Tuesday, 12 March 2019

Prolog

Tittle: Exitium

Genre: Action, Romance, Drama, Superpower, Comedy, Fantasy

Author: r lullaby

Status: Ongoing


Prolog
Perkenalan

            Di waktu bersamaan di saat Hanafi sampai di Kota Cordel. Di hutan timur yang bersebrangan dengan Kota Rimanisa dan terpisahkan oleh padang pasir yang sangat luas.


            Langit masih terlihat cerah dan terasa menenangkan hati siapapun, tapi itu tak berlaku bagi kereta kuda yang dikawal oleh para pengawal yang terlihat gagah dan pemberani.


            Empat dari delapan pengawal itu telah gugur di tangan beruang besar dengan bulu coklat kemerahan. Tingginya lebih dari 10 kaki dengan mata merah menyala. Pertanda, jika beruang merah itu telah berubah menjadi seekor monster.


            “Ku-kumohon lakukan sesuatu! Kami tak ingin mati di sini. Kami masih memiliki keluarga yang menunggu kepulangan kami!” cemas lelaki tua dari dalam kereta kuda dengan nada suara yang terdengar cukup tinggi.


            “Tenang saja, Tuan. Kami akan membuatmu dan putrimu keluar dari situasi ini, meski nyawa kami yang jadi taruhannya.” Lelaki berumur 30 tahunan berkata dengan penuh wibawa sambil memasang kuda-kuda gaya berpedangnya yang elegan.


            Tiga orang lainnya terlihat di belakang sambil bersiap mengikuti dia yang terlihat seperti pemimpin itu. Satu orang berdiri paling belakang, seorang gadis muda dengan pakaian berkelas yang berbeda dari yang lainnya. Diduga dia seorang Eluser yang bersiap mengeluarkan kemampuannya.


Satu lagi wanita muda dengan busur dan panah yang berdiri sejajar dengan laki-laki muda pemakai pedang seperti pemimpinnya, hanya terlihat lebih tipis dengan perisai di tangan kirinya.


            Mereka bersiap memulai serangan, tapi tiba-tiba terkaman harimau ganas dari samping kiri menghancurkan formasi kelompok mereka.


            Sang pemanah dan lelaki pemegang pedang satu tangan langsung merenggang nyawa di tempat karena serangan beringas harimau tersebut. Lalu ketika harimau itu ingin menyerang sang Eluser muda yang terlihat ketakutan. Tiba-tiba dengan sigap sang pemimpin menghalau serangan cakar harimau itu.


            Sang Eluser muda yang masih terguncang langsung terdorong jatuh oleh dorongan sang pemimpin. Otomatis dia pun terselamatkan.


Tapi, itu tak berlaku bagi sang pemimpin yang hampir merenggang nyawa terkena cakaran besar dan dalam oleh harimau raksasa tersebut.


Tapi sebelum dia meninggal, lelaki itu lekas menusuk tubuh sang harimau dengan pedang besarnya saat harimau itu berjalan melewati dia yang berpura-pura mati.


Kini hanya tinggal Eluser muda itu yang tersungkur ke belakang dengan tubuh bergemetar ketakutan. Dia terguncang melihat teman-teman seperjalanannya yang sudah tergeletak dan menjadi mayat.


“Cecilia, bangunlah!! Kau harus pergi dari sini! Setidaknya kau harus tetap hidup!” lelaki tua, atau lebih tepatnya sang tuan yang sebelumnya berada di dalam kereta keluar sambil melindungi sang eluser muda berambut merah seperti bunga mawar itu.


“Tidak, Ayah! Aku tak ingin itu! Jika kematian datang, aku juga ingin mati bersama ayah!” protes si Eluser muda yang memiliki paras rupawan dengan rambut merah yang seperti bunga mawar.


 “Sebagai putri pertama Keluarga Rosewood, aku takkan –“ lanjutnya, tapi.


“Kumohon, kembalilah!! Jika kau juga mati, adikmu hanya akan hidup sendirian! Aku tak berani menatap mendiang ibumu jika membiarkanmu mati dan adikmu hidup sendirian!” sanggah sang ayah pada putrinya itu dengan suara yang lantang.


“Ayah ...!” lirih gadis bernama Cecilia itu dengan kedua mata yang memerah karena melihat sang ayah yang ingin mengorbankan diri.


Sang ayah berusaha menarik perhatin monster beruang yang besarnya berkali-kali lipat darinya sambil melanjutkan perkataan.


“Selain itu, bagaimana dengan nasib lelaki yang menyukaimu itu? Kau juga menyukainya, kan!?” tanyanya dengan nada suara pelan dengan senyuman kecil penuh keprihatinan. Di saat yang bersamaan juga, sang monster beruang mulai berjalan mendekati dirinya. Mahluk itu seolah sudah siap melayangkan cakaran raksasanya.


