Title: Iris Dragon 2
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter III
Ramalan
Chapter III
Ramalan
Dua tahun yang lalu.
Masih di ruangan yang sama, shelter tempat mengurung Zaxia.
Ray terlihat duduk berhadapan dengan
Zaxia, berniat memulai pembicaraan serius. Lisienata yang masih berumur 3 tahun
terlihat tertidur pulas di atas kasur tahanan. Sangat lucu dan menggemaskan,
terus memeluk boneka tanpa kepala.
Suasana terasa hening dan dingin, tak
mengherankan karena hari sudah larut malam.
“Ada sebuah ramalan,” Ray mulai
berucap memecah keheningan. Tetap memberikan tatapan khawatir pada lawan
bicarannya yang duduk di atas kursi.
Zaxia
terdiam, tak menjawab pertanyaan, mulai membenarkan posisi duduk. Masih mendengar
ucapan lelaki di hadapannya.
“Ramalan itu bukanlah berasal dari
manusia atau ras kami. Itu dari sosok Demigod langsung. Dengan kata lain,
mahluk yang langsung berhubungan dengan para dewa.”
“Lalu apa ramalannya?” Zaxia
bertanya, kembali memberikan perhatiannya pada Ray. Menatap Ray cukup dalam.
“....” Ada rentang waktu di antara
mereka yang tak mengucapkan suaranya kembali. Ray memberikan tatapan khawatir
pada Zaxia, sedangkan Zaxia hanya memiringkan kepala, kebingungan akan arti
tatapannya.
“Za-Zaxia, kau yakin ingin mendengar
ini semua? Tak ada jalan kembali setelah mendengar hal ini, mau tak mau kau
akan terlibat. Terus menerus terikat sampai kau mati.”
“Kau yang melibatkanku, aku sudah
terlanjur ikut campur. Maka dari itu, jangan berbelit-belit. Katakan saja semua
yang kau tau tentangnya,” Zaxia melirik Lisienata yang masih tertidur. Sedikit
tersenyum melihat wajah mungilnya.
“Baiklah kalau begitu, akan
kuceritakan apapun yang kuketahui.” Mendengar ucapan Ray, Zaxia lekas
mengembalikan pandangan. Menatap Ray cukup dalam.
“Zaman dahulu, sebelum ras kalian
menjadi mayoritas. Ada sebuah tragedi yang hampir menghancurkan dunia ini. Dewa
Kebatilan, salah satu naga akhirat turun dari akhirat.”
“Untuk apa dia melakukan hal itu?”
Zaxia bertanya, mengkerutkan dahi ke atas.
“Dia
ingin menyelamatkan seluruh mahluk dari ancaman Raja Iblis Kedua. Maka dari
itulah dia turun ke dunia fana ini.”
“Da-dari Lucifer?” tanya khawatir
Zaxia, nadanya terdengar cukup terkejut. Tubuhnya mulai bereaksi gemetar.
Menunjukan rasa ketakutan.
“Ya, Fallen Angel Lucifer. Naga
Akhirat itu berniat menghancurkan dunia, memusnahkan segala mahluk beserta
isinya.”
“Apa nama Dewa kebatilan itu? Naga
Akhirat itu?” Zaxia melebarkan mata, tubuhnya mulai merinding ketakutan
mendengar penjelasan Ray.
“Dewa
Havoc, Sang Naga Kebatilan.”
“De-Dewa Havoc ....”
“Tapi sang kembaran dari dewa itu
yakni Dewa Wilfere tak membenarkan tindakannya. Ikut turun ke dunia untuk
menghentikannya. Pertempuran antar God Slayer pun terjadi, pertempuran antar dewa
pun terjadi di dunia fana ini.”
“....” Zaxia masih memberikan
perhatiannya pada Ray, sedetik pun ia tak mengalihkan pandangan darinya.
Tubuhnya tetap bergemetar, ketegangan benar-benar terasa di sekitar mereka.
“Tiga pahlawan besar dari berbagai
dimensi datang ke masa mereka. Berniat menghentikan dua penguasa itu.” Ray
berucap, menyatukan kedua tangannya yang gemetar.
“Tiga pahlawan?! “ Zaxia kembali
bertanya. Suasana tegang benar-benar menyelimuti mereka. Aura keseriusan Ray
benar-benar membuat wajah Zaxia khawatir.
“Ya,
tiga pahlawan besar. Saint Halsey, Sleazer Ren, dan Dea Charlotte memasuki pertempuran. Berusaha menghentikan
pertarungan paling fatal bagi dunia fana ini.”
“Si-siapa
mereka ...?” Zaxia kembali bertanya, menelan ludahnya. Semakin menunjukan rasa
kekhawatiran amat dalam.
