Tittle: Exitium
Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy
Author: r lullaby
Status: Ongoing
Chapter 4
Tanda
Langit sudah mulai
berubah warna menjadi gelap. Suhu di sekitarnya mulai menurun hingga membuat
Hanafi memeluk tubuhnya sendiri.
Perban luka berwarna coklat terlihat melilit kedua telapak tangannya.
Bella yang melihat hal itu hanya tersenyum kecil sambil memberikan selimut coklat pada Hanafi.
“Eh, tapi bagaimana denganmu?” Hanafi bertanya menatap Bella. Sesekali dia juga melirik
Lapis yang merenung, dan menatap langit yang
mulai menurunkan air hujan. Wajahnya terlihat datar tak menunjukkan ekspresi
apapun. Tapi, aura kesedihan
benar-benar terasa darinya yang
baru kehilangan seluruh prajuritnya.
“Terima saja. Aku baik-baik saja meski tanpa selimbut
ini,” senyum Bella sambil menggoyangkan
tangannya yang masih memegang selimbut.
“Tapi kau seorang gadis. Mana bisa aku–“ khawatir Hanafi
akan tetapi perkataanya lekas terpotong oleh gadis yang duduk di samping Bella.
Dia melirik Hanafi sambil berkata.
“Terima saja, Budak! Meski terlihat
seperti itu, Bella itu Eluser tipe
api. Dia dapat dengan mudah menghangatkan tubuhnya sendiri.”
“El-Eluser ...?”
Hanafi bertanya penasaran dalam hati.
“I– ni ...!” Bella tersenyum sambil melemparkan
selimutnya. Hanafi tersenyum mulai menangkap selimut yang diberikan Bella. Dia menatap gadis
berambut hitam itu lalu mengucapkan kata terima kasih.
“Sama-sama,” senyum manis Bella, sedikit memiringkan kepala di hadapan Hanafi.
Hanafi terdiam, dan terpesona melihat dirinya yang rupawan
bersikap seperti itu. Sedangkan Lapis terlihat sedikit kesal sambil melirik sinis Hanafi untuk beberapa saat.
Hanafi hanya terdiam terkejut mendapatkan lirikan Lapis yang tak senang.
Lelaki bermata coklat itu mulai bertanya cukup khawatir pada keduanya.
“Ap-apa ini benar-benar tak apa? Maksudku, aku masuk dan
duduk bersama kalian berdua di
sini?”
“Apa maksudmu? Di luar hujan dan dingin. Kamu bukan budak
yang diperlakukan rendah seperti itu. Kami juga punya rasa simpati,” khawatir Bella
bertanya.
“Tapi gadis di
sebelahmu itu terus-terusan memanggilku budak, Bella,” keluh Hanafi menutup
matanya sesaat.
“Sadarkah jika kau ini terlalu
banyak bertanya?” kesal Lapis mulai menutup mata. Nada dari perkataanya
terdengar arogan kembali.
“....” Hanafi hanya berwajah khawatir menatap Lapis yang
kesal terhadapnya.
“Sudahlah Lapis, kamu jangan–“
“Hachiimm!!”
“....” Suasana seketika terasa hening ketika Bella
bersin. Hanafi dan Lapis menatap Bella secara bersamaan sebelum mereka melirik
satu sama lain.
Tapi ketika kedua mata
mereka bertemu, entah kenapa mereka lekas mengalihkan pandangan satu sama lain.
Hanafi terlihat khawatir karena takut dimarahi lagi, sedangkan Lapis hanya
berwajah datar seakan tak peduli.
“Gawat-gawat, aku harus
menghangatkan tubuhku sendiri,” senyum Bella melihat kedua tangannya. Lalu dia
terlihat berkonsentrasi menutup mata. Cahaya berwarna merah orange mulai muncul
di kedua tanganya. Setelah
itu dia mengusap ke seluruh tubuhnya untuk menghangatkan diri.
Hanafi kembali
dikejutkan oleh kekuatan misterius
yang ia lihat dengan kedua bola matanya. Wajahnya yang terlihat penasaran mulai
bertanya cukup cemas pada Bella.
“Ap-apa itu?”
“Apanya yang ‘apa itu’?” Bella membalikkan pertanyaan Hanafi dengan ekspresi kebingungan sambil terus menghangatkan tubuhnya
sendiri.
“Kekuatan itu! Apa itu
sihir?!”
“Seperti yang dikatakan Lapis, aku Eluser tipe api. Apa kau tidak tau akan
hal ini?” tanya Bella mulai membuat api kecil di tangan kanannya. Hanafi hanya
menggelengkan kepala dengan wajah khawatir yang
masih
ia berikan.
“Kau aneh, Budak. Seharusnya
pengetahuan ini sudah kau dapatkan sejak belia. Tentang para Electus, tentang kami Eluser, dan tentang para pembuat masalah yang menyedihkan Phyuser ...,” Lapis kembali menatap
Hanafi.
“Maaf, aku bukan
berasal dari dunia– maksudku wilayah ini. Wi-wilayahku berada jauh di timur dan
tak pernah mengenal kemampuan ini.”
“Aku turut perihatin.
Berarti wilayahmu amat sangat terpencil dan
terisolasi sampai tidak mengetahui Eluser seperti
kami,” senyum Lapis dengan nada yang merendahkan.
“Hei, Lapis ...,” Bella merasa tak enak melirik sahabatnya.
“....” Hanafi hanya
tersenyum melihat Lapis, sedangkan Lapis seketika memalingkan wajah ketika
Hanafi melakukan hal tersebut.
“Biar aku jelaskan dari
awal. Pada dasarnya Electus merupakan
orang-orang terpilih yang diberikan kekuatan oleh dewi penjaga benua ini, yakni Dewi Auloratina. Kami berbeda dengan
yang lainnya karena memiliki kemampuan lebih yang tidak dimiliki oleh
manusia pada umumnya.”
“Lalu bagaimana caranya
menjadi terpilih itu?”
“Bodohnya, kau tidak bisa menjadi Electus atas kehendakmu. Ketika Electus dilahirkan ke dunia ini, lambang peringkat kekuatan mereka akan muncul sebagai
tanda lahir. Biasanya lambangnya
berbentuk H yang merupakan ranking terlemah dari para Electus,” jelas Lapis melirik Hanafi.
“Tapi dalam beberapa
kasus, ada bayi yang langsung memiliki tanda lahir dengan ranking G. Dia
disebut Igenium, dengan kata lain
anak jenius yang diharapkan,” senyum Bella melirik sahabatnya yang menutup
mata.
“Me-memangnya ada
berapa ranking dalam Electus?” tanya
khawatir Hanafi yang semakin memasuki pembicaraan. Dia terlihat percaya
mengingat kekuatan itu sudah ia lihat sendiri dengan kedua bola matanya.
“Ada sebelas. Dari yang terlemah
ranking H sampai yang terkuat Triples S,” senyum Lapis menutup
matanya perlahan.
“....” Hanafi terdiam seakan paham sambil menganggukkan kepala
“Ah iya, jika kekuatan
para Electus sudah terlalu kuat. Maka
tanda lahir dalam tubuhnya akan bercahaya seperti ini,” senyum Bella
memperlihatkan pusar, lebih tepatnya tanda lahir berbentuk ‘E’ yang bercahaya di samping kanan pusarnya.
“....?!” Hanafi hanya
terdiam terkejut dengan kedua
mata melebar. Wajahnya memerah karena tubuh Bella yang terlihat mulus dan begitu menggoda.
“Mesum,” pelan Lapis
mengalihkan pandangan.
“It-itu bukan salahku!!” teriak gugup Hanafi menatap ketakutan Lapis. Wajahnya terlihat masih memerah.
“Hahaha, sudah sudah,” Bella
hanya tertawa ringan sambil menutup perutnya
kembali. Dia mulai berbicara kembali dengan telunjuk ia angkat di hadapan Hanafi.