Melihat hal itu, Cecilia lekas bangkit sambil menjawab pertanyaan ayahnya dengan ekspresi keseriusan.


“Ini bukan waktunya memikirkan dirinya! Selain itu dia bukanlah bangsawan! Menodai Keluarga Rosewood karena keegoisanku–“


“Ayah tak peduli akan hal itu! Asal laki-laki itu mencintaimu dan senantiasa membuatmu bahagia, ayah tak keberatan! Maka dari itu cepat pergi dari sini!!” bentak sang ayah dengan kemarahan pada putrinya. Dia sengaja melakukan hal itu demi membuat putrinya bisa selamat dan tetap hidup.


Cecilia memang tersentak kaget melihat ayahnya yang berteriak, tapi gadis itu lekas memasang wajah seriusnya kembali dan berkata dengan nada suara gugup.


“Ti-dak ... aku tak ingin meninggalkan Ayah di sini!” Cecilia juga sedikit menitiskan air matanya lalu lekas berlari mendekati ayahnya, membelakangi dirinya sambil berniat mengeluarkan kemampuannya.


“Cecilia ... kenapa?” sang ayah pun menundukkan kepala hingga menitiskan air mata.


Kemampuanku saja mungkin takkan cukup untuk melawan mahluk sepertinya, tapi setidaknya aku bisa ...,” batin Cecilia seolah bersiap mengeluarkan kemampuannya. Butiran air terlihat di telapak tangan kanannya yang terangkat ke arah monster beruang itu, tapi pikiran dan konsentrasinya langsung hancur oleh pisau yang terbang melewati tubuhnya dari belakang.


Pisau itu tertuju langsung pada kepala sang monter yang terlihat buas. Tapi dengan sigap sang monster bisa menangkis serangan tersebut.


Cecilia berniat berbalik dan menengok akan siapa yang meleparkan pisau tersebut, akan tetapi pelaku pelempar pisau itu sudah berada di samping kirinya.


Dengan senyuman kecil yang terlukis di wajah, dia berucap pelan memberikan perintah pada mereka untuk mundur ke belakang.


“...!!”


Tak sadar, Cecilia dan ayahnya pun mengikuti perintah lelaki itu yang memiliki suara lembut tapi masih terdengar berwibawa.


Lalu, pertarungan sengit pun terjadi antara lelaki misterius berwarna rambut pirang dengan sang beruang merah yang telah berubah menjadi monster.


Setiap serangan berupa cakaran selalu ditangkis oleh lelaki muda itu dengan kedua pedangnya dengan elegan. Dia menggunakan gaya berpedang unik hingga membuat Cecilia bertanya heran pada ayahnya.


“Ga-gaya berpedang macam apa itu, Ayah? Dia menggunakan pedang satu tangan di masing-masing tangannya.”


“Ayah juga tidak tau,” sang ayah menjawab cemas sambil terus memperhatikan pertarungan sang lelaki misterius itu.


Setiap tebasan yang diberikan lelaki muda itu selalu berakhir dengan irisan tipis di kulit tebal sang monster, tapi lelaki itu tak menyerah dan terus menghindar sambil memberikan serangan balasan.


Lalu lebih dari 30 menit setelah dimulainya pertarungan mereka, sang beruang merah pun mulai kelelahan karena luka kecil yang diberikan lawannya semakin banyak. Selain itu, luka kecil itu juga kadang ditumpuk oleh sang lelaki hingga memberikan serangan yang lebih menyakitkan.


Darah pun mulai mengalir di sekujuh tubuh sang monster hingga kesadarannya perlahan mulai memudar.


Menyadari musuhnya yang sudah dalam kondisi itu, sang lelaki yang terlihat tampan dan pemberani itu mulai menjaga jarak sambil memasang wajah keseriusan.


Pedang satu tangan di tangan kirinya terlihat ia balikkan hingga ujung tajamnya jadi menghadap ke belakang.


Lalu sambil memasang kuda-kuda yang begitu elegan, lelaki muda itu lekas berucap dengan suara yang pelan dengan tekanan nada yang dalam.


Enrik Swordstyle: Whirlwind Air ...!


Setelah mengucapkan nama kemampuannya, lelaki itu lekas berlari ke depan, tepat ke arah sang monster.


“Tunggu!! Menyerang dari depan sangatlah berbahaya!!” khawatir Cecilia berteriak mencoba memperingatkan.


Tapi teriakkan Cecilia tak mengurungkan niatnya. Lelaki itu berniat melompat setelah menyadari sang monster yang mulai melayangkan serangan terakhirnya, yakni berucap cakaran lurus ke depan.