“Tak
ada yang tahu siapa mereka sebenarnya, darimana asal mereka. Tapi menurut
sejarah yang diceritakan padaku, pada ras kami ....
Saint Halsey memiliki kemampuan yang unik. Dia memiliki kekuatan
seperti ilmu sihir tapi itu bukanlah ilmu sihir.
Dea
Charlotte bukanlah Dewa, bukan juga penyihir. Tapi, kekuatan sihirnya setara
dengan Dewa itu sendiri.
Sleazer Ren bertubuh seperti manusia, tapi kekuatannya amat sangat
mengerikan. Tebasan pertama bisa membelah gunung, tebasan kedua bisa membelah
lautan samudera. Dia bukanlah Raja Iblis, tapi kekuatan fisiknya setara dengan
Raja Iblis pertama.”
“...!!”
tubuh Zaxia semakin merinding ketakutan. Seluruh bulu kuduknya berdiri, seolah
sedang membayangkan tiga kekuatan mengerikan yang diceritakan Ray.
“Memang
benar jika ketiganya bisa menghentikan pertempuran mengerikan itu. Tapi itu
bukan akhir dari segalanya, Dewa Havoc akan kembali datang ke dunia ini lewat
tubuh keturunanannya. Masih ingin menyelesaikan tugas yang ia anggap benar.
Begitupula dengan Dewa Wilfere yang melakukan hal yang sama demi menghentikan
kembarannya.”
“Tu-tunggu!!
Mereka memiliki keturunan!?“
“Hellblau Dracline, kekasih leluhur kami,
Putri Mira. Dia Dragon Slayer dari pihak Dewa Wilfere. Pengemban kekuatan Dewa
Wilfere, meski tidak sempurna bahkan tak sampai setengahnya. Putri
tunggal El Crystal dengan kata lain sepupuku dan Rin, Salbina Sasa Anybreaker
Skyline adalah reinkarnasi dari lelaki itu.”
“Sa-Salbina?”
Zaxia semakin terkejut mengetahui fakta yang diucapkan lelaki berambut kuning.
“Lalu
Raja Iblis ketiga, Gehena. Dia Dragon Slayer dari pihak Dewa Havoc. Seperti
orang tuanya, bukankah dia juga berniat menghancurkan dunia? Tapi sayangnya
dihentikan oleh Pangeran Erlic dan yang lainnya,” lanjut Ray memberikan
senyuman kecil.
“Ta-tadi
kau mengatakan Salbina adalah reinkarnasi Hellblau, kan? Lalu bagaimana dengan
reinkarnasi Gehena? Apa dia juga –“
“Sejujurnya
kami sudah menyelidiki hal itu. Tapi hasilnya masih belum jelas. Beberapa orang
kami asumsikan sebagai reinkarnasi Raja Iblis ketiga.”
“Si-siapa
orang-orang itu?”
“Cukup
banyak, mereka orang-orang yang berhubungan langsung dengan keluarga Deviluck ....”
“Tapi
ada satu kandidat besar yang menurut kami tepat. Seharusnya kau juga
mengetahuinya ...,” lanjut khawatir Ray.
“Lapis D. Angelina.” Zaxia menutup
matanya, berucap seolah melanjutkan perkataan.
“Ya,
gadis itu. Putri Demigod Halsy.”
“Lalu?”
“Sejauh
ini hanya itu yang kuketahui.”
“....”
Zaxia masih memasang wajah muram dan ketakutan. Tubuhnya tetap gemetar. Mulai
melirik Lisienata yang tertidur lelap.
“Dialah
Dewa itu Zaxia. Maka dari itulah para tetua ingin menghentikan pertempuran yang
lebih buruk dari kehancuran apapun. Jika pertempuran itu benar-benar terjadi,
akhir dunia benar-benar akan datang.”
“Tap-tapi
dia hanyalah anak-anak. Mustahil–“ Zaxia menghentikan ucapan, lekas memperbaiki
kalimat. Lekas bertanya menatap Ray.
“La-lalu
bagaimana keturunan Dewa Havoc, keturunan Gehena!?”
“Tak
seperti Dewa Wilfere. Sungguh sulit mencari tahu siapa keturunan Dewa Havoc.
Selain itu, keturunan dewa itu akan 5 tahun lebih lambat dari kemunculan
keturunan Dewa Wilfere.”
“Ma-maka
dari itu kita harus membunuhnya sebelum keturunan Havoc muncul,” Zaxia
menggigit bibir bawah, keringat dingin menetes melewati pipinya.
“La-lalu
bagaimana jika Havoc telah muncul? Apa kita juga harus membunuhnya!?” lanjut
khawatir Zaxia bertanya menatap Ray.
“Jika
dia sudah muncul, tak ada pilihan lain kita harus melindunginya. Meminta
bantuan padanya.” Ray memberikan senyuman khawatir.
“Ini
benar-benar menyedihkan. Dia benar-benar diperlakukan seperti alat oleh dunia.
Aku tak menyukai ini.”
“Tapi
mau bagaimana lagi Zaxia. Ini semua demi –“
“Demi
kebaikan kalian!? Dunia ini!? Sadarlah Ray, anak laki-laki yang sedang tertidur
pulas itu adalah anakmu, darah dagingmu! Teganya kau berkata seperti itu!”
kesal Zaxia, melirik khawatir Lisienata.
“....”
Ray terdiam menundukkan kepala. Kedua tangannya bereaksi, bergemetar.
“Nyo-Nyonya
...,” Lisienata terbangun karena teriakkan Zaxia, mengusap matanya. Terlihat
menggemaskan. Melihat hal itu, Zaxia lekas beranjak dari kursi, berjalan cepat
mendekati balita yang berada di kasur. Menggendongnya, mengelus belakang kepalanya,
hingga dia tertidur kembali.
Mereka
benar-benar terlihat seperti ibu dan anak.
“Dengarkan
aku, Ray. Aku tetap akan melindungi anak ini meski semua yang kau katakan itu
adalah kebenaran. Meski dia adalah Dewa yang kau sebutkan itu.”
“Zaxia
....” Ray berwajah khawatir, menurunkan pandangan. Sungguh terlihat ingin
menangis karena kelemahan hatinya.
***
Kembali
ke waktu yang sebenarnya, masih di tempat yang sama. Ruangan Shelter Zaxia
benar-benar hancur tak karuan. Keduanya dipukul mundur hingga ke permukaan.
Mereka
sudah sampai di lapangan alun-alun Kerajaan Skyline. Hari sudah sangat larut
malam sehingga tak ada satupun orang yang keluar rumah. Selain itu, Raja
Skyline juga memerintahkan warganya untuk tak keluar selama malam itu.
Salbina
terlihat melepas kapak besarnya, memasang wajah amarah yang tak tertahankan.
Benar-benar terkejut melihat tindakan sang lawan.
Elena
terlihat sangat murka, sungguh sangat ingin menghancurkan lawannya yang
bersikap seperti itu. Tapi tubuhnya ditahan oleh Angelina.
Wajah
Shina terlihat ketakutan, sedikit melepas konsentrasinya. Menangis prihatin
melihat sang lawan.
“Sungguh, ini bukan gaya kami. Aku tak
menyukai kau yang seperti ini, Manusia.” Malaikat dalam tubuh Shina berucap, menatap
lawan bicarannya.
Halsy
menangis prihatin melihat kondisi lawannya yang menggenaskan.
Kedua
tangan lawannya berwana hitam, terlihat gosong. Tubuhnya benar-benar berantakan
dipenuhi luka mengerikan. Mustahil, sungguh mustahil bagi dirinya untuk menang
melawan mereka.
Tapi.
Tak
sedikitpun wanita itu menyerah, membiarkan Halsy dan yang lainnya mengakhiri
hidup putranya. Tatapan matanya yang kosong tertuju ke bawah, menatap tanah.
Dia
bersujud, menundukkan kepala, membuang harga dirinya dihadapan para penguasa
dunia.
“Mustahil
kau masih bisa sadarkan diri!?” Salbina menggeram.
“Ku-kumohon
..., bi-biarkan dia hidup. Kau bisa melakukan apapun padaku, tapi jangan anak ini. Di-dia
hartaku satu-satunya ...,” Zaxia menangis dengan tatapan kosongnya. Benar-benar menyentuh sang sahabat yang lekas
berjalan cepat ke arahnya.
“Za-Zaxia
....”
Tapi
langkah Halsy dihentikan oleh Salbina. Wajahnya terlihat khawatir menghentikan
seseorang yang ia kagumi.
“Tu-tunggu,
Halsy! Kau yakin tentang ini!? Kita tak punya pilihan lain. Kau bisa
menyelamatkan ratusan, ribuan, jutaan, bahkan miliaran nyawa. Tapi tidak untuk
anak ini. Kau juga tahu akan hal itu kan–“ khawatir Salbina, tapi perkataanya
lekas tersanggah oleh Halsy yang menangis dan berteriak padanya.
“Aku
tau hal itu!! Tapi –“
“Kita
segel dia, Halsy! Itu yang terbaik!!” teriak lelaki berwibawa, berambut putih
dengan ujung biru muda. Dia baru saja sampai dengan seluruh tubuh yang
dikelilingi percikan listrik biru. Wajahnya terlihat khawatir menatap Lisienata
yang menangis duduk mencium lutut di belakang Zaxia.
“Apa
maksudnya itu, Angela!?” Salbina
lekas berbalik, memberikan tatapan tajam padanya.