“Ini dinamakan Upgrade Class. Kami dilarang menggunakan
kekuatan berlebihan saat naik peringkat seperti ini. Setelah seminggu, lambang
akan berubah menjadi lebih tinggi. Lalu stamina dan kekuatan kami akan
meningkat dengan sendirinya.”
“Begitu ..., lalu apa
maksudnya Phyuser dan Eluser?” tanya kembali Hanafi menatap Bella.
Lapis seketika tersenyum lebar ketika Hanafi
menanyakan hal itu. Dia pun mulai membuka mulutnya
berniat menjelaskan, akan tetapi.
“Berhenti ..., biar aku jelaskan
padanya,” keluh Bella menutup mata.
“Kenapa!?” kesal Lapis tak
senang.
“Penjelasanmu itu hanya akan
membuat
para Phyuser menjadi terdengar lebih buruk, Lapis,” keluh Bella
melirik sahabatnya.
“Tapi mereka memang
buruk,” ketus Lapis menatap tajam
sahabatnya. Gadis berambut putih itu benar-benar memperlihatkan kebenciannya kepada para Phyuser.
“Begini yah, Hanafi.
Pada dasarnya Electus dibagi menjadi
dua kategori. Yang pertama adalah Elemental
User atau biasa dipanggil Eluser. Mereka
dapat mengendalikan sihir elemen dasar, bahkan ada yang termasuk tipe unik
hingga bisa mengendalikan gravitasi.
Sedangkan Phyuser atau Phyisica User merupakan tipe fisik dari Electus. Biasanya mereka memiliki kekuatan yang melebihi manusia
normal pada umumnya. Di berbagai era, jumlah Phyuser di dunia lebih banyak dibanding Eluser. Mungkin perbandingannya satu berbanding lima.”
“Ah begitu ....” Hanafi terlihat memahami
penjelasan Bella.
“Kami sangat istimewa.
Jangan samakan kami dengan para Electus pembuat
masalah itu,” kesal Lapis menutup mata. Bella hanya tersenyum kecil melihat sahabatnya itu.
“Se-sesedikit itukah
kategori kalian?” khawatir Hanafi bertanya.
“Ya, mungkin sekitar 25% di benua ini adalah seorang Electus, dan hanya 5% saja golongan kami ini.”
“Wa-wah, perbedaan jumlah yang sangat jauh. Apa kalian menjadi
minoritas karena jumlah kali–“ Hanafi
kembali bertanya dengan senyuman kecemasan.
“Jangan bodoh ...,
justru merekalah yang minoritas. Phyuser memang lebih banyak, tapi mereka terkenal karena tidak akan pernah bisa
mengalahkan kami para Eluser. Sebagian
dari mereka sering lari terbirit-birit ketika
berhadapan dengan kami.” Lapis kembali terlihat arogan.
“Eh, be-benarkah itu?”
Hanafi bertanya cukup gugup.
“Ya memang benar sih kebanyakan seperti itu ...,” Bella terlihat berpikir menyentuh dagu.
“Amat sangat jarang
bagi Phyuser untuk mencapai Kelas E. Bahkan saat ini saja hanya dua orang
yang mencapai kelas tertinggi itu. Phyuser lebih kesulitan Upgrade Class dibandingkan dengan kami,”
lanjut Bella.
“Contoh jelasnya
seperti lelaki bernama Gadambor tadi. Aku yakin jika dirinya hanya Kelas F dan itu sudah termasuk
kuat dalam kategorinya,” senyum Lapis menutup matanya sesaat.
“Lalu bagaimana dengan
kalian?”
“Mayoritas dari kami
memiliki Kelas F. Yang terlemah hanya
Kelas G. Dan ada pula Eluser yang dijuluki Igenium sepertiku yang memiliki
Kelas E.