Lelaki itu berhasil melompat, menghindari serangan musuhnya, lekas berputar sangat cepat secara horizontal melukai tangan sang monster. Terus berputar cepat ke depan hingga sampai di dada sang monster beruang.


Lalu dalam kurun waktu yang sangat cepat, kedua pedang yang ia genggam langsung ditancpakan tepat di jantung sang monster.


Sadar jika itu belum cukup, sang lelaki mulai menginjak ujung gagang masing-masing pedang dengan kedua kakinya hingga senajatanya pun menembus tubuh besar sang monster.


Selain itu, karena pijakan pada ujung pedangnya, dia pun mendapatkan lompatan jauh ke balakang untuk memperlebar jarak dengan musuhnya.


Dia mendarat di tanah dengan sempurna di saat monster beruang itu mulai tersungkur jatuh ke belakang dengan nyawa yang telah meninggalkan raga.


Tatapan kagum pun sontak terlihat dari Cecilia dan ayahnya yang melihat aksi lelaki itu.


“He-hebat ....” Cecilia tak sadar mengeluarkan ucapan dengan tatapan lebar terus tertuju pada lelaki asing di hadapannya.


“Syukurlah aku tepat waktu, aku mendengar benturan keras tadi jadi ... aku-segera-datang!” jelas lelaki itu dengan senyuman kecil sambil berjalan mendekati monster yang sudah tak bernyawa. Mengeja ucapan terakhirnya saat dia mencabut kedua pedangnya.


“Namaku Charles Von Rosewood. Sungguh aku berterima kasih atas apa yang telah kau lakukan emm.. siapa namamu?” senyum lelaki tua yang bernama Charles itu.


“Bangsawan Rosewood!?– ma-maaf atas ketidakopananku. Anda bisa memanggilku Enrik, Tuan Charles.” Lelaki berambut kuning lemon itu lekas menempelkan lutut  kiri di atas tanah, memegang dada kirinya dengan tangan kanan yang ia kepal, seolah menunjukkan rasa hormat bagai ksatria.


“Wah tak perlu sampai seperti itu! Untuk saat ini, abaikanlah derajat kami yang seorang bangsawan Viscount. Lagipula kau juga sudah menyelamatkan kami tadi,” kata Cecilia tersenyum manis pada Enrik yang masih menundukkan kepala.


“Be-begitu, kah?” Enrik masih berwajah was-was dan ragu-ragu. Dia kesulitan bersikap seperti biasanya setelah mengetahui seberapa pentingnya orang-orang yang ia selamatkan. Khususnya setelah mendengar Bangsawan Rosewood yang sangat familiar untuknya.


“Ya, tenang lah ... jadi dirimu sendiri saja, Enrik.” kata Cecilia menutup matanya beberapa saat dengan senyuman yang lebar.


“Ba-baiklah,” jawab Enrik masih cukup ragu, tapi tak lupa membalas senyuman Cecilia yang menawan.


“Ah iya, karena telah menyelamatkan kami. Aku akan memberikan apapun padamu, Enrik. Baik itu harta? Jabatan? Wilayah? Atau apapun! Karena bagaimanapun kau sudah menyelamatkan nyawa kami, khususnya putriku,” tutur Charles dengan senyuman sambil berjalan mendekati Enrik dan memegang pundaknya.


“Ahh tidak Tuan, saya tidak menginginkan apapun. Saya datang ke sini hanya ingin memberikan bantuan dengan tanpa imbalan,” jawab Enrik dengan senyuman lebarnya.


“Tapi kami akan merasa berhutang padamu, apa kamu senang memberikan perasaan seperti itu pada kami?” senyum Cecilia bertanya dengan sebelah mata terpejam. Kedua tangannya ia lipat di bawah dada membuat dirinya terlihat lebih menawan.


“Sa-saya tidak bermaksud seperti itu ... ta-tapi jika Putri tersinggung karena penolakanku, maka ijikan saya untuk mengajukan satu per-permintaan,” senyum cemas Enrik dengan kedua mata yang terpejam.


“Ya tentu saja! Apapun! Katakan saja Enrik!” senyum Charles terlihat bersemangat ketika mendengar sang penyelamat hidupnya yang berniat mengutarakan permintaanya.


Sambil kembali menundukkan kepala cukup rendah di hadapan Charles dan putrinya, Enrik pun mengutarakan permintaannya.


“Kumohon ... jika ada orang yang kesulitan di dekat Tuan, tolong ulurkan tangan Tuan untuk memberikan bantuan pada orang kesusahan itu.


Hanya itulah permintaan saya. Jika tak keberatan tuan dapat menyanggupi permintaan saya yang lancang ini.”


“Eh ...?” sontak tatapan takjub dan heran terukir di wajah Charles dan putrinya. Tak menyangka akan permintaan dari lelaki yang menyelamatkan hidup mereka itu.


***

2 comments: