Friday, 1 June 2018

Chapter 4

Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Chapter 4
Tanda


          Langit sudah mulai berubah warna menjadi gelap. Suhu di sekitarnya mulai menurun hingga membuat Hanafi memeluk tubuhnya sendiri. Perban luka berwarna coklat terlihat melilit kedua telapak tangannya.


Bella yang melihat hal itu hanya tersenyum kecil sambil memberikan selimut coklat pada Hanafi.


            “Eh, tapi bagaimana denganmu?” Hanafi bertanya menatap Bella. Sesekali dia juga melirik Lapis yang merenung, dan menatap langit yang mulai menurunkan air hujan. Wajahnya terlihat datar tak menunjukkan ekspresi apapun. Tapi, aura kesedihan benar-benar terasa darinya yang baru kehilangan seluruh prajuritnya.


            “Terima saja. Aku baik-baik saja meski tanpa selimbut ini,” senyum Bella sambil menggoyangkan tangannya yang masih memegang selimbut.


            “Tapi kau seorang gadis. Mana bisa aku–“ khawatir Hanafi akan tetapi perkataanya lekas terpotong oleh gadis yang duduk di samping Bella. Dia melirik Hanafi sambil berkata.


            “Terima saja, Budak! Meski terlihat seperti itu, Bella itu Eluser tipe api. Dia dapat dengan mudah menghangatkan tubuhnya sendiri.”


            El-Eluser ...?” Hanafi bertanya penasaran dalam hati.


            “I– ni ...!” Bella tersenyum sambil melemparkan selimutnya. Hanafi tersenyum mulai menangkap selimut yang diberikan Bella. Dia menatap gadis berambut hitam itu lalu mengucapkan kata terima kasih.


            “Sama-sama,” senyum manis Bella, sedikit memiringkan kepala di hadapan Hanafi.


Hanafi terdiam, dan terpesona melihat dirinya yang rupawan bersikap seperti itu. Sedangkan Lapis terlihat sedikit kesal sambil melirik sinis Hanafi untuk beberapa saat.


            Hanafi hanya terdiam terkejut mendapatkan lirikan Lapis yang tak senang. Lelaki bermata coklat itu mulai bertanya cukup khawatir pada keduanya.


            “Ap-apa ini benar-benar tak apa? Maksudku, aku masuk dan duduk bersama kalian berdua di sini?”


            “Apa maksudmu? Di luar hujan dan dingin. Kamu bukan budak yang diperlakukan rendah seperti itu. Kami juga punya rasa simpati,” khawatir Bella bertanya.


            Tapi gadis di sebelahmu itu terus-terusan memanggilku budak, Bella,” keluh Hanafi menutup matanya sesaat.


            Sadarkah jika kau ini terlalu banyak bertanya?” kesal Lapis mulai menutup mata. Nada dari perkataanya terdengar arogan kembali.


            “....” Hanafi hanya berwajah khawatir menatap Lapis yang kesal terhadapnya.


            “Sudahlah Lapis, kamu jangan–“


            “Hachiimm!!”


            “....” Suasana seketika terasa hening ketika Bella bersin. Hanafi dan Lapis menatap Bella secara bersamaan sebelum mereka melirik satu sama lain.


Tapi ketika kedua mata mereka bertemu, entah kenapa mereka lekas mengalihkan pandangan satu sama lain. Hanafi terlihat khawatir karena takut dimarahi lagi, sedangkan Lapis hanya berwajah datar seakan tak peduli.


“Gawat-gawat, aku harus menghangatkan tubuhku sendiri,” senyum Bella melihat kedua tangannya. Lalu dia terlihat berkonsentrasi menutup mata. Cahaya berwarna merah orange mulai muncul di kedua tanganya. Setelah itu dia mengusap ke seluruh tubuhnya untuk menghangatkan diri.


Hanafi kembali dikejutkan oleh kekuatan misterius yang ia lihat dengan kedua bola matanya. Wajahnya yang terlihat penasaran mulai bertanya cukup cemas pada Bella.


“Ap-apa itu?”


“Apanya yang apa itu?” Bella membalikkan pertanyaan Hanafi dengan ekspresi kebingungan sambil terus menghangatkan tubuhnya sendiri.


“Kekuatan itu! Apa itu sihir?!”


“Seperti yang dikatakan Lapis, aku Eluser tipe api. Apa kau tidak tau akan hal ini?” tanya Bella mulai membuat api kecil di tangan kanannya. Hanafi hanya menggelengkan kepala dengan wajah khawatir yang masih ia berikan.


