Monday, 27 August 2018

Chapter 10

Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Chapter 10
Asvia

 Langit sudah menggelap ketika Hanafi dan adiknya kembali ke kota, dan perhatian di sekitarnya semakin tertuju pada mereka. Tak aneh, mengingat ada gadis rupawan tak sadarkan diri yang digendong oleh Hanafi.


            Sebelumnya, Hanafi sudah menanyakan pada penjaga gerbang tentang bagaimana langkah selanjutnya menangani gadis asing tak sadarkan diri itu. Tapi, para penjaga hanya tertawa keheranan, dan lalu mengatakan jika itu urusan Hanafi. Mereka tidak memiki kewajiban untuk mengurusi orang asing yang terluka.


            “Sungguh, apa mereka benar-benar penjaga kota ini!?” Hanafi bergumam kesal, bertanya pada adiknya. Tak lupa sambil terus menggedong gadis asing di punggungnya.


            “Ya tak aneh, Kak. Pada dasarnya mereka hanya menjaga gerbang, pasti tak mau mengurusi masalah merepotkan seperti ini. Justru Kakak sendiri lah yang aneh di sini,” senyum kecil Rina memberikan lirikan kecil pada sang kakak.


            “Aku mengerti pekerjaan mereka, Rina. Tapi mereka selaku penjaga penduduk juga harus berpikir ke depan. Di duniaku, petugas keamanan juga turut andil dalam masalah seperti ini.”


            “Ya tapi kan ini bukan duniamu, Kak. Kakak harus beradaptasi dengan kondisi baru ini,” senyum Rina dengan tawaan kecil.


            “Baiklah, lain kali aku akan takkan pernah mengandalkan mereka lagi. Lalu bagaimana sekarang? Apa kita langsung saja ke penginapan? Atau pergi berbelanja dulu?”


            “Tentu saja ke penginapan! Apa kakak mau membawa gadis itu sambil keliling kota?”


            “Ya aku tidak keberatan sih.”


            “....” Mendengar jawaban kakaknya, Rina lekas memasang wajah cemberut sambil memberikan lirikan kekecewaan.


            “Ap-apa?”


            “Tidak ada apa-apa!” ketus Rina yang menaikkan tempo langkah kakinya. Hanafi sedikit tertawa kebingungan melihat adiknya yang seperti itu sambil berjalan lebih cepat mengikutinya.


            Rina tak peduli dan tetap berjalan cepat di depan Hanafi dengan ekspresi kekesalan. Orang-orang di depannya memberi jalan dengan ekspresi kecemasan juga. Enggan berurusan dengan gadis berpakaian mewah yang terlihat seperti seorang bangsawan ini.


            Sampai pada akhirnya mereka sampai di depan Penginapan Catstairs. Rina lekas memasuki bangunan lebih dulu. Para petualang, penjaga dan penduduk yang sedang bersuka ria menikmati akhir hari seketika memberikan tatapan padanya yang baru memasuki bangunan. Ya, keheningan pun mulai merangkul ruangan bar tersebut.


            Rina mengamati sekitar dengan keseriusan. Mencari tempat duduk yang kosong.


            “Hei, Rina ....” Hanafi berucap cemas seolah membujuk adiknya untuk berhenti merajuk.


            “Aku cari kursi buat makan malam, Kakak urus dulu perempuan itu. Jangan lupa bilang ke Kak Eleona.”


            “Aku tidak mengerti, tapi apa kau sedang marah padaku?” Hanafi bertanya cemas.


            “Tidak, maaf tadi sifat kekanak-kanakanku keluar lagi. Untuk sekarang kita istirahat saja dulu. Untuk belanja kebutuhan, besok saja.” Rina menjelaskan sambil terus mencari tempat duduk yang kosong.


            “Tapi kau kan memang masih anak-anak ....” Batin Hanafi sambil memasang wajah keheranan.


            “Yasudah, kau cari saja Ellie atau Letia. Mereka pasti akan mencarikan tempat duduk untuk kita. Aku mau mengurus gadis ini terlebih dahulu,” senyum Hanafi sambil berjalan mendekati Eleona yang sedang membawa makanan untuk pelanggan.


            “Wah, Hanafi! Kau belum makan, kan? Mandi saja dulu, biar kusiapkan makanan ....” Eleona berucap dengan riang, tapi suaranya semakin mengecil ketika melihat gadis rupawan yang digendong Hanafi.


            “Eh seorang gadis bangsawan?”


            “Mungkin saja yah, tapi aku menemukannya di hutan. Sepertinya dia satu-satunya orang yang selamat dari serangan Almbumy Tigris.”


            “Albumy Tigris!? Oh astaga, malangnya gadis ini! Bertemu dengan Sleazer kelas C adalah bencana. Bahkan para petualang veteran juga tak berani mengusik mereka.” Khawatir Eleona ketakutan dengan mata melebar, dan terlihat memberikan aura keprihatinan.


“Tapi dia masih bisa dikatakan sangat beruntung karena masih selamat dari malapetaka ini. Setahuku, amat sangat jarang bagi orang-orang untuk kembali hidup setelah bertemu Raja Hutan Asvia.”


“Benar, dia gadis yang sangat beruntung. Tuhan masih menginginkannya untuk hidup.” Balas Hanafi dengan senyuman.


“Iya benar, mungkin Dewi Auloratina masih ingin memberikan kehidupan padanya,” senyum Eleona.


Lagi-lagi, Dewi Aulo– apa!?” batin Hanafi keheranan yang mendengar nama dewi tersebut.


“Jadi Hanafi, apa kau yang akan menjadi penjaminnya?”


“Penjamin?” Hanafi bertanya heran dengan kepala meneleng.