“Mahluk itu sudah bangkit. Kita terlambat
...,”Angela menyipitkan mata, memasang wajah khawatir ketakutan.
“...!!”
Mendengar hal itu, Halsy dan yang lainnya lekas memasang wajah terkejut
ketakutan. Tubuh mereka bergemetar bukan main.
“SUDAH KUBILANG DARITADI, KITA HARUS CEPAT
MEMBUNUHNYA!! LIHATLAH SEKARA –“ Elena berteriak murka, menunjuk Zaxia
tapi.
“Diamlah,
Elena.” Angelina memotong perkataan, memberikan tatapan keseriusan menahan
iblis dalam tubuhnya.
“Angelina ....” Elena menggeram.
“Untuk
saat ini mari bekerja sama, Kak Halsy. Aku dan Elena akan menyegel kekuatan shirnya.” Angelina berucap,
memberikan senyuman kecil pada Halsy.
“Ya
...,” sedih Halsy menganggukkan kepala.
“Biar
aku dan Angela yang mengurus kekuatan Kinesisnya,”
senyum khawatir Salbina, melirik Angela yang berjalan mendekati mereka.
“Kami berdua, aura dewanya.” Shina
berjalan selangkah, mengangkat kedua tangan. Tubuhnya kembali dikendalikan oleh
dua malaikat tingkat atas.
“Ini
tak apa kan, Zaxia?” Halsy bertanya, menatap prihatin Zaxia yang tetap bersujud.
Tak
ada jawaban dari Zaxia, gadis itu sudah tak sadarkan diri karena luka yang
diterimannya. Benar-benar suatu keajaiban jika dirinya bisa bertahan dari
serangan dari Shina, Engelina, dan Salbina
.
.
Ritual
penyegelan Lisienata pun dimulai. Tiga kekuatan besar langsung mengarah pada
tubuh– punggungnya. Mengekang kekuatan maha dahsyat miliknya. Membuat wajah
Lisienata kesakitan bukan main. Matanya berubah putih, tak kuasa menahan kesakitan.
Rambut
kuningnya menggelap, berwarna hitam tak berharga. Kulitnya semakin memutih,
pucat hampir meninggalkan dunia.
Dia
berteriak amat keras, meminta petolongan hingga suaranya menghilang. Tapi semua
terdiam, tetap berkonsentrasi membendung kekuatannya sementara.
Zaxia
yang sebelumnya tertidur di atas pangkuan kaki Halsy langsung terbangun,
berwajah amat ketakutan melihat ekspresi putranya. Berteriak memohon pada
mereka untuk menghentikan perbuatan.
“Te-tenanglah,
Zaxia! Kami hanya menahan kekuatannya, kami tak berniat membunuhnya lagi!”
Halsy berteriak, menghentikan tubuhnya yang babak belur. Dia benar-benar menangis
melihat sang sahabat yang menangis ketakutan.
“Selain
itu tidurlah, kamu terlalu ceroboh. Lukamu benar-benar parah. Organ dalammu
banyak yang rusak karena pertarungan sebelumnya,” khawatir Halsy, kembali membaringkan
sahabat di atas kakinya.
Zaxia
tak bisa mendengar dengan jelas suaranya, terlalu lelah. Dia sudah mencapai
batas tubuhnya hingga tak bisa bergerak kembali. Hanya bisa berpikir jika ini
adalah akhir hidupnya.
Tapi
bayangan itu muncul, senyuman anak yang ia anggap sebagai putranya. Membuat dia
menangis lebih dalam. Hatinya terasa sakit, amat sangat sakit. Luka mengerikan yang
dia dapat secara fisik tak sebanding dengan luka dalam hati atau batinnya. Dia hanya bisa bergumam menyebut namanya di
hadapan wajah sang sahabat.
Halsy
ikut menangis melihat hal itu, lekas memeluk kepalanya sangat erat. Berucap,
mengeluarkan perkataan yang tulus dari dalam hatinya.
“Maaf
maaf maaf, maafkan aku ....”
***
Penasaran dech lanjutanny
ReplyDeleteKak lulu...my dearest ny dah tamat blum...
ReplyDeleteDi kimi novel,,kayakny blum kelar2,,, lama banget nungguny
ReplyDeleteMy Dearest udah tamat kok, aku udah ngirim ke sana. Tunggu aja, mungkin staffnya lagi pada sibuk :)
DeleteOh,,ok, deh kak lulu,,,,thanks infony,,,,dan boleh nany,,nggx tentang INFINITY SWORD...itu udh tamt blum kak,,,,
DeleteInfinity Sword masih belum tamat, mau di rebuild dulu. Pasti akan ada, tapi belum jelas kapan. Ditunggu saja :D
DeleteOk..deh,,lullaby sama,,sya akn stia menunggu
Delete