“Kau aneh, Budak. Seharusnya pengetahuan ini sudah kau dapatkan sejak belia. Tentang para Electus, tentang kami Eluser, dan tentang para pembuat masalah yang menyedihkan Phyuser ...,” Lapis kembali menatap Hanafi.


“Maaf, aku bukan berasal dari dunia– maksudku wilayah ini. Wi-wilayahku berada jauh di timur dan tak pernah mengenal kemampuan ini.”


“Aku turut perihatin. Berarti wilayahmu amat sangat terpencil dan terisolasi sampai tidak mengetahui Eluser seperti kami,” senyum Lapis dengan nada yang merendahkan.


“Hei, Lapis ...,” Bella merasa tak enak melirik sahabatnya.


“....” Hanafi hanya tersenyum melihat Lapis, sedangkan Lapis seketika memalingkan wajah ketika Hanafi melakukan hal tersebut.


“Biar aku jelaskan dari awal. Pada dasarnya Electus merupakan orang-orang terpilih yang diberikan kekuatan oleh dewi penjaga benua ini, yakni Dewi Auloratina. Kami berbeda dengan yang lainnya karena memiliki kemampuan lebih yang tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya.”


“Lalu bagaimana caranya menjadi terpilih itu?”


“Bodohnya, kau tidak bisa menjadi Electus atas kehendakmu. Ketika Electus dilahirkan ke dunia ini, lambang peringkat kekuatan mereka akan muncul sebagai tanda lahir. Biasanya lambangnya  berbentuk H yang merupakan ranking terlemah dari para Electus,” jelas Lapis melirik Hanafi.


“Tapi dalam beberapa kasus, ada bayi yang langsung memiliki tanda lahir dengan ranking G. Dia disebut Igenium, dengan kata lain anak jenius yang diharapkan,” senyum Bella melirik sahabatnya yang menutup mata.


“Me-memangnya ada berapa ranking dalam Electus?” tanya khawatir Hanafi yang semakin memasuki pembicaraan. Dia terlihat percaya mengingat kekuatan itu sudah ia lihat sendiri dengan kedua bola matanya.


“Ada sebelas. Dari yang terlemah ranking H sampai yang terkuat Triples S,” senyum Lapis menutup matanya perlahan.


“....” Hanafi terdiam seakan paham sambil menganggukkan kepala


“Ah iya, jika kekuatan para Electus sudah terlalu kuat. Maka tanda lahir dalam tubuhnya akan bercahaya seperti ini,” senyum Bella memperlihatkan pusar, lebih tepatnya tanda lahir berbentuk Eyang bercahaya di samping kanan pusarnya.


“....?!” Hanafi hanya terdiam terkejut dengan kedua mata melebar. Wajahnya memerah karena tubuh Bella yang terlihat mulus dan begitu menggoda.


“Mesum,” pelan Lapis mengalihkan pandangan.


“It-itu bukan salahku!!” teriak gugup Hanafi menatap ketakutan Lapis. Wajahnya terlihat masih memerah.


“Hahaha, sudah sudah,” Bella hanya tertawa ringan sambil menutup perutnya kembali. Dia mulai berbicara kembali dengan telunjuk ia angkat di hadapan Hanafi.


“Ini dinamakan Upgrade Class. Kami dilarang menggunakan kekuatan berlebihan saat naik peringkat seperti ini. Setelah seminggu, lambang akan berubah menjadi lebih tinggi. Lalu stamina dan kekuatan kami akan meningkat dengan sendirinya.”


“Begitu ..., lalu apa maksudnya Phyuser dan Eluser?” tanya kembali Hanafi menatap Bella. Lapis seketika tersenyum lebar ketika Hanafi menanyakan hal itu. Dia pun mulai membuka mulutnya berniat menjelaskan, akan tetapi.


Berhenti ..., biar aku jelaskan padanya,” keluh Bella menutup mata.


“Kenapa!?” kesal Lapis tak senang.


“Penjelasanmu itu hanya akan membuat para Phyuser menjadi terdengar lebih buruk, Lapis,” keluh Bella melirik sahabatnya.


“Tapi mereka memang buruk,ketus Lapis menatap tajam sahabatnya. Gadis berambut putih itu benar-benar memperlihatkan kebenciannya kepada para Phyuser.