“Emm..., kau biarkan dia beristarahat di kamarmu. Nanti biar aku jelaskan,” senyum Eleona sambil berjalan melewati Hanafi, dan beniat mengantarkan makanan yang ia bawa.


Hanafi menganggukkan kepala ke arah Eleona, lalu berjalan menaiki tangga sambil menggendong gadis rupawan tersebut.


Dia memasuki kamar, membuat gadis itu berbaring di atas kasur dekat pintu kamar. Hanafi menatap dalam-dalam gadis itu yang tak sadarkan diri.


Rambutnya berwarna biru muda bagaikan langit cerah yang menenangkan hati. Wajahnya amat sangat rupawan bagai putri dari cerita dongeng.


Memang tak secantik Putri Lapis dan Selenia. Tapi gadis itu memiliki keanggunan dan daya tarik melebihi keduanya.


Jantung Hanafi mulai berdetak cepat ketika mulai mengobati pelipis gadis itu yang terluka. Dia membersihkan darah di sekitar lukanya, dan membalutnya dengan kain bersih yang dia bawa dari masa depan.


Lalu beberapa saat kemudian, ketukan pintu dari luar menyadarkan dia dari lamunan yang terus menatap kecantikan gadis tersebut. Membuat Hanafi berjalan cepat dan berucap dengan nada gugup.


“Se-sebentar ....”


Hanafi membuka pintu dan melihat Eleona yang sedang menompang kedua tangan di atas pinggang.


“Lebih baik kau belum melakukan aneh-aneh yah.” Katanya dengan senyuman kecil yang terlihat dengan jelas.


“Mana mungkin aku melakukannya!” pekik Hanafi cemas sambil keluar dan menutup pintu kamar cukup bertenaga.


“Hahahaha, aku hanya bercanda.” Eleona tertawa sambil berjalan menuruni tangga.


“Adikmu meminta tolong padaku untuk memanggilmu. Katanya, dia sudah mendapatkan tempat duduk untuk kalian,” senyum Eleona melanjutkan perkataan.


“Ah iya, terima kasih. Lalu apa maksud penjamin yang kau katakan barusan?”


“Maksud Penjamin itu adalah jadi kau mengurusi segala keperluan gadis itu sementara sampai dia sadarkan diri. Tentu saja dia butuh tempat menginap kan, jadi ....”


“Ah tentu saja aku akan membayar untuk hal ini. Berapa?”


“Tidak banyak, hanya menambahkan 1 koin tembaga,” senyum Eleona.


“Baiklah, lalu aku juga akan menginap 1 malam lagi, jadi 6 koin tembaga kan jika dihitung dengan gadis itu.”


“Ya, tapi kau bisa membayarnya nanti besok saja. Sekarang kau makan dulu karena adikmu sudah menunggu,” senyum lebar Eleona sambil mengambil makanan pelanggan.


Hanafi pun berjalan mendekati tempat duduk adiknya yang sedang mengobrol ringan dengan petugas guild berwarna rambut jingga. Ya, itu Letia.


Sesampai di meja dan duduk berdampingan dengan adiknya, Hanafi langsung dilontari pertanyaan oleh Letia yang duduk berhadapan dengannya.


“Kata Rina jika kalian menemukan seorang gadis, apa itu benar?”


“Ah iya, dia sedang istirahat. Aku sudah sedikit mengobati lukanya. Besok rencananya kami mau membawa ke bagian kesehatan di kota ini. Apa kau tau tempatnya?” tanya Hanafi dengan ekspresi kecemasan. Sedangkan Rina terlihat mulai beranjak dari kursi sambil berucap.


“Aku membersihkan badan dulu, Kak. Bilang pada Eleona jika letakkan saja makananku di meja ini.” Hanafi yang mendengar hal itu hanya memasang wajah datar pada adiknya, tapi itu tak lama sampai dia menghela nafas dan berucap.


“Ah iya, baik. Jadi bagaimana, Letia?” tanya Hanafi kembali memberikan tatapannya pada Letia.


Letia menatap sekitar sesaat sebelum dia berucap dengan nada cemas.


“Aku tak mengerti arti sebenarnya dari ‘bagian kesehatan’ yang kau sebut sebelumnya. Tapi jika kau mencari seorang Penyembuh itu sangat jarang di kota ini, biasanya mereka termasuk orang-orang bangsawan yang sekelas Viscount atau Duke yang dekat dengan raja.”


“Penyembuh? Maksudmu seperti Eluser lagi?”


“Bukan seperti Eluser, tapi mereka memang Eluser dengan tipe super langka, yakni cahaya. Makanya mereka sangat berharga. Orang seperti kita biasanya mustahil untuk berurusan apalagi meminta bantuan pada mereka.”


“Eh lalu apa yang petualang atau orang-orang lakukan jika mereka terluka?” Hanafi berwajah semakin cemas dan kembali mengajukan pertanyaannya.


“Kami biasanya ....” Ucapan Letia mengecil dan menghilang karena melihat Eleona yang datang ke meja mereka sambil membawa makanan.


“Hei kemana adikmu, Hanafi?” tanya Eleona bingung.


“Dia membersihkan badan dulu sebentar. Taruh saja makanannya di sini, Kak.”


“Oh begitu, baiklah. Aku-taruh-di sini,” senyum Eleona mengeja ucapan kalimat terakhir sambil menyimpan makan malam Hanafi, Rina, dan Letia.


Setelah kepergian Eleona, Hanafi kembali menatap Letia dengan tatapan penuh serius. Letia yang bersiap memakan makanannya pun sedikit menghela nafas, menutup mata, dan tersenyum sambil berucap.


“Kami biasanya mengandalkan para Alcholar. Mereka orang-orang berpengetahuan yang membuat ramuan herbal untuk dijual. Permintaan mengumpulkan jamur ungu yang kau ambil itu adalah permintaan salah satu dari mereka,” senyum Letia.