Dan yang paling
menakjubkan dari itu, ada lima orang yang ditakuti oleh seluruh benua ini. Lima
orang itu adalah Electus terkuat dan semuanya berasal dari kategori Eluser. Peringkat kelima yang terendah dari mereka saat ini
sudah mencapai Ranking D. Dan saat
ini dia satu-satunya Eluser yang
berperingkat D termuda di benua ini,” senyum Bella menutup matanya.
“Apa itu dirimu? Kau
sedang upgrade class kan?”
“Bukan, itu bukan aku,”
senyum Bella melirik sahabatnya yang berwajah datar. Hanafi hanya terdiam paham
akan maksud dari lirikan Bella itu. Dia tersenyum melihat gadis berambut putih
itu.
“Kenapa kau tersenyum
padaku?” Lapis merasa terganggu akan senyuman Hanafi. Lekas menutup matanya sesaat sambil memalingkan
wajah.
“....”
“Tapi jika kalian punya kemampuan seperti ini,
seharusnya ....” Hanafi berucap pelan dengan senyuman muram.
“Kami tau maksudmu, Hanafi. Aku juga tak
menyangka akan kemunculan Phyuser
itu. Ini benar-benar keteledoran kami,” senyum Bella melirik Lapis yang
menundukkan kepala, kembali menunjukkan aura kesedihan.
“Sudahlah jangan terus mengungkit yang sudah berlalu, mereka– para prajuritku gugur dengan penuh hormat. Yang lebih penting dari
itu, kemampuan apa yang kau gunakan tadi untuk melawan Phyuser?” lanjut Lapis bertanya melirik Hanafi.
“Kemampuan?”
“Ah iya, aku juga
hampir melupakan itu! Maksudmu gaya kuda-kudamu yang seperti ini,” senyum Bella
bersemangat sambil mempraktekan gaya
kuda-kuda yang sebelumnya digunakan Hanafi.
“Maksudmu Kendo?” tanya Hanafi tersenyum pada
keduanya.
“Kendo?” Lapis dan Bella bertanya penasaran pada Hanafi. Hanafi
hanya tersenyum sambil melirik jendela keluar melihat hujan yang telah
berhenti.
“Ya, Kendo ....”
“Begitu, aku baru
pertama kali dengar gaya pedang seperti itu. Aku mulai percaya jika kamu memang datang dari tempat yang jauh, karena aku tak tau gaya berpedangmu,” ucap Lapis kembali
memalingkan wajahnya
“Ya. Aku memang berasal
dari tempat yang ja–“
“Hei, Hanafi ..., ingin
ikut kami ke Aldosta?” tanya Bella memotong perkataan. Tatapannya terlihat
berbinar-binar menatap Hanafi yang berwajah khawatir.
“Tunggu Bella?! Apa
yang kau katakan?! Tidak mungkin bagi kita untuk membawanya!!“ kesal Lapis yang
sungguh menentang akan ajakan sahabatnya. Dia mengepalkan kedua tangannya yang
sedikit bergemetar.
“Ehh, kenapa? Kamu
sudah membebaskan hukumannya karena dia sudah menolong kita. Hanafi juga tidak
keberatan akan hal itu,” senyum Lapis menggoda sahabatnya.
“Tapi!! –“ kesal Lapis
yang terlihat cemas.
“Kenapa kau terlihat sangat tidak
setuju seperti ini, Lapis?” Bella mulai terlihat kesal juga karena sifat keras kepala dari sahabatnya.
“Aku sungguh tidak
setuju jika dia ikut dengan kita!!” teriak Lapis cukup kencang hingga terdengar
oleh kusir kuda. Itu pertama kalinya bagi gadis yang terlihat tenang dan arogan
itu berteriak cukup keras. Kedua tangannya bergemetar, hatinya berdetak cepat
dengan suhu tubuh yang mulai menaik.
“Per-permisi ...,”
senyum Hanafi cukup ketakutan.
“...Kenapa Hanafi?” tanya Bella.
“Aku berterima kasih
atas tawaranmu. Tapi aku ingin mengenal lebih jauh tentang dunia– maksudku
wilayah ini. Jika berkenan, kalian bisa mengantarku ke desa terdekat,” senyum
Hanafi menutup matanya.
“Lihat!! Dia juga tidak
mau!!” senyum Lapis amat bahagia menunjuk Hanafi.
“Aku tau, kenapa kau
sesenang itu?” tanya datar Bella melirik Lapis.
“Kami pasti akan
mengantarmu ke desa terdekat. Tapi Hanafi, ini sudah terlalu malam. Bagaimana
jika besok saja kami mengantarmu.” Jelas Bella menatap malam yang semakin gelap
gulita. Bersamaan dia mengatakan hal itu, kereta kuda
yang mereka tumpangi pun berhenti.
“Aku setuju dengannya,
lebih baik kita beristirahat dulu,” Lapis mulai turun dari kereta kudanya, dan
menyuruh kusir kuda untuk membuatkan tenda untuk dirinya.
“Soal tempat tidur
...,” Lapis melirik Bella.
“Ah, biar aku tidur di luar. Lagipula aku sudah mendapatkan selimut ini,”
senyum Hanafi mengangkat selimut milik Bella.
“Tidak perlu, Tuan. Biar aku saja yang di luar. Anda bisa beristirahat di dalam kereta saja,”
senyum kusir kuda yang
memberikan tatapan kagum pada Hanafi.
“Tu-tuan?!” Hanafi
cukup terkejut melihat lelaki yang lebih tua darinya itu terlihat menghormatinya.
“Ya, itu mungkin lebih
bagus,” Bella terlihat
berpikir
dan setuju menganggukkan kepala.
“Tunggu dulu, aku tidak
setuju dengan hal itu!” teriak Lapis
cukup kesal sambil menatap tajam kusir
kuda yang cukup tua.
“Kau tidur di dalam
kereta! Itu sudah menjadi aturan dariku!!” lanjutnya
Lapis
menunjuk kereta dan memberikan
ancaman.
“Memang benar itu
aturan yang anda berikan ketika aku ingin menjadi kusir kuda untuk anda, tapi
Putri Lapis–“
“Aku tidak mau jika
orang lanjut usia tidur di
luar
yang dingin seperti ini!” geram Lapis
secara blak-blakan mengeluarkan isi hatinya.
“....” Suasana terasa
hening. Seluruh tatapan cukup terkejut dari
sekitar tertuju pada Lapis yang berteriak memejamkan mata.
“Ma-maksudku aku tak
mau anak buahku terlihat menyedihkan seperti itu!” Lapis tersadar dengan nada cukup gugup. Dia berjalan cepat memasuki tenda dengan wajah yang memerah karena rasa malu.
Bella hanya tersenyum
melihat Lapis yang berjalan cepat memasuki tenda. Dia tersenyum bahagia
memejamkan mata, memegang dada dengan kedua tangannya sambil bergumam dalam
hati.
“Sudah kuduga jika kau masih memiliki hati yang baik itu .... Sikap menyebalkanmu selama ini hanyalah kepura-puraanmu untuk
menjaga jarak dari dunia luar yang sudah membuatmu terluka.”
Hanafi juga kembali
dikejutkan dengan sifat Lapis yang seringkali berubah. Dia benar-benar terlihat
kebingungan akan sikap gadis berambut putih itu.
Sama halnya dengan
Hanafi, kusir kuda juga terlihat cukup terkejut setelah mendengar perkataan
Lapis. Tapi setelah itu dia hanya tersenyum dan menganggukan kepala seakan bahagia.
“Lebih baik kita tidur
bersama di dalam kereta,” senyum Hanafi memegang pundak sang kusir kuda yang
cukup kurus itu.
“Ya,” senyum lelaki
dengan kumis putih cukup lebat. Dia berbalik dan menatap lelaki cukup tampan di hadapannya
Bersamaan Bella yang
berjalan mengikuti sahabatnya. Hanafi mulai bertanya pada lelaki di hadapannya.
“Ngomong-ngomong, bisa
kutahu namamu, Pak?”