“Begini yah, Hanafi. Pada dasarnya Electus dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama adalah Elemental User atau biasa dipanggil Eluser. Mereka dapat mengendalikan sihir elemen dasar, bahkan ada yang termasuk tipe unik hingga bisa mengendalikan gravitasi.
Sedangkan Phyuser atau Phyisica User merupakan tipe fisik dari Electus. Biasanya mereka memiliki kekuatan yang melebihi manusia normal pada umumnya. Di berbagai era, jumlah Phyuser di dunia lebih banyak dibanding Eluser. Mungkin perbandingannya satu berbanding lima.”


“Ah begitu ....” Hanafi terlihat memahami penjelasan Bella.


“Kami sangat istimewa. Jangan samakan kami dengan para Electus pembuat masalah itu,” kesal Lapis menutup mata. Bella hanya tersenyum kecil melihat sahabatnya itu.


“Se-sesedikit itukah kategori kalian?” khawatir Hanafi bertanya.


“Ya, mungkin sekitar 25% di benua ini adalah seorang Electus, dan hanya 5% saja golongan kami ini.”


Wa-wah, perbedaan jumlah yang sangat jauh. Apa kalian menjadi minoritas karena jumlah kali–“ Hanafi kembali bertanya dengan senyuman kecemasan.


“Jangan bodoh ..., justru merekalah yang minoritas. Phyuser memang lebih banyak, tapi mereka terkenal karena tidak akan pernah bisa mengalahkan kami para Eluser. Sebagian dari mereka sering lari terbirit-birit ketika berhadapan dengan kami.” Lapis kembali terlihat arogan.


“Eh, be-benarkah itu?” Hanafi bertanya cukup gugup.


“Ya memang benar sih kebanyakan seperti itu ...,” Bella terlihat berpikir menyentuh dagu.


“Amat sangat jarang bagi Phyuser untuk mencapai Kelas E. Bahkan saat ini saja hanya dua orang yang mencapai kelas tertinggi itu. Phyuser lebih kesulitan Upgrade Class dibandingkan dengan kami,” lanjut Bella.


“Contoh jelasnya seperti lelaki bernama Gadambor tadi. Aku yakin jika dirinya hanya Kelas F dan itu sudah termasuk kuat dalam kategorinya,” senyum Lapis menutup matanya sesaat.


“Lalu bagaimana dengan kalian?”


“Mayoritas dari kami memiliki Kelas F. Yang terlemah hanya Kelas G. Dan ada pula Eluser yang dijuluki Igenium sepertiku yang memiliki Kelas E.
Dan yang paling menakjubkan dari itu, ada lima orang yang ditakuti oleh seluruh benua ini. Lima orang itu adalah Electus terkuat dan semuanya berasal dari kategori Eluser. Peringkat kelima yang terendah dari mereka saat ini sudah mencapai Ranking D. Dan saat ini dia satu-satunya Eluser yang berperingkat D termuda di benua ini,” senyum Bella menutup matanya.


“Apa itu dirimu? Kau sedang upgrade class kan?”


“Bukan, itu bukan aku,” senyum Bella melirik sahabatnya yang berwajah datar. Hanafi hanya terdiam paham akan maksud dari lirikan Bella itu. Dia tersenyum melihat gadis berambut putih itu.


“Kenapa kau tersenyum padaku?” Lapis merasa terganggu akan senyuman Hanafi. Lekas menutup matanya sesaat sambil memalingkan wajah.


“....”


“Tapi jika kalian punya kemampuan seperti ini, seharusnya ....” Hanafi berucap pelan dengan senyuman muram.


“Kami tau maksudmu, Hanafi. Aku juga tak menyangka akan kemunculan Phyuser itu. Ini benar-benar keteledoran kami,” senyum Bella melirik Lapis yang menundukkan kepala, kembali menunjukkan aura kesedihan.


“Sudahlah jangan terus mengungkit yang sudah berlalu, mereka– para prajuritku gugur dengan penuh hormat. Yang lebih penting dari itu, kemampuan apa yang kau gunakan tadi untuk melawan Phyuser?” lanjut Lapis bertanya melirik Hanafi.


“Kemampuan?”


“Ah iya, aku juga hampir melupakan itu! Maksudmu gaya kuda-kudamu yang seperti ini,” senyum Bella bersemangat sambil mempraktekan gaya kuda-kuda yang sebelumnya digunakan Hanafi.


“Maksudmu Kendo?” tanya Hanafi tersenyum pada keduanya.


Kendo?” Lapis dan Bella bertanya penasaran pada Hanafi. Hanafi hanya tersenyum sambil melirik jendela keluar melihat hujan yang telah berhenti.


“Ya, Kendo ....”


“Begitu, aku baru pertama kali dengar gaya pedang seperti itu. Aku mulai percaya jika kamu memang datang dari tempat yang jauh, karena aku tak tau gaya berpedangmu,” ucap Lapis kembali memalingkan wajahnya


“Ya. Aku memang berasal dari tempat yang ja–“


“Hei, Hanafi ..., ingin ikut kami ke Aldosta?” tanya Bella memotong perkataan. Tatapannya terlihat berbinar-binar menatap Hanafi yang berwajah khawatir.


“Tunggu Bella?! Apa yang kau katakan?! Tidak mungkin bagi kita untuk membawanya!!“ kesal Lapis yang sungguh menentang akan ajakan sahabatnya. Dia mengepalkan kedua tangannya yang sedikit bergemetar.


“Ehh, kenapa? Kamu sudah membebaskan hukumannya karena dia sudah menolong kita. Hanafi juga tidak keberatan akan hal itu,” senyum Lapis menggoda sahabatnya.


“Tapi!! –“ kesal Lapis yang terlihat cemas.


“Kenapa kau terlihat sangat tidak setuju seperti ini, Lapis?” Bella mulai terlihat kesal juga karena sifat keras kepala dari sahabatnya.


“Aku sungguh tidak setuju jika dia ikut dengan kita!!” teriak Lapis cukup kencang hingga terdengar oleh kusir kuda. Itu pertama kalinya bagi gadis yang terlihat tenang dan arogan itu berteriak cukup keras. Kedua tangannya bergemetar, hatinya berdetak cepat dengan suhu tubuh yang mulai menaik.


“Per-permisi ...,” senyum Hanafi cukup ketakutan.


“...Kenapa Hanafi?” tanya Bella.


“Aku berterima kasih atas tawaranmu. Tapi aku ingin mengenal lebih jauh tentang dunia– maksudku wilayah ini. Jika berkenan, kalian bisa mengantarku ke desa terdekat,” senyum Hanafi menutup matanya.


“Lihat!! Dia juga tidak mau!!” senyum Lapis amat bahagia menunjuk Hanafi.


“Aku tau, kenapa kau sesenang itu?” tanya datar Bella melirik Lapis.


“Kami pasti akan mengantarmu ke desa terdekat. Tapi Hanafi, ini sudah terlalu malam. Bagaimana jika besok saja kami mengantarmu.” Jelas Bella menatap malam yang semakin gelap gulita. Bersamaan dia mengatakan hal itu, kereta kuda yang mereka tumpangi pun berhenti.


“Aku setuju dengannya, lebih baik kita beristirahat dulu,” Lapis mulai turun dari kereta kudanya, dan menyuruh kusir kuda untuk membuatkan tenda untuk dirinya.


“Soal tempat tidur ...,” Lapis melirik Bella.


“Ah, biar aku tidur di luar. Lagipula aku sudah mendapatkan selimut ini,” senyum Hanafi mengangkat selimut milik Bella.


“Tidak perlu, Tuan. Biar aku saja yang di luar. Anda bisa beristirahat di dalam kereta saja,” senyum kusir kuda yang memberikan tatapan kagum pada Hanafi.


“Tu-tuan?!” Hanafi cukup terkejut melihat lelaki yang lebih tua darinya itu terlihat menghormatinya.


“Ya, itu mungkin lebih bagus,” Bella terlihat berpikir dan setuju menganggukkan kepala.


“Tunggu dulu, aku tidak setuju dengan hal itu!” teriak Lapis cukup kesal sambil menatap tajam kusir kuda yang cukup tua.


“Kau tidur di dalam kereta! Itu sudah menjadi aturan dariku!!” lanjutnya Lapis menunjuk kereta dan memberikan ancaman.


“Memang benar itu aturan yang anda berikan ketika aku ingin menjadi kusir kuda untuk anda, tapi Putri Lapis–“


“Aku tidak mau jika orang lanjut usia tidur di luar yang dingin seperti ini!” geram Lapis secara blak-blakan mengeluarkan isi hatinya.


“....” Suasana terasa hening. Seluruh tatapan cukup terkejut dari sekitar tertuju pada Lapis yang berteriak memejamkan mata.