“Para Alcholar? Apa mereka ini bukan para petualang dan hanya penduduk biasa?”


“Emm tidak seperti itu juga sih, tergantung orang-orangnya. Tapi kebanyakan mereka itu adalah para pedagang. Ada serikat selain serikat petualang milik kita, yakni Serikat Pedagang dan Alkimia. Nah, di sana tempat para Alcholar yang seperti Electus berada.”


“Hemm ..., lalu apa mereka juga membuat ramuan selain ramuan herbal?”


“Ya bermacam-macam dan sesuai dengan permintaan klien mereka. Beberapa dari mereka bisa membuat ramuan penambah stamina, penambah kelincahan, penambah kekuatan, dan yang lainnya.”


“Tunggu! Mengingat aku mendengar kemiripan dengan para Electus. Apa mereka mendapat berkah dari dewa juga dan memiliki berbagai peringkat macam kasta seperti para Electus.”


“Kasta? Apa itu hahaha ..., kau menyebutnya menjadi terdengar aneh, Hanafi. Tapi mereka juga memiliki semacam tingkatan seperti para Eluser. Mulai dari Alcholar kelas lima sampai kelas pertama. Tapi, mereka tidak mendapat berkah dari Dewa seperti Eluser.


Mereka mendapatkan gelar itu karena pengetahuan luas mereka. Mereka belajar, belajar, dan belajar untuk mempelajari dunia. Berbagai macam percobaan juga mereka lakukan. Ya intinya mereka itu orang-orang yang gila pengetahuan.”


“Wah aku sedikit bisa membayangkan hal itu–” Hanafi tertawa kecil  sambil menutup mata.


“Ah!” ingat Letia dengan nada tinggi hingga menyanggah ucapan Hanafi. Dia terlihat melebarkan mata, lalu menyunggingkan senyuman kecemasan.


“Ma-maaf kesalahanku. Kalau tak salah, ada lagi untuk Alcholar tertinggi dan tak termasuk dalam kategori kelas serikat.


Mereka mendapat berkah seperti para Electus, malah lebih tinggi dan begitu berharga karena kelangkaan mereka. Selain itu, mereka juga diangkat karena kejeniusan tentang pengetahuan dunia ini. Mereka disebut para Alchemist. Apa yang kudengar ..., setelah ribuan tahun berlalu hanya masa ini saja yang memiliki seorang Alchemist,” senyum cemas Letia sambil memegang dagu yang terlihat berpikir.


“Se-sekuat apa Alchemist ini?”


“Apa maksudmu sekuat apa? Mereka bukan petarung seperti para Electus. Jika kita asumsikan tentang mereka..., mereka mungkin seperti gerbang yang berisi harapan masa depan. Nyawa mereka lebih berharga dari jutaan mahluk hidup di dataran ini karena begitu berharganya pengetahuan mereka.” Letia menjelaskan dengan nada kecemasan.


“Jika begitu bukankah beruntung bagi orang-orang yang hidup di masa ini karena memiliki penyelamat seperti itu? Lalu kenapa wajahmu terlihat begitu cemas?” tanya Hanafi dengan nada kebingungan pada lawan bicaranya.


“Tak seperti Electus yang memiliki tanda berkah dari Dewa, mereka– para Alchemist tak memilikinya. Jadi umumnya kita tidak tau siapa sebenarnya Alchemist ini.”


“Begitu, memang benar itu sedikit membuat cemas, tapi–“


“Maaf, tapi bukan itu yang membuatku cemas. Ada sebuah kabar angin yang mengatakan siapa sebenarnya Alchemist ini, tapi –“


“Bukankah itu bagus!? Orang-orang pasti akan lebih mudah berhubungan dengan sang penyelamat ini jika memerlukan bantuan.”


“Tapi tak semudah itu untuk bertemu dengannya. Selain itu, aku juga berpikir jika orang-orang tak pernah berani bertemu dengannya, Hanafi.”


“Hah, kenapa?!” Hanafi bertanya bingung.


“Kerajaan Misericordiam, tanpa kujelaskan juga mungkin kau sudah mengetahuinya ....” Letia berucap pelan. Hanafi sotak melebarkan mata, lekas merinding seluruh permukaan tubuhnya karena kemarahan.


“Kerajaan Rembulan Merah ...!?”


“Ya, dan aku dengar juga jika Putri dari Kerajaan itu adalah Alchemist yang diagung-agungkan dunia di masa ini.”


“Jadi putri dari kerajaan itu yang mengemban gelar penyelamat,” cemas Hanafi menutup mata.


“Tak heran jika kau berwajah seperti itu, Letia.” Hanafi melanjutkan ucapan.


“....” Letia hanya menyunggingkan senyuman kecil dengan anggukkan kepala pelan.


“Tunggu! Mungkin saja Sang Putri ini tak seperti Sang Raja atau Ratunya yang bengis. Mungkin dia–“


“Eh, kau tak mengetahuinya, Hanafi!?”


“Hah, mengetahui apa?” bingung Hanafi bertanya.


“Sejarah dari Kerajaan Rembulan Merah.”


“....” Hanafi terdiam sesaat sambil menggelengkan kepalanya tanda tak tahu.


“Kerajaan Mesericordiam atau Rembulan Merah adalah salah satu dari dua Kerajaan tertua. Kerajaan itu juga terkenal sebagai Kerajaan paling harmonis selama ratusan tahun. Dulu Kerajaan itu merupakan tempat tinggal idaman bagi semua orang di dataran ini. Karena seluruh anggota kerajaan beserta para bangsawannya yang mencintai rakyatnya.