“Nama saya Sebas. Tuan
Hanafi bisa memanggilku apapun.”
“Baiklah Pak, bisa aku
meminta tolong padamu?” senyum Hanafi bertanya khawatir.
“Ya, tentu saja saya
bantu. Selama itu masih dalam kemampuan saya,” senyum Sebas bertanya dengan
penuh hormat.
“Bisakah Bapak
perlakukan aku sederajat? Memang benar bapak hanya bersikap hormat, tapi aku
tetap merasa aneh jika diperlakukan seperti ini. Malahan di daerahku, orang
yang lebih tua lah yang harusnya dihormati. Status menjadi
nomor yang tak diperhintungkan,” senyum Hanafi memejamkan mata.
“Tapi –“
“Panggil saja aku
Hanafi, aku sungguh sangat senang jika Bapak melakukan hal itu,” senyum Hanafi mulai membuka matanya
dan menatap Sebastian.
“Ba-baiklah, jika itu
keinginanmu, Hanafi,” Sebastian tersenyum kagum melihat lelaki berambut hitam
itu.
Waktu bergerak cepat, malam semakin larut, dan
suasana pun semakin terasa hening. Sebastian terlihat
sudah duduk tertidur lelap di bangku yang sebelumnya di duduki oleh Hanafi.
Sedangkan Hanafi terlihat duduk di hadapanya, termenung menatap sekitarnya yang gelap.
“Aku tidak bisa tidur ..., “ batinnya mengeluh dan menutup matanya
sesaat.
Ketika dia masih
menatap sekitarnya itu, mulai terdengar suara ketukan kayu di belakang kereta.
Hanafi cukup terkejut, wajahnya mulai terlihat khawatir sambil turun dari
kereta.
Dia berniat memeriksa
asal suara itu dengan cahaya dari ponsel androidnya.
Tangan kanannya terlihat bergemetar sambil bergumam dengan nada cukup gugup.
“Ha-halo, ada orang di sana ...?”
Tapi seketika ponsel android milik Hanafi
kehabisan baterai, alhasil cahaya penerangannya menghilang.
“Ah sial, sekarang
ponsel mati!? Kenapa kesialan terus datang padak–“ Hanafi cukup ketakutan
sambil menekan tombol power. Tapi perkataanya terpotong oleh suara gadis yang
terdengar datar. Suara gadis yang sudah cukup ia kenal.
“Sedang apa kau?”
Lapis, ya gadis
berambut putih itu terlihat berdiri di hadapan Hanafi. Dia memasang
ekspresi datar menatap Hanafi yang menekan ponselnya.
“Lapis?!” Hanafi dengan
nada cukup tinggi, tapi mulutnya seketika ditutup oleh kedua tangan Lapis.
Wajah Lapis terlihat khawatir ketakutan sambil menggeram cukup kesal.
“Diam ...! Bagaimana jika
kau membangunkan yang lainnya!?”
“Ma-maaf ...,” pelan
Hanafi cukup cemas.
Lapis terlihat mundur
satu langkah. Menyembunyikan kedua tangannya dibelakang sambil memalingkan
wajah. Hanafi hanya terdiam penasaran akan tingkahnya yang aneh.
“Jadi ada apa?” tanya
Hanafi menatap Lapis cukup penasaran.
“Aku hanya ingin
memastikan sesuatu darimu,” Lapis berbalik dan membelakangi Hanafi.
“....” Angin malam
mulai bertiup lembut menerpa tubuh keduanya. Suasana terasa hening setelah
perkataan terakhir dari Lapis. Alam seolah menyaksikan perbincangan mereka yang
mulai terasa dalam.
“Kenapa kau mengatakan
hal itu?” Lapis melirik Hanafi yang berada di belakangnya. Tatapannya begitu tajam seolah dipenuhi keseriusan
yang amat dalam.
“Me-mengatakan apa?” gugup Hanafi bertanya kebingungan.
“Mengatakan kalau kau
ingin melindungiku, melindungi kami berdua.” Lapis berbalik dan menatap Hanafi lebih tajam. Tatapan Lapis itu langsung mengarah
ke kedua mata Hanafi yang cukup was-was.
“Ah, hal itu ...? Ap-apa aku mengatakan hal yang membuatmu marah–“
“Ya, aku tidak suka
itu. Itu bukan kewajibanmu untuk melindungiku, jadi
kau tak perlu bersikap bahwa kau lebih baik dariku. Aku tau jika saat itu kau masih belum mengetahui
kekuatanku, jadi aku bisa memakluminya. Tapi tidak untuk yang kedua kalinya. Aku akan benar-benar
marah jika kau mengatakan perkataan yang tak berguna itu.”
“....” Hanafi hanya
tersenyum menatap Lapis, lalu berjalan selangkah
seolah berniat mendengarkan perkataan Lapis yang belum selesai itu.
“Biar aku katakan ini
..., aku kuat! Amat sangat kuat! Akulah yang dijuluki Filie Ros, akulah yang ditakuti karena mencapai rangking D di usiaku yang masih belasan tahun. Akulah satu-satunya
orang yang masuk lima Eluser terkuat
dengan umur termuda!“
“Lalu?” tanya Hanafi
menutup matanya sesaat dan tersenyum kecil
menatap
Lapis.
“Aku lebih kuat
berkali-kali lipat darimu! Dalam pertempuran, kau hanya menjadi beban untuk–“
“Meski begitu aku akan
tetap melindungimu. Maaf, ini bukan masalah dari seberapa kuatnya dirimu, bukan
masalah dari seberapa lemahnya diriku. Aku hanya merasa kalau itu sudah
kewajibanku, kewajiban kami ...,” jelas Hanafi memalingkan wajah dari Lapis.
“Kenapa ...?” Lapis menggeram dengan tekanan lebih dalam. Dia menundukkan kepalanya sambil mengepalkan kedua tangannya amat erat.
“Karena kau seorang
wanita dan aku seorang pria. Sudah menjadi kewajibanku melindungimu, sudah
menjadi kewajiban kaum kami untuk
melindungi kaum kalian. Itu yang
kupelajari dari wanita yang mengasuhku di panti asuhan ...,” senyum Hanafi
menatap Lapis yang terlihat amat kesal.
“Jadi kau menganggapku
wanita yang pantas mendapatkan perlindungan ...!?” tanya kembali Lapis dengan tekanan nada yang
masih dalam dan bergetar. Kepalan kedua tangannya semakin erat seolah sedang menahan amarah.
“Ya, kau pantas
mendapatkannya. Meski kau sangat kuat,
tapi kau masih tetap seorang wanita yang berhak untuk dilindungi.”
“Kau akan melindungiku?
Meski aku lebih kuat darimu!?” tanya Lapis dengan nada suara yang lebih dalam,
kepalan kedua tangannya mulai bergemetar dipenuhi emosi.
“Ka-kau tidak sempurna. Ada kalanya kau
membutuhkan bantuan dan perlindungan,” jelas Hanafi menatap Lapis yang marah.
Meski dirinya juga cukup ketakutan akan aura kemarahan yang dikeluarkan Lapis.
“Jadi kau akan
melindungiku apapun yang terjadi?” tanya Lapis dengan nada yang lebih pelan. Mengendurkan kepalan tangannya secara
perlahan.
“Ya ...,” senyum Hanafi
menutup mata sesaat. Dia juga mulai membuka matanya sambil bergumam
kebingungan. “Hanya perasaanku saja, tapi
pertanyaan tadi terasa seperti menjurus ke arah sana yah ....”
“Begitu ...,” senyum lega Lapis terus menundukkan kepala sambil mulai
melepaskan kepalan tangan. Dia berjalan mendekat dan mulai berjingkat mendekati
wajah lelaki berambut hitam itu.