“Ma-maksudku aku tak mau anak buahku terlihat menyedihkan seperti itu!” Lapis tersadar dengan nada cukup gugup. Dia berjalan cepat memasuki tenda dengan wajah yang memerah karena rasa malu.


Bella hanya tersenyum melihat Lapis yang berjalan cepat memasuki tenda. Dia tersenyum bahagia memejamkan mata, memegang dada dengan kedua tangannya sambil bergumam dalam hati.


Sudah kuduga jika kau masih memiliki hati yang baik itu .... Sikap menyebalkanmu  selama ini hanyalah kepura-puraanmu untuk menjaga jarak dari dunia luar yang sudah membuatmu terluka.”


Hanafi juga kembali dikejutkan dengan sifat Lapis yang seringkali berubah. Dia benar-benar terlihat kebingungan akan sikap gadis berambut putih itu.


Sama halnya dengan Hanafi, kusir kuda juga terlihat cukup terkejut setelah mendengar perkataan Lapis. Tapi setelah itu dia hanya tersenyum dan menganggukan kepala seakan bahagia.


“Lebih baik kita tidur bersama di dalam kereta,” senyum Hanafi memegang pundak sang kusir kuda yang cukup kurus itu.


“Ya,” senyum lelaki dengan kumis putih cukup lebat. Dia berbalik dan menatap lelaki cukup tampan di hadapannya


Bersamaan Bella yang berjalan mengikuti sahabatnya. Hanafi mulai bertanya pada lelaki di hadapannya.


“Ngomong-ngomong, bisa kutahu namamu, Pak?”


“Nama saya Sebas. Tuan Hanafi bisa memanggilku apapun.”


“Baiklah Pak, bisa aku meminta tolong padamu?” senyum Hanafi bertanya khawatir.


“Ya, tentu saja saya bantu. Selama itu masih dalam kemampuan saya,” senyum Sebas bertanya dengan penuh hormat.


“Bisakah Bapak perlakukan aku sederajat? Memang benar bapak hanya bersikap hormat, tapi aku tetap merasa aneh jika diperlakukan seperti ini. Malahan di daerahku, orang yang lebih tua lah yang harusnya dihormati. Status menjadi nomor yang tak diperhintungkan,” senyum Hanafi memejamkan mata.


“Tapi –“


“Panggil saja aku Hanafi, aku sungguh sangat senang jika Bapak melakukan hal itu,” senyum Hanafi mulai membuka matanya dan menatap Sebastian.


“Ba-baiklah, jika itu keinginanmu, Hanafi,” Sebastian tersenyum kagum melihat lelaki berambut hitam itu.


 Waktu bergerak cepat, malam semakin larut, dan suasana pun semakin terasa hening. Sebastian terlihat sudah duduk tertidur lelap di bangku yang sebelumnya di duduki oleh Hanafi. Sedangkan Hanafi terlihat duduk di hadapanya, termenung menatap sekitarnya yang gelap.


Aku tidak bisa tidur ..., “ batinnya mengeluh dan menutup matanya sesaat.


Ketika dia masih menatap sekitarnya itu, mulai terdengar suara ketukan kayu di belakang kereta. Hanafi cukup terkejut, wajahnya mulai terlihat khawatir sambil turun dari kereta.


Dia berniat memeriksa asal suara itu dengan cahaya dari ponsel androidnya. Tangan kanannya terlihat bergemetar sambil bergumam dengan nada cukup gugup.


“Ha-halo, ada orang di sana ...?”


Tapi seketika ponsel android milik Hanafi kehabisan baterai, alhasil cahaya penerangannya menghilang.


“Ah sial, sekarang ponsel mati!? Kenapa kesialan terus datang padak–“ Hanafi cukup ketakutan sambil menekan tombol power. Tapi perkataanya terpotong oleh suara gadis yang terdengar datar. Suara gadis yang sudah cukup ia kenal.


“Sedang apa kau?”


Lapis, ya gadis berambut putih itu terlihat berdiri di hadapan Hanafi. Dia memasang ekspresi datar menatap Hanafi yang menekan ponselnya.


“Lapis?!” Hanafi dengan nada cukup tinggi, tapi mulutnya seketika ditutup oleh kedua tangan Lapis. Wajah Lapis terlihat khawatir ketakutan sambil menggeram cukup kesal.


“Diam ...! Bagaimana jika kau membangunkan yang lainnya!?”


