Title: Iris Dragon 2
Genre: Action, Fantasy, Romance, Drama, Superpower, Comedy.
Author: R Lullaby
Status: Ongoing
Chapter IX
Perjanjian Halsy & Lisienata
Chapter IX
Perjanjian Halsy & Lisienata
Empat tahun berlalu
setelah kepergian Zaxia. Benua sebrang yang dihuni oleh para iblis, area
terdalam dekat istana Raja Iblis kelima.
Lisienata terlihat lebih dewasa,
rambutnya tetap hitam, cukup panjang. Umurnya sudah 12 tahun. Dia sudah menginjak
remaja.
Dia berlari cepat, sangat lincah
menghindari serangan ratusan pedang yang jatuh ke arahnya.
Serangan itu milik Salbina yang
sedang duduk, memakan roti coklat. Wanita paruh baya itu memiringkan kepala,
bertanya pada remaja lelaki yang menghindari serangannya.
“Hei Aeldra, apa kau sudah makan?”
“Aku sudah mencari makananku
sendiri. Jangan bertindak seperti seorang ibu di hadapanku. Sungguh
menjijikan.” Lisienata bergumam kesal, melirik sinis Salbina sambil terus
menghindari serangannya.
Salbina yang mendapatkan respon
seperti itu lekas menghentikan serangan, memberikan senyuman kekesalan, mulai
berdiri menatap rendah Lisienata. Lisienata juga menghentikan pergerakan, membalas
lirikan Salbina yang kembali berbicara.
“Ae-Aeldra ..., berani sekali kau
berbicara seperti itu pada ibumu sendiri ....” Wanita berambut bunga lavender
mulai berjalan mendekati Lisienata, memberikan tatapan penuh kekesalan.
“Hoo mana ibuku? Kau? Wanita sombong
dan keras kepala sepertimu?” senyum kesal Lisienata, membalas tatapan tajam Salbina.
“Kau ...,”senyum kesal Salbina
semakin mengkerutkan dahi ke bawah.
“Selain itu namaku bukan Aeldra.
Hanya aku menjadi alat untuk melindungi benua itu bukan berarti kau juga bisa memberiku
nam–“
“Kau juga butuh nama samaran kan?
Lebih baik memiliki banyak nama untuk orang berbahaya sepertimu,” sanggah Salbina,
mengeluh dan memotong perkataan Lisienata.
Lisienata hanya terdiam, mengalihkan
pandangan dari Salbina. Wajahnya terlihat kesal sambil mengamati sekitar.
Beberapa bangunan yang sudah hancur terlihat. Dimakan oleh usia, dihinggapi
tumbuhan seperti lumut.
Sesekali ada beberapa monster kecil
yang bersembunyi di balik bangunan itu, mengamati Lisienata dan Salbina. Mereka
tak berani keluar, sadar akan kekuatan keduanya yang luar biasa.
Salbina berbalik, berjalan menuju
tempat duduknya yang terbuat dari kayu jati. Lisienata melihat punggungnya,
mengkerutkan dahi. Kembali mengajukan pertanyaan berulang. Pertanyaan yang tak
pernah dijawab oleh Salbina.
“Kenapa kau tak menolongnya?”
“....” Reaksi tubuh Salbina
merespon, kedua pundaknya sedikit terangkat sesaat ketika lelaki berambut hitam
itu mengajukan pertanyaan.
Dia tetap tak menjawab, terus
berjalan. Duduk di atas kursi. Menutup mata, berucap mengalihkan pembicaraan.
“Kau sudah mendengarnya? Program Bride–Elect yang dilakukan Halsy untuk
kalian berdua,” senyum kecil Salbina.
“Berhenti mengalihkan pembicaraan,
aku sudah bosan dengan tingkah kau yang seperti itu. Kupikir, aku sudah dewasa
sekarang. Aku akan mendengarnya. Apapun jawabanmu, aku takkan mengamuk sampai merepotkan
kalian,” Lisienata menutup mata, mengkerutkan dahinya ke bawah. Kedua tangannya
dikepal erat hingga bergemetar. Mengingat kematian wanita yang mengurusnya sedari bayi.
Salbina menurunkan pandangannya. Tatapan
matanya terlihat jika dia sedang berada di lain tempat, sedang mengingat masa
lalu.
