinya
sakit, matanya memerah hampir mengeluarkan butiran air mata. Tapi mulutnya langsung terdiam, membisu ketakutan.
“Jangan
menyentuhku, Anak Haram!!” Alysha
kembali berteriak murka, memberikan tatapan yang begitu menyesakkan dada.
Teriakannya itu langsung tertuju pada Lisienata yang mencoba bangkit.
Mendengar
teriakkan itu, Lisienata langsung duduk kembali. Bergemetar tubuhnya, melebar
matanya. Tatapannya kosong, serasa akhir dunia telah datang padanya.
Kedua
mata Zaxia melebar, menatap tajam Alysha. Menunjukkan kemarahan luar biasa.
“Frost Queen, kau terlalu berlebih –“
“Itu
salahnya!! Dia belani menyentuh ibuku dengan tangannya!!” Alyshial berteriak
pada Zaxia, masih menangis. Menunjuk Lisienata yang terguncang menatap kosong kedua tangannya.
“Sudah,
Sayang. Jangan ladenin mereka. Lihat, mereka hanyalah kumpulan kriminal. Mereka
hanya sampah masyarakat yang mencari kenikmatan dengan cara yang tak baik. Kau
jangan seperti mereka yah,” Alsyha tersenyum, mengusap rambut putrinya. Menenangkan dirinya. Lalu kemudian
memberikan tatapan tajam pada Zaxia.
“Alsyha
...!” Zaxia hanya menggeram, tekanan nadanya terasa berat. Tatapannya yang
sangat tajam benar-benar tertuju pada Alysha.
Alysha
berbalik, memberikan lirikan sinis pada Zaxia. Mulai melangkah pergi
meninggalkan ruangan, akan tetapi.
Lisienata
menghentikan langkah kakinya, sudah memeluk kakinya sangat erat, menatap Alysha
penuh frustasi. Menangis berisi harapan sangat hebat
“Na-nata
akan jadi anak yang baik! Menuluti segala pelintah Ibu! Na-nata bisa mencuci,
me-membelsihkan –“
“Minggir!!”
Alysha berteriak ketakutan, menendang tubuh mungilnya. Membuatnya melayang di
udara sesaat, membentur lantai cukup keras. Dia mengeluarkan air mata yang
berlimpah. Meringkuk kesakitan memegang perutnya.
Tapi
bukan itu yang membuatnya hingga menangis, tersiksa seperti itu.
Hatinya
hancur, mentalnya benar-benar hancur setelah ditolak keberadaan oleh wanita
yang paling ia kagumi.
“Ray,
sekarang masih belum terlambat! Kumohon, aku sangat memohon padamu. Katakan padanya,
pada istrimu jika dia–“ Zaxia sungguh ketakutan, matanya tertutup rapat.
Tubuhnya tak pernah berhenti bergemetar.
“Tidak
bisa.”
“Ka-kau
....” Zaxia melebarkan mata, mulai menatap tajam pada Ray. Berisi kemurkaan
yang hebat. Ray tak membalas tatapan Zaxia sedikitpun.
Sesaat
Alysha menghentikan langkah tepat di pintu keluar. Berucap melirik sinis Ray.
“Ray,
pulanglah! Kau harus menjelaskan semua ini di rumah!”
“Ya
....” Ray mulai melangkah, berjalan melewati Lisienata yang masih meringkuk
kesakitan.
“Ay-ayah
...!” ucap Lisienata menutup sebelah mata seolah menahan rasa sakit, mengangkat
tangan kanan penuh harapan, berusaha menggapai lelaki dewasa yang menghentikan
langkah.
“Jangan
pernah panggil aku dengan sebutan itu lagi.” Ray kembali melangkah, kembali
meluruskan pandangannya. Untuk kesekian kalinya, hati rapuh Lisienata
dihancurkan. Membuat dia tersenyum, menangis menutup mata.
Bersamaan
dengan hal itu, Zaxia lekas berjalan cepat, berlari mendekati anak belia yang
masih tersungkur di atas lantai.
Memeluknya
sangat erat, amat sangat erat. Menutup mata serapat-rapatnya, hampir menangis.
Menaruh rasa prihatin amat hebat pada dia yang terluka.
“Dengarkan
aku, Ray!!” Zaxia berteriak tetap menutup mata, mulai mengeluarkan air mata.
Tubuh
anak lelaki yang dipeluk Zaxia masih bergemetar, terguncang karena ditolak keberadaannya.
Ray
sesaat menghentikan langkah di depan pintu keluar, sedikit melirik Zaxia yang
berteriak memanggil namanya.
“Aku
memang pembantai keji, sampah masyarakat seperti yang dikatakan istrimu. Aku
manusia biadab, penjahat sadis yang tidak berbelas kasih pada musuhnya. Tapi
jika aku berada di posisimu sekarang, aku takkan ragu mengambil keputusan.
Kulawan dunia, ras, bahkan para tetua yang kau takuti itu!! Akan kubinasakan
semua mahluk yang berani menyakiti anakku!!”
Tubuh
Ray yang bergemetar mulai berbalik, memberikan tatapan penasaran pada Zaxia.
“Jangan
salahkan aku jika dia yang kau anggap anakmu tak pernah menganggapmu sebagai
orang tuanya. Jika saat itu tiba, jangan pernah menyalahkannya karena menjadi
anak durhaka. Tapi lihatlah dirimu sendiri!! Lihat perbuatanmu dan istrimu yang
saat ini sudah membuang dirinya!!” Zaxia membuka mata, menatap Ray penuh
kemarahan. Ray hanya bisa menundukkan kepala, bergemetar tubuhnya. Menyesali perbuatannya.
“Pergilah dari sini! Jangan datang lagi ke
sini! Dia bukan anakmu lagi, takkan pernah menjadi anakmu lagi!! DIA PUTRAKU!!
Aku yang akan merawatnya!! Aku yang akan memberikan dia kebahagiaan!!” Zaxia
berteriak, mengeluarkan air mata yang berlimpah. Kemurkaannya benar-benar ia
perlihatkan pada Ray yang melangkah pergi meninggalkan ruangan, tak bisa
membalas pernyataan Zaxia.
Zaxia
terus memeluk anak lelaki yang dia anggap sebagai putranya. Semenjak bayi, dia
yang mengurus Lisienata. Tahu betapa berharga dirinya, senyuman dan tangisan
menggemaskannya.
Meski
mendapatkan luka tak terhitung dari mengurus mahluk terkuat. Dia tetap
membesarkan dirinya. Mencintai dirinya yang sudah ia anggap seperti anak
kandungnya sendiri. Hatinya
juga sakit, amat sangat sakit melihat dirinya diperlakukan seperti itu oleh keluarga kandungnya.
***
No comments:
Post a Comment