“Ma-maaf ...,” pelan Hanafi cukup cemas.


Lapis terlihat mundur satu langkah. Menyembunyikan kedua tangannya dibelakang sambil memalingkan wajah. Hanafi hanya terdiam penasaran akan tingkahnya yang aneh.


“Jadi ada apa?” tanya Hanafi menatap Lapis cukup penasaran.


“Aku hanya ingin memastikan sesuatu darimu,” Lapis berbalik dan membelakangi Hanafi.


“....” Angin malam mulai bertiup lembut menerpa tubuh keduanya. Suasana terasa hening setelah perkataan terakhir dari Lapis. Alam seolah menyaksikan perbincangan mereka yang mulai terasa dalam.


“Kenapa kau mengatakan hal itu?” Lapis melirik Hanafi yang berada di belakangnya. Tatapannya begitu tajam seolah dipenuhi keseriusan yang amat dalam.


“Me-mengatakan apa?” gugup Hanafi bertanya kebingungan.


“Mengatakan kalau kau ingin melindungiku, melindungi kami berdua.” Lapis berbalik dan menatap Hanafi lebih tajam. Tatapan Lapis itu langsung mengarah ke kedua mata Hanafi yang cukup was-was.


“Ah, hal itu ...? Ap-apa aku mengatakan hal yang membuatmu marah–“


“Ya, aku tidak suka itu. Itu bukan kewajibanmu untuk melindungiku, jadi kau tak perlu bersikap bahwa kau lebih baik dariku. Aku tau jika saat itu kau masih belum mengetahui kekuatanku, jadi aku bisa memakluminya. Tapi tidak untuk yang kedua kalinya. Aku akan benar-benar marah jika kau mengatakan perkataan yang tak berguna itu.”


“....” Hanafi hanya tersenyum menatap Lapis, lalu berjalan selangkah seolah berniat mendengarkan perkataan Lapis yang belum selesai itu.


“Biar aku katakan ini ..., aku kuat! Amat sangat kuat! Akulah yang dijuluki Filie Ros, akulah yang ditakuti karena mencapai rangking D di usiaku yang masih belasan tahun. Akulah satu-satunya orang yang masuk lima Eluser terkuat dengan umur termuda!“


“Lalu?” tanya Hanafi menutup matanya sesaat dan tersenyum kecil menatap Lapis.


“Aku lebih kuat berkali-kali lipat darimu! Dalam pertempuran, kau hanya menjadi beban untuk–“


“Meski begitu aku akan tetap melindungimu. Maaf, ini bukan masalah dari seberapa kuatnya dirimu, bukan masalah dari seberapa lemahnya diriku. Aku hanya merasa kalau itu sudah kewajibanku, kewajiban kami ...,” jelas Hanafi memalingkan wajah dari Lapis.


“Kenapa ...?” Lapis menggeram dengan tekanan lebih dalam. Dia menundukkan kepalanya sambil  mengepalkan kedua tangannya amat erat.


“Karena kau seorang wanita dan aku seorang pria. Sudah menjadi kewajibanku melindungimu, sudah menjadi kewajiban kaum kami  untuk melindungi kaum kalian. Itu yang kupelajari dari wanita yang mengasuhku di panti asuhan ...,” senyum Hanafi menatap Lapis yang terlihat amat kesal.


“Jadi kau menganggapku wanita yang pantas mendapatkan perlindungan ...!?” tanya kembali Lapis dengan tekanan nada yang masih dalam dan bergetar. Kepalan kedua tangannya semakin erat seolah sedang menahan amarah.


“Ya, kau pantas mendapatkannya. Meski kau sangat kuat, tapi kau masih tetap seorang wanita yang berhak untuk dilindungi.”


“Kau akan melindungiku? Meski aku lebih kuat darimu!?” tanya Lapis dengan nada suara yang lebih dalam, kepalan kedua tangannya mulai bergemetar dipenuhi emosi.


“Ka-kau tidak sempurna. Ada kalanya kau membutuhkan bantuan dan perlindungan,” jelas Hanafi menatap Lapis yang marah. Meski dirinya juga cukup ketakutan akan aura kemarahan yang dikeluarkan Lapis.


“Jadi kau akan melindungiku apapun yang terjadi?” tanya Lapis dengan nada yang lebih pelan. Mengendurkan kepalan tangannya secara perlahan.


“Ya ...,” senyum Hanafi menutup mata sesaat. Dia juga mulai membuka matanya sambil bergumam kebingungan. “Hanya perasaanku saja, tapi pertanyaan tadi terasa seperti menjurus ke arah sana yah ....”


 “Begitu ...,” senyum lega Lapis terus menundukkan kepala sambil mulai melepaskan kepalan tangan. Dia berjalan mendekat dan mulai berjingkat mendekati wajah lelaki berambut hitam itu.


Hanafi sontak terkejut hebat dengan tindakan gadis yang sulit ditebak itu. Wajahnya memerah karena aroma tubuhnya yang mulai tercium oleh hidungnya. Aroma yang lembut dan wangi menyejukkan seperti gadis muda pada umumnya.


Bukan untuk menciumnya atau menatap wajah Hanafi sangat dekat. Wajah Lapis terlihat melewati pipi kanan Hanafi yang menutup mata. Mulai mengigit telinga Hanafi amat kencang. Alhasil darah merah seketika mengucur deras dari telinga kanannya itu.


“Aww, sakit!!” Hanafi berteriak cukup kesakitan lekas mendorong Lapis cukup keras. Dia pun mulai memegang telinganya. Tapi kembali lagi, Lapis menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Wajahnya yang terlihat kesal itu pun mulai berucap.


“Di-Diamlah, Budak!”


“Apa yang kau lakukan, Gadis Brengsek!?” kesal Hanafi cukup kesakitan menutup telinganya yang berdarah.


“Ini karena kau mengatakan hal yang tak perlu! Inilah balasannya!!” kesal Lapis mulai membalikkan badan, lekas berjalan cukup cepat meninggalkan Hanafi.


“Hei tunggu sialan–“


“Kau besok akan berpisah dengan kami, kan?” tanya Lapis menghentikan langkahnya, memotong ucapan Hanafi. Kepala Lapis mulai tertunduk ke bawah.


“Ya, itu memang niatku. Kenapa!?” geram Hanafi yang masih diselimuti kemarahan.


“Begitu, baguslah ...,” Lapis mengangkat wajahnya ke atas dan mulai berjalan amat cepat. Ketika Hanafi yang tidak melihat wajahnya, Lapis terlihat tersenyum bahagia. Kedua pipinya memerah merona seperti tomat masak. Tampang gadis itu benar-benar terlihat sangat rupawan ketika dia memperlihatkan senyuman manisnya.


Dia memegang dada yang berdegup amat kencang dengan kedua tangannya yang bergemetar. Kakinya terasa lemas untuk ia gerakan karena tindakan dia sebelumnya.


“Ah-Ah Budak– maksudku Ha-Hanafi ...,” Lapis kembali menghentikan langkahnya.


“Apa lagi!?” kesal Hanafi yang masih menutup telinga berdarahnya. Dia masih menatap penuh kekesalan pada gadis yang saat ini membelakangi dirinya.


“Un-untuk sekarang, ja-jangan perlihatkan luka itu pada Bella!” pinta Lapis dengan suara yang hampir tak terdengar.


“Kenapa? Karena kau tak ingin dimarih olehn–“ keluh Hanafi menutup matanya.


“Lakukan saja!!” teriak Lapis dengan aura mengancam.


“Ba-baiklah ...,” tak sadar Hanafi seketika mengangguk pelan cukup ketakutan. Setelah itu mulai bergumam dalam hati sambil menatap tajam gadis yang terus berjalan dihadapannya.


Sialan gadis itu, apa dia benar-benar seorang gadis?! Untuk apa dia melakukan hal kasar seperti ini?! Bagaimana jika lukanya jadi membekas?!”


Tanpa mereka sadari, Sebas terlihat mendengar semua perbincangan mereka. Ekspresi wajahnya terlihat terkejut. Mulutnya sedikit terbuka sambil menatap mereka berdua.


Kedua tangannya sedikit bergemetar. Lelaki cukup tua itu menatap Lapis dengan penuh kekhawatiran.


Ak-aku tak percaya jika anda juga melakukan hal yang sama seperti mendiang Ratu. Aku cukup senang akan hal ini, dan aku tidak membenci pilihanmu itu .... Tapi, apa ini tidak terlalu cepat untukmu, Putri?”


***

2 comments:

  1. Di gigit untuk apa ya?
    Tanda jodoh gitu?
    😁😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. mungkin 'marking', tanda 'ini punya gue!" wkwk

      Delete