“Maafkan kami Lisienata. Mungkin
maaf saja tidak cukup untuk menebus dosa kami terhadap kau dan ibumu,” senyum
sedih seorang wanita berjalan mendekati mereka. Berambut putih kebiruan,
memiliki dua mata yang berbeda, biru dan kuning.
Dia tiba-tiba muncul di belakang
Lisienata, melewati gerbang dimensi berwarna ungu kehitaman.
“Engelina,” Lisienata melirik wanita
itu, memberikan tatapan tak mengenakkan.
“Astaga,
sebenci itu kah kau pada kami. Tapi jangan kau pikir kami tak membencimu, kami
juga amat sangat memben –“ Elena yang berada dalam tubuh Engelina berucap,
akan tetapi lekas terpotong oleh wanita yang satu tubuh dengannya.
“Berisik
Elena,” senyum kecil Engelina.
Elena
terdiam, terlihat kesal setelah mendapatkan peringatan dari Engelina. Sesaat,
suasana terasa hening. Salbina memberikan senyuman kecil pada Lisienata yang
terlihat seperti itu.
Lisienata
tak pernah tersenyum di hadapannya. Dia hanya mengalihkan pandangan. Selalu menolak kontak mata ketika Salbina
memasang ekspresi wajah seperti itu.
“Jadi
ada apa, Engelina? Sampai kau datang ke tempat kami. Apa dia memanggilku lagi?”
Salbina bertanya, memberikan pandangannya pada Engelina.
“Umm
bukan kamu sih, tapi ...,” senyum khawatir Engelina, melirik Lisienata yang
berjalan ke arah Salbina. Dia berniat mengambil botol minuman dekat Salbina.
“Ahh
dia. Tak apa, kau bisa mengambilnya. Aku sudah selesai memberikan beberapa
latihan padanya. Tadi juga latihan terakhir kami sebelum dia kembali ke kota
kelahirannya,” lirik Salbina pada Lisienata yang meminum air.
“Ah
begitu rupanya, tapi apa ini tidak terlalu cepat?” tanya Engelina.
“Tidak-tidak,
seperti julukannya sebagai salah satu mahluk tekuat. Dia benar-benar hampir
melampuiku beberapa tahun ini, “senyum khawatir Salbina menutup mata.
Lisienata
yang sudah meminum air mulai berucap sambil membersihkan mulut dengan tangan
kanannya.
“Tapi
ada apa sampai Sang Penguasa Benua repot-repot memanggil diriku yang
menyedihkan ini. Apa dia berniat memanfaatkanku lagi seperti yang kau lakukan
....” Lisienata berucap sinis, berbalik menatap dua wanita terkuat. Tapi perkataannya
terhenti, dia langsung terdiam ketika melihat ekspresi wajah Salbina. Tidak
hanya Salbina, tapi Engelina juga memberikan ekspresi wajah yang sama.
Ekspresi
wajah yang amat sangat serius jika keduanya marah. Membuat wajah Lisienata
sedikit khawatir, tak melanjutkan perkataan.
“Dengarkan
aku ..., kau bisa menghinaku, mengolok-ngolok diriku. Tapi tidak untuk
dirinya,” Salbina berucap, memberikan tatapan tajam.
“Kau
juga bisa membenciku, jika memang perlu, kau bisa membunuhku. Tapi tidak untuk
Halsy Aeldra.” Engelina berucap, memberikan tatapan kemarahan. Tatapan Elena
juga sama, mengkerutkan dahinya ke bawah.
“Kenapa?
Sungguh, sejak dulu aku selalu penasaran, alasan kalian mengagung-ngaggungkan
wanita itu. Jika masalah kekuatan, dia yang terlemah. Dia hanya manusia biasa
dipandanganku –“
“Kau
tak tau apa-apa tentangnya, tentang perjuangannya. Kau tak tau apa-apa tentang
dia sesungguhnya.” Salbina menutup mata, memberikan senyuman kecil penuh
kesedihan.
“....”
Engelina dan Elena menurunkan pandangan, hampir menangis. Mulai mengingat masa
lalunya, penyesalan terbesar dalam hidupnya.
Lisienata
hanya berwajah khawatir melihat tampang wanita kuat seperti keduanya yang
terlihat lemah dan tak berdaya.
“Kau
boleh tak mempercayai segala perkataanku. Kau boleh memberikan pandangan apapun
padaku. Tapi tolong Aeldra, dengarkan dan percayalah perkataanku ini, Halsy
sangat memperhatikanmu. Dia mencari ribuan bahkan jutaan cara agar dapat
menyelamatkanmu. Dia mencari solusi agar kau bisa menjadi anak-anak yang normal
hingga mendapatkan kebahagiaan.”
“Benar
yang dikatakan Salbina, dialah yang paling bekerja keras untuk menyelamatkanmu,
menarikmu dari jurang takdir menyedihkan. Dia ...” Engelina terlihat ingin
menangis.
“Aku
tak mempercayainya yah. Jika Halsy memang seperti yang kalian katakan, kemana
dia saat beliau kesulitan mempertahankan kehidupan. Jika dia memang
memperhatikanku, kemana dia di saat aku berada di jurang kehidupan? Apa yang
kalian katakan tak bisa kupercayai. Tak ada fakta, tak ada bukti jika dia yang
kalian agung-agungkan –“
“Akan
kuceritakan, peran Halsy yang bergerak
di belakang layar. Akan kuceritakan apa yang dilakukan Halsy dan Zaxia untuk
melindungimu. Akan kukatakan pengorbanan Zaxia untuk Halsy Aeldra yang membuat
kami terkejut ketakut–“
“Tunggu
Salbina!! Halsy akan marah jika kau mengatakan hal ini!! Kau hanya akan
membuatnya bersedih –“ kesal Engelina ketakutan. Sedangkan Lisienata hanya
berwajah penasaran menatap Salbina. Seluruh permukaan kulitnya mulai merinding
ketakutan.
“Tidak
Engelina, akan kuceritakan semuanya!! Aku sudah muak melihat dia yang terus
direndahkan oleh bocah ini!” kesal Salbina menatap tajam Lisienata. Lisienata
hanya terdiam khawatir, mengalihkan pandangan. Menatap langit yang sudah
menggelap.
Malam
sudah datang, kilauan bintang menyinari langit yang gelap. Di bawah langit yang
terlihat indah itu, Salbina mulai menceritakan fakta sebenarnya pada Lisienata.
Membuat Lisienata melebarkan mata, amat sangat ketakutan.
Hatinya
hancur, diliputi perasaan campur aduk yang luar biasa. Wajahnya terlihat sangat
shock, amat sangat ketakutan. Membuat Engelina menutup mata, memasang wajah
prihatin amat dalam pada Lisienata yang menyadari jika kematian ibunya adalah
kesalahan dirinya sendiri.
***
Masih
di hari yang sama, setelah mendengar pernyataan fakta dari Salbina. Lisienata
lekas pergi ke tempat Halsy tinggal, bersama Engelina. Berniat menanyakan
kebenaran yang diceritakan Salbina.
Halsy
terlihat berbaring di tempat tidur, punggungnya bersandar pada bantal yang
menempel di dinding bangunan. Puluhan buku terlihat menumpuk di sekitar
kasurnya.
Wajahnya
terlihat pucat, tapi ekspresi wajahnya dihiasi keseriusan dalam mencari
informasi. Sesekali dia batuk, lekas mengambil tisu di dekatnya. Menghapus noda
merah yang keluar dari mulut tanpa melepas konsentrasinya.
Tapi
konsentrasinya itu pecah saat gerbang dimensi ungu kehitaman langsung terbuka
di hadapannya. Membuat wajah Halsy khawatir ketakutan, lekas membereskan
bukunya itu.
Tapi
terlambat, sosok gadis berambut putih sudah melihatnya. Membuat dia berteriak,
berwajah khawatir ketakutan melihat apa yang dilakukan Halsy.
“Kakak!!
Sudah kubilang untuk istirahat kan!?” itu Engelina yang berjalan cepat
mendekati Halsy. Wajahnya sungguh terlihat khawatir, bertanya dengan nada
tinggi. Sedangkan Halsy hanya tertawa kecil, menutup mulutnya.
Rambut
Halsy panjang, terlihat dewasa. Amat sangat menawan dan enak dipandang. Ya,
meski wajahnya sangat pucat karena kondisi tubuhnya. Banyak peralatan rumah
sakit yang menempel di sekujur tubuhnya juga.
“Aku
datang Halsy Aeldra ....” Lisienata memberikan tatapan tajam pada Halsy, baru
saja keluar dari gerbang dimensi. Halsy yang menyadari itu lekas menurunkan
pandangan. Hancur segala senyuman dan ekspresi positifnya.