Tidak hanya itu, Kerajaan sekitarnya seperti Angelwish dan Auram pun menawarkan diri untuk menjadi bagiannya. Ingin Kerajaan itu membentuk Kekaisaran dengan harapan membuat masyarakat mereka lebih makmur.”


“Benarkah itu!?” Hanafi benar-benar terkejut dan melebarkan mata setelah mendengar penjelasan Letia.


“Ya, itu yang diceritakan ibuku yang merupakan mantan penduduk di Kerajaan itu.”


“Lalu kenapa Kerajaan ini bisa menjadi seperti sekarang?” kembali Hanafi bertanya dengan cemas dan bingung.


“Ada kudeta sepuluh tahun lalu di Kerajaan tersebut yang ingin memerintah secara otoriter dan tegas. Dan kudeta ini dipimpin langsung oleh Sang Putri Kerajaan itu yang masih berusia 7 tahun ....”


“Tu-tujuh tahun ....!?” pekik Hanafi dengan tubuh semakin merinding ketakutan.


“Awalnya seluruh kerajaan dataran ini dibuat kebingungan karena kudeta sang putri itu yang bisa berhasil. Tapi setelah mengetahui kebenaran jika dia seorang Alchemist, kini semuanya masuk akal.


Lalu setelah itu, Sang Putri berhasil memenggal kepala Raja dan Ratu. Membunuh para bangsawan yang menentang tujuannya. Dan sejak saat itu dia terus memperkuat pasukan kerajaannya hingga sampai saat ini.”


“Apa tujuannya hingga dia sampai memperkuat militernya?”


“Mungkin dia ingin menguasai dataran ini. Beberapa Kerajaan besar seperti Auram dan Angelwish sudah mewaspadai hal ini.”


“....” Hanafi hanya terdiam dengan raut wajah kecemasan.


“Berhati-hatilah untuk hal ini, Hanafi. Jangan pernah memulai masalah dengan Kerajaan Rembulan Merah yang sekarang. Khususnya Sang Putri kejam dari Kerajaan itu yang bernama Putri Xeira.”


“Baik, aku mengerti.” Gugup Hanafi menganggukkan kepala sambil meminum air di meja. Letia pun mulai menyantap makanannya.


Tak lama setelah itu, Rina yang sudah membersihkan badannya terlihat berjalan mendekati mereka. Tidak hanya dia sendiri, gadis yang tak sadarkan diri sebelumnya pun telah siuman.


Keduanya benar-benar menjadi pusat perhatian sekitar karena pakaian mereka yang layaknya seperti kaum bangsawan.


“Ah kau sudah bangun?” senyum Hanafi sambil berdiri dan menjadi berhadapan dengannya.


“Iya, apa anda adalah salah satu orang yang menyelamatkanku?” tanya gadis itu dengan nada sopan. Wajahnya terlihat cemas membalas tatapan Hanafi.


“Iya aku orangnya. Apa kau baik-baik saja sekarang?” senyum Hanafi cukup ramah. Mata gadis itu berwarna merah bagaikan permata ruby yang berkilauan.


“Ya, berkat perawatanmu,” gadis itu tersenyum sambil menundukkan kepala memberi hormat.


“Mari duduk, Kak. Kau belum makan, kan?” Rina mengajak gadis itu sambil duduk di atas kursi.


“Benar, kau makan dulu punyaku. Tenang saja, aku masih belum menyentuhnya.”


“Eh, tapi!?” cemas gadis itu menatap Hanafi yang mulai berjalan melewatinya.


“Aku akan bilang lagi pada Eleona. Kau bisa memakan makananku itu.” Hanafi berucap sambil menolehkan kepala sesaat.


“Eh, emm..., baiklah,” cemas gadis itu yang mulai duduk di samping Rina, dan menyunggingkan senyuman kebahagiaan. Lalu lekas memenuhi perut kosongnya dengan makanan yang tersaji di atas meja.


***

            Beberapa menit kemudian berlalu setelah kedatangan gadis asing yang diselamatkan Rina dan Hanafi.


            Kini Hanafi sudah duduk di samping Letia sambil menyantap makanannya yang baru datang. Sedangkan Rina, Letia, dan gadis asing itu terlihat sudah selesai makan.


            “Maaf yah tadi aku buru-buru sampai tak sempat memperkenalkan diri karena lapar. Tapi melihat Kakak yang baru bangun membuatku berpikir jika Kakak juga pasti lapar. Jadi aku langsung bawa aja Kakak ke sini.”


            “Ah tak apa-apa. Aku benar-benar sudah merepotkanmu dan kakakmu. Tidak hanya menyelamatkanku, kalian juga merawatku, bahkan sampai memberi makanan untukku. Aku berjanji akan membalas kebaikan kalian ini,” senyum gadis itu yang terasa hangat bagi sekitarnya. Rina sontak membalas senyumannya lebih lebar sambil berucap.


            “Kamu bisa memanggilku Rina, Kak. Senang berkenalan denganmu.”


            “Kau bisa memanggilku Letia, senang berkenalan dengamu juga,” senyum  Letia berucap dengan sedikit memiringkan kepala.


            “Ah, orang-orang biasanya memanggilku Asvia. Aku akan senang jika kalian juga memanggilku seperti itu,” senyum gadis asing itu yang bernama Asvia.


            “Akwu Hwanafi–“ Hanafi berkata sambil mengunyah makanan, tapi ucapannya terhenti karena batuk tersedak makanan. Rina dengan sigap memberinya air minum sambil berucap.


            “Astaga, Kak! Habiskan dulu makananmu. Selain itu pelan-pelan saja, kami takkan kemana-mana.”


            “Maaf, hahaha ....” Hanafi berucap cemas dengan tawaan kecil di akhir.


            Letia dan Asvia tertawa kecil melihat percakapan ringan kakak beradik di dekatnya.


            “Maaf jika aku membuatmu mengingat hal yang mengerikan. Tapi bisa kudengar rincian kejadiannya sampai kalian bisa diserang Almbumy Tigris?” Letia mengajukan pertanyaan dengan nada suara pelan.


            “Ah begini, aku seorang Alcholar dan sedang mencari tanaman obat langka untuk permintaan klienku yang seorang bangsawan. Aku tau risiko jika pergi sendirian dalam perjalanan yang amat sangat berbahaya, jadi aku meminta bantuan kelompokku yang kebanyakan seorang petulang.”


            “Wah kau seorang Alcholar!?” tanya Hanafi terkejut menatap Asvia.


            “Iya, meski masih tingkat empat, hahaha ....” Asvia terkekeh geli, malu-malu sambil mengusap pelan belakang kepalanya. Terlihat manis dan menggemaskan.


            “Jadi kau tak perlu mencari Alcholar, Hanafi. Orang ini bisa mengobati dirinya sendiri, “ senyum Letia melirik kecil Hanafi.


            “Kau benar,” senyum Hanafi sedikit menghela nafas.


            “Tapi untuk tingkat empat di usiamu benar-benar hebat. Aku taruhan kau masih berumur 19 tahunan.”


            “Hahaha ..., jahatnya. Aku masih 16 tahun kok, Kak!” cemas gadis berambut biru itu dengan tertawaan kecil.


            “Waah muda sekali dan kau sudah mencapai tingkat empat?” senyum Letia yang benar-benar terlihat terkejut.


            “Iya hahahaha ....”


            “Jadi kau satu tahun lebih muda dariku yah,” senyum Hanafi lalu meminum air untuk mengakhiri santapan makanannya.


            “Lalu bagaimana lagi, Kak?” Rina kembali bertanya meluruskan pembahasan.


            “Saat dalam perjalanan pulang kami tak sengaja bertemu Sleazer itu. Lalu malapetaka itu pun terjadi. Aku sempat mengingat betapa mengerikannya serangan Almbumy Tigris itu. Rekan kelompokku yang membawa tasku dimakan bulat olehnya. Darisana aku terbentur karena goncangan kereta dan akhirnya tak sadarkan diri.”


            “Semua teman-temanku, peralatanku, uangku, bahkan bahan untuk memenuhi permintaanku dimakan oleh mahluk itu ....” Gadis itu menjelaskan dengan nada pelan seolah sedang bersedih bercampur kebingungan akan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.


            “Aku turut berbela sungkawa atas insiden yang menimpamu. Tapi dengan informasi ini, aku bisa memperingatkan para petualang untuk lebih berhati-hati dalam menjelajah di Hutan Asvia karena Sang Raja Hutan yang sedang aktif.” Letia menyunggingkan senyuman pada Asvia.


            Hanafi hanya terdiam dengan wajah cemas. Sedangkan Rina terlihat menatap datar kakaknya sesaat sebelum dia berucap menatap Asvia.


            “Ikutlah dengan kami. Tak apa kan, Kak?” pinta Rina menatap kakaknya dengan kedua bola mata melebar.


            “Ya, tak apa,” senyum Hanafi membalas tatapan adiknya dengan lembut.


            “Eh, benar tak apa?” Asvia terkejut membelalakkan kedua mata.


            “Iya, selain itu kami membutuhkan orang sepertimu yang memiliki banyak pengetahuan tentang dunia ini.” Hanafi berucap.


            “Terima kasih banyak! Aku berjanji takkan menjadi beban dalam kelompokmu, Kak.” Asvia menundukkan kepala, dan sedikit menitiskan air mata kebahagiaan.


            “....” Sekitarnya hanya tersenyum menatap Asvia yang seperti itu. Tapi itu tak lama sampai Letia berucap sambil menompang dagunya.


            “Wah beruntungnya memiliki seorang Alcholar secantik ini. Selain itu, dilihat dari pakainmu apa kau seorang bangsawan, Asvia?”


            “Eh bu-bukan! Ini baju salah satu rekanku yang seorang bangsawan.  Entah kenapa aku selalu dipaksa memakai pakaian ini oleh mereka,” cemas Asvia dengan kedua pipi yang memerah dan terlihat menggemaskan.


            “Hahahahaha, aku mengerti kenapa mereka melakukan itu.” Letia sontak tertawa sambil menutup mata.


            “Benar, kau terlihat sangat cocok menggunakan pakaian itu, Kak Asvia.”


            “Lalu bagaimana denganmu, Rina. Kau juga memakai pakaian itu, apa kau juga seorang bangsawan.” Asvia bertanya.


            “Hahaha, tentu saja bukan. Ini hanya paksaan dari orang bodoh yang menyuruhku memakai pakain berkelas ini,” senyum Rina menutup mata.


            “Kenapa kau memanggil kakakmu sendiri dengan sebutan orang bodoh .....” Hanafi berucap datar ke arah adiknya.


            Sontak tawaan riang kembali terdengar dari kelompok mereka hingga sedikit menarik perhatian sekitar. Beberapa orang pun mulai memberikan senyuman pada kelompok Hanafi.


Lalu masih di waktu yang bersamaan, di tempat lainnya, jauh di utara dari kelompok Hanafi berada, Kerajaan Angelwish.


Di dalam ruang pertemuan yang berada di istana Kerajaan Angelwish, terlihat empat orang yang sedang duduk di atas kursi mewah. Meja berbentuk lingkaran besar pun terlihat di depan mereka.


Kelenggangan benar-benar terasa di dalam ruangan itu, beberapa orang diantara mereka menunjukkan ekspresi kekhawatiran setelah mendengar penjelasan dari salah satu orang yang juga duduk di sana.


Tapi kelenggangan itu tak berlangsung lama sampai lelaki yang menjelaskan laporannya itu kembali berucap.


“Itu yang kudengar dari orang-orangku yang mengumpulkan informasi tentang terbelahnya Gunung Skyvia.” Perawakan lelaki itu terlihat gagah dengan wajah rupawan berusia sekitar 20 tahunan. Rambutnya berwarna kuning kejinggaan dengan pupil mata seperti kucing. Ada telinga mirip harimau juga di atas kepalanya. Pertanda, jika dirinya bukan manusia.


Peringkat keempat dari Lima Eksekutif yang terkenal oleh seluruh dataran Benua Luna, dan juga merupakan satu-satunya Phyuser Beastman terkuat yang mencapai tingkat B, Raulin Cheyne.


            “Raul, kau yakin jika informasi ini benar-benar akurat?” gadis berwarna rambut dan mata hijau mengajukan pertanyaan dengan wajah cemasnya. Umur gadis itu tidak jauh beda dengan lelaki bernama Raul. Wajahnya begitu rupawan dan benar-benar nyaman untuk pandangan.


Sekilas tak ada yang berbeda dari dia dengan manusia lainnya, tapi jika diselidiki lebih detail. Telinga gadis itu sedikit lebih lancip dengan ujung berwarna hijau seperti warna matanya.


            Anggota lainnya, peringkat ketiga dari Lima Eksekutif Electus. Satu-satunya Eluser tingkat A dari ras Elves yang terkenal dengan julukan ‘Elvenlied Tempest’, Adelyn Esterosa.


             “Aku masih belum bisa mengatakan informasi ini akurat, tapi anak buahku mendapatkan informasi ini langsung dari orang-orang yang terlibat dengan fenomena ganjil itu.” Raul menjawab dengan ekspresi cemas yang masih terpasang di wajah.


            “Begitu ...,” senyum khawatir Adelyn menutup mata beberapa saat, dan menyatukan kedua tangannya yang sedikit bergetar di atas meja.


            “Sle-Sleazer bekelas S– tidak ..., mungkin ini lebih tinggi lagi. Kelas SS, mungkin?” lanjutnya kembali membuka mata dengan ekspresi kecemasan semakin terlihat jelas. Sedikit mengajukan pertanyaan di ucapan terakhirnya sambil melirik wanita tua berambut hijau tua dan bertelinga lancip di sampingnya yang duduk paling utara di meja lingkaran itu.


            “Ya. Jika apa yang dikatakan Raul adalah kebenaran, maka setidaknya kelas Sleazer ini sudah mencapai kelas SS atau lebih lagi,” jawab wanita berumur lanjut usia itu dengan cukup pelan dan raut wajah kesedihan. Tak dapat dipungkiri, wanita yang terlihat begitu anggun dan bijaksana itu pun merasa ketakutan setelah mendengar cerita Raul.


            Dia adalah wanita yang sangat terkenal di seluruh dataran benua, sekaligus orang yang membentuk Lima Eksekutif Electus.


Salah satu anggota dari Pahlawan Seven Arceluser yang masih tersisa, Arina Matchowel. Atau mungkin sekarang lebih dikenal sebagai Sesepuh Arina.


“....”


            Raul dan Adelyn hanya terdiam dengan ekspresi cemas setelah mendengar pernyataan dia yang mereka hormati. Meski itu tak terlalu lama sampai Raul menengok kursi di samping kirinya dan berucap.


            “Di saat kondisi kita seperti ini, Raja Leon malah menghilang.”


            “Karena hal itu juga, semua beban termasuk seluruh masalah di Kerajaannya jadi teralihkan pada putrinya,” lanjut Adelyn sambil melirik kursi di samping kirinya juga. Dua dari anggota lima eksekutif yang tak hadir dalam pertemuan mereka.


            “Tenanglah .... Kita tak kehilangan sepenuhnya harapan. Berdasarkan apa yang kau jelaskan sebelumnya, bukankah ada yang bisa memukul Sleazer itu. Jadi, bisa kau jelaskan lebih rinci siapa sebenarnya Pangeran Osis ini,” senyum kecil Sesepuh Arina menatap Raul.


            “Tapi aku baru mendengar orang seperti ini. Tak kusangka ada yang Electus yang lebih kuat dari Raja Leon.” Khawatir Adelyn menatap lelaki yang duduk berhadapannya.


            “Tidak sepertimu, aku malah sudah menduga akan kemunculan seseorang yang memiliki kekuatan segila ini. Jangan katakan kau melupakan ramalan beliau ‘kan, Adelyn,” senyum khawatir Raul dengan mata terpejam beberapa saat.


            “Ramalan ...? Ramalan apa maksudm ....” Ucapan Adelyn semakin mengecil dan menghilang ketika menyadari maksud pembicaraan rekan kelompoknya.


Dengan tubuh yang mulai gemetar dan senyuman yang terus melebar seolah mendapatkan harapan, Adelyn pun lekas bertanya dengan nada suara gugup.


“Ra-ramalan Tridivine Hero...!?”


“Ya, itu ramalan terakhir dari Sesepuh Alicia sebelum beliau menutup usianya,” pelan Raul sedikit merasa ragu karena takut menyinggung wanita tua di samping kanannya.


“....” Sesepuh Arina hanya menutup matanya, seolah sedang mengingat masa lalu ketika dirinya masih sangat muda dan bersama dengan kelompoknya. Tapi lamunannya itu lekas terbuyarkan oleh pernyataan gugup gadis muda di sampingnya.


“Mu-mungkinkah lelaki ini salah satu dari Tri-Tridivine Hero itu, Sesepuh ...?” Adelyn yang bertanya dengan ekspresi wajah yang dipenuhi harapan.