Hanafi sontak terkejut hebat dengan tindakan gadis yang sulit ditebak
itu. Wajahnya memerah karena aroma tubuhnya yang mulai tercium oleh hidungnya.
Aroma yang lembut dan wangi menyejukkan seperti gadis muda pada umumnya.
Bukan untuk menciumnya
atau menatap wajah Hanafi sangat dekat. Wajah Lapis terlihat melewati pipi
kanan Hanafi yang menutup mata. Mulai mengigit
telinga Hanafi amat kencang. Alhasil darah merah seketika mengucur deras dari
telinga kanannya itu.
“Aww, sakit!!” Hanafi
berteriak cukup kesakitan lekas
mendorong Lapis cukup keras. Dia pun mulai memegang telinganya. Tapi kembali
lagi, Lapis menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Wajahnya yang terlihat kesal itu pun mulai berucap.
“Di-Diamlah, Budak!”
“Apa yang kau lakukan, Gadis Brengsek!?” kesal Hanafi cukup
kesakitan menutup telinganya yang berdarah.
“Ini karena kau
mengatakan hal yang tak perlu! Inilah balasannya!!” kesal Lapis mulai
membalikkan badan, lekas berjalan cukup cepat meninggalkan Hanafi.
“Hei tunggu sialan–“
“Kau besok akan
berpisah dengan kami, kan?” tanya Lapis menghentikan langkahnya, memotong ucapan Hanafi. Kepala Lapis mulai tertunduk ke bawah.
“Ya, itu memang niatku.
Kenapa!?” geram Hanafi yang masih diselimuti
kemarahan.
“Begitu, baguslah ...,”
Lapis mengangkat wajahnya ke atas
dan mulai berjalan amat cepat. Ketika Hanafi yang tidak melihat wajahnya, Lapis
terlihat tersenyum bahagia. Kedua
pipinya memerah merona seperti tomat
masak. Tampang gadis itu benar-benar terlihat sangat rupawan ketika dia memperlihatkan senyuman manisnya.
Dia memegang dada yang
berdegup amat kencang dengan kedua tangannya yang bergemetar. Kakinya terasa
lemas untuk ia gerakan karena tindakan dia sebelumnya.
“Ah-Ah Budak– maksudku
Ha-Hanafi ...,” Lapis kembali menghentikan langkahnya.
“Apa lagi!?” kesal
Hanafi yang masih menutup telinga berdarahnya. Dia masih menatap penuh kekesalan pada gadis yang saat
ini membelakangi dirinya.
“Un-untuk sekarang,
ja-jangan perlihatkan luka itu pada Bella!” pinta Lapis dengan suara yang hampir tak terdengar.
“Kenapa? Karena kau tak
ingin dimarih olehn–“ keluh Hanafi menutup matanya.
“Lakukan saja!!” teriak Lapis dengan aura
mengancam.
“Ba-baiklah ...,” tak sadar Hanafi seketika mengangguk pelan cukup ketakutan. Setelah itu
mulai bergumam dalam hati sambil menatap tajam gadis yang terus berjalan
dihadapannya.
“Sialan gadis itu, apa dia benar-benar seorang gadis?! Untuk apa dia
melakukan hal kasar seperti ini?! Bagaimana jika lukanya jadi membekas?!”
Tanpa mereka sadari, Sebas terlihat mendengar semua perbincangan
mereka. Ekspresi wajahnya terlihat terkejut. Mulutnya sedikit terbuka sambil
menatap mereka berdua.
Kedua tangannya sedikit bergemetar. Lelaki
cukup tua itu menatap Lapis dengan penuh kekhawatiran.
“Ak-aku tak percaya jika anda juga melakukan hal yang sama seperti
mendiang Ratu. Aku cukup senang akan hal ini, dan aku tidak membenci pilihanmu
itu .... Tapi, apa ini tidak terlalu
cepat untukmu, Putri?”
***
Di gigit untuk apa ya?
ReplyDeleteTanda jodoh gitu?
😁😁
mungkin 'marking', tanda 'ini punya gue!" wkwk
Delete