“Tak kusangka kau datang secepat ini,
Lisienata.” Halsy memberikan senyuman kesedihan, sedikit memiringkan kepala.
“....”
Lisienata tetap diam, memberikan tatapan dalam pada Halsy. Terlihat berisi
kemarahan dan kekecewaan amat dalam.
“Ba-bagaimana
dengan Salbina? Apa dia memperlakukanmu dengan baik selama ini?” Halsy bertanya
kecil, menatap langsung Lisienata.
“Ah
wanita itu yah, dia menganggapku sebagai alat kekaisaran ini. Tak lebih dan
kurang,” senyum kecil Lisienata, menutup mata sesaat.
“Astaga,
padahal sudah kuperingatkan untuk tak mengatakan hal itu,” kesal Halsy
menggigit ibu jarinya, mengalihkan pandangan dari Lisienata.
“Lalu
–“ Halsy berniat bertanya, tapi.
“Hentikan
basa-basinya, katakan apa alasanmu memanggilku.” Lisienata menutup mata sesaat,
lekas menatap kembali Halsy dengan cukup tajam.
Halsy
hanya tersenyum, mulai menundukkan kepala, hampir menitiskan air mata. Menutup
mata serapat-rapatnya. Berucap di saat Engelina membereskan buku-buku miliknya.
“Su-sungguh
aku turut berduka cita atas kematian ibumu beberapa tahun lalu. Selain itu maafkan
aku, sungguh maafkan aku karena tak bisa sedikit lebih keras pada Zaxia waktu
it –“
“Jika
kau memanggilku hanya untuk ini, kau hanya membuang-buang waktumu. Aku tak
butuh kata maafmu, tak butuh wajah kesedihanmu.
Sekarang
giliranku bertanya padamu, akan kebenaran
yang dia ceritakan tentang kau dan ibuku.” Lisienata berucap, menggeram
memberikan tatapan kemarahan. Meski kekuatannya masih terkekang, tekanan di
sekitarnya terasa berat, terasa berbahaya, membuat wajah Engelina khawatir
ketakutan.
Tak
seperti Engelina, Halsy lebih terkejut ketakutan karena mendengar pernyataan
Lisienata. Dia lekas menolehkan kepala, menatap Engelina penasaran.
“Ka-kakak
tau ‘kan bagaiman sifat Salbina jika menyangkut masalah kakak sendiri.”
“Salbina!?
Astaga aku benar-benar harus memarahinya nan– uhuk uhuk!!” Halsy batuk,
terlihat kesakitan. Engelina lekas berjalan mendekat, memberikan tisu pada
kakak iparnya.
“Ma-maaf
....” Halsy terlihat khawatir menundukkan kepala. Hal itu malah membuat
Lisienata semakin marah, mengkerutkan dahinya ke bawah. Dia terlihat sangat
murka, memberikan tatapan lebih tajam.
“Aku
bukan siapa-siapa bagimu, kau bukan siapa-siapa untukku. Jika bisa kukatakan,
kau adalah musuhku! Terus dan selama-lamanya, takkan pernah berubah! Aku
membenci kemunafikanmu, kebaikanmu yang menggelikan itu.”
“Maaf
....” Halsy menangis menundukkan kepala. Menyatukan setiap ruas jemari kedua
tangannya, hingga bergemetar. Air matanya jatuh menabrak sela-sela pergelangan
kedua tangannya itu.
“Jika
saja kau tidak memberikan kutukan itu pada ibuku, pasti dia masih hidup!! Aku
tak peduli jika hanya kau yang mati!! Sejujurnya, meski dunia mengaggumimu,
mengagung-ngagungkan dirimu ...!! Kau tetaplah tak berharga bagiku.”
“Sungguh,
ma-maafkan aku.” Halsy masih menangis menundukkan kepalanya. Membuat Engelina
berwajah marah melihat wanita yang dihormatinya diperlakukan seperti itu.
“Kurang
ajar kau, memang benar dia memberikan kutukan itu. TAPI–“ Engelina berucap murka,
tapi ucapannya terhenti oleh Halsy yang mengangkat tangan kanan. Menggelengkan
kepala cukup pelan.