“Mungkin saja, “senyum kecil Sesepuh Arina pada gadis muda berambut hijau itu.


“Jika benar dia salah satu anggota dari kelompok tiga pahlawan itu, sudah pasti jika dia Electus yang sangat kuat,” senyum Adelyn pada Raul yang berisikan harapan amat besar.


“Kau benar, Adelyn ...,” senyum Raul, meski tak terlalu lama senyuman itu berubah menjadi kekhawatiran sambil melanjutkan ucapan.


            “Tapi maaf, selain informasi yang kujelaskan sebelumnya. Anak buahku tak mendapatkan apapun informasi lagi tentangnya. Selain itu, Kerajaan Osis ini seolah mengikatkanku pada ...,” jelas Raul dengan ekspresi merasa bersalah dan kembali menatap Adelyn.


            “.... gempuran mengerikan lima tahun yang lalu?” lanjut Adelyn yang juga memperlihatkan wajah yang merasa bersalah.


            “Ya ...,” senyum Raul sedikit menganggukkan kepala.


            “....” Sesepuh Arina pun hanya menundukkan kepalanya seolah diliputi kesedihan sambil sesekali menatap seorang gadis yang duduk paling selatan dari meja lingkaran itu.


            Sejak pertemuan itu dimulai, gadis berambut putih itu hanya terus menempelkan pipi kanannya di atas meja, tertidur lelap tanpa mendengarkan pembicaraan sekitarnya.


            Tapi anehnya, seluruh penghuni ruangan itu tak berani membangunkannya, bahkan memarahinya karena sikap tak sopannya itu. Meski sebenarnya, jauh di dalam lubuk hati terdalam Raul dan Adelyn, mereka benar-benar sangat kesal dan marah karena sikap tak sopan gadis tersebut di hadapan Sesepuh Arina.


            “Sesepuh, izinkan aku mengemukakan pendapatku. Menurutku langkah terbaik kita saat ini adalah mencari informasi dan lelaki yang disebut Pangeran ...,” ucapan Adelyn tiba-tiba mengecil dan menghilang ketika menyadari gadis yang tak ia sukai mulai mengangkat kepala dari meja, terbangun dengan ekspresi setengah sadar sambil menatap sekitarnya cukup kebingungan.


            “.....” Raul dan Adelyn lekas menyunggingkan senyuman keterpaksaan di wajah padanya, tidak seperti Sesepuh Arina yang menyungginkan senyuman kecil yang menenangkan hati sambil berucap.


            “Apa tidurmu nyenyak?”


            “Ya.” Menjawab singkat pada Sesepuh Arina, gadis berwarna mata hijau seperti Adelyn itu pun lekas berdiri.


            Anggota terakhir mereka dari golongan Eluser dengan tingkat terlemah, yakni ‘F’.  Tapi meski begitu, gadis itulah yang menduduki puncak dari Lima Eksekutif Electus. Satu-satunya gadis yang mendapatkan perlakuan istimewa dari Sesepuh Arina, Clarice Fysher.


Wajahnya amat sangat rupawan bagai dari putri kerajaan kahyangan, umurnya berkisar belasan tahun. Telinganya sedikit lancip layaknya Adelyn dan Sesepuh Arina.


Ya, dia juga seorang Elves, meski rambutnya sangat berbeda dari kaum Elves yang kebanyakan berwana hijau. Warna rambutnya putih menyeluruh, bahkan hampir terlihat bercahaya karena pantulan dari cahaya ruangan di sekitarnya.


Tapi meski dia yang terlihat rupawan dan begitu anggun, tatapan matanya amat sangat datar, seolah tak menunjukkan emosi apapun. Bagaikan dunia sudah berakhir untuknya, bagai dia sendiri tak merasakan kehidupan.


Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, gadis itu berbalik, dan melangkah pergi menuju pintu keluar ruangan sambil mengambil bambu hijau dengan benang tipis yang terlihat seperti pancingan sederhana.


“Tunggu, Clarice!” kesal Adelyn yang tak kuasa menahan emosinya. Dia sampai beranjak dari kursinya sambil memberikan tatapan kemarahan pada punggung gadis yang ingin meninggalkan ruangan itu.


Tapi gadis itu tak mendengar dan terus berjalan. Pergi meninggalkan ruangan tanpa peduli dengan sekitarnya.


“....” Suasana tak mengenakkan mulai terasa di dalam ruangan itu. Raul hanya menutup mata beberapa saat lalu memberikan senyuman kecil pada Adelyn yang tak bisa menahan emosinya.


Tapi tak lama setelah itu.


“Sesepuh, kenapa anda memasukkan dia dalam kelompok ini. Aku benar-benar tak mengerti,” Adelyn bertanya pelan sambil duduk kembali di atas kursinya. Memperlihatkan ekspresi kecemasan pada Sesepuh Arina.


“Yah banyak alasannya, tapi biarkan dia seperti itu. Gadis itu ..., sudah kehilangan hal berhaga dalam hidupnya. Hal berharga yang mungkin melebihi hidupnya sendiri.”


“....!” Adelyn dan Raul terdiam dan sedikit terkejut mendengar ucapan wanita yang mereka hormati itu.


Bahkan setelah pernyataan Sesepuh Arina itu, suasana di antara mereka terasa hening. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.


Sesepuh Arina terlihat menutup mata sambil menunjukan ekspresi kesedihan seolah sedang mengingat penyesalan terbesarnya.


Sedangkan Adelyn dan Raul terdiam cemas melihat ekspresi wajah Sesepuh Arina yang seperti itu, mereka juga penasaran akan ucapan Sesepuh Arina sebelumnya tentang gadis yang belum terlalu mereka kenal itu.