“Dengar
..., aku takkan berterima kasih atas apa yang kau lakukan untukku. Sesungguhnya
apa yang kau lakukan untukku adalah hal yang wajar! Seharusnya kau yang meminta
maaf padaku, Halsy Aeldra!” geram Lisienata terus memberikan tajam pada Halsy
yang menundukkan kepala.
“Aku
tau itu, maka dari itulah aku ingin meminta maaf padamu sekarang. Apapun yang
kau inginkan –“ Halsy mengangkat kepala, memperlihatkan wajah yang dihiasi
penuh air mata.
“Kita
buat perjanjian Halsy Aeldra. Aku akan memaafkanmu tapi ada satu permintaan
yang kuinginkan darimu.” Lisienata menggeram memotong perkataan, lekas menundukkan
kepala ketika Halsy mengangkat wajah. Tubuh Lisienata, kedua tangannya
bergemetar cukup hebat.
“Apa
itu katakan saj –“
“Be-berikan
nyawamu. Biarkan aku membunuhmu, Halsy Aeldra ....” Lisienata berucap dengan
tekanan nada yang dalam. Dia tetap menundukkan kepala, bergemetar meneteskan
air mata penuh arti.
“Sudah cukup Angelina, aku tak tahan!! Tak
peduli Halsy memang bersalah, tapi tetap kubinasakan siapapun yang berani
melukai diriny –“ iblis dalam tubuh Engelina menggeram, menunjukkan
kemurkaan yang hebat. Tapi perkataanya itu lekas terpotong oleh suara Halsy
yang lembut.
“Ta-tak
apa Elena, aku tak keberatan. Pada dasarnya memang akulah yang bersalah,” Halsy
berucap, memberikan senyuman lebar pada Lisienata. Terlihat ikhlas mengorbankan
kehidupannya, demi meredam kemarahan dari sang terkuat.
“....”
Keheningan tercipta setelah pernyataan Halsy. Engelina amat sangat terkejut
mendengar pernyataannya, tubuhnya bergemetar. Dia lekas menatap ketakutan
Lisienata. Berucap gugup, terlihat amat ketakutan dengan air mata menetes di
kedua matanya.
“De-dengarkan
permintaanku, Lisienata. Aku rela bersujud padamu sekarang. Kau bahkan bisa
membunuhku, membunuh kami berdua. Memiliki benua ini, memiliki segalanya. Aku
akan membantumu apapun itu, baik atau jahat– Tapi ...!! Ja-jangan ambil dirinya.
Kau tak tau betapa berharganya dia bagi kam ....” Perkataannya lekas
tersanggahkan oleh Lisienata.
“Per-perjanjian
kita telah selesai. Ayo kita pergi, Nyonya Engelina.“ Lisienata berbalik,
memperlihatkan punggungnya pada Halsy. Pernyataanya itu membuat Halsy dan
Engelina kebingungan, menatap penasaran Lisienata yang tetap menundukkan
kepala, menggetarkan kedua tangannya
“Tunggu,
kau belum membunuhku, belum memaafkanku!? Kau bisa mengambil nyawaku sebagai
pelampiasan kemarahanmu, tapi tolong jangan pada orang lain –“ Halsy bertanya
khawatir, menatap punggung Lisienata penasaran.
“Aku
tak bilang akan membunuhmu sekarang. Tapi nyawamu sekarang sudah milikku. Aku
takkan memaafkanmu jika kau mati bukan karenaku.” Lisienata berucap, perlahan
mulai memiringkan badan.
Dia
melirik Halsy Aeldra dengan kepala yang sedikit terangkat. Melanjutkan
pernyataan yang menggetarkan hati Sang Demigod.
“Jadi
sampai waktunya tiba, janganlah mati, oleh siapapun, apapun, bahkan oleh penyakit
yang sedang menggerogoti tubuhmu itu. Ku-kumohon teruslah hidup, sampai aku
membunuhmu nanti.”
Halsy
hanya menutup mulutnya setelah melihat ekspresi wajah Lisienata., mengeluarkan
air mata yang berlebihan. Dia mengerti, akan apa yang sebenarnya diinginkan
Lisienata. Sungguh tak terduga oleh dirinya, membuat dia terus menjatuhkan air
mata penuh arti. Menganggukkan kepala, berucap dengan nada suara yang tinggi.
“Ya,
pasti akan kulakukan!!”
***
No comments:
Post a Comment