           
***


            Hari mulai berganti, Asvia bangun terlebih dahulu dibandingkan Hanafi beserta adiknya. Gadis itu berjalan meninggalkan kamar, dan keluar dari penginapan di saat matahari masih sedikit menunjukkan sinarnya.


            Dia merentangkan kedua tangan ke samping hingga sejajar dengan bahu. Menghirup udara segar sambil menutup mata. Merasakan udara sejuk yang membuat ekspresi wajahnya terlihat lebih bersemangat.


            Senyuman lebar juga tersungging di wajahnya yang rupawan hingga membuat wajah Eleona yang baru kembali dari pasar terlihat kebingungan.


            “Umm, kalau tidak salah anda adalah Asvia?”


            “Ah iya, saya Asvia. Aku juga sudah mendengar dari kak Hanafi tentangmu, Kak Eleona.” Asvia sedikit menundukkan kepala dan memberi salam dengan sopan.


            “Wa-wah tak perlu seperti itu. Aku jadi merasa tidak enak,” khawatir Eleona menutup mata.


            “Eh kenapa?” Asvia merasa cemas melihat ekspresi Eleona. Berpikir jika sudah melukai wanita di hadapannya.


            “Bukan berarti tak menyukainya, hanya saja terasa aneh. Mau dimanapun aku melihatnya, kau benar-benar seperti gadis yang memiliki kedudukan yang sangat tinggi, lalu gadis seperti itu melakukan hal seperti ini padaku.”


            “Ahaha .... Aku hanya rakyat biasa. Bukan bangsawan atau apapun yang seperti yang Kakak pikirkan.”


            “Tapi meski kau bilang begitu, tetap saja ...,” cemas Eleona.


            “Ya meski memang benar jika aku seorang bangsawan, itu takkan merubah perlakuanku saat ini. Pada dasarnya kita tetap mahluk hidup dengan jenis yang sama. Penggolongan peringkat status sosial hanyalah ciptaan mahluk hidup, dan bagiku menghormati orang yang lebih lama hidup dari kita adalah hal yang patut dilakukan.”


            “.....” Eleona terdiam kagum mendengar ucapan Asvia, tapi itu tak lama sampai dia menatap sosok di belakang Asvia.


            Tanpa Asvia sadari, Hanafi terlihat berdiri di belakangnya dengan ekspresi terkejut karena mendengar pernyataan gadis bermata merah itu.


            Asvia yang menyadari tatapan Eleona yang tertuju ke belakang mulai menengok, lekas menyunggingkan senyuman cemas melihat lelaki yang menyelamatkannya.


            “Wa-wah kau sudah bangun, Kak Hanafi.”


            “Ah iy-iya baru saja,” senyum cemas Hanafi membuang pandangan dengan pipi sedikit memerah. Perkataan Asvia sebelumnya benar-benar menggentarkan hati lelaki tersebut.


            Eleona yang melihat itu lekas memasuki penginapan. Senyuman penuh arti terukir di wajahnya yang seolah menggoda Hanafi.


            Hanafi menyungginkan senyuman sedikit kesal ke arah Eleona yang menggodanya.


            Asvia mulai memiringkan kepala. Sedikit kebingungan melihat ekspresi wajah lelaki di hadapannya. Dia pun mulai berjalan mendekati Hanafi sambil berucap.


            “Kau kenapa, Kak?”


            “Ah tidak ada apa-apa.” Hanafi menjawab dengan nada sedikit cepat sambil mengembalikan pandangan ke gadis yang kini berhadapan dengannya.


            “Hari ini rencananya Kakak mau kemana?” tanya Asvia dengan senyuman yang semakin melebar.


            “Ah, rencananya aku ingin mengumpulkan sisa barang permintaan yang belum selesai. Setelah itu ....” Hanafi tak menyelasikan ucapan, hanya terdiam melihat bagian tubuh Asvia yang terluka.


            Asvia lekas menyentuh pelipis kanannya dan berucap dengan nada suara cemas.


            “Ah Kakak tak perlu mengkhawatirkan lukaku. Ini belum seberapa. Dibiarkan beberapa hari juga sembuh sendiri.”


            “Tapi tetap saja,” senyum Hanafi cukup cemas.


            “Kak Asvia sudah jadi bagian kelompok kami. Sebaiknya Kakak ikuti ucapan ketua kelompok kita ini,” senyum Rina yang berjalan keluar dari dalam penginapan. Dia menyandarkan punggung pada gagang pintu berwarna coklat. Sesekali dia menguap dan mengusap mata. Memperlihat rasa kantuknya yang membuat dirinya terlihat semakin manis.


            “Eh, siapa yang ketua kelompok?” Hanafi bertanya sambil menolehkan kepala ke arah sang adik.


            “Tentu saja Kakak, memangnya siapa lagi?” datar Rina dengan wajah yang masih terlihat mengantuk.


            “Sejak kapan?”


            “Sejak saat ini,” Rina berucap kembali dengan nada ringan dan senyuman sambil memasuki kembali penginapan.


“Kata Kak Eleona saatnya sarapan, kalian berdua masuklah,” lanjut Rina sedikit menolehkan kepalanya ke arah Hanafi dan Asvia beberapa saat.


            Asvia lekas berjalan melewati Hanafi sambil berucap dengan senyuman yang manis.


            “Mohon bimbingannya yah, Ketua Kelompok.”


            “....” Hanafi menutup mata dan menghela nafas sesaat, tapi itu tak lama sampai dia membuka mata dengan senyuman lebar tersungging di wajah.


Dia pun berjalan memasuki penginapan dan mengikuti langkah kaki gadis yang sempat menggetarkan hatinya itu.


***

2 comments:

  1. Syukurlah updatenya tidak terlambat,

    Masih belum terbaca bagaimana alurnya.
    Sehat terus sensei

    ReplyDelete